Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN HASIL DISKUSI KELOMPOK

PEMICU 2

BLOK 9
DIAGNOSIS DAN INTERVENSI TERAPI PADA
TINGKAT SEL DAN JARINGAN

LESI DI MUKOSA BUKAL

Disusun oleh :

KELOMPOK 5

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

Ketua

: Andi Wibowo (12060009 )

Sekretaris : Grace Evelyn Pardede (120600093)


Anggota

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lesi putih disebabkan oleh epitelium yang terkeranisasi pada daerah epitelium
yang biasanya tidak terkeranisasi, keratinisasi yang berlebihan pada daerah yang
normalnya memang terkeranisasi yang umumnya berujung pada keganasan. Oleh
karena itu diperlukan diagnosa banding dengan melihat tanda-tanda klinis.
Kemudian melakukan pemeriksaan secara sitologi maupun histologi untuk
melihat kondisi sel dan jaringan yang abnormal serta untuk membantu dalam
penegakan diagnosa dan membantu menentukan jenis perawatan yang tepat.

1.2 Deskripsi Topik


Seorang pasien laki-laki berumur 45 tahun datang berobat ke Prakter Dokter Gigi
dengan keluhan adanya lesi bewarna putih pada mukosa rongga mulut bagian
bukal kiri. Hal ini sudah dialami pasien 1 tahun terakhir. Selain itu pasien tidak
mempunyai keluhan rasa sakit. Lesi berdiameter 1.5 cm, tepi lesi yang meninggi
dan tidak teratur. Dari hasil pemeriksaan sitologi didiagnosa sebagai proses
peradangan dengan sel-sel displasia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Cara pengambilan spesimen pemeriksaan Patologi Anatomi
untuk kasus lesi pada mukosa bukal kiri
Pengambilan spesimen pemeriksaan patologi anatomi untuk kasus lesi
menggunakan eksofoliatif sitologi karena sel-sel yang hendak diambil terdapat
pada lapisan permukaan mukosa. Ada beberapa jenis teknik eksofoliatif sitologi
yakni; imprint, cytobrush, kapas lidi, spatel/ smear, dan metode kumur-kumur.
Masing-masing teknik memiliki lokasi tersendiri yang mudah dijangkau. Seperti
pada kasus pemicu ke 2 ini yaitu lesi pada mukosa bukal pipi. Lesi pada mukosa
bukal pipi lebih baik menggunakan teknik cytobrush karena dengan tangkai yang
cukup panjang dapat menjangkau lebih kedalam dan sel-sel yang diambil lebih
banyak dibandingkan beberapa teknik lainnya. Berikut adalah teknik pengambilan
spesimen dengan cytobrush.
Teknik cytobrush
1. Tentukan lokasi lesi yang akan dibrush
2. Lesi dibershkan dengan normal saline
3. Lesi dibrush dengan cytobrush
4. Kemudian brush ke objek glass dengan 3600 dengan sekali hapusan agar sel-sel
tidak bertumpuk.
5. Fiksasi dengan alkohol 96%
6. Kemudian kirim ke laboratorium Patologi Anatomi.

2.2 Gambaran sitologi sel yang mengalami displasia


Displasia merupakan penyimpangan sel dari keadaan normal. Sel yang mengalami
displasia tampak abnormal karena terjadi gangguan pada pematangan sel.
Gambaran sitologi sel yang mengalami displasia yakni:
Mitosis sel yang berlebihan
Keratinisasi
Rasio inti dan nucleus meningkat (ratio I/C normal 1:4 menjadi 1:1)

Pembesaran inti sel


Perubahan bentuk sel
Hilangnya garis/lapisan sel

2.3 Tujuan,

indikasi

dan

kontraindikasi

pemeriksaan

histopatologi pada kasus (lesi di mukosa bukal pipi)


Tujuan:
untuk membantu diagnosa terapi
Untuk membantu menentukan jenis perawatan
Untuk mendeteksi dini prekanker
Untuk melihat lesi secara kompleks (lapisan perlapisan/ jaringan).
Indikasi:
Kasus-kasus yang melibatkan daerah pada mukosa, kasus yang diduga seperti
karsinoma epidermoid, lesi yang menutupi daerah multipal dari mukosa sehingga
menentukan tingkat patologis.
Kontraindikasi:
Lesi yang letaknya didalam dan tidak berhubungan, lesi dengan permukaan
nekrosis yang luas,lesi yang tidak diketahui penyebabnya, lesi yang mengarah
kepada keganasan.

2.4 Gambaran histologi lesi pada kasus (lesi di mukosa bukal


pipi)
Gambaran lesi pada kasus pemicu 2 ini secara histopatologi yakni;
Ratio inti meningkat (ratio I/C normal 1:4 menjadi 1:1)
Keratinisasi
Hilangnya lapisan-lapisan sel
Membran inti tidak merata
Mitosis sel yang berlebihan
Metastasis (sel bisa menyebar ke jaringan lain karena tidak ada kapsul)
Ikatan sel-selnya merenggang
Pleomorfisme
Anak inti lebih dari satu

2.5 Gambaran mikroskopis keganasan sel


Gambaran sel-sel yang mengalami keganasan yakni;
Hiperkeratosis
Ditandai dengan adanya suatu peningkatan yang abnormal dari lapisan
ortokeratin atau stratum corneum.

Hiperparakeratosis
Parakeratosis dapat dibedakan dengan ortokeratin dengan melihat timbulnya
pengerasan pada lapisan keratinnya.
Akantosis
Suatu penebalan dan perubahan yang abnormal dari lapisan spinosum pada
suatu tempat tertentu yang kemudian dapat menjadi parah disertai
pemanjangan, penebalan, danpenumpukan.
Dysplasia
mitosis sel yang berlebihan, keratinisasi sel-sel secara individu, perubahan
antara inti sel dengan sitoplasma serta adanya pembesara inti sel.

