Anda di halaman 1dari 42

0

LAPORAN KASUS

Perawatan Komprehensif pada Penderita dengan Keluhan Utama Gigi
Belakang Bawah KiriLubang Besar


Oleh:
Dian Rosita R NIM. 081611101104
Destyka Fridiana NIM. 081611101108
Kiki Adrianto NIM. 081611101113
Malakatus Syawat NIM. 081611101116


Pembimbing:
drg. Hestieyonini H., M.Kes
drg. Lelyana Sandra D., Sp. Ort
drg. Hengky, M. Biotech
Dr.drg. Banun K , M.Kes


KLINIK INTEGRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2014






1

1. Identitas pasien:
Usia = 21 tahun
Jenis kelamin = Laki-laki
Pekerjaan = Tidak bekerja
Alamat = Dusun Krajan Selatan rt/rw 02/02 Desa Patemon-
Arjasa. Jember
Status perkawinan = Belum kawin
Kebangsaan/ suku = Indonesia/ Madura
Tanggal periksa = 17 Februari 2014
Rekam Medis = 041712

2. Anamnesis
Keluhan utama:
Gigi belakang kiri bawah lubang besar dan sakit.
Riwayat penyakit berdasarkan keluhan:
Awalnya gigi tersebut berlubang besar sekitar 3 tahun lalu. Kemudian 2
tahun yang lalu gigi tersebut bengkak dan pasien mengobatinya sendiri
dengan amoksisilin dan antalgin dan sakitpun mereda. Namun, masih
sering kambuh. Kondisi gigi tersebut sakit kembali sejak 4 hari yang lalu
hingga saat ini.
Riwayat perawatan gigi dan mulut yang pernah dilakukan:
Pasien membuat gigi tiruan mahkota di tukang gigi 5 tahun yang lalu pada
gigi depan atas kanannya yang patah karena jatuh. Pasien pernah
menambalkan gigi atas belakanh kanan dan gigi bawah belakang kanan di
Puskesmas Arjasa 3 bulan yang lalu. Paien menggosok gigi 2 kali sehari
(pagi dan sore) dan mengganti sikat ketika bulu sikatnya rusak.
Riwayat kesehatan umum
Tidak dicurigai adanya penyakit sistemik dan pasien tidak dicurigai juga
memiliki riwayat alergi.







2

Kebiasaan buruk
Pasien merokok sejak 6 tahun yang lalu, dalam sehari pasein
menghabiskan 1 bungkus rokok. Pasien juga suka meminum kopi setiap
hari 2 gelas ( pagi dan malam hari ).
Riwayat kesehatan keluarga
Tidak dicurigai adanya kelainan sistemik atau genetik pada keluarga
pasien.

3. Pemeriksaan
a. Keadaan umum
Kondisi fisik = baik
Tanda-tanda vital
TD = 120/70mmHg
R = 24 x/ menit
N = 108 x/ menit
BB = 55 kg
TB = 170 cm
BMI = 47,17 (normal)

b. Pemeriksaan Klinis
Ekstra oral
Wajah = normal (simetris)
Kelenjar limfe = dextra : tidak teraba, sakit pada nyeri tekan
Sinistra : tidak teraba, tidak ada nyeri tekan
Kelenjar saliva = normal (tidak teraba)
TMJ = normal
Intra oral
OHI-s = DI-s + CI-s
= 3/6 + 7/6
= 9/6
= 1,67 (sedang)
Derajat kebersihan rongga mulut = sedang







1


c. Pemeriksaan mukosa mulut

Gambar 3.1. Foto klinis mukosa lidah pasien




Gambar 3.2 Gambaran klinis mukosa mulut pasien






2

Keterangan gambar:
Plak putih kekuningan berbatas tidak jelas, dapat dikerok, dan tidak sakit
pada dorsum lidah

d. Odontogram



Gambar 3.3. Odontogram gigi
Keterangan odontogram:
Gigi 17, 26, 27,37 = karies superficial pada oklusal gigi
Gigi 16, 46 = tumpatan zink-Fosfat pada proksimal mesial-oklusal
Gigi 12 = gigi tiruan tukang gigi. Kondisi gigi non-vital
Gigi 21 = fraktur mahkota melibatkan tepi insisal bagian mesial
Gigi 23 = impaksi total
Gigi 38 = impaksi sebagian
Gigi 36 =karies profunda perforasi di oklusal
Gigi 47= tumpatan zink-Fosfat pada oklusal






3


e. Foto profil pasien

Gambar 3.4 profil tampak depan

Gambar 3.5 Profil tampak samping kiri





4


Gambar 3.6 Profil tampak samping kanan

Keterangan gambar :
Berdasarkan gambar di atas tipe profil pasien adalah cembung. Glabella, lip
contour dan shimpysisberada dalam satu garis lurus.

f. Foto intra oral tampak depan, samping kanan, samping kiri.

Gambar 3.7Tampak depan






5


Gambar 3.8Tampak samping kanan


Gambar 3.9 Tampak samping kiri

Keterangan gambar:
Relasi kaninus kanan adalah neutroklusi, cups kaninus rahang atas kanan berada
diantara gigi cups dari kaninus dan premolar pertama rahang bawah.
Relasi kaninus kiri adalah tidak ada relasi
Relasi molar kanan adalah neutroklusi. Relasi molar kiri adalah distokusi






6

g. Pemeriksaan Penunjang
Radiografi
Foto periapikal

Gambar 3.10 Foto Periapikal pada 36

Keterangan gambar:
A = Gambaran Karise profunda perforasi pada gigi 36
B = terdapat gambaran radiolusen pada sekitar apikal gigi 36
C= Resorbsi tulang alveolar, lamina dura terputus
D = Pelebaran space ligamen periodontal

Gambar 3.11 Foto Perapikal pada 47,46

Keterangan gambar :
A = Karies profunda, tepi restorasi overfilling
B = Lamina dura terputus, resorbsi tulang alveolar
C = Pelebaran space periodontal, lamina dura terputus, resorbsi tilang
alveolar
D = Karies media
A
B
C
A
B
C
D
D





