Anda di halaman 1dari 12

TETANUS

TETANUS

A. Pengertian
Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya tonus otot dan
spasme, yang disebabkan oleh tetanuspasmin, suatu toksin protein yang kuat yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya
tetanus neonatorum, tetanus generalisata dan gangguan neurologis loka. (Aru W. Sudoyo,
2006 : 1799)
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman Clostridium tetani
bermanifestasi sebagai kejang otot paroksismal, diikuti kekakuan otot seluruh badan.
Kekakuan tonus otot ini selalu tampak pada otot massater dan otot-otot rangka. (Sjaifoellah
Noer, 1996 : 474)
Derajat Keparahan
Terdapat beberapa sistem pembagian derajat keparahan (Phillips, Dakar, Udwadia) yang
dilaporkan. Sistem yang dilaporkan oleh Ablett merupakan sistem yang paling sering
dipakai.
Klasifikasi beratnya tetanus oleh Ablett :
1. Derajat I (ringan) : Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa
gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
2. Derajat II (sedang) : Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan
sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebihd dari 30
disfagia ringan.
3. Derajat III (berat) : Trismus berat, spastisitas generalsata, spasme refleks
berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apnea, disfalgia berat dan
takikardia lebih dari 120.
4. Derajat IV (sangat berat) : Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat melibatkan
sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi
dan bradikardia, salah satunya dapat menetap. (Aru W. Sudoyo, 2006 : 1801)
TETANUS
B. Etiologi
Clostridium tetani adalah kuman berbentuk batang, ramping, berukuran 2-5 x 0,4 0,5
milimikron. Kuman ini berspora termasuk golongan Gram positif dan hidupnya anaerob.
Spora dewasa mempunyai bagian yang berbentuk bulat yang letaknya di ujung, penabuh
genderang (drum stick). Kuman mengeluarkan toksi yang bersifat neurotoksik. Toksin ini
(tetanuspasmin) mula-mula akan menyebabkan kejang otot dan saraf penfer setempat. Toksin
ini labil pada pemanasan pada suhu 65 0C akan hancur dalam 5 menit. Di samping itu
dikenal pula tetanolisin yang bersifat hemolisis, yang perannya kurang dalam proses
penyakit. (Sjaifoellah Noer, 1996 : 474)
TETANUS
C. Manifestasi Klinis
Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma. Kontaminasi luka dengan tanah, kotoran
binatang, atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus. Tetanus dapat terjadi sebagai
komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka gigitan ular yang mengalami nekrosis,
infeksi telinga tengah, aborsi septik, persalinan, injeksi intramuskular dan pembedahan.
Trauma yang menyebabkan tetanus dapat hanyalah trauma ringan. Trauma yang
menyebabkan tetanus dapat hanyalah trauma ringan, dan sampai 50 % kasus trauma terjadi
di dalam gedung yang tidak dianggap terlalu serius untuk mencari pertolongan medis. Pada
15-25% pasien, tidak terdapat bukti adanya perlukaan baru.
1. Tetanus generalisata
Tetanus generalisata merupakan bentuk yang paling umum dari tetanus yang ditandai
dengan meningkatnya tonus otot dan spasme generalisata. Maka inkubasi bervariasi,
tergantung pada lokasi luka dan lebih singkat pada tetanus berat, median onset setelah
trauma adalah 7 hari, 15% kasus terjadi dalam 3 hari dan 10% kasus terjadi setelah 14 hari.
Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat disfungsi otonomik.
Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan untuk membuka mulut, sering merupakan
gejala awal tetanus. Spasme otot massester menyebabkan trismus atau rahang terkunci.
Spasme secara progresif meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah yang
khas, risus sardonicus dan meluas ke otot-otot untuk menelan yang menyebabkan
disfalgia. Spasme ini dipicu oleh stimulus internal dan eksternal dapat berlangsung selama
beberapa menit dan dirasakan nyeri. Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala.
Rigiditas tubuh menyebabkan opistotonus dan gangguan respirasi dengan menurunnya
kelenturan dinding dada. Refleks tendon dalam meningkat. Pasien dapat demam, walaupun
banyak yang tidak, sedangkan kesadaran tidak terpengaruh.
2. Tetanus neonatorum
Tetanus neonatorum biasanya terjadi dalam bentuk generalisata dan biasanya fatal apabila
tidak diterapi. Tetanus neonatorum terjadi pada anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang
tidak diimunisasi secara adekuat terutama setelah perawatan bekas potongan tali pusat yang
tidak steril. Resiko infeksi tergantung pada panjang tali pusat, kebersihan lingkungan dan
kebersihan saat mengikat dan memotong umbilikus. Onset biasanya dalam 2 minggu pertama
kehidupan. Rigiditas, sulit menelan ASI, iritabilitas dan spasme merupakan gambaran khas
tetanus neonatorum. Diantara neonatonus yang terinfeksi, 90% meninggal dan retardasi
mental terjadi pada yang bertahan hidup.
