Anda di halaman 1dari 15

Trigger 1

Tn. TD, 50 tahun, datang ke poli dengan keluhan pilek. Pilek diderita pasien sejak
3 bulan yang lalu dan sering kambuh meskipun telah minum obat. Pilek semakin
bertambah sejak 1 bulan yang lalu disertai mimisan/keluar darah dan suara serak.
Pasien mengatakan gejala semakin bertambah dengan disertai nyeri kepala dan
leher. Ketika dilakukan pemeriksaan teraba pembengkakan kelenjar getah bening
di leher sebelah kiri dengan lebar 3cm. Pasien juga mengatakan sejak muda suka
merokok dan ada satu orang di keluarga pasien yang menderita sakit seperti yang
diderita pasien saat ini. Pasien diindikasikan untuk dilakukan Nasoscopy dan
Biopsi.

SLO (Student Learning Object)
1. Definisi
Karsinoma nasofaring atau sering disebut dengan KNF adalah tumor
ganas yang tumbuh di daerah nasofaring, berasal dari Fossa Rosenmuller
pada nasofaring yang merupakan daerah transisional dimana epitel kuboid
berubah menjadi epitel skuamosa. Predileksi dari karsinoma nasofaring
berada pada cekungan Rosenmuller dan tempat bermuaranya saluran
Eustachii yang menghubungkan liang telinga tengah dengan ruang faring.
Nasofaring merupakan rongga yang mempunyai batas-batas sebagai
berikut :
Atas : Basis kranii.
Bawah : Palatum mole
Belakang : Vertebra servikalis
Depan : Koane
Lateral : Ostium tubae Eustachii, torus tubarius, fossa rosenmuler (resesus
faringeus).
Pada atap dan dinding belakang Nasofaring terdapat adenoid atau tonsila
faringika.
Diagnosis dini untuk menentukan prognosis penderita karsinoma
nasofaring ini cukup sulit dilakukan. Hal ini dikarenakan letak dari nasofaring
yang tersembunyi dibelakang tabir langit-langit dan terletak dibawah dasar
tengkorak serta berhubungan dengan banyak daerah penting di dalam
tengkorak dan ke lateral maupun ke posterior leher.












Gambar 1. Anatomi hidung, dimana terdapat nasofaring

2. Etiologi
Karsinoma nasofaring disebabkan oleh adanya infeksi dari Virus
Epstein Barr (EBV) atau juga biasa disebut Human herpes virus (HHV-4),
yaitu suatu virus yang berasal dari keluarga herpes (yang masih termasuk
dalam virus Herpes simpleks dan Cytomegalovirus). EBV dinamai menurut
Mikhael Epstein dan Yvonne Barr, yang bersama-sama dengan Bert Achong
menemukan virus ini pada tahun 1964.
EBV adalah suatu virus herpes yang replikat-replikat utamanya ada di
beta-lymphocytes tetapi juga ada di sel epitelium kerongkongan dan saluran
parotid. Penyebaran infeksi ini biasanya melalui air liur dan memiliki masa
inkubasi selama empat sampai delapan minggu. Namun disisi lain, saat virus
tersebut dapat masuk ke dalam tubuh dan dapat tetap tinggal disana tanpa
menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang lama. EBV ini dapat
aktif apabila terdapat banyak faktor pemicu.
EBV ditularkan secara per oral, yang umumnya ditularkan melalui
saliva. Kemudian menginfeksi epitel nasofaring dan limfosit B. Peran
patogenesis karsinoma nasofaring bermula pada saat terjadinya kegagalan
imunitas spesifik EBV dan juga pada penderita immunodeficiencies tanpa
manifestasi klinik.

3. Epidemiologi
Urutan tertinggi penderita kanker nasofaring adalah ras/suku
Mongoloid, yaitu 2500 kasus per tahun. Kejadian tersebut diduga disebabkan
karena mereka memakan makanan yang diawetkan dalam musim dingin
dengan menggunakan bahan pengawet Nitrosamine.
Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7 kasus baru
per tahun per 100.000 penduduk. Catatan dari berbagai rumah sakit
menunjukkan bahwa KNF menduduki urutan ke empat setelah kanker leher
rahim, kanker payudara dan kanker kulit. Tetapi seluruh bagian THT (telinga
hidung dan tenggorokan) di Indonesia sepakat mendudukan KNF pada
peringkat pertama penyakit kanker pada daerah ini. Hasil pendataan di
sejumlah RS memperlihatkan ada rata-rata 100 kasus baru kanker nasofaring
per tahun dan angka kasus pria 2,18 kali lebih tinggi dibanding perempuan.

