Anda di halaman 1dari 47

10

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab 2 ini akan diuraikan secara teoritis mengenai konsep penyakit
dan asuhan keperawatan pada pasien demam typoid. Konsep penyakit yang akan
diuraikan definisi, etiologi, dan cara penanganan secara medis. Asuhan
keperawatan akan diuraikan masalah-masalah yang muncul pada penyakit demam
typoid dengan melakukan asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2.1

Anatomi dan Fisiologi Usus Halus


Menurut Hidayat (2006), demam typoid merupakan penyakit infeksi
yang terjadi pada usus halus.
1. Usus halus
Usus halus adalah tempat berlangsungnya sebagian besar
pencernaan dan penyerapan. Setelah isi lumen meninggalkan usus halus
tidak terjadi lagi pencernaan, walaupun usus besar dapat menyerap
sejumlah kecil garam dan air. Usus halus adalah suatu saluran dengan
panjang sekitar 6,3 m (21 kaki) dengan diameter kecil 2,5 cm (1 inci).
Usus ini berada dalam keadaan bergelung di dalam rongga abdomen dan
terentang dari lambung sampai usus besar. Secara sewenang-wenang usus
halus di bagi menjadi tiga segmen yaitu duodenum, jejenum, ileum
(Sherwood, 2001). Proses pencernaan berakhir pada usus halus dan
produk akhir proses pencernaan akan diserap ke dalam pembuluh darah
dan limfa. Ada tiga sumber sekresi pencernaan di dalam usus halus: hati,
pankreas, dan usus halus itu sendiri (Scanlon, 2006).
2. Bagian usus halus

11

Menurut Syaifuddin (2012),usus halus terdiri dari bagian-bagian berikut


ini:
a. Duodenum: bentuknya melengkung seperti kuku kuda, pada
lengkungan ini terdapat pankreas. Duodenum merupakan bagian 25
cm pertama usus halus
b. Jejenum: memiliki panjang sekitar 2-3 meter berkelok-kelok terdapat
seelah kiri atas dari intestinum minor dengan perantaraan peritonium,
berbentuk kipas (mesenterium).
c. Ileum: memiliki panjang kira-kira 4-5 meter, terletak sebelah kanan
3.

bawah berhubungan dengan sekum.


Fungsi usus halus
Menurut Syaifuddin (2012), fungsi dari usus halus adalah:
a. Menyekresi cairan usus: untuk menyempurnakan pengolahan zat
makanan di usus halus.
b. Menerima cairan empedu dan pankreas melalui duktus kholeduktus
dan uktus pankreatikus.
c. Mencerna makanan: getah usus dan pankreas mengandung enzim
pengubah protein menjadi aasam amino, karbohidrat menjadi
glukosa, lemak menjadi asam lemak dan gliserol. Dengan bantuan
garam empedu nutrisi masuk ke duodenum. Oleh kontraksi kelenjar
empedu pencernaan makanan disempurnakan. Zat makanan
dipecah menjadi bentuk-bentuk yang lebih sederhana yang dapat
diserap melalui dinding usus halus ke dalam aliran darah dan limfe.
d. Mengabsorbsi air garam dan vitamin, protein dalam bentuk asam
amino, karbohidrat dalam bentuk monoksida. Makanan yang telah
diserap tersebut akan dikumpulkan di dalam vena-vena halus
kemudian berkumpul dalam vena yang besar bermuara ke dalam
vena porta langsung dibawa ke hati. Di samping itu melalui sistem

12

saluran limfe, dari seluruh limfe masing-masing akan bermuara ke


dalam saluran limfe yang besar (duktus torasikus) masuk ke dalam
vena jugularis.
e. Menggerakkan kandungan usus: sepanjang usus halus oleh
konntraksi segmental pendek dan bergelombang cepat yang
menggerakkan kandungan usus sepanjang usus menjadi lebih cepat.

Gambar 2.1 Anatomi usus halus (sumber : Dian, 2013)

2.2 Konsep Penyakit


2.2.1 Pengertian Demam Tifoid
Typhoid abdominalis (demam typoid, enteric fever) adalah
penyakit infeksi akut yang biasanya terjadi pada saluran pencernaan
dengan gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan saluran pencernaan,
dan gangguan kesadaran (Dermawan, 2010).
Demam typoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh salmonella typhi (Widoyono, 2008).

13

Typhus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi menular yang


menyerang pada saluran pencernaan di bagian usus halus (Muwarni,
2011).
Dari ketiga pengertian diatas, demam typoid adalah penyakit
infeksi akut yang menyerang saluran pencernaan dan disebabkan oleh
salmonella typhi dengan gejala demam lebih dari 1 minggu.
2.2.2 Etiologi
Menurut Widoyono (2007), penyebab demam typoid adalah bakteri
Salmonella Typhi. Salmonella adalah bakteri gram-negatif, tidak
berkapsul, mempunyai flagella, dan tidak membentuk spora (Widoyono,
2008). Menurut Radji (2010), kuman ini mempunyai tiga antigen, yaitu:
1. Antigen O (somatic), adalah bagian dinding sel bakteri yang tahan
terhadap pemanasan 100oC, alkohol, dan asam. Struktur antigen
somatik

mengandung

lipoposakarida.