3. Tetanus lokal
Tetanus lokal merupakan bentuk yang jarang dimana manifestasi klinisnya terbatas hanya
pada otot-otot disekitar luka. Kelemahan otot dapat terjadi akibat peran toksin pada tempat
hubungan neuromuskuler. Gejala-gejalanya bersifat ringan dan dapat bertahan sampai
berbulan-bulan. Progresif ke tetanus generalisata dapat terjadi. Namun demikian secara
umum prognosisnya baik.
4. Tetanus sefalik
Tetanus sefalik merupakan bentuk yang jarang dari tetanus lokal, yang terjadi setelah
trauma kepala atau infeksi telinga. Masa inkubasinya 1-2 hari. Dijumpai trismus dan
disfungsi satu atau lebih saraf kranial, yang tersering adalah saraf ke-7. Disfagia dan
paralisis otot ekstraokular dapat terjadi. Mortalitasnya tinggi.
(Aru W. Sudoyo, 2006 : 1799)
Masa tunas tetanus berkisar antara 2-21 hari. Timbulnya gejala klinis biasanya mendadak,
didahului oleh ketegangan otot terutama pada rahang dan leher. Kemudian timbul
kesungkaran membuka mulut (trismus) karena spasme otot masseter. Kejang otot ini akan
berlanjut ke kuduk (opistotonus), dinding perut dan sepanjang tulang belakang. Bila
serangan kejang tonik sedang berlangsung, sering tampak risus sardonicus karena spasme
otot muka dengan gambaran alis tertarik ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan ke bawah,
bibir tertekan kuat pada gigi. Gambaran umum yang kahs pada tetanus adalah berupa badan
kaku dengan opistotonus, tungkai dalam ekstensi, lengan kaku dengan tangan mengepal,
biasanya kesadaran tetap baik. Serangan timbul paroksismai, dapat dicetuskan oleh
rangsang suara, cahaya maupun sentuhan, akan tetapi dapat pula timbul spontan. Karena
kontraksi otot yang sangat kuat, dapat terjadi asfiksia dan sianosis, retensi urin bahkan
dapat terjadi fraktur collumna vertebralis (pada anak). Kadang dijumpai demam yang ringan
dan biasanya pada stadium akhir. (Sjaifoellah Noer, 1996 : 475)
TETANUS
D. Patofisiologi
Berbagai keadaan di bawah ini dapat menyebabkan keadaan anaerob yang disukai untuk
tumbuhnya kuman tetanus :
1. Luka dalam misalnya luka tusuk karena paku, kuku pecahan kaca atau kaleng, pisau dan
benda tajam lainnya.
2. Luka karena tabrakan, kecelakaan kerja ataupun karena perang.
3. Luka-luka ringan seperti luka gores, lesi pada mata, telingan atau tonsil, gigitan serangga
juga merupakan tempat masuk kuman penyebab tetanus.
Ada dua hipotesis tentang cara bekerjanya toksin, yaitu :
1. Toksin diabsorbsi ujung saraf motorik dan melalui sumbu silidrik dibawa ke kornu
anteriior susunan saraf pusat.
2. Toksin diabsorbsi oleh susunan limfatik, masuk ke dalam sirkulasi darah arteri kemudian
masuk susunan saraf pusat.
Toksin bersifat seperti antigen, sangat mudah diikat jaringan saraf dan bila dalam keadaan
terikat tidak dapat lagi dinetralkan oleh anatoksin spesifik. Toksin yang bebas dalam darah,
sangat mudah dinetralkan oleh antitoksin spesifik.
Perubahan morfologi amat minimal dan tidak spesifik. Jaringan luka biasanya hanya
menampakkan reaksi radang non spesifik dengan nekrosis jaringan. Jaringan saraf juga
menampakkan reaksi non spesifik dan terdiri atas pembengkakan sel-sel ganglion motorik
yang berhubungan dengan pembengkakan dan lisis inti sel. (Sjaifoellah Noer, 1996 : 474)
Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama) rata-rata 7-10 hari
dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala pertama dengan spasme
pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Inkubasi dan onset yang lebih pendek berkaitan dengan
tingkat keparahan penyakit yang lebih berat. Minggu pertama ditandai rigiditas dan spasme
otot yang semakin parah. Gangguan otonomik biasanya dimulai beberapa hari setelah
spasme dan bertahan 1-2 minggu. Spasme berkurang setelah 2-3 minggu tetapi kekakuan
tetap bertahan lebih lama. Pemulihan terjadi karena tumbuhnya lagi akson terminal dan
karena penghancuran toksin. Pemulihan bisa memerlukan waktu sampai 4 minggu. (Aru W.