7








8




Gambar 3.12 Foto Periapikal pada 16
Keterangan gambar :
A = Pelebaran space periodontal
B = Terputusnya lamina dura, resorbsi tulang alveolar
C = Karies profunda, tepi restorasi overfilling


Gambar 3.13 Periapikal pada 12
Keterangan gambar :
A = Radiolusent pada apikal gigi 12 dengan batas tidak jelas
B = Resorbsi tulang alveolar, lamina dura terputus
C = Fraktur mahkota 1/3 insiso servikal
D = Pelebaran space periodontal

A
B
C
A
B
C
D





9


Gambar 3.14 Periapikal pada 38
Keterangan gambar :
A = Impaksi sebagian pada 38 dengan angulasi horisontal
B = Akar menguncup


Gambar 3.15 Periapikal pada 23
A = Impaksi total pada 23 dengan angulasi mesioangular




A
B
A





10


Gambar 3.16 Periapikal pada 32
Keterangan gambar :
A = terputusnya lamina dura, resorbsi tulang alveolar
B = pelebaran space periodontal


Gambar 3.16 Periapikal pada 43
Keterangan gambar :
A = resorbsi tulang alveolar
B= terputusnya lamina dura
C= pelebaran space periodontal




A
B
A
B
C





11

h. Foto model diagnostik

Gambar 3.11Tampak depan


Gambar 3.12 Tampak samping kanan






12


Gambar 3.13 Tampak samping kiri
Keterangangambar:
Relasi molar kiri = distoklusi
Relasi molar kanan = neutroklusi
Relasikaninus: kiri = tidak ada realasi, kanan = neutroklusi
Relasi anterior:
Overjet: gigi 11 dan 41= 4 mm,
gigi 12 dan 42= (tidak dapat ditentukan) mm,
gigi 21 dan 31= 2 mm,
gigi 22 dan 32= 2,5 mm.
Overbite: gigi 11 dan 42= - 1 mm,
gigi 12 dan 42= (tidakdapatditentukan)mm,
gigi 21 dan 31= 0,5 mm,
gigi 22 dan 32= 0,5 mm.
Terdapat pergeserangaris median rahang atas 4 mm ke kiri dan rahang
bawah 1,5 mm kekiri
Gigi protusi: rahang atas dan rahang bawah.
Terdapatberdesakan anterior rahangbawah









13

i. Jaringan pendukung gigi tiruan

Gambar 3.14Model rahang atas tampak oklusal


Gambar 3.15 Model rahang bawah tampak oklusal

Keterangan model rahang atas :
Vestibulum = dalam
Frenulum = rendah
Bentuk palatum = square
Torus palatinus = flat
Tubermaksila = tidak ada





14



Keterangangambar rahang bawah:
Vestibulum = dalam
Frenulum = rendah
Retromylohyoid = dalam
Torus mandibularis= flat
Exostosis = tidakada

j. Pemeriksaan mikrobiologi
Hasil pemeriksaan mikrobiologi oral swab pada dorsum lidah didapatkan:
Bentuk spora : + 2 (positif dua)
Bentuk hifa : + 3 (positif tiga)

4. Diagnosis
Periodontitis apikalis akut ok GP padagigi 36
Periodontitis apikalis kronis pada gigi 12
Iritasi pulpa pada gigi 17,26,27,37
Parsial impaksi pada gigi 38 dengan angulasi horizontal, level A, klas II
Total impaksi pada gigi 23
Periodontitis marginaliskronispada gigi 16,12, 32, 43, 46, 47
Gingivitis marginaliskronispada gigi 36, 22, 24, 27, 28, 37, 35, 34, 33, 42,
Oral Candidiasis pada dorsum lidah
Maloklusi klas I Angle disertai protusi pada rahang atas dan rahang bawah,
berdesakan anteriorrahangbawahdanpergeserangaris median rahang atas 4
mm kekiri dan rahangbawah sebanyak 1,5 mm ke kiri.

5. Prognosis: Buruk
6. Rencana Perawatan
1. Fase preeliminary
Medikasi :





15

R/ Clyndamysin tabs.150 mg No. XIV
4dd 1

R/ Ibuprofen tabs.400 mg No. VI
p.r.n1

2. Fase Etiotropik :
- Ekstraksi pada 36
- DHE
- Skalingdan Root planning pada rahang atas dan rahang bawah
- Perbaikan restorasi pada gigi 16, 46, dan 47
- Tumpatan klas I glass ionomer pada gigi 17, 26, 27, 36, dan 37; tumpatan
klas IV komposit pada gigi 21
- Medikasi untuk oral candidiasis pada dorsum lidah
R/ Nystatin Oral Susp.Fl1
teteslidah 4x sehari 0,5ml
R/ Tongue cleaner No. I
gunakan pada dorsum lidah
3. Fase bedah :
- Kuretase pada gigi 16, 12, 32, 43, 46, 47
- ekstraksi pada gigi 12
- Odontektomi pada gigi 38
4. Fase restorative
- Pembuatan gtsl RA
- Perawatan promotif Ortodonsi Konsultasi ke spesialis orthodonti untuk
perawatan ortho cekat dan exposure canine pada gigi 23
5. Fase Pemeliharaan
- Kontrol Periodik