Beberapa

diantaranya

mengandung jenis gula yang spesifik. Ntibodi yang terbentuk


terhadap antigen O adalah IgM.
2. Antigen H (flagella), antigen ini mengandng beberapa unsur
imunologik. Pada salmonella, antigen ditemkan dalam 2 fase, yaitu
fase 1 spesifik dan fase 2 tidask spesifik. Antigen H dapat dirusak
oleh asam, alkohol, dan pemanasan diatas 60oC. Antibodi terhadap
antigen H adalah IgG.
3. Antigen Vi (antigen permukaan), merupakan polimer polisakarida
bersifat asam yang terdapat di bagian luar badan bakteri. Antigen H
dapat dirusak oleh asam, fenol, dan pemanasan 60oC selama 1 jam.

14

Gambar : 2.2 Salmonella Typhi (sumber : Andi, 2013)

2.2.3

Manifestasi Klinik
Masa tunas demam typoid berlangsung 10 sampai 14 hari.
Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi. Dalam minggu pertama
penyakit, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya, yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia,
mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk,
dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan
meningkat. Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa
demam, bradikardia relative, lidah yang khas (kotor di tengah, tepi dan
ujung merah atau tremor), hepatomegali, splenomegali, meteroismus,
gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis,
roseolae jarang ditemukan pada orang Indonesia (Sjaifoellah, 2003).

2.2.4

Tanda dan Gejala


Menurut Zulkoni (2011), tanda dan gejala demam typoid adalah :
1. Masa inkubasi
Masa inkubasi dihitung mulai saat pertama kali kuman ini masuk
kemudian tidur sebentar utuk kemudian menyeranag tubuh kita,
masa inkubasi ini berlangsung 7 12 hari, walaupun pada umumnya

15

adalah 10 12 hari. Pada awal penyakit ini penderita mengalami


keluhan berupa :
a. Anoreksia (hilang nafsu makan)
b. Rasa malas
c. Sakit kepala bagian depan
d. Nyeri otot
e. Lidah kotor
f. Gangguan perut (mulas dan sakit)
2. Minggu pertama (awal infeksi)
Setelah melewat masa infeksi 10 14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam
tinggi yang berkepanjangan yaitu 39oC hingga 40oC, sakit kepala,
pusing, pegal pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi
antara 80 100 kali permenit, denyut lemah, pernafasan semakin
cepat dengan gambaran bronkitis, perut kembung dan merasa tak
enak, sedangkan diare dan sembelit silih berganti. Pada akhir minggu
pertama, diare lebih sering terjadi. Lidah pada penderita adalah kotor
ditengah, tepi dan ujung merah serta bergetar atau tremor,
tenggorokan terasa kering dan beradang. Jika penderita ke dokter pada
periode tersebut, akan menemukan gejala gejala diatas yang bisa
saja terjadi pada penyakit penyakit lain juga. Ruam kulit (rush)
umunya terjadi pada hari ketujuh dan terbatas pada abdomen pada
disalah satu sisi dan tidak merata, bercak bercak ros (roseola)
berlangsung antara 3 5 hari, kemudian hilang dengan sempurna.
Roseola terjadi terutam pada penderita golongan kulit putih yaitu
merah tua ukuran 2 4 mm, berkelompok, kelihatan memucat bila
ditekan. Pada infeksi yang berat, limpa menjadi teraba dan abdomen
menjadi distensi.
3. Minggu kedua

16

Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur angsur


meningkat setipa hari, yang biasanya menurun pada pagi hari
kemudian meningkat pada sore atau malam hari. Kerena itu, pada
minggu kedua suhu tubug penderita terus menerus dalam keadaan
tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan penurunan sedikit
pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatifnadi penderita.
Semestinya nadi meningkat bersama dengan peningkatan suhu, saat ini
relatif nadi lebih lambat dibandingkan peningkata suhu tubuh.
Gejala toksemia (ketika kuman sudah masuk aliran darah) semakin
berat yang ditandai dengan gangguan saluran pedengaran. Lidah
tampak kering, merah mengkilat. Nadi semakin cepat sedangkan
tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi lebih sering yang
kadang kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
Pembesaran hati dan limpa. Perut kembung dan sering berbunyi.
Gangguan kesadaran, mengantuk terus menerus, mulai kacau jika
berkomunikasi, dan lain-lain.
4. Minggu ketiga
Suhu tubh berangsur angsur turun dan normal kembali diakhir
minggu. Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila
keadaan membaik, gejala gejala akan berkurang dan suhu mulai
turun. Meskipun demikian justru paada saat ini komplikasi perdarahan
dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari
ulkus.
Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia
memberat dengan terjadinya tanda tanda khas berupa otot otot yang
bergerak terus inkontinensia alvi, dan inkotinensia urin. Meteorisme