Sudoyo, 2006 : 1801)

DEFINISI
Tetanus adalah sebuah kelainan neurologis, yang ditandai dengan peningkatan tonus otot dan
spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, sebuah toksin protein kuat yang dihasilkan
oleh Clostridium tetani. Tetanus terjadi dalam beberapa bentuk klinis, yang meliputi penyakit
general, neonatal, dan lokal.
AGEN ETIOLOGIS
C. tetani adalah sebuah batang anaerob, motil, gram positif yang berbentuk oval, tak
berwarna, spora terminal dan karenanya mengasumsikan sebuah bentuk seperti raket tenis
atau pemukul drum. Organisme ini ditemukan diseluruh dunia dalam tanah, benda mati, feses
binatang, dan kadang-kadang dalam feses manusia. Spora bisa bertahan selama bertahun-
tahun dalam beberapa lingkungan dan resisten terhadap berbagai desinfektan dan pendidihan
selama 20 menit. Sel-sel vegetatif, namun demikian, mudah diinaktivasikan dan rentan
terhadap beberapa antibiotik, termasuk metronidazol dan penisilin. Tetanospasmin dibentuk
dalam sel-sel vagetatif dibawah kontrol plasmid. Dengan autolisis, toksin rantai tunggal ini
dilepaskan dan dipecah untuk membentuk heterodimer yang berisi sebuah rantai berat(100
kDa), yang memediasi pengikatan dan masuknya kedalam sel saraf, dan rantai ringan (50
kDa), yang memblokade pelepasan neurotransmiter. Genom C. tetani telah ditetapkan.
Struktur asam amino dari dua toksin yang paling kuat yang telah dikenal, toksin botulinum
dan toksin tetanus, sebagian homolog.
EPIDEMIOLOGI
Tetanus terjadi secara sporadis dan hampir selalu mengenai orang yang tidak imun; orang
yang memiliki imunitas parsial dan individu yang imun secara penuh yang gagal
mempertahankan imunitas adekuat dengan dosis vaksin ulangan juga bisa terkontaminasi.
Meskipun tetanus secara keseluruhan bisa dicegah dengan imunisasi, beban penyakit di dunia
cukup besar. Tetanus adalah sebuah penyakit yang penting di banyak negara, tetapi pelaporan
diketahui tidak akurat dan tidak lengkap, terutama pada negara-negara berkembang. Sebagai
hasilnya, WHO mempertimbangkan jumlah kasus yang dilaporkan masih dibawah angka
yang sesungguhnya dan secara periodis melakukan perkiraan kasus/kematian untuk menilai
beban penyakit. Pada tahun 2002 (tahun terakhir yang tersedia datanya), jumlah perkiraan
kematian yang berhubungan dengan tetanus pada semua kelompok adalah 213.000, dimana
180.000 (85%) adalah tetanus neonatal. Sebaliknya, hanya 18.781 total kasus dan 11.762
kasus neonatal yang benar-benar dilaporkan pada tahun itu. Tetanus sering terjadi dalam
wilayah tanah pertanian, di area rural, dalam iklim yang hangat, selama bulan-bulan musiam
panas, dan pada laki-laki. Pada negara-negara tanpa sebuah program imunisasi yang
komprehensif, tetanus terutama terjadi pada neonatus dan anak kecil yang lain. Penting
diperhatikan bahwa program internasional untuk menghilangkan tetanus neonatus telah
dilakukan selama beberapa kali. Di AS dan Negara-negara lain dengan program imuninasi
yang sukses, tetanus neonates jarang (hanya tiga kasus yang dilaporkan di AS selama 1990-
2004), dan penyakit ini mengenai kelompok usia yang lain (Gbr. 133-1) dan kelompok yang
tidak secara sempurna tertutup oleh imunisasi (seperti kelompok selain kulit putih). Imunisasi
yang berhasil di AS digambarkan pada gambar 133-2. Sejak 1976, hanya kurang dari 100
kasus yang dilaporkan setiap tahunnya. Saat ini, risiko tetanus di Negara ini paling tinggi ada
pada kelompok orang tua. Survey serologis nasional skala luas yang dilakukan pada tahun
1988-1994 menunjukkan bahwa 72% orang Amerika yang berusia 6 tahun memiliki kada
antibody protektif. Sebaliknya, hanya 30% dari orang-orang >70 tahun yang terlindungi.


Di AS, sebagian besar kasus tetanus mengikuti cidera akut (luka tusuk, laserasi, abrasi atau
trauma lain). Tetanus bisa didapatkan di dalam ruangan atau selama aktivitas di luar ruangan
(misalnya bertai dan berkebun). Luka yang terinfeksi mungkin saja besar atau bisa juga
terlihat sepele sehingga terabaikan saat pemeriksaan medis. Dalam beberapa kasus, tidak ada
cidera atau pintu masuk yang bisa dicurigai. Penyakit ini bisa memberikan komplikasi pada
kondisi-kondisi kronik seperti ulkus kulit, abses, dan gangren. Tetanus juga dikaitkan dengan
luka bakar, frostbite, infeksi telinga tengah, pembedahan, aborsi, kelahiran anak, tindik
badan, dan penyalahgunaan obat (terutama skin popping). Tetanus berulang pernah
dilaporkan.
