Siapakah penulis yang merumuskan strategi pemberantasan korupsi ini? Saya
bukanlah siapa-siapa, saya hanyalah mahasiswa tugas belajar di Kementrian Keuangan, yang kebetulan mendapat tugas untuk menyusun paper ini dalam rangka pemenuhan Take Home Exam, tappi bukan itu yang melandasi penulis menyusun makalah ini, namun jauh dari lubuk hati yang paling dalam, bahkan mungkin dari lubuk hati seluruh masyarakat Indonesia, kami merindukan Pelayanan pemerintah yang adil, transparan dan merata, karena pengalaman hidup di daerah yang jauh dari ibukota, sangat jelas terlihat ketimpangan ini, apalagi kami sudah muak dengan kelakuan para pejabat negara, yang gencar diberitakan di media, kelakuan mereka dalam menggerus dan memakan harta negara, kapan negara tercinta ini akan makmur seperti saudara kita di Finlandia, dimana mereka malu hanya karena pernah berbohong dalam kampanye, dimana rasa malu para koruptor kita, ketika mereka ketahuan korupsi milyaran, bahkan trilyunan rupiah, tetapi masih bisa tersenyum bangga, bahkan dengan entengnya bisa memanipulasi hukum sehingga hukuman mereka, sangat tidak setimpal dengan kelakuan bejat mereka Pada dasarnya korupsi dapat terjadi di berbagai sektor baik sektor swasta maupun sektor publik. Namun korupsi yang menjadi sorotan untuk diberantas lebih berfokus pada sektor publik. Hal ini tidak hanya berlaku di negara berkembang namun juga negara maju. Peraturan mengenai pemberantasan korupsi melingkupi korupsi sektor publik. Hal ini dikarenakan dampak yang ditimbulkan sektor publik jauh lebih masif dibandingkan sektor swasta. Jika korupsi pada sektor swasta hanya berakibat terhadap keberlangsungan perusahaan dan kesejahteraan perusahaan tersebut, korupsi sektor publik dapat menyebabkan kemunduran suatu negara dan kerugian negara yang berdampak sistemik. Sedemikian besar dampak dari korupsi di sektor publik, sehingga sangat penting untuk memberantas korupsi di sektor publik Sejarah membuktikan bahwa korupsi mampu meruntuhkan suatu negara. Runtuhnya kerajaan Majapahit, salah satu faktor penyebabnya adalah korupsi. Hancurnya kongsi dagang VOC tidak lain disebabkan karena ulah korup para pegawainya. Atau runtuhnya peradaban yang telah berdiri selama 400 tahun, Kesultanan Ottoman, salah satu penyebab utamanya adalah korupsi. Sadar akan hal ini, pemerintah di berbagai negara kemudian melakukan berbagai upaya untuk memberantas korupsi. Dalam upaya pemberantasan korupsi di dunia itu, hasil yang diperoleh bervariasi. Beberapa negara mengalami kemajuan yang signifikan. Beberapa negara mengalami stagnasi atau bahkan mengalami kemunduran dalam pemberantasan korupsi. Transparency International baru saja melansir hasil survei mengenai korupsi di 107 negara dengan melibatkan 114.00 responden. Kesimpulannya, korupsi di dunia makin parah yang ditandai dengan pengakuan bahwa satu dari empat orang mengatakan melakukan suap dalam dua tahun belakangan ini. Di sisi lain, CPI (Corruption Perception Index) yang merangking level korupsi negara-negara di dunia juga menunjukkan bahwa korupsi akan selalu ada di seluruh negara dalam berbagai tingkatan. China, Jepang, dan Singapura adalah beberapa negara yang berhasil dalam menerapkan upaya pemberantasan korupsi. Singapura dan Jepang masuk ke dalam jajaran 20 besar negara dengan CPI tertinggi. China, walaupun masih dalam peringkat 80 CPI, mampu mengubah persepsi dunia tentang sebuah negara komunis yang korup menjadi negara maju yang sangat concern dalam pemberantasan korupsi melalui upaya-upayanya yang cukup ekstrem. Lalu bagaimana dengan Indonesia? apakah program pemberantasan korupsi di Indonesia mengalami kemajuan?ataukah malah stagnan?bahkan lebih parah lagi, mengalami kemunduran? Tentu hal ini tidak diinginkan oleh siapa saja di dunia, khususnya di negara tercinta ini, berbagai program dan jurus jitu sudah dicoba dilakukan, sebuah badan hukum khusus dibentuk,tetapi kenyataannya masih banyak terjadi tindak pidana korupsi, bahkan dalam hal kecil yang tidak melibatkan uang pun, masyarakat kita secara tidak sadar telah melakukan korupsi Melihat begitu suksesnya pemberantasan korupsi di berbagai negara di dunia, alangkah lebih baiknya apabila kita bisa setidaknya meniru langkah-langkah yang perlu dilakukan demi pemberantasan korupsi di Indonesia, tentunya tidak serta merta program yang dilaksanakan di negara lain bisa langsung diterapkan di Indonesia, menilik perbedaan budaya dan pola pikir masyarakatnya, tentu langkah- langkah yang ditempuh, mesti diseduaikan terlebih dahulu, sehingga program pemberantasan korupsi bisa berjalan denggan lancar, dan korupsi bisa dibumihanguskan dari negara tercinta kita ini Untuk dapat memberantas korupsi secara efektif, terlebih dahulu harus diketahui penyebab sebenarnya dari korupsi. Pemberantasan tidak bisa dilakukan secara optimal apabila tidak dimulai dari akar penyebab korupsi. Oleh sebab itu, penulis mencoba sedikit menyumbangkan saran pikirannya yang tertuang dalam makalah ini, untuk setidaknya brainstorming dan mudah-mudahan bisa sedikit membantu pemberantasan korupsi di Indonesia. Mungkin sebelum memulai, mohon dimaafkan apabila ada tulisan-tulisan yang cenderung bersifat emosional dan kurang sopan dalam penulisan makalah ini, dengan segala keterbatasannya dan marilah kita berdoa demi terwujudnya Indonesia yang Makmur, Adil dan Sentosa
STRATEGI PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
Pemerintah Indonesia tentunya tidak tinggal diam dengan segala tindak pidana korupsi yang sudah merajalela, KPK sebagai ujung tombak pemberantasan korupsi di Indonesia, banyak rintangan yang dihadapi oleh KPK dalam upayanya memberantas korupsi, bahkan dari kalangan pemerintah sendiri banyak yang menjegal langkah pemberantasan korupsi oleh KPK, alasannya sungguh sudah jelas, ya karena mereka terlibat korupsi, apabila para pejabat ini tidak terlibat, kenapa pula mereka cenderung memojokkan KPK? Terlepas dari itu, beberapa upaya sudah dicanangkan oleh pemerintah, beberapa strategi sudah digulirkan, seperti tertuang dalam Perpres Nomor 55 Tahun 2012 menyatakan bahwa strategi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK) memiliki visi jangka panjang dan menengah. Visi periode jangka panjang (2012-2025) adalah: terwujudnya kehidupan bangsa yang bersih dari korupsi dengan didukung nilai budaya yang berintegritas. Adapun untuk jangka menengah (2012-2014) bervisi terwujudnya tata kepemerintahan yang bersih dari korupsi dengan didukung kapasitas pencegahan dan penindakan serta nilai budaya yang berintegritas. Visi jangka panjang dan menengah itu akan diwujudkan di segenap ranah, baik di pemerintahan dalam arti luas, masyarakat sipil, hingga dunia usaha. Untuk mencapai visi tersebut, maka dirancang 6 strategi yaitu: Pencegahan. Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik. Penegakan Hukum. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum. Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan common practice yang terdapat pada negara-negara lain. Kerjasama Internasional dan Penyelamatan Aset Hasil Tipikor. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik. Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor.