16

3. ANALISA KASUS

Pasien bernama Dani Rahman, usia 21 tahun datang ke RSGM FKG
Universitas Jember pada tanggal 17 Februari 2013 dengan keluhan gigi kiri bawah
lubang besar dan sakit. Berdasarkan hasil anamnesa menyatakan bahwa pasien
datang karena kiri bawah lubang besar dan sakit sehingga kesulitan untuk
mengunyah makanan. Awalnya gigi tersebut berlubang besar sekitar 3 tahun lalu.
Kemudian 2 tahun yang lalu gigi tersebut bengkak dan pasien mengobatinya
sendiri dengan amoksisilin dan antalgin dan sakitpun mereda. Namun, masih
sering kambuh. Kondisi gigi tersebut sakit kembali sejak 4 hari yang lalu hingga
saat ini. Apabila kondisinya mulai membaik dan pasien ingin mencabutkan gigi
tersebut.
Perawatan gigi dan mulut yang pernah dilakukanyaitu pasien membuat
gigi tiruan mahkota di tukang gigi 5 tahun yang lalu pada gigi depan atas
kanannya yang patah karena jatuh dan pernah menambalkan gigi atas belakang
kanan dan gigi bawah belakang kanan di Puskesmas Arjasa 3 bulan yang lalu.
Pasien menggosok gigi 2 kali sehari (pagi dan sore) dan mengganti sikat ketika
bulu sikatnya rusak. Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak 6 tahun yang
lalu, dalam sehari pasein menghabiskan 1 bungkus rokok dan suka meminum kopi
setiap hari 2 gelas (pagi dan malam hari).Kondisi saat ini tidak dicurigai
mempunyai kelainan sistemik, herediter dan alergi pada pasien dan keluarganya.
Pada pemeriksaan obyektif didapatkan kondisi fisik pasien baik dan vital
sign dalam kondisi normal. Pada pemeriksaan klinis ekstraoral yaitu pada wajah,
kelenjar saliva, sendi temporo mandibular dalam keadaan normal kecuali kelenjar
limfe bagian dextra terasa sakit pada tekanan, sedangkan pemeriksaan intraoral
terdapat hasil derajat kebersihan mulut pasien dikategorikan sedang (skor OHI-S
= 1,67), karies pada gigi geligi, tumpatan zink-Fosfat, gigi tiruan mahkota tukang
gigi yang kondisi giginya non-vital, gigi impaksi, dan fraktur mahkota melibatkan
tepi insisal bagian mesial (Tabel 1.1).
Pada pemeriksaan jaringan periodontal gigi terdapat plak dan kalkulus
yang mengakibatkan perubahan warna, pembesaran, konsistensi, teksur, rasa sakit,





17

resesi pada gingiva, bleeding on probing dan probing depth (Tabel 1.2). Hasil
pemeriksaan rontgenologis menunjukkan adanya karies profunda, radiolusen pada
apical dengan batas yang tidak jelas, resorbsi tulang alveolar dengan pola
horizontal, lamina dura yang terputus, dan pelebaran space periodontal pada gigi
36. Sedangkan pada gigi 38 terdapat impaksi sebagian dengan angulasi horizontal
dan akar menguncup. Impaksi total pada gigi 23 dengan sudut angulasi
mesioangular. Radiolusen pada apical gigi 12 dengan batas yang tidak jelas,
terputusnya lamina dura, pelebaran space periodontal, disertai resorbsi tulang
alveolar dengan pola horizontal, dan fraktur mahkota sepertiga insiso cervical.
Pada gigi 16, 32, 43, terdapat lamina dura yang terputus, resorbsi tulang
alveolar dengan pola horizontal, pelebaran space periodontal. Pada gigi 16 juga
terdapat karies profunda dengan tepi restorasi yang overfilling. Pada gigi 46 dan
47 terdapat lamina dura yang terputus, resorbsi tulang alveolar dengan pola
horizontal, dan pelebaran space periodontal. Pada gigi 46 juga terdapat karies
profunda dan tepi restorasi yang overfilling. Pada gigi 47 terdapat karies media.
Pada gigi 46, 47 dan 16 dilakukan pengambilan foto rontgen untuk melihat
keadaan jaringan periodontal dan kedalaman karies karena adanya tumpatan yang
tidak bisa di lepas sehingga pemeriksaan klinis tidak maksimal. Hasil
pemeriksaan mukosa mulut terdapat plak putih kekuningan dapat dikerok dengan
batas yang tidak jelas dan tidak sakit, ditunjang pemeriksaan swap (mikrobiologi)
pada dorsum lidah.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di atas didapatkan berbagai faktor pencetus
permasalahan dari kondisi pasien antara lain pasien merokok, kurang pengetahuan
tentang kesehatan giginya karena pasien mempunyai sejarah merawatkan giginya
di tukang gigi. Hasil penghitungan OHI-s = 1,6 (sedang).
Beberapa hubungan faktor predisposisi terhadap kondisi intraoral pasien
antara lain:
a. Merokok.
Merokok merupakan penyebab berbagai kondisi patologi yang dapat
menimbulkan penyakit dan bahkan kematian. Nikotin dalam rokok merusak
system respon imun dan menyebabkan penyempitan pembuluh darah





18

termasuk pembuluh darah jaringan sekitar gigi. Nikotin dalam rokok
merupakan bahan yang mempunyai aktifitas biologis yang potensial yang
akan menaikkan tekanan darah, menambah denyut jantung, dan menginduksi
vasokonstriksi perifer sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan
pembuluh darah. Zat lain yang berpengaruh dalam rongga mulut ialah tar.
Pada saat rokok dihisap, tar dalam rongga mulut sebagai uap padat setelah
dingin akan menjadi padat dan membentuk endapan berwarna coklat pada
permukaan gigi, sehingga menyebabkan kekasaran pada permukaan gigi yang
menyebabkan mudahnya ditempeli oleh plak dan dapat menyebabkan
kalkulus. (Kasim, eddy. 2001. Merokok Sebagai Faktor Resiko Terjadinya
Penyakit Periodontal. J. Ked. Trisakti Vol. 19. 2001; 20 (1) : 9-15).
b. Oral Hygiene
Oral hygiene yang buruk juga merupakan faktor resiko terjadinya oral
candidiasis. Hal ini mengakibatkan perubahan keseimbangan flora normal
yang dapat meningkatkan peluang terjadinya infeksi rongga mulut (Andryani,
2011).