PATOGENESIS
Kontaminasi luka oleh spora C. tetani mungkin sering terjadi. Germinasi dan produksi toksin,
namun demikian, hanya terjadi pada luka yang memiliki potensi oksidasi-reduksi yang
rendah seperti jaringan-jaringan yang terdevitalisasi, benda asing, atau infeksi aktif. C. tetani
tidak dengan sendirinya mencetuskan inflamasi, dan pintu masuk masih terlihat jinak kecuali
terdapat koinfeksi dengan organism lain. Toksin yang dilepaskan dalam luka terikat dengan
terminal neuron motor terminal, memasuki akson, dan ditransportasikan kedalam badan sel
saraf dalam batang otak dan korda spinal dengan transport intraneurolan retrograde. Toksin
kemudian bermigrasi di sepanjang sinaps ke terminal presinaptik, yang akan memblokade
pelepasan neurotransmitter inhibitor glisin dan GABA dari vesikel (lihat Gambar 134-1).
Blokade pelepasan neurotransmitter oleh tetanospasmin, sebuah zinc metalloprotease,
melibatkan pembelahan synaptobrevin, sebuah protein yang penting untuk fungsi normal
alat-alat pelepasan vesikel sinaptik. Dengan inhibisi yang dibatasi, tingkat pengapian istirahat
neuron motorik meningkat, menghasilkan kekakuan. Dengan pengurangan aktivitas refleks
yang mematasi penyebaran impuls polisinaptik (aktivitas glikinergik), agonis dan antagonis
mungkin akan dilibatkan, bukan dihambat, yang menyebabkan terjadinya spasme. Toksin
bisa juga mengenai neuron simpatetik preganglion di lateral gray matter korda spinal dan
pusat parasimpatetik. Kehilangan inhibisi neuron simpatetik preganglion bisa menghasilkan
hiperaktivitas simpatetik dan kadar katekolamin sirkulasi yang tinggi. Tetanospasmin, seperti
toksin botulinum, bisa memblokase pelepasan neurotransmitter di neuromuscular junction
dan menghasilkan kelemahan atau paralisis, tetapi efek ini secara klinis hanya terjadi pada
tetanus sefalik. Pemulihan memerlukan tumbuh kembalinya terminal saraf yang baru. Pada
tetanus lokal, hanya saraf yang memberi masukan pada otot yang terlibat. Tetanus
generalisata terjadi jika toksin yang dilepaskan kedalam luka memasuki aliran limfa dan
darah dan menyebar secara luas kedalam terminal saraf yang jauh; sawar darah otak
memblokade pemasukan secara langsung kedalm system saraf pusat. Jika diasumsikan bahwa
waktu transport intraneuronal sama untuk semua saraf, saraf yang pendek akan terlibat
sebelum saraf yang panjang: hal ini menjelaskan keterlibatan bertahap pada saraf-saraf
kepala, badan dan ekstremitas pada tetanus generalisata.

MANIFESTASI KLINIS
Tetanus generalisata, adalah bentuk penyakit yang peling sering, yang ditandai oleh
peningkatan tonus otot dan spasme general. Waktu median setelah luka adalah 7 hari; 15%
terjadi dalam 3 hari dan 10% setelah 14 hari. Secara khas, pasien pertama kali merasakan
peningkatan tonus otot maseter (trismus, atau lockjaw). Disfagia atau kekakuan atau nyeri
pada leher, bahu, dan otot punggung terlihat secara bersamaan atau segera setelahnya.
Keterliatan berikutnya pada otot-otot yang lain menghasilkan perut yang kaku dan kekakuan
otot ekstremitas proksimal; tangan dan kaki relatif terpisah. Kontraksi yang berlanjut pada
otot-otot fasial menyebabkan meringis dan menyeringai (risus sardonicus), dan kontraksi otot
punggung menghasilkan punggung seperti busur (opistotonus). Beberapa pasien mengalami
spasme otot paroksismal, keras, nyeri, dan generalisata yang bisa menyebabkan sianosis dan
ancaman ventilasi. Spasme ini terjadi secara berulang dan bisa secara spontan atau dicetuskan
bahkan oleh stimulasi yang sangat ringan. Ancaman konstan selama spasme generalisata
adalah penurunan ventilasi atau apnea atau laringospasme. Keparahan penyakit bisa ringan
(kekakuan otot dan sedikit atau tidak ada spasme), sedang (trismus, disfagia, rigiditas, dan
spasme), atau parah (frequent explosive paroxysms). Pasien bisa saja demam, meskipun pada
banyak pasien tidak mengalami demam; secara mental tidak terganggu. Reflex tendon dalam
bisa meningkat. Disfagia atau ileus bisa menghalangi pemberian makanan secara oral.
