Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

Di dalam praktek kedokteran terdapat aspek etik dan aspek hukum yang sangat luas.
Etik profesi kedokteran mulai dikenal sejak 1800 SM dalam bentuk Code of Hammurabi dan
Code of Hittites, yang penegakannya dilaksanakan oleh penguasa pada waktu itu. Selanjutnya
etik kedokteran muncul dalam bentuk lain, yaitu dalam bentuk sumpah dokter yang bunyinya
bermacam-macam, tetapi yang paling banyak dikenal adalah sumpah Hippocrates yang hidup
sekitar 460-370 tahun SM. Sumpah tersebut berisikan kewajiban-kewajiban dokter dalam
berperilaku dan bersikap, atau semacam code of conduct bagi dokter.
World Medical Association dalam Deklarasi Geneva pada tahun 1968 mengeluarkan
sumpah dokter (dunia) dan Kode Etik Kedokteran Internasional. Kode Etik Kedokteran
Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, kewajiban
terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya, Kode Etik Kedokteran
Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran Internasional.
Selain Kode Etik Profesi, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsip-prinsip moral
kedokteran yang dijadikan arahan dalam membuat keputusan dan bertindak, arahan dalam
menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu keputusan atau tindakan medis dilihat dari
segi moral. Pengetahuan etika ini dalam perkembangannya kemudian disebut sebagai etika
biomedis. Etika biomedis memberi pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat
keputusan klinis yang etis (clinical ethics) dan pedoman dalam melakukan penelitian di
bidang medis.
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi
dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih
berat seperti kewajiban menjalani pendidikan / pelatihan tertentu (bila akibat kurang
kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi.
BAB II
LAPORAN KASUS

Skenario 1.
Ny. S, 35 tahun, datang berobat ke sebuah klinik bedah dengan keluhan utama tidak dapat
buang air kecil. Setipa kali ingin bak, perlu ditolong dengan memakai kateter. Setelah
dilakukan pemeriksaan lengkap, termasuk kolonoskopi, ditemukan adanya tumor pada daerah
kolon yang mendesak vesika urinaria sehingga menyebabkan kesulitan bak. Dokter mengan-
jurkan untuk dilakukan tindakan bedah pengangkatan tumor mengingat tumornya belum
seberapa besar. Ny.S dan keluarganya setuju saran dokter dan menandatangani informed
consent.

Skenario 2.
Saat pembedahan dilakukan, dokter menemukan banyak terjadi perlengketan dan ternyata
karsinoma primernya ada pada ovarium kiri. Dihadapkan pada kenyataan yang ada saat itu
dan kondisi pasien yang melemah, dokter segera memutuskan untuk melakukan reseksi kolon
dan mengangkat ovariumnya tanpa konsultasi dulu dengan dokter obgyn. Setelah operasi,
kondisi pasien tampak membaik dan dokter segera memberikan kemoterapi serta penyinaran.
Akibat efek samping kemoterapi dan penyinaran itu, Ny.S, merasakan penderitaan yang luar
biasa, tidak bisa makan karena sangat mual dan nyeri yang tidak tertahankan. Ny. S akhirnya
mengambil keputusan untuk menolak terapi apapun dan mamilih tinggal dirumah bersama
keluarganya. Ia menyadari bahwa penyakitnya tidak bisa diobati dan hidupnya tidak akan
lama lagi.

Skenario 3.
Sikap Ny. S, yang menolak semua terapi dari dokter, berdampak pada kondisi fisiknya yang
semakin kurus. Atas saran teman-temannya dan juga desakan dari keluarga, Ny.S lalu
mencoba berobat ke pengobatan alternative. Ramuan jamu dari pengobatan alternative,
ternyata tidak memberikan perbaikan pada kondisi kesehatannya. Kondisi ny. S semakin
parah dan sekarang malah sering merasakan sakit yang luar biasa yang hampir tidak
tertahankan. Melihat keadaan Ny. S suaminya lalu minta bantuan dokter didekat rumah nya
untuk mengatasi rasa sakitnya. Dokter lalu memberikan suntikan morfin, akibat suntikan
morfin itu, Ny.S tertidur dan kelihatannya rasa sakitnya bisa diredakan. Namun setelah efek
morfin itu hilang, Ny.S tampak kesakitan kembali sehingga dokter terpaksa harus
memberikan suntikan morfin beberapa kali dengan dosis yang semakin bertambah. Pada
akhirnya nyawa Ny.S tidak dapat dipertahankan, ia akhirnya meninggal.

Anda mungkin juga menyukai