Rencana perawatan yang kami susun adalah sebagai berikut :
1. Fase Pre eliminary : dengan pemberian obat pada gigi 36 yaitu Clindamycin
dan Ibuprofen
2. Fase etiotropik : dengan ekstraksi pada gigi 36, DHE, skaling, root planning
pada rahang atas dan rahang bawah, perbaikan tumpatan pada gigi 16, 46, 47,
tumpatan klas I glass ionomer pada gigi 17, 26, 27, 36, dan 37; tumpatan klas
IV komposit pada gigi 21 dan medikasi oral candidiasis menggunakan nystatin
dan tongue cleaner.
3. Fase bedah : kuretase pada gigi 16, 32, 43, 46, dan 47; ekstraksi pada gigi 12;
odontektomi pada gigi 38
4. Promotif orthodonti : Konsultasi ke spesialis orthodonti untuk perawatan ortho
cekat dan exposure canine pada gigi 23







19

Fase Preeliminary
Fase pre eliminary dilakukan pada pasien karena pasien masih merasakan
adanya keluhan rasa sakit pada saat pemeriksaan subyektif maupun obyektif.
Sehingga didapatkan hasil diagnose periodontitis apikalis akut, perawatan yang
dilakukan ialah menghilangkan inflamasi yang dapat menimbulkan rasa sakit dan
pemberian antibiotic untuk mengurangi bakteri penyebab. Antibiotic yang
diberikan merupakan golongan lincosamide yaitu clindamycin tablet sebanyak
150 mg yang diberikan sebanyak 4 kali sehari selama 5 hari. Tujuan pemberian
clindamycin ialah karena bakteri penyebab periodontitis apikalis akut ialah
bakteri-bakteri anaerob seperti Fusobacterium nucleatum, Porphyromonas
endodontalis, Prevotella baroniae, Eikenalla carodens, Bacteroides,
Peptostreptococcus, Streptococcus spp, dan Actinomyces spp. Sehingga
diperlukan obat-obat antibiotic anaerob seperti clindamycin. Obat-obat
antiinflamasi yang diberikan dari golongan NSAID yaitu ibuprofen 400 mg.

Fase Etiotropik
Fase etiotropik dilakukan 5 hari setelah pasien mulai melakukan fase pre
eliminary, diharapkan dalam waktu 5 hari tersebut pasien mengkonsumsi obatnya
dengan teratur dan benar, sehingga bakteri penyebab dapat dieliminasi dan dapat
dilakukan perawatan pada fase selanjutnya yaitu fase etiotropik. Dental health
education (DHE) sebagai bagian dari fase etiotropik merupakan perawatan
pertama yang harus dilakukan pada pasien. OHI- S menjadi dasar dilakukannya
DHE. Perawatan DHE dengan cara memberikan edukasi tentang kontrol plak dan
motivasi mengenai pentingnya kesehatan mulut dan cara menjaga kesehatan mulut
(Carranza et al., 2010). DHE berfungsi sebagai perawatan promotif (motivasi
pasien untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut), preventif (mencegah
perkembangan penyakit gigi dan mulut yang sudah ada dan penyakit yang dapat
muncul), dan kuratif (menghilangkan etiologi utama yaitu bakteri plak). DHE
terdiri dari tiga poin utama yaitu: edukasi, motivasi, dan instruksi. Ketiga poin ini
harus dipenuhi guna mencapai hasil DHE yang maksimal pada pasien (Carranza et
al., 2010).





20

Tahapan DHE:
a. Motivasi. Tahap memotivasi pasien adalah tahap yang paling menentukan
untuk tercapainya pelaksanaan kontrol plak yang adekuat. Namun demikian
tahap ini adalah tahap yang paling sukar. Memotivasi pasien adalah prosedur
yang sukar, karena untuk dapat termotivasi pasien harus berusaha untuk:
1. menerima dan memahami penyuluhan yang diberikan berkaitan dengan
konsep-konsep patogenesis, perawatan danpencegahan penyakit
periodontal.
2. merubah kebiasaan dalam hal cara-cara pembersihan mulut sesuai dengan
metoda yang diajarkan.
3. adanya perubahan perilaku sehingga tercapainya kesehatanperiodonsium
pasien sendiri.
b. Edukasi. memberitahukan cara menyikat gigi yang benar
c. Instruksi. agar pasien mau melaksanakan sendiri apa yang telah diajarkan
Setelah dilakukan DHE, pasien direncanakan untuk dilakukan pencabutan
pada keluhan utamanya, yaitu gigi 36.

Skaling dan Root Planning
Gingivitis marginalis kronis ditemukan pada gingiva region gigi 36, 22,
24, 27, 28, 37, 35, 34, 33, 42 . Diagnose ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan klinis: BOP (+), warna kemerahan, konsistensi lunak, tekstur halus,
probing depth <3mm. Warna kemerahan dan BOP (+) pada gingival disebabkan
oleh peningkatan dan penipisan epitel sedangkan konsistensi lunak dan tekstur
halus disebabkan atropi epitel dan edema (Carranza et.al., 2010). DHE yang
dilanjutkan dengan skaling dan root planning merupakan pilihan perawatan utama
untuk gingivitis marginalis kronis pada pasien.
Perbaikan jaringan periodontal pada pasien dilakukan tindakan skaling dan
root planning pada rahang atas dan rahang bawah dengan dasar menghilangkan
plak dan kalkulus dari permukaan supragingiva dan subgingiva yang berada pada
permukaan gigi (Carranza et al., 2010). Selain itu tindakan root planing dengan





21

dasar membersihkan sisa kalkulus yang tertanam dan bagian dari sementum dari
akar untuk menghasilkan permukaan akar yang halus, keras dan bersih.
Meskipun perawatan ini mempunyai keterbatasan, antara lain: tidak dapat
mencapai daerah poket dengan kedalaman lebih dari 3mm dan tidak dapat
mencapai daerah bifurkasi yang merupakan cekungan pada akar gigi, namun
scaling dan root planing masih tetap merupakan perawatan utama, karena dapat
mengurangi inflamasi dan mengurangi kolonisasi bakteri di dalam sulkus gingival
(Krismariono,Agung. 2009)