Disfungsi otonom sering memberikan komplikasi pada kasus yang parah dan ditandai dengan
hipertensi yang labil atau memanjang, takikardia, disritmia, hperpireksia, berkeringat banyak,
vasokonstriksi perifer, dan peningkatan kadar katekolamin plasma dan urin. Periode
bradikardia dan hipotensi juga bias terjadi. Henti jantung mendadak kadang terjadi, tetapi
dasarnya tidak diketahui. Komplikasi lain meliputi pneumonia aspirasi, fraktur, rupture otot,
tromboflebitis vena dalam, emboli pulmonal, ulkus dekubitus, dan rabdomyolisis. Tetanus
neonatal sering terjadi sebagai bentuk umum dan biasanya fatal jika tidak ditangani. Ini
terjadi pada anak-anak yang lahir dari ibu yang tidak memiliki imunitas yang adekuat,
seringkali setelah penanganan pemotongan umbilicus yang tidak steril. Onsetnya secara
umum pada 2 minggu pertama kehidupan. Tetanus local merupakan bentuk yang jarang,
dengan manifestasi yang terbatas pada otot yang berada dekat luka. Prognosisnya sangat baik.
Tetanus sefalik, sebuah bentuk yang jarang dari tetanus lokal, mengikuti cidera kepala atau
infeksi telinga dan melibatkan satu atau lebih saraf cranial. Periode inkubasinya hanya
beberapa hari dan mortalitasnya tinggi.
DIAGNOSIS
Diagnosis tetanus secara keseluruhan didasarkan pada penemuan klinis. Tetanus tidak
diindikasikan apabila ada riwayat yang mengindikasikan terpenuhinya serial imunisasi
dengan lengkap dan penerimaan dosis ulangan. Luka harus dikultur pada kasus yang
dicurigai. Namun demikian, C. tetani bisa diisolasikan dari luka pasien tanpa tetanus dan
seringkali tidak bisa dihilangkan dari luka orang yang mengalami tetanus. Hitung leukosit
bisa meningkat. Pemeriksaa cairan serebrospinal memberikan hasil yang normal.
Elektromyelogram bisa menunjukkan diskar kontinyu dari unit motor dan pemenedekan atau
hilangnya interval sunyi yang secara normal terlihat setelah potensial aksi. Perubahan non
spesifik bisa terjadi pada EKG. Kadar enzyme otot mungkin meningkat. Kadar antitoksin
serum 0,1 IU/mL (seperti yang terukur dengan ELISA) dianggap protektif dan bisa
mencegah tetanus, meskipun kasus pada pasien yang memiliki kadar antitoksin protektif juga
pernah dilaporkan.
TETANUS: PENGOBATAN
Pengukuran Umum
Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan sumber toksin, menetralisasi toksin yang tidak
terikat, dan mencegah spasme otot sambil memonitor kondisi pasien dan memberikan
dukungan terutama dukungan respirasi- sampai penyembuhan. Pasien harus dimasukkan
kedalam ruangan yang tenang didalam ruang rawat intensif, dimana observasi dan
pengawasan kardiovaskular bisa dipertahankan secara kontinyu, tapi stimulasi bisa
diminimalkan. Perlindungan terhadap jalan nafas sangat penting. Luka harus dibuka,
dibersihkan secara hati-hati, dan didebridemen secara menyeluruh.
Terapi Antibiotik
Meskipun memiliki nilai yang tidak terbukti, terapi antibiotik diberikan untuk menghilangkan
sel-sel vegetatif sumber dari toksin. Penggunaan penisilin (10-12 juta unit IV, yang
diberikan setiap hari selama 10 hari) telah direkomendasikan, tetapi metronidazol (500 mg
setiap 6 jam atau 1 gram setiap 12 jam) dipilih oleh beberapa ahli berdasar pada aktivitas
antimikroba yang sangat baik dari antibiotic ini dan ketiadaan aktivitas antagonis GABA
seperti yang terlihat pada penggunaan penisilin. Obat pilihan untuk tetanus masih belum
jelas: sebuah penelitian klinis tidak diacak menemukan keuntungan harapan hidup dengan
metronidazol, tetapi penelitian lain gagal menemukan perbedaan antara benzhatine penisilin,
benzyl penisilin, dan metronidazol. Klindamisin dan eritromisin adalah alternative untuk
pengobatan pasien yang alergi terhadap penisilin. Terapi antimikroba spesifik tambahan
harus diberikan untuk infeksi aktif oleh organisme lain.