Mekanisme Pelaporan Pelaksanaan Pemberantasan Korupsi. Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan dan tepat sasaran Dari ke enam strategi diatas, yang dijabarkan oleh Perpres Nomor 55 tahun 2012, penulis lebih cenderung untuk mengutamakan poin ke 5, yaitu tentang pendidikan dan budaya anti korupsi, kenapa ini yang perl ditekankan? Karena pemberantasan paling mendasar adalah dari diri kita sendiri, sekuat apapun godaan untuk korupsi, apabila karakter mental kita sudah kuat, maka kita bisa menepis godaan untuk korupsi tersebut, kita ambil contoh Finlandia, dimana negara ini adalah negara yang paling sukses dalam program pemberantasan korupsinya Finlandia dikenal memiliki standar hidup tinggi dan sistem kesejahteraan sosial yang dilaksanakan secara menyeluruh. Sebagai negara yang menganut prinsip negara kesejahteraan (welfare state), warga negaranya dikenai pajak yang besar namun diimbangi dengan pemberian layanan sosial, kesehatan dan pendidikan yang berkualitas bagi warganya. Sistem pendidikan Finlandia menjamin semua anak-anak menerima pendidikan dasar wajib antara usia 7 dan 16. Lebih dari setengah dari populasi menyelesaikan pendidikan menengah dan 13% menyelesaikan tingkat perguruan tinggi atau kualifikasi setara. Dari pendidikan dasar inipun sikap dan budaya mereka sudah dilatih untuk jujur, dan selalu teratur, pola pendidikan mereka sudah terarah dan jelas, dengan ditopang oleh sarana pendukungnya, dan juga pengajar yang berkualitas, tidak heran, karena mereka sangat menghargai profesi guru ini sebagai pendidik mental dasar anak anak penerus bangsa, profesi guru sangat diidam-idamkan bahkan popularitasnya mengalahkan dokter, bandingkan dengan guru di Indonesia, dimana mereka kurang dihargai oleh pemerintahnya sendiri Kembali lagi pada pola pemberantasan korupsi di Finlandia, masyarakat Finlandia memiliki empat kekuatan utama dalam melawan korupsi. Pembangunan karakter masyarakat secara bertahap merupakan prasyarat umum dari upaya sistematik melawan korupsi yang dilakukan selama dua abad terakhir. Kekuatan Finlandia dalam pembangunan ekonomi dan menekan korupsi ini muncul dari beberapa faktor antara lain: Nilai dasar yang mempromosikan moderasi, menahan keinginan diri pribadi demi kepentingan umum Lembaga legislatif, yudikatif dan struktur administratif yang terus memantau dari dekat dan mencegah penyalahgunaan kekuasaan Peran perempuan yang menonjol dalam politik dan pengambilan keputusan Disparitas pendapatan yang rendah dan upah yang memadai Salah satu prioritas dalam agenda politik Finlandia adalah memastikan bahwa perempuan menikmati hak-hak dan kesempatan yang sama. Mayoritas perempuan Finlandia (85%) bekerja di luar rumah dan aktif dalam kehidupan politik. Lebih dari sepertiga anggota parlemen adalah perempuan. Bahkan Presiden Republik Finlandia sebelum Sauli Niinist -- yang saat ini memimpin -- adalah seorang perempuan, Ms. Tarja Halonen yang memimpin Finlandia selama 2 periode (1 Maret 2000-2012). Integritas pegawai pemerintah dalam bekerja menjadi bagian penting dalam mencegah korupsi. Integritas yang tinggi membuat pegawai pemerintah di Finlandia menjunjung tinggi reputasi. Hancurnya reputasi akibat perbuatan tercela biasanya berakhir dengan keluarnya pegawai tersebut dari pekerjaan sebagai pegawai pemerintah terutama karena dorongan rasa malu. Di Finlandia, jangankan korupsi, berbohong saja sudah tidak disukai rakyat. Jika terdapat pegawai pemerintah yang tertangkap memberikan atau menerima suap, hal itu akan menimbulkan aib sosial yang sangat kuat. Hal ini seperti yang terjadi pada kasus Anneli Jaatteenmaki. Perdana Menteri (PM) perempuan pertama Finlandia tersebut mundur pada bulan Juni 2003, hanya 69 hari setelah terpilih menjadi PM. Jaatteenmaki dituduh berbohong kepada parlemen dan rakyat menyangkut kebocoran informasi politik yang peka selama kampanye. Terdapat dua undang-undang yang mengatur masalah korupsi di Finlandia yaitu UU Prosedur Administrasi dan UU Hukum Pidana. UU Prosedur Administrasi ditekankan untuk memajukan perilaku yang baik dalam organisasi publik. Prinsip- prinsip yang melandasinya antara lain, menekankan pejabat untuk bertindak adil dan melaksanakan pekerjaannya, sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam memberikan pelayanan, mereka dilarang memungut biaya. Sanksi bagi pegawai yang melanggar dapat berupa teguran tertulis sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat. Di sisi lain, pegawai pemerintah di Finlandia termasuk subjek hukum pidana, menurut UU Hukum Pidana. Ada pasal-pasal khusus yang mengatur perbuatan- perbuatan pegawai pemerintah yang dikategorikan sebagai melanggar hukum, seperti menerima suap, melakukan pemerasan, menerima suap sebagai anggota parlemen, membocorkan rahasia jabatan, dan melanggar kewajiban jabatan. Begitupun, dari data statistik, memang sangat sedikit terdapat kasus korupsi, termasuk masalah penyuapan. Pada tahun 2003 misalnya, hanya ada satu kasus penyuapan yang ditangani dan terbukti. Sedangkan pada tahun 2002, dari dua kasus suap yang ditangani, satu kasus terbukti. Mengingat kasus korupsi sangat jarang terjadi di Finlandia, pengungkapan kasus korupsi akan memperoleh liputan yang luas dari media massa. Di Finlandia kasus-kasus korupsi tidak selalu melibatkan nilai uang yang berujung pada dipidananya pelaku korupsi. Kasus-kasus seperti menunda pengumuman penting yang wajib diketahui masyarakat, merendahkan prinsip kesamaan hak, membuat putusan dengan pertimbangan yang tidak tepat dan bersikap diskriminatif, juga dapat dikategorikan sebagai tindakan pejabat publik yang terkait dengan korupsi. Pengendalian administratif dan pencegahan korupsi ditangani oleh beberapa institusi di Finlandia. Audit internal pun memegang peran penting dalam upaya mencegah korupsi karena kedudukannya yang semi-otonom dan fungsinya sebagai lembaga penelaah mekanisme pengendalian internal. Di samping unit pengendalian internal, di Finlandia juga terdapat The National Audit Ofce (semacam BPK di Indonesia) yang mandiri. National Audit Office bertugas melakukan audit keuangan dan audit kinerja. Peran kunci dalam pemberantasan korupsi dilaksanakan oleh Kepolisian Nasional, melalui Komisariat Jenderal Polisi Yudisial yang ditetapkan melalui Royal Decree pada 17 Februari 1998. Polisi Yudisial berada di bawah otoritas Kementerian Kehakiman (Minister of Justice). Lembaga lain yang berperan dalam melawan korupsi adalah Criminal Investigation of Corruption (O.C.R.C.) atau Lembaga Investigasi Korupsi. OCRC sendiri melakukan tugas-tugas hanya jika diminta oleh kejaksaan dan tidak dapat bertindak atas inisiatif sendiri. OCRC bertanggung jawab untuk: 1) Menyelidiki kejahatan yang kompleks dan serius serta pelanggaran kepentingan publik termasuk korupsi di sektor swasta; 2) Mendukung brigade polisi peradilan (judicial police) dalam menyelidiki pelanggaran dan kejahatan tersebut; 3) mendukung kegiatan dalam kasus menyelidiki pelanggaran yang dilakukan terkait dengan kontrak pengadaan publik dan subsidi publik. OCRC juga bertugas mengawasi urusan otorisasi, izin, dan persetujuan yang relatif rawan korupsi, 4) Mengelola dan memanfaatkan dokumentasi khusus dalam mencegah dan melawan korupsi. Dewan Nasional untuk Pencegahan Kejahatan (Rikoksentorjunta/National Council for Crime Prevention) juga berperan dalam pencegahan korupsi. NCCP adalah sebuah otoritas di Finlandia yang bertugas mendampingi lembaga negara lain dalam mengembangkan dan melaksanakan pengukuran spesifik dalam aksi pencegahan korupsi. Pembangunan karakter masyarakat melalui upaya berkesinambungan terutama dalam proses pendidikan dan konsistensi pemerintah Finlandia dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat menjadi modal utama dalam menekan angka korupsi hingga ke tingkat minimum. Prinsip Rule of Law dimana seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan egalitarian menjadi pondasi penegakan hukum dan masyarakat anti korupsi Hal inilah yang luput dari perhatian pemerintah Indonesia, seharusnya kita bisa mencontoh langkah pemerintah finlandia dalam upaya mereka memberantas korupsi, yaitu dengan membangun basis dasar budaya anti korupsi sejak dini