Perbaikan Restorasi dan Penumpatan pada Gigi karies
Penanganan gigi geligi yang karies pada kasus ini dilakukan perbaikan
tumpatan yang rusak. Perawatan diawali pada gigi 16, 46, 47 yaitu merapikan
tumpatan yang ada dan mengurangi bagian yang overfilling dan menambahi
tumpatan dengan glass ionomer sehingga tumpatan dapat kembali menjadi baik
dan tidak melukai jaringan periodontal. Operator juga menyarankan untuk
melakukan penggantian restorasi menjadi restorasi rigid, untuk mengembalikan
fungsi kunyah menjadi lebih baik.
Dilakukan juga tumpatan klas I menggunakan glass ionomer pada gigi 17,
26, 27, 36, dan 37. Dasar penggunaan bahan Glass Ionomer (GI) sebagai bahan
restorasi adalah karena GI memiliki sifat kariostatis dengan menghasilkan
senyawa flour apatit dimana senyawa tersebut tidak mudah larut dalam asam
sehingga proses terjadinya karies semakin kecil, dan kemampuan adhesi yang baik
pada enamel dan dentin (Kenneth J. Anusavice, 2004).
Perawatan dilanjutkan pada gigi 21 dilakukan penumpatan klas IV
komposit. Dasar penggunaan bahan komposit adalah memiliki translusensi yang
tinggi sehingga baik untuk segi estetik pada gigi anterior.

Penatalaksanaan Oral Candidiasis
Hasil pemeriksaan mikrobiologi dari haril swab dorsum lidah didapatkan
bahwa plak putih kekuningan pada pasien mengandung 2 spora dan 3 hifa,
sehingga dapat di simpulkan bahwa pasien terdiagnosa positif Oral Candidiasis.





22

Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan iritasi kronis dan panas yang
mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Seperti yang
diketahui, di dalam saliva terdapat komponen anti Candida seperti lisozim,
histatin, laktoferin, dan calprotectin,sehingga apabila produksi saliva berkurang
seperti pada keadaan xerostomia dan perokok, maka Candida dapat mudah
berkembang.
Mekanisme infeksi Candida Albikan pada sel inang sangat kompleks.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses infeksi adalah
adhesi, perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa (morfogenesis) dan produksi
enzim hidrolitik ekstraseluler.
a. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Candida albikan ke sel inang.
b. Perubahan bentuk dari ragi ke hifa berhubungan dengan patogenitas dan proses
penyerangan Candida terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan
biofilm sebagai salah satu cara spesies Candida untuk mempertahankan diri
dari obat antifungi. Ada keyakinan bahwa bentuk hifa adalah invasif dan
patogen, sedangkan bentuk ragi tidak bersifat patogen.
c. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyl proteinase juga sering
dihubungkan dengan patogenitas Candida albikan.Enzim ini meningkatkan
kemampuan Candidaalbikan untuk melakukan kolonisasi, melakukan penetrasi
ke jaringan tubuh inang dan menghindar dari sistem imun inang.
Perawatan kandidiasis oral dapat dilakukan dengan cara menjaga
kebersihan rongga mulut, pemberian obat-obatan antifungal, dan sebisa mungkin
menghilangkan faktor predisposisi penyebab kandidiasis oral, seperti mengurangi
kebiasaan merokok pada pasien. Kebersihan rongga mulut dapat dijaga dengan
membersihkan daerah mukosa bukal, menyikat gigi, lidah, dan membersihkan gigi
tiruan bagi yang memakainya.
Pengobatan farmakologis kandidiasis oral yang digunakan dalam kasus ini
adalah antifungal Polyenes, yakni Nystatin. Nystatin merupakan antibiotik polien
yang dihasilkan oleh Streptomyces noursei. Nystatin menghambat pertumbuhan
berbagai jamur dan ragi, tetapi tidak aktif terhadap bakteri, protozoa, dan
virus.Nystatin hanya akan diikat oleh jamur atau ragi yang sensitif. Cara kerjanya





23

melibatkan ikatan nystatin dengan sterol membran jamur, terutama ergosterol.
Akibat terbentuknya ikatan antara sterol dengan nistatin akan mengganggu
permeabilitas membran sel dan mengganggu proses transport, mungkin dengan
membentuk pori. Hal ini menyebabkan hilangnya kation dan makromolekul dari
dalam sel (Siswandono dan Soekardjo; Katzung, Ganiswarna,G Sulistia.,dalam
Anne,2000).
Pencegahan oral candidiasis dapat dilakukan dengan beberapa tindakan
yaitu sebagai berikut: (1).Memelihara kesehatan mulut dengan menyikat gigi dua
kali sehari, berkumur dengan antiseptic mouthwash setelah menyikat gigi. (2).
Mengonsumsi makanan yang baik dengan mengurangi atau menghindari gula
karena merupakan makanan bagi Candida, mengurangi dan menghindari alkohol
karena alkohol mengubah gula dan mempercepat pertumbuhan Candida,
mengonsumsi banyak bawang putih karena merupakan anti jamur alami,
mengonsumsi susu atau yoghurt yang mengandung bakteri Acidophilus karena
membantu menjaga keseimbangan tubuh dan melawan mikroorganisme
pengganggu seperti Candida.

Fase Bedah
Setelah perawatan pada fase pre eliminary dan etiotropik selesai
dilakukan, dapat dilanjutkan dengan perawatan fase bedah. Fase bedah dilakukan
atas persetujuan pasien, tindakan yang dilakukan antara lain

Kuretase Gingiva pada Gigi 16, 32, 43, 46, 47
Tindakan kuretase adalah pengambilan atau mengerok dinding poket
periodontal untuk menghilangkan jaringan lunak yang terinflamasi. Dasar
tindakan kuretase adalah kuretase dapat menghilangkan seluruh atau sebagian
besar jaringan epitel dan jaringan dibawah junctional epithelium sehingga
memperoleh perlekatan baru (new attachment) serat-serat periodontal ke
permukaan periodontal. Indikasi tindakan kuretase adalah menghilangkan
supraboni poket yang lokasinya mudah terjangkau dan memiliki dinding yang
terinflamasi, oedematus, dan dapat mengalami shrinkage (pengerutan) serta





24

mendapat new attachment pada saku infraboni dengan kedalaman sedang (dapat
terjangkau oleh hand instrument/tanpa pembedahan) yang berada pada sisi yang
aksesibel dimana bedah tertutup diperhitungkan lebih menguntungkan
(Carranza et al., 2010).