Antitoksin
Diberikan untuk menetralisir toksin sirkulasi dan toksin yang tidak terikat didalam luka,
antitoksin secara efektif menurunkan mortalitas; toksin yang telah terikat pada jaringan
neural tidak akan terpengaruh oleh antitoksin. Tetanus immune globulin (TIG) manusia
adalah sediaan pilihan dan harus diberikan dengan segera. Dosisnya adalah 3000-6000 unit
IM, biasanya dalam dosis terbagi karena volumenya besar. Dosis optimalnya tidak diketahui,
namun demikian, hasil dari sebuah penelitian menunjukkan bahwa dosis 500 unit sama
efektifnya dengan dosis yang lebih tinggi. IVIg yang ditampung bisa menjadi alternative
untuk TIG, tetapi konsentrasi antitoksin spesifik dalam formulasi ini tidak terstandarisasi.
Nilai pemberian antitoksin sebelum manipulasi luka atau dengan menginjeksikannya di
sebelah proksimal luka atau menginfiltrasikannya pada luka masih belum jelas. Dosis
tambahan tidak diperlukan karena waktu paruh antitoksin ini lama. Antibody tidak
mempenetrasi sawar darah otak. Pemberian intratekhal harus dipandang sebagai
eksperimental. Equine tetanus antitoxin (TAT) tidak tersedia di AS tetapi digunakan di
tempat lain. Ini lebih murah daripada antitosin manusia, tetapi waktu parunya lebih pendek
dan pemberiannya sering mencetuskan reaksi hipersensitivitas dan serum sickness.
Kontrol Spasme Otot
Banyak agen, baik sendiri maupun kombinasi, telah digunakan untuk menangani spasme
otot pada tetanus, yang sangat nyeri dan bisa mengancam ventilasi dengan menyebabkan
laringospasme atau kontraksi memanjang pada otot-otot ventilasi. Pada beberapa negara
berkembang, harga, ketersediaan, dan kemampuan untuk memberikan dukungan ventilasi
merupakan factor yang penting untuk pemilihan terapi. Regimen terapetik yang ideal akan
menghilangkan aktivitas spasmodik tanpa menyebabkan sedasi yang berlebihan dan
hipoventilasi. Diazepam, sebuah benzodiazepine dan agonis GABA, digunakan secara luas.
Dosisnya dititrasi, dan dosis yang besar (250 mg/hari) mungkin diperlukan. Lorazepam,
dengan drasi kerja yang lebih lama, dan midazolam, dengan waktu paruh yang pendek,
adalah pilihan yang lain. Barbiturate dan klorpromazin dianggap sebagai agen lini kedua.
Paralisis terapetik dengan agen pemblokade neuromuscular non depolarisasi dan ventilasi
mekanis bias digunakan untuk spasme yang tidak responsive terhadap pengobatan atau
spasme yang mengancam ventilasi. Namun demikian, paralisis yang memanjang setelah
penghentian terapi pernah diketahui. Agen lain termasuk propofol, yang mahal; dantrolene
dan baklofen intratekhal, yang memungkinkan pemendekan durasi paralisis terapetik;
suksinilkolin, yang dihubungkan dengan hiperkalemia; dan magnesium sulfat. Penelitian
klinis terkontrol placebo, acak dan membuta ganda yang terbaru mengenai magnesium sulfat
pada tetanus yang parah tidak menemukan adanya penurunan dalam hal kebutuhan akan
ventilasi atau dalam hal tingkat mortalitas; namun demikian, penggunaan midazolam atau
pipecuronium untuk pengobatan spasme otot dan verapamil untuk pengobatan instabilitas
kardiovaskular bisa menurun.
Perawatan Pernafasan
Intubasi atau trakeostomi, dengan atau tanpa ventilasi mekanis, mungkin diperlukan untuk
hipoventilasi yang disebabkan oleh sedasi yang berlebihan atau laringospasme atau untuk
menghindari aspirasi pada pasien dengan trismus, gangguan menelan, atau disfagia.
Kebutuhan untuk prosedur ini harus diantisipasi, dan harus dilakukan secara elektif dan lebih
awal.
Disfungsi Otonom
Terapi optimal untuk overaktivitas simpatetik belum ditentukan. Agen-agen yang telah
disarankan meliputi labetalol (agen pemblokade adrenergic dan yang direkomendasikan
oleh beberapa ahli dalam keadaan hipertensi parah karena aktivitas adrenergic yang tak
terkendali), klonidin (obat antiadrenergik yang bekerja sentral), varapamil, dan morfin sulfat.
Magnesium sulfat parenteral dan anestesi spinal atau epidural kontinyu telah digunakan tetapi
mungkin lebih sulit untuk diberikan dan dimonitor. Efikasi relatif dari modalitas ini belum
dipastikan. Hipotensi atau bradikardi bias memerlukan penambahan volume, penggunaan
agen vasopresor atau kronotropik, atau pemasangan pacemaker. Vaksin Pasien yang sembuh
dari tetanus harus diimunisasi secara aktif (lihat dibawah) karena imunitas tidak diinduksi
oleh toksin dalam jumlah kecil yang diperlukan untuk menghasilkan penyakit.