4. Manifestasi Klinis
Gejala kanker nasofaring dapat dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Gejala nasofaring sendiri berupa mimisan ringan (keluar darah lewat
hidung) / sumbatan hidung. Ini terjadi jika kanker masih dini.
- Epitaksis: rapuhnya mukosa hidung sehingga mudah terjadi perdarahan
- Sumbatan hidung: sumbatan menetap karena pertumbuhan tumor ke
dalam rongga nasofaring dan menutupi koana. Gejalanya: pilek kronis,
ingus kental, gangguan penciuman
2. Gejala telinga merupakan gejala dini yang timbul karena tempat asal tumor
dekat muara tuba Eustachius (saluran penghubung hidung-telinga).
Gejalanya berupa telinga berdengung, rasa tidak nyaman di telinga, sampai
nyeri.
3. Gejala mata dan saraf, dapat terjadi sebagai gejala lanjut karena nasofaring
berhubungan dekat dengan rongga tengkorak tempat lewatnya saraf otak.
Gejala dapat berupa nyeri kepala, nyeri di bagian leher dan wajah
(neuralgia trigeminal), pandangan kabur, penglihatan ganda (diplopia).
4. Gejala metastasis/menyebar/gejala di leher
Berupa bengkak di leher karena pembengkakan kelenjar getah bening.
Limfadenopati servikal: melalui pembuluh limfe, sel-sel kanker akan
mencapai kelenjar limfe dan bertahan disana. Dalam kelenjar ini, sel
tumbuh dan berkembang biak hingga kelenjar membesar dan tampak
benjolan di leher bagian samping, lama kelamaan karena tidak dirasakan
kelenjar akan berkembang dan melekat pada otot sehingga sulit digerakkan.

Stadium Kanker
- Stage 0
Sel abnormal ditemukan di nasofaring, sel abnormal ini bisa
berkembang menjadi kanker dan menyebar ke sel/jaringan di
sekitarnya.
- Stage 1
Kanker sudah terbentuk namun hanya ditemukan di nasofaring dan
menyebar dari nasofaring ke orofaring dan atau ke nasal cavity.
- Stage 2
Kanker menyebar dari nasofaring ke orofaring dan atau ke nasal
cavity. Kanker menyebar ke satu atau lebih kelenjar limfa di satu sisi
leher. Di belakang faring pembengkakan bisa sampai 6 cm atau lebih
kecil.
- Stage 3
Ditemukan di nasofaring atau sudah menyebar ke orofaring atau nasal
cavity. Menyebar ke satu atau lebih kelenjar limfa di kedua sisi leher.
Pembengkakan 6 cm atau lebih kecil. Di temukan di parapharyngeal
space, menyebar ke satu atau lebih kelenjar limfe di kedua sisi leher.
Telah menyebar ke tulang atau sinus. Menyebar ke satu atau lebih
kelenjar limfe di kedua sisi leher atau kelenjar limfe di belakang
faring. Pembengkakan 6 cm atau lebih kecil.
- Stage 4
1. Stage 4A
Kanker menyebar melebihi nasofaring dan kemungkinan telah
menyebar ke cranial nerve, hipofaring dan atau tulang di sekitar
mata. Menyebar ke satu atau lebih kelenjar limfe di kedua sisi
leher atau di belakang faring. Pembengkakannya 6 cm atau lebih
kecil.
2. Stage 4B
Kanker telah menyebar di kelenjar limfe diantara tulang selangka
dan di atas bahu. Pembengkakan lebih dari 6 cm.
3. Stage 4C
Kanker telah menyebar di kelenjar limfe ke bagian lain dari tubuh.