BACK TO GROUND ZERO
Bebrapa tahun yang lalu, saat penulis masih memiliki pemikiran ideal murni, tanpa banyak terpengaruh godaan duniawi, sempat tercetus sebuah pemikiran radikal untuk menyelamatkan bangsa ini, yaitu dengan metode back to ground zero pemikiran ini terinspirasi dari bangkitnya negara jepang akibat dijatuhkannya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dan jepang sukses menjadikan momentum ini sebagai era kebangkitan mereka, mereka menjadikan ini sebagai pelecut utama motivasi mereka dalam membangun bangsa Apakah sesederhana itu? Jawabannya tentu tidak, karena banyak sekali faktor yang mempengaruhi, namun pad prinsipnya penulis percaya bahwa untuk merubah pola pikir budaya kita, dan mental kita yang telah tertanam, maka harus dirubah semenjak dini, cara ekstrimnya adalah kita membuat sebuah peradaban baru yang terkontrol sehingga bibit bibit muda koruptor bisa dieliminasi sejak awal, karena yang dirubah adalah pola dasar, makan selanjutnya mudah mudahan tidak akan ada korupsi di masa datang Gagasan ini tentu saja merupakan gagasan ekstrim, karena hal ini tidak bisa dilakukan, hal ini hanya lah bentuk pemikiran semata, yang hanya bisa terjadi dalam kondisi ideal, pada kenyataannya banyak sekali faktor yang mempengaruhi, bahkan faktor sepele pun tentu sangat berpengaruh dalam pola pikir masyarakat, gagasan ini hanya bisa terwujud dalam alam tuhan, hanya tuhan yang bisa berkehendak, tetapi kita sebagai manusia, bukan bermaksud menlangkahi tuhan, tapi setidaknya dalam gagasan ekstrim ini bisa kita ambil sebuah benang merah, yang penulis maksud adalah, yang paling perlu kita rubah sebenarnya bukan sistem penanggulangan atau pencegahan korupsi, karena yang namanya penjahat selalu bisa mencari celah, tetapi yang harus kita rubah adala yang p[aling mendasar, yaiut pola pikir dan mental, serta budaya masyarakat itu sendiri Seperti kasus yang baru saja ini terjadi, yaitu seorang lulusan sarjana hukum tertipu oleh seseorang yang menjanjikan posisi sebagai honorer di Direktorat Jenderal Pajak, dan nilai uang yang raib tidak main-main yaitu sebanyak 750 juta rupiah, wow angka yang sangat fantastis, terutama jabatan yang ditawarkan hanya menjadi seorang honorer. Bila dipikir dengan akal sehat, dengan gaji seorang honorer, anggaplah kita ambil UMR Jakarta sebesar 2,2 juta rupiah, apabila kita breakdown angka 750 juta rupiah tersebut, maka akan membutuhkan waktu sebanyak 341 bulan atau sekitar 28 tahun 5 bulan, dengan catatan, gaji yang diterima utuh tanpa digunakan untuk makan ataupun keperluan sehari-hari, tentunya ini sangat tidak masuk akal, tetapi kenapa sang lulusan sarjana hukum ini rela membayar sebanyak itu hanya untuk sebuah jabatan honorer? Tentu karena pola pikir dia yang ingin segera mendapatkan balik modal, dengan cara singkat, ya tidak lain dan tidak bukan dengan korupsi, karena dia melihat peluang besar di Direktorat Jenderal Pajak dalam hal celah korupsi tersebut, padahal, hal ini salah besar Pola birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak pada khususnya dan secara luas di Kementrian Keuangan sudah mengalami reformasi birokrasi, dengan maksud untuk mengurangi peluang peluang terjadinya korupsi, pengawasan melekat maupun pengawasan dari pihak luar sungguh sangat ketat, sehingga sebenarnya ruang gerak koruptor sudah dipersempit, meskipun yang namanya manusia, celah celah tersebut masih tetap ada, dan ini masih terus diupayakan oleh Kementrian Keuangan untuk ditambal. Tak pelak lagi, masalah keuangan memang mrupakan motivasi utama seseorang melakukan tindak pidana korupsi, dan dikarenakan gaya hidup masyarakat sekarang yang makin maju, maka perlu juga diatur tentang standarisasi gaji pegawai Pengertian Standar Hidup telah mengalami perkembangan dari waktu ke waktu, dimana konsep akan standar hidup semakin mendekati ide para ekonom tentang fungsi utilitas. Dalam konsep standar hidup, kesejahteraan tergantung kepada berbagai keadaan berupa uang maupun non uang. Hal ini berbeda dengan awal periode paska perang Dunia II, konsep standar hidup masih murni hanya terkait dengan barang dan jasa yang dimanfaatkan oleh seseorang. Konsep standar hidup yang demikian menyebabkan PDB per kapita sebagai alat ukur standar hidup di suatu negara. Kritik menyatakan keprihatinan bahwa PDB per kapita gagal mencerminkan beberapa aspek penting kesejahteraan manusia, dan menunjuk ke beberapa perbedaan penting dalam peringkat negara- negara berdasarkan PDB per kapita dibandingkan dengan indikator lainnya dengan kesejahteraan, seperti panjang kehidupan dan pendidikan. Banyak kritikus khawatir bahwa jika kebijakan difokuskan pada GDP per kapita, mereka akan terlalu condong ke pertumbuhan ekonomi sebagai tujuan kebijakan, daripada berjuang untuk pembangunan manusia yang seimbang. Teori gaya hidup yang dikembangkan oleh Hindelang, Gottfredson, dan Garafalo yang berarti berbicara tentang pola hidup atau kegiatan rutin yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Gaya Hidup dipengaruhi oleh perbedaan umur, jenis kelamin, pendidikan , status perkawinan, pendapatan keluarga dan ras yang berkaitan dengan rutinitas sehari-hari yang rentan terhadap risiko-risiko untuk melakukan kejahatan. Sebuah teori serupa yang dikembangkan oleh Kennedy dan Forde (1990) menunjukkan bahwa latar belakang dan karakteristik dari aktivitas sehari-hari berpengaruh pada waktu yang diluangkan dalam gaya hidup yang berisiko dimana gaya hidup tersebut akan membawa orang kejalan yang lebih berbahaya. Menurut KBBI istilah gaya hidup berarti pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia di dalam masyarakat. Gaya hidup menunjukkan bagaimana orang mengatur kehidupan pribadinya, kehidupan masyarakat, perilaku di depan umum, dan upaya membedakan statusnya dari orang lain melalui lambang-lambang sosial. Gaya hidup atau life style dapat diartikan juga sebagai segala sesuatu yang memiliki karakteristik, kekhususan, dan tata cara dalam kehidupan suatu masyarakat tertentu. Gaya hidup tak lepas dari usaha manusia untuk memenuhi kebutuhannya baik kebutuhan primer, sekunder maupun tersier. Abraham Maslow (1943) membagi kebutuhan berdasarkan lima tingkatan yaitu: 1. Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya) 2. Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya) 3. Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki) 4. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan) 5. Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya Pada dasarnya kebutuhan fisiologis , rasa aman, rasa cinta dan rasa memiliki merupakan kebutuhan primer manusia. Dalam pemenuhannya setiap orang akan menghabiskan biaya yang berbeda-beda tergantung perspektif dan cara pandang seseorang terhadap alat pemuas kebutuhannya. Misalnya pakaian, untuk orang awam mungkin yang jadi fokus dalam pemenuhannya adalah fungsi dan kenyamanannya tetapi bagi orang lain brand lah yang paling penting walaupun harganya mahal. Disinilah gaya hidup berpengaruh dalam pola konsumsi manusia. Ada yang asal cukup terpenuhi atau dengan kata lain hidup sederhana ada pula yang hidup dengan mewah. Bagaimana dengan PNS? Kebutuhan ke-4 menurut Maslow adalah kebutuhan akan penghargaan. Ketika tiga kebutuhan dasar yang pertama sudah manusia sudah terpenuhi maka kebutuhan akan penghargaan ini akan menjadi target berikutnya. Masalahnya adalah persepsi kesuksesan di Indonesia yang salah kaprah dimana kesuksesan mayoritas diukur dengan materi. Masyarakat kita masih berpandangan bahwa menilai seseorang itu bukan dari kepribadiannya tetapi dari gaya hidup, apa yang dimilki, dan banyaknya harta. Masalah berikutnya adalah budaya instan dimana banyak orang ingin cepat kaya. Sehingga tak jarang kita dengar PNS yang gaji dan tunjangannya tersandera kredit untuk berbagai barang konsumtif. Ketika ketiga unsur (pola hidup mewah, persepsi sukses materi dan budaya instan) ini melanda PNS maka yang tadinya standar hidup kebutuhan pokok seharusnya sudah cukup menjadi tidak cukup. Solusinya? Pekerjaan sampingan bagi yang punya skill. Bagi yang tidak maka peluang pemenuhan konsumtifnya itu dengan mencari peluang-peluang yang dapat menghasilkan uang. Kombinasi peluang dan pressure ini melahirkan penyalahgunaan hak dan wewenang yang melahirkan apa yang disebut dengan korupsi. Hal sesuai teori Fraud triangle menurut Donald Cressey. Berdasarkan idealismenya Satria Hadi Lubis membedakan PNS menjadi 4 jenis yaitu: 1. Idealis : anti korupsi, profesional, rata-rata hidup sederhana dan apa adanya. 2. Kreatif : anti korupsi tetapi mencari penghasilan tambahan di luar pekerjaan sebagai PNS sehingga apabila terlalu banyak fokus di luar pekerjaan utama menjadi kurang profesional. 3. Durjana : koruptif, tidak profesional. 4. Idaman : anti korupsi, profesional, penghasilan sudah cukup untuk standar hidup dan lain-lain seperti di negara-negara maju.
Perbuatan tindak pidana korupsi di Indonesia sampai dengan saat ini masih terbatas kepada tindakan yang menyebabkan atau diduga menyebabkan kerugian negara atau kerugian pada perekonomian negara, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun1999 tentang Pemberantasan Korupsi Pasal 2 ayat (1) (2) dan Pasal 3. Berdasarkan hal tersebut, pihak yang paling riskan melakukan perbuatan korupsi tentunya adalah pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan kegiatan kenegaraan, dalam makalah ini lebih dikhususkan kepada pegawai negeri sipil selaku penerima penghasilan yang bersumber dari keuangan negara. Hal apa sebenarnya yang menyebabkan PNS melakukan tindakan yang merugikan kerugian negara? Kelompok kami melakukan penelitian kecil terkait dengan pendapatan dan kebutuhan hidup minimal seorang PNS di suatu tempat Remunerasi berdasarkan kamus bahasa Indonesia artinya imbalan atau gaji. Dalam konteks Reformasi Birokrasi, pengertian Remunerasi, adalah penataan kembali sistem penggajian yang dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja. Jadi dengan kata lain, sistem remunerasi merupakan sebuah sistem penggajian gabungan. Namun pada prakteknya kebijakan remunerasi belum sepenuhnya merupakan sistem gabungan dikarenakan perhitungannya belum benar-benar sesuai dengan prestasi kerja. Tujuan remunerasi adalah mewujudkan pemerintahan dengan tata kelola yang baik dan bebas korupsi. Remunerasi seharusnya mampu untuk mengurangi tindakan korupsi di pemerintahan. Namun, sejauh ini ternyata remunerasi yang sudah dijalankan di Kementerian Keuangan belum dapat dibuktikan efektivitasnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh dua hal. Pertama karena remunerasi belum dilaksanakan secara maksimal. Pemerintah belum bisa menilai kinerja Pegawai Negeri Sipil. Dikarenakan reformasi birokrasi belum sepenuhnya dapat berjalan dengan sukses. Faktor kedua adalah terbatasnya anggaran negara yang menyebabkan remunerasi lebih mirip dengan pemberian gaji dengan nama yang berbeda. Remunerasi tidak bisa dijalankan dengan lebih fleksibel karena keterbatasan-keterbatasn anggaran pemerintah. Dalam hal penganggaran, dikarenakan penganggaran ini merupakan salah satu celah yang sering diincar oleh para koruptor, tetapi anggaran juga dapat digunakan sebagai sebuah upaya dan agen pengendali, karena metode penganggaran dan sistem pengawasan pada anggaran bisa dikontrol dengan baik, sehingga bisa mengurangi tindak manipulasi anggaran Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan asas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan dan penggunaannya dapat dipertanggung-jawabkan. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan pada setiap pos/pasal merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedia penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan progam dan kegiatan yang belum/tidak tersedia anggarannya. Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan anggaran secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan. Hal ini dikarenakan sumber daya yang digunakan dalam anggaran berupa pendapatan negara pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta seluruh anggota masyarakat. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin agar dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan yang maksimal untuk kepentingan masyarakat APBN disusun dengan pendekatan kinerja, yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (keluaran dan hasil) dari perencanaan atas alokasi biaya atau masukan/input yang telah ditetapkan. Hasil kerja harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau masukan. Selain itu juga harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja pada setiap unit kerja yang terkait. Anggaran berbasis kinerja merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut didiskripsikan pada seperangkat tujuan dan dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Bagaimana cara agar tujuan itu dapat dicapai, dituangkan dalam program diikuti dengan pembiayaan pada setiap tingkat pencapaian tujuan. Program pada anggaran berbasis kinerja didefinisikan sebagai keseluruhan aktivitas, baik aktivitas langsung maupun tidak langsung yang mendukung program sekaligus melakukan estimasi biaya-biaya berkaitan dengan pelaksanaan aktivitas tersebut. Aktivitas tersebut disusun sebagai cara untuk mencapai kinerja tahunan. Dengan kata lain, integrasi dari rencana kinerja tahunan (Renja) yang merupakan rencana operasional dari Renstra dan anggaran tahunan merupakan komponen dari anggaran berbasis kinerja Perencanaan Kinerja adalah aktivitas analisis dan pengambilan keputusan ke depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Pada prinsipnya perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat capaian kinerja yan dinyatakan dengan ukuran kinerja dalam rangka mencapai sasaran atau target yang telah ditetapkan. Perencanaan merupakan komponen kunci untuk lebih mengefektifkan dan mengefisienkan Pemerintah Daerah.Sedangkan perencanaan kinerja membantu pemerintah untuk mencapai tujuan yang sudah diidentifikasikan dalam rencana stratejik, termasuk didalamnya pembuatan terget