Sebelum dilakukan prosedur kuretase, dilakukan pengecek kembali plak,
kalkulus, serta pocket pada gigi 16, 32, 43, 46, 47 pada tahapan evaluasi. Apabila
kedalaman sulkus masih melebih ambang normal maka dapat dilakukan prosedur
kuretase gingiva pada gigi-gi yang terindikasi. Namun, apabila telah didapatkan
kedalaman sulkus normal (< 3mm), maka perawatan kuretase tidak perlu
dilakukan.

Ekstraksi pada gigi 12
Secara klinis gigi 12 tidak dapat dilakukan pemeriksaan pada gigi dan
jaringan periodontalnya, khususnya saat pemeriksaan probing depth karena
terhalang oleh akrilik gigi tiruan yang tidak baik. Berdasarkan pemeriksaan
rontgenologis, didapatkan bahwa kerusakan tulang alveolar pada gigi 12 telah
mencapai 2/3 apikal. Walaupun tidak ada kegoyangan pada gigi, hal tersebut bisa





25

disebabkan oleh faktor gigi tiruan yang dipakai oleh pasien memberikan retensi
yang cukup kuat terhadap gigi dan jaringan penyangganya. Namun, dari foto
rontgen juga didapatkan resorbsi pada puncak tulang alveolar, sehingga untuk
prognosa keberhasilan perawatan gigi tersebut adalah poor prognosis.
Oleh karena itu alternatif terbaik yang dapat dilakukan pada gigi 12 adalah
ekstraksi, yang dilanjutkan dengan pembuatan gigi tiruan sebagian lepasan.
Odontektomi gigi 38
Pada fase ini dilakukan proses persetujuan tindakan medic oleh pasien,
setelah itu dilakukan penilaian indeks kesulitan dari gigi 38 yang impaksi. Dari
hasil pemeriksaan penunjang rontgen foto, didapatkan nilai seperti pada table
Klasifikasi Nilai
Hubungan ruang :
Horizontal/melintang

2
Kedalaman :
Level A

1
Hubungan dengan ramus :
Klas II

2
Indeks Kesulitan 5 (Kesulitan sedang)
Setelah didapatkan nilai indeks kesulitan tersebut, dapat dilakukan
odontektomi pada gigi 38 sesuai dengan yang direncanakan.

Fase Restoratif
Perawatan selanjutnya adalah fase restoratif. Perawatan restoratif dengan
mengganti gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) rahang atas pada gigi Pemilihan
GTSL pada pasien didasarkan pada
1. Usia pasien masih muda.
2. Mencegah ekstrusi gigi antagonisnya.
3. Oral Hygiene pasien yang buruk sehingga tidak memungkinkan penggunaan
gigi tiruan jembatan (GTJ) karena dapat memperparahan keadaan jaringan
periodontal.
4. Keadaan social ekonomi pasien tidak menunjang untuk perawatan ortodonti





26

Kelebihan dari GTSL adalah pasien bisa melepas sendiri gigi tiruan yang
digunakan sehingga bisa dibersihkan sewaktu-waktu. Tujuan pembuatan GTSL
adalah untuk mengembalikan fungsi mastikasi, estetik, fonetik dan memelihara
kesehatan jaringan rongga mulut yang tersisa. ian posterior maupun anteriornya
dan unilateral (Haryanto dkk., 1991).

Gambar desain GTSL rahang atas
Keterangan gambar:
Warna merah merupakan basis gigi tiruan dari bahan akrilik
Warna biru merupakan gigi tiruan pengganti pada gigi 12
Warna hijau merupakan klamer yang digunakan sebagai retensi pada gigi
tiruan. Klamer yang digunakan adalah half jackson pada gigi 14 dan 24

Pada kasus penderita ditemukan maloklusi dan memerlukan perawatan.
Tingkat keparahan maloklusi dihitung dengan PAR Index. Selain mengukur
keberhasilan perawatan ortodonti, indeks PAR juga dapat digunakan untuk
mengukur keparahan maloklusi. Keparahan maloklusi diukur berdasarkan jumlah
skor akhir yang ditentukan menurut kriteria dibawah ini:
1. Skor 0 kriteria oklusi ideal
2. Skor 1-16 kriteria maloklusi ringan
3. Skor 17-32 kriteria maloklusi sedang
4. Skor 33-48 kriteria maloklusi parah
5. Skor > 48 kriteria maloklusi sangat parah.





27

Komponen Penilaian Indeks PAR memiliki 11 komponen, masing-masing
komponen memiliki beberapa skor yang dinilai dengan kriteria tertentu
berdasarkan keparahannya Dari 11 komponen pada tabel di atas, terdapat 5
komponen utama dalam pemeriksaannya, masing-masing komponen tersebut
dinilai dan diberi bobot bedasarkan besaran yang telah ditentukan. Setiap skor
komponen diakumulasikan dan dikalikan bobotnya masing-masing, sehingga
menghasilkan jumlah skor akhir dari 5 komponen utama yang digunakan.
Lima komponen utama yang diperiksa beserta bobotnya adalah
1. Penilaian skor segmen anterior, bobotnya 1
2. Penilaian skor oklusi bukal, bobotnya 1
3. Penilaian skor overjet, bobotnya 6
4. Penilaian skor overbite, bobotnya 2
5. Penilaian skor garis median, bobotnya 4

Komponen Penilaian PAR Index










28


1. Penilaian skor segmen anterior.
Pengukuran pergeseran titik kontak dimulai dari mesial gigi kaninus kiri
ke titik kontak mesial gigi kaninus kanan rahang atas dan bawah. Penilaian
skor pada kasus ini yaitu mengukur gigi berjejal (crowded), berjarak
(spacing), dan impaksi gigi (impacted teeth). Gigi kaninus yang impaksi
dicatat pada segmen anterior rahang atas dan rahang bawah (Tabel 2).