5. Patofisiologi
Proses terjadinya penyakit kanker berlangsung dalam tahapan tahapan
yang disebut sebagai mekanisme karsinogenesis. Keganasan pada umumnya
dapat terjadi melalui dua mekanisme yaitu, pertama pemendekan waktu siklus
sel sehingga akan menghasilkan lebih banyak sel yang diproduksi dalam
satuan waktu. Kedua, penurunan jumlah kematian sel akibat gangguan pada
proses apoptosis.
Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan, dan
diferensiasi sel diatur oleh gen yang disebut protoonkogen yang dapat
berubah menjadi onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat
menyebabkan kanker karena memicu pertumbuhan dan pembelahan sel
secara patologis.






















Gambar 2. Patofisiologi Kanker Nasofaring

6. Faktor risiko
Ada beberapa faktor risiko dari kanker nasofaring, diantaranya:
1. Genetik
Kanker nasofaring dapat ditularkan jika mempunyai garis keturunan
penderita kanker nasofaring.
2. Lingkungan
Kanker nasofaring dapat muncul apabila sering mengisap uadara yang
penuh asap atau rumah yang pergantian udaranya kurang baik. Sering
kontak dengan zat-zat yang dianggap karsinogen seperti benzopyrenen,
benzoathracene (sejenis hidrokarbon dalam arang batubara), gas kimia, asap
industri, dan asap kayu.
3. Pola hidup
Sering mengkonsumsi makanan dan minuman yang panas atau bersifat
panas dan merangsang selaput lendir, seperti yang mengandung alkohol.
Selain itu, sering mengisap asap rokok, asap minyak tanah, dan asap obat
nyamuk. Sering mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung bahan
pengawet, termasuk makanan yang diawetkan dengan cara diasinkan atau
diasap. Contohnya ikan asin yang didalamnya terdapat nitrosamin.
Konsumsi ikan asin berlebih serta pemaparan zat-zat karsinogen dapat
mengaktifkan virus Epstein Barr (VEB).
4. Jenis kelamin
Laki-laki 2 kali lebih berpotensi menderita penyakit kanker nasofaring
dibandingkan wanita.
5. Usia
Kanker nasofaring lebih sering menyerang seseorang yang berusia di atas 30
tahun. Meskipun beberapa faktor resiko kanker nasofaring tidak dapt
dikontrol, ada beberapa yang dapat dihindari dengan melakukan perubahan
gaya hidup.

7. Penatalaksanaan Medis :
a. Pencegahan
1. Ciptakan lingkungan hidup dan lingkungan kerja yang sehat, serta
usahakan agar pergantian udara lancar
2. Hindari polusi udara, seperti kontak dengan gas hasil zat-zat kimia,
asap industri, asap kayu, asap rokok, asap minyak tanah dan polusi lain
yang dapat mengaktifkan virus Epstein Barr
3. Hindari mengkonsumsi makanan yang diawetkan, makanan yang panas
atau makanan yang merangsang selaput lendir
4. Ubahlah gaya hidup dengan hidup sehat, berfikir positif, cukup
istirahat, berolahraga secara teratur
b. Pengobatan
1. Radioterapi
Penatalaksanaan pertama untuk kanker nasofaring adalah radioterapi
dengan atau tanpa kemoterapi. Sampai saat ini pengobatan pilihan
terhadap tumor ganas nasofaring adalah radiasi, karena kebanyakan
tumor ini tipe anaplastik yang bersifat radiosensitif. Radioterapi
dilakukan dengan eksterna, dapat menggunakan pesawat kobalt (Co60)
atau dengab akselerator linier (linier Accelerator atau linac).
2. Kemoterapi
Kemoterapi sebagai terapi tambahan pada kanker nasofaring ternyata
dapat meningkatkan hasil terapi. Terutama diberikan pada stadium
lanjut atau pada keadaan kambuh.
3. Operasi
Tindakan operasi pada penderita kanker nasofaring berupa diseksi leher
radikal dan nasofaringektomi. Diseksi leher dilakukan jika masih ada
sisa kelenjar pasca radiasi atau adanya kelenjar dengan syarat bahwa
tumor primer sudah dinyatakan bersih yang dibuktikan dengan
pemeriksaan radiologikdan serologi. Nasofaringektomi merupakan
suatu operasi paliatif yang dilakukan pada kasus-kasus yang kambuh
atau adanya residu pada nasofaring yang tidak berhasil diterapi dengan
cara lain.
4. Imunoterapi
Dengan diketahuinya kemungkinan penyebab dari kanker nasofaring
adalah VEB, maka pasien bisa diberikan imunoterapi yaitu dengan
mengambil sampel darah tepi dari penderita, yang kemudian melalui
suatu proses imunohistokimia, dibuat suatu vaksin yang kemudian
diinjeksikan kembali ke tubuh pasien dimana diharapkan melalui
injeksi vaksin tersebut, tubuh akan mmemberikan reaksi imunitas baru
terhadap VEB. Namun teknik ini masih dalam penelitian sehingga
belum dapat digunakan dalam terapi kanker nasofaring.