kinerja dengan menggunakan ukuran-ukuran kinerja. Tingkat pelayanan yang diinginkan pada dasarnya merupakan indikator kinerja yang diharapkan dapat dicapai oleh Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kewenangannya. Selanjutnya untuk penilaian kinerja dapat digunakan ukuran penilaian didasarkan pada berbagai indikator Masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator ini merupakan tolok ukur kinerja berdasarkan tingkat atau besaran sumber-sumber: dana, sumber daya manusia, material, waktu, teknologi, dan sebagainya yang digunakan untuk melaksanakan program atau kegiatan. Dengan meninjau distribusi sumber daya, suatu lembaga dapat menganalisis apakah alokasi sumber daya yang dimiliki telah sesuai dengan rencana strategik yang telah ditetapkan. Tolok ukur ini dapat juga digunakan untuk perbandingan (benchmarking) dengan lembaga-lembaga lain yang relevan. Contoh indikator masukan untuk kegiatan penyuluhan lingkungan sehat untuk daerah pemukiman masyarakat kurang mampu adalah jumlah dana yang dibutuhkan dan tenaga penyuluh kesehatan. Walaupun tolok ukur masukan relatif mudah diukur serta telah digunakan secara luas, namun seringkali dipergunakan secara kurang tepat sehingga dapat menimbulkan hasil evaluasi yang rancu atau bahkan menyesatkan. Beberapa hal berikut ini sering dijumpai dalam menetapkan tolok ukur masukan yang dapat menyesatkan: Pengukuran Sumber Daya Manusia tidak menggambarkan intensitas keterlibatannya dalam pelaksanaan kegiatan. Pengukuran biaya tidak akurat karena banyak biaya-biaya yang dibebankan ke suatu kegiatan tidak mempunyai kaitan yang kuat dengan pencapaian sasaran kegiatan tersebut. Banyaknya biaya-biaya masukan (input) seperti gaji bulanan personalia pelaksana, biaya pendidikan dan pelatihan, dan biaya penggunaan peralatan dan mesin seringkali tidak diperhitungkan sebagai biaya kegiatan. Keluaran adalah produk berupa barang atau jasa yang dihasilkan dari program atau kegiatan sesuai dengan masukan yang digunakan. Indikator keluaran adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan / atau non fisik. Penerapan SAB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain: (1) mendorong setiap unit kerja untuk lebih selektif dalam merencanakan program dan atau kegiatannya, (2) menghindari adanya belanja yang kurang efektif dalam upaya pencapaian kinerja, (3) mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi dan non investasi. Standar biaya merupakan komponen lain yang harus dikembangkan sebagai dasar untuk mengukur kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain Standar Analisa Biaya dan tolok ukur kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku. Penerapan standar biaya ini membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi setiap K/L dan unit kerja yang ada agar kebutuhan atas suatu kegiatan yang sama tidak berbeda biayanya. Pengembangan standar biaya akan dilakukan dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perubahan harga yang berlaku Anggaran adalah alokasi-uang-terotorisasi bertujuan kinerja tertentu. Proses alokasi memenuhi kaidah ekonomis, efektivitas, dan efisiensi anggaran akan selalu menghasilkan output atau hasil lebih baik dari tahun ke tahun. Karena itulah, Korupsi Kolusi dan Nepotisme serta pemborosan diperangi sepanjang proses perencanaan dan pengeluaran anggaran. Alokasi sempurna pada saat pengeluaran anggaran diterima 100% oleh pihak terakhir penerima dan pemanfaat anggaran, misalnya raskin, BOS, hibah, dan bantuan sosial. Tanpa basis atau bukti empiris, kebocoran anggaran akibat rente-ekonomi sepanjang prosedur dan aliran anggaran dirasakan oleh sebagian orang masih amat besar. Dalam perkembangannya, pengelolaan anggaran sektor publik telah melakukan reformasi yang bisa disebut value for money yang menekankan tentang pengelolaan organisasi sektor publik yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Ketiga hal tersebut merupakan elemen pokok dalam konsep value for money. Adanya ketiga unsur pokok tersebut diharapkan di terapkan pada setiap organisasi sektor publik yang ada di Indonesia, agar terjadi sinergi positif terhadap perkembangan perekonomian bangsa Indonesia. Dengan membandingkan indikator keluaran instansi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana. Indikator keluaran hanya dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur.Oleh karenanya indikator keluaran harus sesuai dengan lingkup dan sifat kegiatan instansi. Untuk kegiatan yang bersifat penelitian berbagai indikator kinerja yang berkaitan dengan keluaran paten dan publikasi ilmiah sering dipergunakan baik pada tingkat kegiatan maupun instansi. Untuk kegiatan yang bersifat pelayanan teknis, indikator yang berkaitan dengan produk, pelanggan, serta pendapatan yang diperoleh dari jasa tersebut mungkin lebih tepat untuk digunakan. Beberapa indikator keluaran juga bermanfaat untuk mengidentifikasikan perkembangan instansi. Sebagai contoh besarnya pendapatan yang diperoleh melalui pelayanan teknis, kontrak riset, besarnya retribusi yang diperoleh, serta perbandingannya dengan keseluruhan anggaran instansi, menunjukkan perkembangan kemampuan instansi memenuhi kebutuhan pasar, serta mengindikasikan tingkat ketergantungan instansi yang bersangkutan pada APBN. Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah (efek langsung). Indikator hasil adalah sesuatu manfaat yang diharapkan diperoleh dari keluaran. Tolok ukur ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran suatu kegiatan. Pada umumnya para pembuat kebijakan paling tertarik pada tolok ukur hasil dibandingkan dengan tolok ukur lainnya. Namun untuk mengukur indikator hasil, informasi yang diperlukan seringkali tidak lengkap dan tidak mudah diperoleh. Oleh karenanya setiap instansi perlu mengkaji berbagai pendekatan untuk mengukur hasil dari keluaran suatu kegiatan. Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator keluaran. Sebagai contoh penghitungan jumlah bibit unggul yang dihasilkan oleh suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran. Namun penghitungan besar produksi per hektar yang dihasilkan oleh bibit-bibit unggul tersebut atau penghitungan kenaikan pendapatan petani pengguna bibit unggul tersebut merupakan tolok ukur hasil. Dari contoh tersebut, dapat pula dirasakan bahwa penggunaan tolok ukur hasil seringkali tidak murah dan memerlukan waktu yang tidak pendek, karena validitas dan reliabilitasnya tergantung pada skala penerapannya. Contoh nyata yang membedakan antara indikator output dan indikator outcome adalah pembangunan gedung sekolah dasar. Secara output gedung sekolah dasar tersebut telah seratus persen berhasil dibangun. Akan tetapi belum tentu gedung tersebut diminati oleh masyarakat setempat. Indikator outcome lebih utama dari pada sekedar output. Walaupun produk telah dicapai dengan baik, belum tentu secara outcome kegiatan tersebut telah dicapai. Outcome menggambarkan tingkat pencapaian atas hasil yang lebih tinggi yang mungkin menyangkut kepentingan banyak pihak. Dengan indikator outcome, organisasi akan mengetahui apakah hasil yang telah diperoleh dalam bentuk output memang dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dan memberikan kegunaan yang besar bagi masyarakat banyak. Pencapaian indikator kinerja outcome ini belum tentu akan dapat terlihat dalam jangka waktu satu tahun. Seringkali outcome baru terlihat setelah melewati kurun waktu lebih dari satu tahun, mengingat sifatnya yang bukan hanya sekedar hasil. Dan mungkin juga indikator outcome tidak dapat dinyatakan dalam ukuran kuantitatif akan tetapi lebih bersifat kualitatif. Setelah indikator kinerja ditentukan, mulailah disusun target kinerja untuk setiap indikator kinerja yang telah ditentukan. Target kinerja adalah tingkat kinerja yang diharapkan dicapai terhadap suatu indikator kinerja dalam satu tahun anggaran tertentu dan jumlah pendanaan yang telah ditetapkan.Target kinerja harus mempertimbangkan sumber daya yang ada dan juga kendala-kendala yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya. Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan target kinerja yang baik, seperti dapat dicapai, ekonomis, dapat diterapkan, konsisten, menyeluruh, dapat dimengerti, dapat diukur, stabil, dapat diadaptasi, legitimasi, seimbang, dan fokus kepada pelanggan. Standar Analisa Belanja (SAB) merupakan salah satu komponen yang harus dikembangkan sebagai dasar pengukuran kinerja keuangan dalam penyusunan APBN dengan pendekatan kinerja. SAB adalah standar untuk menganalisis anggaran belanja yang digunakan dalam suatu program atau kegiatan untuk menghasilkan tingkat pelayanan tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat. SAB digunakan untuk menilai kewajaran beban kerja dan biaya setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Unit Kerja dalam satu tahun anggaran. Penilaian terhadap usulan anggaran belanja dikaitkan dengan tingkat pelayanan yang akan dicapai melalui program atau kegiatan. Usulan anggaran belanja yang tidak sesuai dengan SAB akan ditolak atau direvisi sesuai standar yang ditetapkan. Rancangan APBN disusun berdasarkan hasil penilaian terhadap anggaran belanja yang diusulkan unit kerja. Dalam rangka menyiapkan rancangan APBN, SAB merupakan standar atau pedoman yang bermanfaat untuk menilai kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan yang direncanakan oleh setiap unit kerja.SAB dalam hal ini digunakan untuk menilai dan menentukan rencana program, kegiatan dan anggaran belanja yang paling efektif dan upaya pencapaian kinerja.Penilaian kewajaran berdasarkan SAB berkaitan dengan kewajaran biaya suatu program atau kegiatan yang dinilai berdasarkan hubungan antara rencana alokasi biaya dengan tingkat pencapaian kinerja program atau kegiatan yang bersangkutan.Disamping atas dasar SAB, dalam rangka menilai usulan anggaran belanja dapat juga dilakukan berdasarkan kewajaran beban kerja yang dinilai berdasarkan kesesuaian antara program atau kegiatan yang direncanakan oleh suatu unit kerja dengan tugas pokok dan fungsi unit kerja yang bersangkutan. Penerapan SAB pada dasarnya akan memberikan manfaat antara lain: (1) mendorong setiap unit kerja untuk lebih selektif dalam merencanakan program dan atau kegiatannya, (2) menghindari adanya belanja yang kurang efektif dalam upaya pencapaian kinerja, (3) mengurangi tumpang tindih belanja dalam kegiatan investasi dan non investasi. Standar biaya merupakan komponen lain yang harus dikembangkan sebagai dasar untuk mengukur kinerja keuangan dalam sistem anggaran kinerja, selain Standar Analisa Biaya dan tolok ukur kinerja. Standar biaya adalah harga satuan unit biaya yang berlaku. Penerapan standar biaya ini membantu penyusunan anggaran belanja suatu program atau kegiatan bagi setiap K/L dan unit kerja yang ada agar kebutuhan atas suatu kegiatan yang sama tidak berbeda biayanya. Pengembangan standar biaya akan dilakukan dan diperbaharui secara terus menerus sesuai dengan perubahan harga yang berlaku Anggaran adalah alokasi-uang-terotorisasi bertujuan kinerja tertentu. Proses alokasi memenuhi kaidah ekonomis, efektivitas, dan efisiensi anggaran akan selalu menghasilkan output atau hasil lebih baik dari tahun ke tahun. Karena itulah, Korupsi Kolusi dan Nepotisme serta pemborosan diperangi sepanjang proses perencanaan dan pengeluaran anggaran. Alokasi sempurna pada saat pengeluaran anggaran diterima 100% oleh pihak terakhir penerima dan pemanfaat anggaran, misalnya raskin, BOS, hibah, dan bantuan sosial. Tanpa basis atau bukti empiris, kebocoran anggaran akibat rente-ekonomi sepanjang prosedur dan aliran anggaran dirasakan oleh sebagian orang masih amat besar. Dalam perkembangannya, pengelolaan anggaran sektor publik telah melakukan reformasi yang bisa disebut value for money yang menekankan tentang pengelolaan organisasi sektor publik yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif. Ketiga hal tersebut merupakan elemen pokok dalam konsep value for money. Adanya ketiga unsur pokok tersebut diharapkan di terapkan pada setiap organisasi sektor publik yang ada di Indonesia, agar terjadi sinergi positif terhadap perkembangan perekonomian bangsa Indonesia. Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Melalui strategi pencegahan, diharapkan muncul langkah berkesinambungan yang berkontribusi bagi perbaikan ke depan. Strategi ini merupakan jawaban atas pendekatan yang lebih terfokus pada pendekatan represif. Paradigma dengan pendekatan represif yang berkembang karena diyakini dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi (tipikor). Sayangnya, pendekatan represif ini masih belum mampu mengurangi perilaku dan praktik koruptif secara sistematis-massif. Keberhasilan strategi pencegahan diukur berdasarkan peningkatan nilai Indeks Pencegahan Korupsi, yang hitungannya diperoleh dari dua sub indikator yaitu Control of Corruption Index dan peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) yang dikeluarkan oleh World Bank. Semakin tinggi angka indeks yang diperoleh, maka diyakini strategi pencegahan korupsi berjalan semakin baik. Masih banyak kasus korupsi yang belum tuntas, padahal animo dan ekspektasi masyarakat sudah tersedot sedemikian rupa hingga menanti-nanti adanya penyelesaian secara adil dan transparan. Penegakan hukum yang inkonsisten terhadap hukum positif dan prosesnya tidak transparan, pada akhirnya, berpengaruh pada tingkat kepercayaan (trust) masyarakat terhadap hukum dan aparaturnya. Dalam tingkat kepercayaan yang lemah, masyarakat tergiring ke arah opini bahwa hukum tidak lagi dipercayai sebagai wadah penyelesaian konflik. Masyarakat cenderung menyelesaikan konflik dan permasalahan mereka melalui caranya sendiri yang, celakanya, acap berseberangan dengan hukum. Belum lagi jika ada pihak-pihak lain yang memanfaatkan inkonsistensi penegakan hukum demi kepentingannya sendiri, keadaaan bisa makin runyam. Absennya kepercayaan di tengah-tengah masyarakat, tak ayal, menumbuhkan rasa tidak puas dan tidak adil terhadap lembaga hukum beserta aparaturnya. Pada suatu tempo, manakala ada upaya-upaya perbaikan dalam rangka penegakan hukum di Indonesia, maka hal seperti ini akan menjadi hambatan tersendiri. Untuk itu, penyelesaian kasus-kasus korupsi yang menarik perhatian masyarakat mutlak perlu dipercepat. Tingkat keberhasilan strategi penegakan hukum ini diukur berdasarkan Indeks Penegakan Hukum Tipikor yang diperoleh dari persentase penyelesaian setiap tahapan dalam proses penegakan hukum terkait kasus Tipikor, mulai dari tahap penyelesaian pengaduan Tipikor hingga penyelesaian eksekusi putusan Tipikor. Semakin tinggi angka Indeks Penegakan Hukum Tipikor, maka diyakini strategi Penegakan Hukum berjalan semakin baik. Meratifikasi UNCAC, adalah bukti konsistensi dari komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempercepat pemberantasan korupsi. Sebagai konsekuensinya, klausul-klausul di dalam UNCAC harus dapat diterapkan dan mengikat sebagai ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa klausul ada yang merupakan hal baru, sehingga perlu diatur/diakomodasi lebih-lanjut dalam regulasi terkait pemberantasan korupsi selain juga merevisi ketentuan di dalam regulasi yang masih tumpang-tindih menjadi prioritas dalam strategi ini. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan persentase kesesuaian regulasi anti korupsi Indonesia dengan klausul UNCAC. Semakin mendekati seratus persen, maka peraturan perundang-undangan terkait pencegahan dan pemberantasan korupsi di Indonesia semakin lengkap dan sesuai dengan common practice yang terdapat pada negara-negara lain. Berkenaan dengan upaya pengembalian aset hasil tipikor, baik di dalam maupun luar negeri, perlu diwujudkan suatu mekanisme pencegahan dan pengembalian aset secara langsung sebagaimana ketentuan UNCAC. Peraturan perundang-undangan Indonesia belum mengatur pelaksanaan dari putusan penyitaan (perampasan) dari negara lain, lebih-lebih terhadap perampasan aset yang dilakukan tanpa adanya putusan pengadilan dari suatu kasus korupsi (confiscation without a criminal conviction). Penyelamatan aset perlu didukung oleh pengelolaan aset negara yang dilembagakan secara profesional agar kekayaan negara dari aset hasil tipikor dapat dikembalikan kepada negara secara optimal. Keberhasilan strategi ini diukur dari persentase pengembalian aset hasil tipikor ke kas negara berdasarkan putusan pengadilan dan persentase tingkat keberhasilan (success rate) kerjasama internasional terkait pelaksanaan permintaan dan penerimaan permintaan Mutual Legal Assistance (MLA) dan Ekstradisi. Semakin tinggi pengembalian aset ke kas negara dan keberhasilan kerjasama internasional, khususnya dibidang tipikor, maka strategi ini diyakini berjalan dengan baik. Praktik-praktik korupsi yang kian masif memerlukan itikad kolaboratif dari Pemerintah beserta segenap pemangku kepentingan. Wujudnya, bisa berupa upaya menanamkan nilai budaya integritas yang dilaksanakan secara kolektif dan sistematis, baik melalui aktivitas pendidikan anti korupsi dan internalisasi budaya anti korupsi di lingkungan publik maupun swasta. Dengan kesamaan cara pandang pada setiap individu di seluruh Indonesia bahwa korupsi itu jahat, dan pada akhirnya para individu tersebut berperilaku aktif mendorong terwujudnya tata-kepemerintahan yang bersih dari korupsi diharapkan menumbuhkan prakarsa-prakarsa positif bagi upaya PPK pada khususnya, serta perbaikan tata-kepemerintahan pada umumnya. Tingkat keberhasilan strategi ini diukur berdasarkan Indeks Perilaku Antikorupsi yang ada dikalangan tata-kepemerintahan maupun individu di seluruh Indonesia. Semakin tinggi angka indeks ini, maka diyakini nilai budaya anti korupsi semakin terinternalisasi dan mewujud dalam perilaku nyata setiap individu untuk memerangi tipikor. Strategi yang mengedepankan penguatan mekanisme di internal Kementerian/Lembaga, swasta, dan masyarakat, tentu akan memperlancar aliran data/informasi terkait progres pelaksanaan ketentuan UNCAC. Konsolidasi dan publikasi Informasi di berbagai media, baik elektronik maupun cetak, termasuk webportal PPK, akan mempermudah pengaksesan dan pemanfaatannya dalam penyusunan kebijakan dan pengukuran kinerja PPK. Keterbukaan dalam pelaporan kegiatan PPK akan memudahkan para pemangku kepentingan berpartisipasi aktif mengawal segenap upaya yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga publik maupun sektor swasta. Keberhasilannya diukur berdasarkan indeks tingkat kepuasan pemangku kepentingan terhadap laporan PPK. Semakin tinggi tingkat kepuasan pemangku kepentingan, maka harapannya, semua kebutuhan informasi dan pelaporan terkait proses penyusunan kebijakan dan penilaian progres PPK dapat semakin terpenuhi sehingga upaya PPK dapat dikawal secara berkesinambungan dan tepat sasaran Value for money atau nilai untuk uang merupakan salah satu definisi dari kualitas (Harvey & Green, 1993). Kualitas nilai uang melihat kualitas dalam hal pengembalian investasi. Jika hasil yang sama dapat dicapai dengan biaya rendah atau hasil yang lebih baik dapat dicapai dengan biaya yang sama, maka pelanggan memiliki kualitas produk atau jasa. Kecenderungan yang berkembang untuk pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban dari pendidikan tinggi mencerminkan pendekatan nilai untuk uang (value for money). Definisi value for money yang lain yaitu adalah nilai uang untuk menilai biaya suatu produk atau layanan terhadap kualitas penyediaan. Pengukuran kinerja berdasarkan indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisiensi) dan indikator kualitas pelayanan. Dengan demikian teknik ini sering disebut dengan pengukuran 3E yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. a. Ekonomi berkaitan dengan hubungan antara pasar dan masukan (cost of input). Pengertian ekonomi (hemat/tepat guna) sering disebut kehematan yang mencakup juga pengelolaan secara hati-hati atau cermat (prudency) dan tidak ada pemborosan. Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis jika dapat menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu. b. Efisiensi (daya guna) mempunyai pengertian yang berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output). Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan dana yang serendah-rendahnya (spending well). Jadi, pada dasarnya ada pengertian yang serupa antara efisiensi dengan ekonomi karena kedua-duanya menghendaki penghapusan atau penurunan biaya (cost reduction). c. Efektivitas (hasil guna) merupakan hubungan antara keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Pengertian efektivitas ini pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Kegiatan operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan tersebut mencapai tujuan dan sasaran akhir kebijakan (spending wisely).
Penganggaran berbasis kinerja merupakan sebuah pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Ciri utama penganggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input), keluaran (output), dan hasil yang diharapkan (outcomes) sehingga dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi pelaksanaan setiap kegiatan. Penerapan penganggaran berbasis kinerja diharapkan diharapkan dapat memberikan informasi kinerja atas pelaksanaan suatu program/kegiatan pada suatu Kementerian/Lembaga serta dampak atau hasilnya yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas Indikator efisiensi dan efektivitas harus digunakan secara bersama-sama. Karena di satu pihak, mungkin pelaksanaannya sudah dilakukan secara eknomis dan efisien akan tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai dengan target yang diharapkan. Sedang di pihak lain, sebuah program dapat dikatakan efektif dalam mencapai tujuan, tetapi mungkin dicapai dengan cara yang tidak ekonomis dan efisien. Jika program dapat dilakukan dengan efisien dan efektif maka program tersebut dapat dikatakan cost-effectivenes. Ketiga hal tersebut merupakan elemen pokok value for money, namun beberapa sumber berpendapat bahwa ke tiga elemen saja belum cukup .Perlu ditambah dua elemen lain yaitu : Equity : kesempatan sosial yang sama untuk memperoleh pelayanan publik Equality : pemerataan/kesetaraan penggunaan dana publik dilakukan secara merata.
