Anda di halaman 1dari 1

BLANGKON

Perbedaannya ada pada mondolan atau gelung belakang. Kalau Yogyakarta mondolannya
menonjol dan agak besar. Sementara Solo bentuknya pipih / kempes / trepes. Kok bisa begitu?
Masing-masing ada makna filosofis yang menarik. Pada zaman dahulu banyak pria Jawa yang
berambut panjang sehingga banyak yang digelung ke belakang menyatu dengan ikat kepala
sehingga pada blangkon Jogja ada mondolan atau tonjolan di belakang tempat gelungan rambut.
Ada juga yang memaknai bahwa gelungan itu ibarat aib yang harus disembunyikan baik aib
sendiri maupun orang lain. Menyimpan rapat2 perasaannya sendiri demi menjaga perasaan orang
lain. Tetap tersenyum walau hatinya menangis atau marah.. inilah sebenarnya watak orang jawa
secara umum, jarang ada yang blak-blakan tanpa tedheng aling-aling selalu dijaga dan dijaga
karena wataknya halus. Sedangkan di Solo, karena lebih dekat dengan pemerintahan kolonial,
orang-orang Solo sudah terlebih dahulu mengenal cukur. Jadi Blangkon Solo hanya mengikatkan
2 pucuk ikatan menjadi satu. Dua ikatan ini ibarat 2 kalimat syahadat yang harus diikat kuat,
dipegang teguh di dalam hidup.

Tentang blangkon sendiri ada 2 filosofi. Yang pertama diletakkan di kepala agar produk
yang dihasilkan kepala yaitu berupa ide, pemikiran, konsep haruslah tetap selalu dalam koridor
nilai-nilai agama Islam. Jadi tidak dibiarkan bebas begitu saja akan tetapi diarahkan agar menjadi
berkah untuk sesama. Menjadi rahmatan lil alamiin (rahmat seluruh semesta). Filosofi yang
kedua Blangkon ibarat makrokosmos (Pemilik alam semesta ) sedangkan kepala adalah
mikrokosmos yaitu makhluk bernama manusia. Artinya dalam menjalankan amanahnya sebagai
khalifah fil ardhi (pemimpin di Bumi) harus selalu tunduk dan patuh kepada penciptanya yaitu
sang Khalik.

Anda mungkin juga menyukai