Pengukuran Tambahan
Seperti semua pasien yang menerima bantuan pernafasan, pasien dengan tetanus memerlukan
perhatian untuk hidrasi; nutrisi; fisioterapi; antikoagulan profilaksis; fungsi usus, kandung
kemih, dan renal; pencegahan ulkus dekubitus; dan pengobatan infeksi intercurrent.
PENCEGAHAN IMUNISASI AKTIF
Semua orang dewasa yang terimunisasi parsial dan tidak terimunisasi harus menerima harus
menerima vaksin, seperti mereka yang telah sembuh dari tetanus. Seri primer untuk dewasa
terdiri dari tiga dosis: pertama dan kedua diberikan dengan jarak 4-8 minggu, dan dosis
ketiga diberikan 6-12 bulan setelah dosis kedua. Dosis ulangan diberikan setiap 10 tahun dan
bisa diberikan pada usia dekade pertengahan -35, 45 dan sebagainya. Kombinasi toksoid
tetanus dan difteri, adsorbed (Td, untuk penggunaan pada dewasa) daripada toksoid
tetanus antigen tunggal- lebih dipilih untuk orang yang berusia >7 tahun. Adsorbed vaccine
lebih dilihih karena menghasilkan titer antibody yang lebih persisten daripada vaksin cairan.
Dua kombinasi vaksin teanus/difteri/pertusis yang dilemahkan saat ini telah disetujui: satu
(ADACEL) untuk dewasa 19-64 tahun dan yang lain (BOOSTRIX) untuk dewasa 11-18
tahun. The Advisory Committee on Immunization Practice telah merekomendasikan dosis
tunggal Tdap (ADACEL) untuk dewasa 19-64 tahun yang belum menerima Tdap.
MANAGEMEN LUKA
Manajemen luka yang memadai memerlukan perhatian akan kebutuhan (1) imunisasi pasif
dengan TIG dan (2) imunisasi pasif dengan vaksin (Tdap atau Td; Tabel 133-1). Dosis TIG
untuk imunisasi pasif pada orang dengan luka dengan keparahan rata-rata (250 unit IM)
menghasilkan kadar antibody serum protektif untuk paling tidak 4-6 minggu; dosis TAT yang
memadai, produk equine-derived, adalah 3000-6000 unit. Vaksin dan antibody harus
diberikan pada tempat terpisah dengan spuit terpisah.

TETANUS NEONATAL
Pengukuran preventif termasuk vaksinasi maternal, bahkan selama kehamilan; usaha untuk
meningkatkan proporsi kelahiran yang dilakukan di rumah sakit; dan pemberian pelatihan
kepada penolong persalinan non medis.
PROGNOSIS
Pemberian metode untuk mengawasi dan mendukung oksigenasi telah dengan jelas
meningkatkan prognosis tetanus. Tingkat mortalitas serendah 10% telah dilaporkan di unit
yang ditugaskan untuk mengani kasus-kasus seperti ini. Di AS pada tahun 2003, ada 20 kasus
dan 2 kematian; tidak ada kasus pada pasien <18 tahun, dan 19 kasus didata sebagai
imunisasi yang tidak adekuat. Outcomenya jelek pada neonates dan pada orang tua dan pada
pasien dengan periode inkubasi yang pendek, interval yang pendek dari onset gejala dengan
spasme pertama (periode onset). Outcomenya juga berhubungan dengan lamanya vaksinasi
sebelumnya. Perjalanan tetanus memiliki rentang antara 4-6 minggu, dan pasien mungkin
memerlukan dukungan ventilasi yang lama. Peningkatan tonus dan spasme minor bias
berlangsung selama 2 bulan, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sempurna.