Konsep Value For Money memiliki beberapa manfaat antara lain: 1. Meningkatan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat sasaran 2. Meningkatkan mutu pelayanan publik 3. Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan dalam penggunan input 4. Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik 5. Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar pelaksanaan akuntanbilitas publik. Proses alokasi anggaran penuh kebocoran merupakan tema sentral Good Corporate Governance (GCG) birokrasi, sistem pengendalian berupaya memberi solusi. Inilah inti masalah pengendalian birokrasi. Aspek terpenting sistem pengendalian manajemen adalah sistem informasi manajemen, khususnya sistem pelaporan fakta/kebenaran-tepat waktu akan alokasi, penerima alokasi, penggunaan alokasi, hasil/output/outcome/impact alokasi anggaran. Rancang bangun sistem pengendalian manajemen mencegah rekayasa laporan, penundaan pelaporan, untuk menutupi rekayasa lapangan (misalnya BOS, raskin, subsidi diterima oleh pihak yang berkecukupan ekonomi). Sebagai wujud pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003, serta mengacu pada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (yang selanjutnya disebut RKA-KL). Dalam pasal 4 peraturan tersebut secara tegas disebutkan bahwa RKA-KL disusun dengan menggunakan tiga pendekatan yang disebutkan di atas. Dalam perkembangannya, peraturan ini telah disempurnakan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang Penyusunan RKA-KL yang merevisi beberapa ketentuan dalam peraturan sebelumnya. Ketiga pendekatan baru dalam sistem perencanaan dan penganggaran merupakan suatu kesatuan yang integral dengan fokus utama pada penganggaran berbasis kinerja. Dua pendekatan lainnya merupakan prasyarat dan pendukung pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja. Penerapan penganggaran terpadu dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja dengan memberikan gambaran yang lebih objektif dan proporsional mengenai kegiatan pemerintah. Sedangkan kerangka pengeluaran jangka menengah digunakan untuk mencapai disiplin fiskal secara berkesinambungan serta menjadi jaminan kontinyuitas penyediaan anggaran kegiatan karena telah dirancang hingga 3 atau 5 tahun ke depan. Penganggaran berbasis kinerja merupakan sebuah pendekatan dalam sistem penganggaran yang memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan hasil yang diharapkan, termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Ciri utama penganggaran berbasis kinerja adalah anggaran yang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan (input), keluaran (output), dan hasil yang diharapkan (outcomes) sehingga dapat memberikan informasi tentang efektivitas dan efisiensi pelaksanaan setiap kegiatan. Penerapan penganggaran berbasis kinerja diharapkan diharapkan dapat memberikan informasi kinerja atas pelaksanaan suatu program/kegiatan pada suatu Kementerian/Lembaga serta dampak atau hasilnya yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas. Dalam konsep pendekatan PBK, dituntut adanya keterkaitan yang erat antara anggaran dengan kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu setiap unit organisasi pemerintah harus dapat menetapkan rumusan kinerja yang ingin dicapainya. Kinerja yang telah direncanakan tersebut harus bersifat terukur pencapaiannya. Untuk itu setiap unit juga harus menetapkan indikator kinerja tertentu untuk mengukur pencapaian kinerjanya. Yang jauh lebih penting, indikator kinerja merupakan alat ukur untuk menilai keberhasilan suatu program atau kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap unit organisasi. Jadi informasi kinerja ini mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses perencanaan dan penganggaran. Rumusan indikator kinerja beserta targetnya selanjutnya juga harus dinyatakan di dalam dokumen perencanaan termasuk Renja-KL dan RKA-KL. Nah, apabila penganggaran sudah berjalan baik, sudah terencana dengan baik, dan diawasi dengan baik pula, maka bukan tidak berarti korupsi bisa langsung menghilang, tetapi semua itu kembali ke dasarnya, ke manusianya itu sendiri.
KESIMPULAN
Dari rangkaian penjelasan diatas, upaya pemberantasan korupsi di Indonesia bukannya tidak ada, malah semakin menggebu gebu digalakkan oleh pemerintah Indonesia,berbagai upaya dilakukan, berbagai tindakan dilaksanakan, bahkan tindakan yang semi ilegal pun dijalankan, seperti penyadapan, dan penguntitan, hal ini dilakukan demi pemberantasan korupsi di Indonesia, semua itu ada dasar hukumnya, ada badan hukum sendiri, tetapi semakin hari, cerit certia tentang koruptor ini kenapa masih berlanjut? Kenapa masih belum berhenti? Apakah mereka tidak melihat kawan kawan mereka yang di adili? Ataukah sistem peradilannya belum memberikan efek jera? Apakah memang pada dasarnya mereka sudah bobrok dari lubuk hal terdalam? Sebagus apapun sistem yang di buat, meskipun sudah tersturktur, terarah, dan berjalan, tapi apabila dasarnya memang sudah bermental korup, serasa semua hal yang sudah pernah dilakukan menjadi sia-sia semata, apabila dasarnya, metal para pejabat, mental semua masyarakat Indonesia belum bersih dari sifat korup ini Maka untuk menuju Indonesia yang lebih baik, kita harus merubah dasarnya dulu, fondasinya terlebih dahulu, mental masyarakat harus dibentuk, harus ditempa, sehingga apabila dasarnya kokoh, tentu akan memperkuat kondisi bangsa Cara ekstrim untuk melakukan ini adalah dengan melakukan back to ground zero, tetapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh manusia, karena ini adalah ranah ketuhanan, hanya tuhan yang mampu mengontrol perkembangan suatu kehidupan, kita hanya bisa melakukan dalam skala yang jauh lebih kecil Kita harus membentuk pribadi masyarakat yang anti korupsi, kita harus membentuk budaya ini semenjak awal, dari kecil harus diarahkan, tidak dalam pengertian harus memaksakan pendidikan anti korupsi di tingkat TK, tetapi kita harus mencontoh dari hal-hal remeh yang sepele, yang kelihatannya tidak berkaitan dengan korupsi, tapi ini merupakan langkah awal Seperti budaya membuang sampah pada tempatnya, budaya antri, hal hal remeh seperti ini, kelihatannya tidak ada hubungannya dengan korupsi, tapi percayalah, apabila hal mendasar ini sudah melekat kuat, akan sedikit mengurangi keinginan untuk korupsi, hal kecil ini lah kita sudah sedikit melakukan korupsi kecil, dari korupsi waktu, dan korupsi kepentingan, dengan budaya antri saja, sudah terlihat mental mana yang teruji anti korupsi atau tidak Pelaksanaan pembentukan dasar mental dan takwa masyarakat, yang paling pertama harus diperhatikan adalah menghargai dan memotivasi para pengajar bangsa, para guru lah ujung tombak sebenarnya dalam upaya pemberantasan korupsi, kita harus terus memperhatikan nasib para guru, bagaimana mental kita bisa dibentuk apabila mental pengajarnya pun belum kokoh? Motivasi para guru harus diperhatikan, kesejahteraan harus diperhatikan, buatlah para guru ini bangga menjadi guru, biarkanlah mereka memikirkan cara untuk membentuk karakter para penerus bangsa, jangan biarkan para guru tidak fokus mendidik, tetapi masih fokus untuk makan, dan pemenuhan kebutuhan mereka Lihatlah contoh dari finlandia, yang merupakan negara dengan tingkat korupsi paling rendah, posisi guru sangat dihormati dan dihargai, sehingga mereka bisa fokus membentuk karakter penerus bangsa Jika bicara tentang pemberantasan korupsi, tentu kita tidak bisa melihat dan bergerak sporadis saja, tidak harus memperhatikan penegakkan hukum dan pembentukan sistem anti korupsi yang terbaik, semua hal ini akan percma apabila tidak dibarengi mental karakter penggerak bangsa, kita harus memberantas secara menyeluruh, harus membentuk karakter kuat dari akarnya. Pola pendidikan lah yang harus dibenahi terlebih dahulu, para pendidiklah yang mesti kita benahi, motivasi mereka agar bisa memotivasi generasi penerus bangsa. Agar para guru menjadi tokoh yang di gugu dan ditiru, jangan sampai para guru tidak fokus mengajar, karena masih harus putar otak untuk menghidupi keluarga, untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, jangan sampai para guru ini malah korupsi, dan malah tidak memberikan contoh kepada para penerus bangsa ini Tentu ini perlu dilakukan secara seksama, dan tidak bisa terjadi dalam tempo yang sesingkat singkatnya, ini membutuhkan proses yang lama, tetapi apabila belum dimulai, kapan kita akan terbebas dari korupsi, sebuah langkah besar, dimulai dari langkah kecil. Marilah kita mulai dari diri kita sendiri, demi Indonesia yang lebih baik MAJU INDONESIAKU!