8. Tes Diagnostik
a. Nasofaringoskopi
b.Untuk diagnosis pasti ditegakkan dengan Biopsi nasofaring dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu dari hidung dan mulut. Dilakukan dengan anestesi
topikal dengan Xylocain 10 %.
c.Pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher untuk mengetahui
keberadaan tumor sehingga tumor primer yang tersembunyi pun akan
ditemukan.
d. Pemeriksaan Serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk mengetahui
infeksi virus E-B.

9. Komplikasi
- Limfadenopati servikal
- Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar
1. Perluasan ke atas : ke N.II dan N. VI, keluhan diplopia, hipestesi pipi
2. Sindrom petrosfenoid terjadi jika semua saraf grup anterior terkena dengan
gejala khas :
Neuralgia trigeminal unilateral
Oftalmoplegia unilateral
Amaurosis
Gejala nyeri kepala hebat akibat penekanan tumor pada duramater
3. Perluasan ke belakang : N.VII-N.XII, trismus, sulit menelan,
hiper/hipo/anestesi palatum,faring dan laring,gangguan respirasi dan salvias,
kelumpuhan otot trapezius, stenokleidomastoideus, hemiparalisis dan atrofi
sebelah lidah
- Gejala akibat metastase jauh
Komplikasi berupa metastasis jauh ke tulang, hati, dan paru dengan gejala
khas nyeri pada tulang, batuk-batuk dan gangguan fungsi hati.

10. Asuhan Keperawatan
a. Analisa Data
DATA ETIOLOGI
MASALAH
KEPERAWATAN
DS: Klien mengeluh
nyeri pada kepala dan
leher
DO: Pembengkakan
kelenjar getah bening
di leher sebelah kiri
sebesar 3 cm

Nyeri Akut
DS: Klien mengeluh
pilek selama disertai
mimisan
DO: Peningkatan
jumlah mukus pada
hidung


Gangguan bersihan
jalan nafas
DS: Klien mengeluh
serak dan nyeri pada
leher
DO: Pembengkakan
kelenjar getah bening
pada leher
Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari
kebutuhan
DS:


DO:




Risiko infeksi
DS: Klien mengeluh
pilek selama 3 bulan
dan sering kambuh
meskipun telah
minum obat
DO: Terdapat gejala-
gejala yang
mengindikasikan
kanker
- Defisiensi
pengetahuan

b. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera (infeksi virus dan
pembengkakan kelenjar getah bening)
2. Gangguan bersihan jalan nafas berhubungan dengan merokok, sekresi
yang tertahan, dan mukus dalam jumlah berlebihan
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan faktor biologis (pembengkakan kelenjar getah bening) dan
kesulitan menelan makanan
4. Risiko infeksi berhubungan dengan imunitas yang tidak adekuat,
prosedur invasif, dan malnutrisi
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan salah interpretasi
informasi dan tidak familiar dengan sumber informasi


c. Intervensi
Diagnosa
Keperawatan
Tujuan dan
Kriteria hasil
Intervensi Rasional
Nyeri akut Setelah
dilakukan askep
selama 3 x 24
jam tingkat
kenyamanan
klien meningkat.
KH:
- Klien
melaporkan
kenyamanan dan
nyeri berkurang
- TD 120/80
mmHg
- N: 60-100
x/mnt
- RR: 16-
20x/mnt
1. Lakukan pegkajian
nyeri secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan
faktor presipitasi.

2. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan.

3. Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri
klien sebelumnya.


4. Kontrol faktor
lingkungan yang
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan.


5. Kurangi faktor
presipitasi nyeri.

6. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologis/non
farmakologis).