BACAAN LEBIH LANJUT








tetanus adalah penyakit, menghancurkan berpotensi mematikan, itu ditandai dengan kejang
otot generalie, kekakuan, ketidakstabilan otonom, dan gagal pernafasan akan datang,
meskipun ketersediaan imunisasi im efektif, penyakit belum sepenuhnya diberantas dan
mortalitas dan morbiditas masih tinggi, bahkan dalam pengaturan pengobatan yang optimal,
tetanus membawa tingkat kematian melebihi 50% pada orang tua dan tingkat kematian global
diperkirakan mencapai 30-50% (1-3). tetanus neonatal, Akuntansi untuk beberapa% 50 kasus
Worl, memiliki tingkat kematian 90% (4, 5). Namun, di negara-negara bersatu Engkau, hanya
dua kasus telah dilaporkan sejak 1989 (6). seperti perbedaan dalam frquency dari subtipe
tetanus eptomies kesenjangan kesehatan antara industri negara-negara terbelakang dan,
walaupun munculnya program munization im dan manajemen luka baik telah menurunkan
kejadian tetanus secara dramatis di negara-negara industri, terus masalah kesehatan
masyarakat di seluruh dunia tobe
sejak toksoid tetanus diperkenalkan di akhir 1940-an sebagai bagian dari jadwal rutin imunization
im, jumlah kasus tetanus yang dilaporkan di Amerika Serikat telah menurun steadity, tahun 2002,
hanya ada 25 kasus tetanus ot dilaporkan, dibandingkan dengan 126 kasus yang didokumentasikan
pada tahun 1997, dan 500-600 kasus yang dilaporkan selama tahun 1940-an (6-7). Namun, telah
disarankan bahwa jumlah kasus yang sebenarnya benar dalam kita ctuaaly mungkin 2-4 kali lebih
besar daripada yang dilaporkan (3)
klasik, ada beberapa kelompok risiko dengan baik tinggi yang termasuk orang-orang yang lebih tua
dari 50 yearss, wanita, african-americans dari selatan, dan orang-orang tanpa pengalaman militer
sebelumnya (5,9,10). selama beberapa tahun terakhir, yang klasik pada kelompok therisk telah
diganti, menurut ringkasan pengawasan baru-baru ini CDC pada 1998-2000, kejadian averagge
tahunan tertinggi kasus tetanus terjadi pada orang tua dari 60 tahun (0,35 juta penduduk), orang
etnis hispanic (0,37 populasi casemillion) (7). terakhir, kelompok lain di-Rist telah muncul, yaitu im
munocompromised.
variabel yang berkontribusi terhadap kerentanan tetanus, kurangnya munizzation im proses
risiko terbesar, dalam serangkaian penelitian, yang tidak im munized, sebagian im munized,
atau yang menyelesaikan seri primer tetapi gagal untuk mendapatkan penguat dijadwalkan,
adalah termasuk yang tertinggi prosentase pasien yang terjangkit tetanus (7, 11-14). survei
serologi menunjukkan bahwa hanya 28-50% dari mereka yang berusia antara 65 dan 70 telah
cukup im munized (2). perlu dicatat bahwa ada studi kasus mendokumentasikan yang
sepenuhnya im munied pasien mungkin masih kontrak tetanus, walaupun memiliki titer
antibodi yang cukup tetanus
persentase kasus yang dilaporkan antara individu-individu lebih muda dari 40 tahun selama
1991-1995 adalah 28%, sebuah angka yang increassed menjadi 42% pada 1996-200 (6-8).
peningkatan ini adalah pemikiran manusia dapat terjadi karena kenaikan jumlah kasus tetanus
pada pengguna narkoba suntikan muda, terutama di california, sampai dengan 84% kasus
tetanus ditemukan pada pengguna narkoba iv selama 1998-2000 berasal dari california (7)
perbedaan etnis di komunitas im juga ada. pada populasi nasional berdasarkan survei yang
dilakukan seroprevalensi 1988-1991, hanya 58% dari mexican-americans ditemukan
memiliki tingkat antibodi protektif terhadap tetanus dibandingkan dengan 73% pada kulit
hitam non-hispanic (6,7). incontrast untuk rwviews epidemiologi sejarah, tinjauan kasus
retrospektif seri didokumentasikan bahwa 91% dari jumlah kasus tetanus pada fasilitas
INNERCITY layanan kesehatan di california selatan terjadi pada populasi hispanic, 72%
kasus terlihat pada pasien yang lebih muda dari 50 tahun, dan hanya satu kasus tetanus terjadi
dalam pasien wanita (14)
iv meskipun penggunaan narkoba dan trauma akut tahu untuk memfasilitasi lingkungan
anaerobik rawan menyebabkan tetanus, abses, lecet kulit, dan gangren juga dapat
menyebabkan perkembangan tetanus, luka Thant adalah cotaminated, lebih dari 6-h tua,
seperti bintang, lebih besar dari 1 cm secara mendalam, memiliki devitalized jaringan, atau
luka bakar yang partikularly berisiko tinggi untuk tertular c, tettan (2,9,15,16). tetanus juga
telah dilaporkan setelah otitis media, komplikasi diabetes, benda asing, abrasi kornea,
prosedur gigi, abrtions septik, melahirkan higienis, dan praktek sunat tidak sehat (2). dari
jenis cedera yang berhubungan dengan tetanus, luka tusuk (50%) ditemukan yang paling
umum, diikuti oleh laserasi (33%) dan lecet (9%) (7). luka ke bagian bawah kaki dilaporkan
portal lebih umum infeksi dibandingkan dengan ekstremitas atas, batang, atau kepala, yang
lebih penting, dalam sampai 6-8% kasus tetanus, tidak ada tetanus ot etiologi ditemukan (4,
24). dalam 30% kasus tetanus didokumentasikan ot, tidak ada portal jelas masuk (17). Oleh
karena itu, kurangnya luka diketahui, cedera, dari histary trauma akut tidak boleh
mengesampingkan diagnosis tetanus

Anda mungkin juga menyukai