Gambar :Tabel penilain skor pergeseran titik kontak
Pada RA pasien terdapat
- spacing sebesar 2mm = 1
- impaksi caninus = 5
Pada RB terdapat
- croding sebesar 12mm = 4
Total skor = 10 x 1
= 10
2. Penilaian skor oklusi bukal.
Penilaian skor ini dicatat dalam keadaan oklusi gigi posterior di sisi kiri
dan kanan mulai dari gigi kaninus ke molar terakhir dengan cara melihat
dalam tiga arah yaitu, anteroposterior, vertikal dan transversal (Tabel 3)





29


Pada model pasien
Anteroposterior: kelainan kurang dari setengah unit = 1
vertikal : gigitan terbuka 2 gigi dengan jarak lebih dari 2 mm = 1
tranversal : crossbite pada salah satu gigi =2
total = 4 X 1 = 4

3. Penilaian skor overjet.
Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus. Penilaian dilakukan dengan
menempatkan penggaris indeks PAR sejajar dataran oklusal dan radial
dengan lengkung gigi . Jika terdapat dua insisivus yang crossbite dan
memiliki overjet 4 mm, skornya adalah 3 (untuk crossbite) ditambah 1
(untuk overjet 4 mm), sehingga total skornya adalah 4. Tabel penilaian
skor overjet dapat dilihat pada tabel





30


Tabel 4 skor penilaian overjet
Pada pasien
Overjet: pada 11 thdp 41 sebesar 4 mm skor = 1
Terdapat overbite pada satu gigi skor = 2
Total skor =3 X 6
= 18

4. Penilaian skor overbite.
Penilaian skor ini untuk semua gigi insisivus yang dinilai dari jarak
tumpang tindih dalam arah vertikal gigi insisivus atas terhadap panjang
mahkota klinis gigi insisivus bawah dan dinilai berdasarkan besarnya
gigitan terbuka (Tabel 5). Skor yang dicatat adalah nilai overbite yang
terbesar diantara gigi insisivus.





31


Tabel 5 Skor penilaian overbite
Pada pasien
Terdapat gigitan terbuka 1 mm skor
=
1
Overbite: besar penutupan kurang dari 1/3 tinggi mahkota insisivus
bawah= 0
Total = 1 X2 = 2

5. Penilaian skor garis median.
Penilaian skor ini dinilai dari hubungan garis tengah lengkung gigi atas
terhadap lengkung gigi bawah. Garis tengah lengkung gigi diwakili oleh
garis pertemuan kedua gigi insisivus pertama atas terhadap garis
pertemuan kedua gigi insisivus bawah (Tabel 6). Jika gigi insisivus bawah
sudah dicabut penilaian skor garis median tidak dicatat

Tabel 6 skor penilaian garis median
Pada pasien





32

Terdapat pergeseran > lebar insisivus RB =2
Total skor = 2 x 4 = 8
Jumlah perhitungan indeks PAR = 10 + 4 + 18 + 2 + 8 = 42
Jadi berdasarkan perhitungan PAR index pada pasien termasuk Maloklusi
Parah

Pada kasus pasien ini, penggunaan alat ortodonti lepasan kurang efisien
dikarenakan gerakan yang dihasilkan terbatas sehingga untuk rencana perawatan
terhadap maloklusinya kita hanya sebatas melakukan promotive ortodontik dan
merujuk ke spesialis ortodonsia untuk melakukan tindakan bedah impaksi caninus
exposure caninus dan pesawat ortodontik cekat. Promotive ortodontik ini
meliputi:
- Menjelaskan Alat ortodontik cekat memberikan kekuatan yang kontinyu
dan dapat menggerakkan gigi ke segala arah. Setelah dipasang,maka
tekanan terhadap gigi langsung terjadi yang mengakibatkan rasa sakit,
yang akan hilang setelah beberapa hari (Wartadho dalam Danan, 2010).
- penyampaian informasi yang menjelaskan bahwa perawatan ini dilakukan
untuk mengoreksi maloklusi yang ada, membutuhkan waktu perawatan
yang cukup lama dan harus memberikan perhatian lebih dalam menjalani
praktik kebersihan gigi dan mulut.
- Hal- hal yang perlu diperhatikan apabila pasien menjalani perawatan
ortodontik antara lain kontrol rutin yang dilakukan setiap 3 minggu sekali,
pembersihan karang gigi secara berkala, dan juga penggunaan sikat gigi
dengan desain khusus. Pasien harus lebih rajin dan teliti melakukan
pembersihan dan penyikatan gigi dan alat ortodontiknya selama perawatan
karena alat ortodontik di dalam mulut mempermudah terjadinya
penimbunan sisa makanan yang menempel pada gigi dan alat ortodontik
tersebut (Wayan dalam Danan, 2010).
( Danan, Fredy. 2010. Perbedaan Status Kesehatan Mulut Pada Orang Yang
Memakai Alat Ortodontik Cekat Dan Tidak Memakai Alat Ortodontik. Skripsi.
Surakarta: FK UNS).





33

Perawatan rehabilitatif memiliki tujuan utama untuk mengembalikan
fungsi stomatognatik dalam rongga mulut pasien. Sebagai operator harus dapat
menjelaskan macam dan jenis perawatan terbaik kepada pasien, yang terutama
didasarkan pada pertimbangan medis dan hasil pemeriksaan. Tetapi dalam
menentukan macam perawatan yang akan dilakukan pasien memiliki hak
autonom, yaitu hak memilih perawatan apa yang diinginkan dan diprioritaskan
sesuai keinginan pasien. Faktor sosial ekonomi pasien juga harus dijadikan
pertimbangan oleh operator dalam menentukan macam perawatan yang
dilakukan.