7. Ajarkan teknik non
farmakologis
(relaksasi,
distraksi dll)


8. Berikan analgetik
untuk mengurangi
Mengetahui
nyeri yang
dirasakaan klien
secara akurat




Mengetahui
adanya nyeri


Memberikan
tambahan
informasi terkait
nyeri yg
dirasakan


Mengurangi
nyeri dari faktor
lingkungan





Sebagai kontrol
nyeri

Melakukan
management
nyeri yang
sesuai

Mengurangi
nyeri secara
non-
farmakologis


Mengurangi
nyeri secara
nyeri.


9. Evaluasi tindakan
pengurang
nyeri/kontrol nyeri.


10.Kolaborasi dengan
dokter bila ada
komplain
tentang pemberian
analgetik tidak
berhasil.


Farmakologis


Mengetahui
keberhasilan
manajemen
nyeri

Mengambil
tindakan yang
sesuai sebagai
manajemen
nyeri
Gangguan
bersihan jalan
nafas

























Ketidak-
seimbangan
nutrisi:
kurang dari
kebutuhan
Setelah
dilakukan askep
selama
324 jam klien
menunjukan
status nutrisi
adekuat KH:
- BB stabil tidak
terjadi
malnutrisi
- Tingkat energi
1.kaji pola makan
klien



2. Kaji adanya alergi
makanan.



3. Kolaborasi dg ahli
Mengetahui
rutinitas pola
makan klien


Mengetahui
adanya alergi
makanan
tertentu

Menyediakan
adekuat
- Masukan
nutrisi adekuat
gizi untuk penyediaan
klien.


4.Anjurkan klien
untuk meningkatkan
asupan
nutrisinya.


5. Berikan informasi
tentang kebutuhan
nutrisi
dan pentingnya bagi
tubuh klien.

diit yang sesuai



Agar intake
nutrisi adekuat




Membangun
tindakan
koorperatif klien
Risiko infeksi Setelah
dilakukan askep
selama 3
x 24 jam tidak
terdapat faktor
risiko infeksi
pada klien
KH:
- Status imune
klien adekuat
-Bebas dari
gejala
Infeksi
-Angka lekosit
normal (4-
11.000/mm
3
)
1. Monitor tanda dan
gejala infeksi sistemik
dan
lokal.
2. Monitor hitung
granulosit dan WBC.
3. Monitor kerentanan
terhadap infeksi..
4. Pertahankan teknik
aseptik untuk setiap
tindakan.
5. Pertahankan teknik
isolasi bila perlu.
6. Inspeksi kulit dan
mebran mukosa
terhadap
kemerahan, panas,
drainase.
7. Inspeksi kondisi
luka, insisi bedah.
8.Ambil kultur jika
perlu
9. Dorong masukan
nutrisi dan cairan yang
adekuat.
10Dorong istirahat
yang cukup.
11.Monitor perubahan
tingkat energi.

Defisiensi
pengetahuan
Setelah
dilakukan askep
selama
324 jam,
pengetahuan
klien
meningkat.
KH:
1.Tahu Diitnya
2.Proses
penyakit
3 .Konservasi
energi
4 .Kontrol
infeksi
5 .Pengobatan
6 .Aktivitas
yang dianjurkan
7. Prosedur
pengobatan
8.
Regimen/aturan
pengobatan
9. Sumber-
sumber
kesehatan
10.Manajemen
penyakit
1. Kaji tingkat
pengetahuan klien dan
keluarga tentang
proses penyakit

2. Dorong klien untuk
menyampaikan
persepsinya


3. Sediakan informasi
yang faktual dan
akurat


4. Diskusikan
perubahan gaya hidup
diperlukan untuk
mencegah
komplikasi di masa
yang akan datang dan
atau kontrol proses
penyakit

7. Diskusikan tentang
pilihan tentang terapi
atau
Pengobatan


8. Jelaskan alasan
dilaksanakannya
tindakan
atau terapi

Menghindari
pengulangan
penyampaian
informasi

Memungkinkan
koreksi saat
terjadi kesalahan
interpretasi

Membantu klien
memahami
kondisinya


Memberikan
pemahaman
terkait
manajemen
penyakit yang
akan diberikan



Membantu klien
memilih
prosedur
pengobatan


Memberikan
informasi serta
membangun
kerja sama
dengan klien

Anda mungkin juga menyukai