2.6

Diagnosa pembanding kasus lesi di mukosa bukal pipi

Penentuan diagnosa yang tepat diperlukan agar pasien tidak salah rawat. Oleh
karena itu diperlukan diagnosa banding. Diagnosa pembanding adalah diagnosa
yang dilakukan dengan membandingkan tanda-tanda klinis. Pada kasus pemicu
ke-2 ini ada beberapa diagnosa pembanding yang ditemukan yakni;

Leukoplakia

Usia 45-65, pria : wanita 2:1, semua


etnik

Bercak putih yang bervariasi ukuran,


homogenitas dan coraknya

Tempat berisiko tinggi dasar mulut,


ventral lidah, lateral lidah dan uvulopalatal, bukal pipi.

Lesi tidak hilang digosok, tidak nyeri

Menetap sepanjang penyebabnya ada

Linea alba bukalis

Pada semua usia

Pria dan wanita

Semua Ras / ethnik

Karakteristik klinik :
- garis bergelombang putih

- panjangnya bervariasi
- terletak pada mukosa ( pipi bilateral )
- lesi tidak nyeri, halus di palpasi, tidak hilang digosok
- timbulnya bervariasi, menetap bersamaan kebiasaan

Morsicatio Buccarum

2.7

semua usia, pria & wanita, semua Ras/etnik

Plak putih asimetris, terletak pada mukosa pipi, bibir kadang2 bilateral

Tidak nyeri, kasar pada palpasi, mengelupas sedikit bila digosok

Timbulnya bervariasi, menetap dengan kebiasaan menggigit bibir atau pipi

Pemeriksaan penunang secara laboratorium

Dalam menegakkan diagnosa perlu didukung oleh berbagai macam hasil


pemeriksaan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan penunjang. Dalam
kasus pemicu ke 2 ini juga perlu dilakukan pemeriksaan penunjang karena banyak
lesi putih yang mengarah prekanker yang tidak diketahui penyebabnya.
Pemeriksaan secara klinisi saja tidak cukup, oleh karena itu perlu dilakukan
pemeriksaan kadar sel-sel darah, pemeriksaan histopatologi lesi yang normal dan
abnormal, dan berbagai pemeriksaan yang mendukung penegakan diagnosa.

2.8

Cara pengambilan sampel darah


Pengambilan sampel darah bertujuan untuk menyediakan spesimen darah

untuk diagnosis, untuk melihat kadar sel-sel darah yang mengalami kelainan.
Cara pengambilan sampel darah.
1.

Ikat lengan atas dengan menggunakan pengikat/torniquet, kemudian tangan


dikepalkan

2.

Tentukan vena yang akan ditusuk, kemudian sterilkan dengan kapas


beralkohol 70%.

3.

Tusuk jarum spuit/disposable syringe dengan posisi 450.

4.

Setelah darah terlihat masuk dalam spuit, rubah posisi spuit menjadi 30 0.
kemudian hisap darah perlahan-lahan hingga volume yang diinginkan.

5.

Setelah volume cukup, buka karet pengikat lengan kemudian tempelkan


kapas beralkohol pada ujung jarum yang menempel dikulit kemudian tarik
jarum secara perlahan-lahan.

6.

Biarkan kapas beralkohol pada tempat tusukan, kemudian lengan ditekuk/


dilipat dan dibiarkan hingga darah tidak keluar.

7.

Pindahkan darah dari disposable syringe ke wadah berisi anti koagulan yang
disediakan, kemudian di goyang secara perlahan agar bercampur.

8.

Jika

spesimen

ingin

tetap

dalam

spuit

yang

sama

dihisap

pengawet/antikoagulan.

2.9

Obat-obat kemoterapi yang diberikan pada pasien

Obat-obat kemoterapi pada pasien kanker umumnya dikelompokkan menjadi :

Alkilating agent.
Bekerja dengan membentuk ikatan molekul dengan asam nukleat, yang
mempengaruhi duplikasi asam nukleat sehingga mencegah mitosis.
Golongan Klormethin (Klorambusil, Siklofosfamid, Melfalan), Thiotepa
(Triaziquon), Busulfan, Lomustin.

Antimetabolit.
Obat ini memblokir enzim yang diperlukan oleh sel kanker untuk hidup dan
tumbuh.
Amethopterin, Merkaptopurin, Fluoro uracil, Sitarabin, Azathioprin.

Anti-tumor antibiotik.
Antibiotik ini berbeda dengan yang biasa digunakan untuk infeksi bakteri,
bekerja dengan mengganggu DNA, memblokir enzim tertentu dan mengganti
dinding sel.
Aktinomisin D, Mitomisin C, Adriamisin.

Mitotic inhibitors.
Obat ini menghambat pembelahan sel atau menghalangi enzim tertentu dalam
proses reproduksi sel.
Golongan Vinblastin (Vinkristin, Tenofosida).

Nitrosourea.
Pengobatan ini mengganggu enzim yang memperbaiki DNA dan memiliki
kemampuan untuk melewati sawar darah otak.
Karmustin, Lomustin, Semustin.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA
1. Gayford J J. Oral Medicine. Jakarta : EGC, 1991 : 75-90.
2. Robert P, Langlais, craig S. Kelainan Rongga Mulut yang Lazim. Jakarta :
Hipokrates, 2000 : 52-54.
3. Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. Ed 6th. San Fransisco :
Prentice Hall International, 1995 : 823-857.
4. Anief M. Prinsip Umum dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta : UGM
Press, 2000 : 56.
5. Gunawan S G (Ed). Farmakologi dan Terapi. Jakarta : 2007 : 733-735.

Anda mungkin juga menyukai