Kontrol Periodik
Rencana perawatan yang terakhir dilakukan pada kasus ini adalah kontrol
periodik. Kontrol periodik bertujuan untuk melihat akumulasi plak dan kalkulus
lebih lanjut dengan melakukan kontrol minimal 6 bulan sekali. Hal ini dilakukan
karena kalkulus bisa saja terbentuk kembali walaupun cara menyikat gigi pasien
sudah baik dan benar. Selain itu, juga untuk mengevaluasi kondisi jaringan
periodontal semakin membaik atau semakin parah, sehingga diketahui kebutuhan
pasien perlu dilakukan konsul ke spesialis periodonsia atau tidak. Evaluasi kondisi
protesa pasien yaitu gigi tiruan sebagian lepasan serta melihat kondisi jaringan
rongga mulut pasien atau kelainan-kelainan lain yang mungkin timbul dikemudian
hari.









34

DAFTAR BACAAN

Amelia, Yulida. 2009. Penetapan Kadar Zat Aktif Parasetamol dalam obat
Sediaan Oral dengan Metode Kromatografi Cair. FMIPA.USU: Medan

American Academy of Pediatric Dentistry. 2004. Treatment of Plaque-Induced
Gingivitis, Chronic Periodontitis, and Other Clinical Conditions.
Reference Manual V.35/No.6.13/14. Chicago.

Andryani, Suli.2001.Kandidiasis Oral Pada Pasien Tuberkulosis Paru
AkibatPemakaian Obat Antibiotik Dan Steroid ( Laporan Kasus).
http://resository.usu.ac.id/handle/123456789/23362 [ 11 Februari 2014]

Baum, L., Philips., dan Lund. 1997. Buku Ajar Ilmu Konservasi Gigi. EGC:
Jakarta

Carranza, A. Fermin, Takei, H. Henry, and Newman, G Michael, 2002. Clinical
Periodontology. Saunders Company: USA.

Decker RT.1998.Oral Manifestations of Nutrient Deficiencies.ADA
JOurnal.355361

Grossman, L. I., Oliet, S., dan Rio C.E.D. 1995. Ilmu Endodontik dalam Praktek.
EGC: Jakarta.

Gunadi, H,. Margo, Anton,. Burhan, Lusiana,. Suryatenggara, Freddy,. 1991. Ilmu
Geligi Tiruan Sebagian Lepasan. Hipokrates : Jakarta

Haryanto, A.G., 1995, Buku Ajar Ilmu Gigi Tiruan Sebagian Lepasan, Jilid
II,Cetakan I, Hipokrates: Jakarta.





35

Hasibuan, Sayuti.2002. Keluhan Mulut Kering Ditinjau Dari Faktor Penyebab,
Manifestasi Dan Penanggulangannya. Fakultas Kedokteran Gigi USU.
Sumatera Utara

Hawkins RJ.2000. Oral hygiene knowledge of high-risk grade one children: an
evaluation of two methods of dental health education. J community
Dentistry and Epidemiology 28: 33643.

Kodim Nasrin. 2003. Hipertensi: Yang Besar Yang diabaikan,
@tempo.interaktif.com

Krismariono,Agung. Prinsip-prinsip dasar scaling dan root planing dalam perawatan periodontal.
Periodontic Journal, Vol. 1 No. 1 July-Dec 2009; 1-5


Langlais, Robert. 1998. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim.
Jakarta: Hipokrates

Mansjoer, Arief. 2010. Pemilihan Obat untuk Ibu Menyusui. Kapita Selekta
Kedokteran FK UI: Jakarta

Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Ed.3 Jilid I. Jakarta: FKUI
Media Aesculapius

Mycek, mary J. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar. Widya Medika: Jakarta

Notoatmodjo S. 2003. Pendidikan dan perilaku kesehatan. Edisi 1. Jakarta:
RinekaCipta

Pedersen, Gorden. 1996. Buku Ajar Bedah Mulut. EGC : Jakarta.






36

Raharjo, Puji. 2000. Penatalaksanaan Pasien Hipertensi dan Pelayanan Penyakit
Gigi. Dalam Penyakit Ginjal dan Hipertensi Berkaitan Dengan Perawatan
Gigi dan Mulut. Jakarta: EGC

Shaddox, Walker., Putnins, Edward E. 2000. Treating Chronic Periodontitis:
Current Status, Challenge, and Future Directions. Clinical, Cosmetic and
Investigational Dentistry. 2010:2. DovePress.

Smeltzer, C Suzanne dan Bare, Brenda G. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Ed 8 Vol.2. Jakarta: EGC

Supariasa, I Dewa Nyoman.2001.Penilaian Status Gizi. Jakarta:EGC

Suryatenggara, F., Gunadi, H. A., Margo, A. Burhan, L. K., dan Setiabudi, I.
1991. Buku Ajar Ilmu geligi Tiruan Sebagian Lepasan. Hipokrates:
Jakarta.

Tirahningrum, P., Kumala, Y. R., Maulidia, B. V. 2007. Hubungan antara OHI-s
dengan indeks DNF-T pada siswa kelas 5 di SDN blimbing III Kota
Malang.

Wiebe, Colin B., Putnins, Edward E. 2000. The Periodontal Disease Classification
System of The American Academy of Periodontology An Update.
J.Can.Dent.Assoc

Yogiantoro M. 2006. Hipertensi Esensial Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam.








37

LAMPIRAN

Lampiran 1. Desain Utama Gigi Tiruan Sebagian Lepasan Rahang Atas



Keterangan gambar:
Warna merah merupakan basis gigi tiruan dari bahan akrilik
Warna biru merupakan gigi tiruan pengganti pada gigi 12
Warna hijau merupakan klamer yang digunakan sebagai retensi pada gigi
tiruan. Klamer yang digunakan adalah half jackson pada gigi 14 dan 24

Lampiran 2. Desain Preparasi Kavitas Gigi 16







38


Lampiran 3. Gigi 46




Lampiran 9.













39

Anda mungkin juga menyukai