17

dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat


diikuti dengan nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika
denyut nadi sangat meningkat disertai peritonitis lokal maupun umum,
maka hal itu menunjukkan telah terjadinya perforasi usus sedangkat
keringat dingin, gelisah, sukar bernafas dan kolaps dari nadi yang
teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan. Degenerasi
miokardial toksik merupakan penyebab umum terjadinya kematian
penderita demam typoid pada minggu ketiga.
5. Minggu keempat
Merupakan stadium penyembuhan meskipun pada awal minggu ini
dapat dijumpai sisa gejala yang terjadi sebelumnya.
2.2.5

Patofisiologi
Penularan salmonella typhi dapar ditularkan melalui berbagai cara,
yang dikenal dengan 5F yaitu; Food (makanan), Fingers (jari tangan atau
kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalaui Feses. Feses dan
muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella
typhi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat dimana lalat akan hinggap di makanan yang akan dimakan
oleh orang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan
kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar
kimia salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut.
Sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian masuk
ke usus halus, jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vulli
usus halus. Kemudian kuman masuk keperedaran darah (bakteremia
primer) dan mencapai sel-sel retikuloendoteleal, hati, limfa, dan organ
lain.

18

Proses ini terjadi pada masa tunas dan berakhir sat sel-sel
retikuloendoteleal melepaskan kuman kedalam peredaran darah dan
menimbulkan bakteremia untuk kedua kali. Kemudian kuman masuk ke
beberapa jaringan organ tubuh terutama limfa, usus, dan kandung
empedu.
Pada minggu I, terjadi hiperplasia plaks player pada kelenjar
limfoid usus halus. Minggu II terjadi nekrosis. Minggu III terjadi ulserasi
plaks player. Minggi IV terjadi penyembuhan dengan menimbulkan
sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan perdarahan sampai perforasi usus.
Hepar, kelenjar mesenterikal dan limfa membesar. Gejala demam
disebabkan oleh endotoksin sedangakn gejala saluran cerna karena
2.2.6

2.2.7

kelainan pada usus halus (Dermawan, 2010).


Diagnosa Banding
Menurut Tjokroprawiro (2007), diagnosa banding demam typoid adalah:
1. Richettsiozis
2. Brucellosis
3. Talaraemia
4. Leptospirosis
5. Milliary tuberculosis
6. Viral hepatitis
7. Infection mononucleosis
8. Cyomrgloviru
9. Malaria
10. Lymphoma
Komplikasi
Menurut Noer (2003), komplikasi demam typoid dapat dibagi dalam ;
1. Komplikasi Intestinal
a. Perdarahan usus
b. Perorasi usus
c. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstra-intestinal
a. Komplikasi kardiovaskuler; kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
sepsis), miokarditis, thrombosis, dan tromboflebitis.

19

b. Kompliasi darah; anemia hemolitik, trombositopenia, dan atau


disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan sindrom uremia
hemolitik.
c. Komplikasi paru; pneumonia, empiema dan pleuritis.
d. Komplikasi hepar dan kandung empedu; hepatitis dan kolesistitis.
e. Komplikasi ginjal; glomerulonefritis, pielonefritis dan
perinefritis.
f. Komplikasi tulang; osteomielitis, periostitis, spondilitis dan
artritits.
g. Komplikasi neuropsikiatrik; delirium, meningitis, meningismus,
polyneuritis perifer, sindrom Guilain-Barre, psikosis dan sindrom
katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang
terjadi. Komplikasi sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan
kelemahan umum, terutama bila perawatan pasien kurang sempurna.
2.2.8

Pemeriksaan Penunjang
Menurut Dermawan (2010), pemeriksaan laboratorium demam typoid
adalah:
1. Pemeriksaan darah tepi: terdapat gambaran leucopenia, limpositosis
relative dan eosinofilia pada awal penyakit, anemia, trobositopenia
ringan dan pemeriksaan SGOT serta SGPT pada keadaan demam
2.

tipoid biasanya meningkat dan akan kembali normal setelah sembuh.


Pemeriksaan sumsum tulang: gambaran sumsum tulang berupa
hiperaktif RES dengan adanya sel makrofag dan sistem eritropoesis,

3.

granulopoesis, dan trombopoesis berkurang.


Biakan/ kultur empedu: basil salmonella typosa ditemukan pada
darah (minggu 1) feses dan urin. Hasil (+) untuk menegakkan

20

diagnosa, hasil (-) menentukan penderita sembuh dan tidak menjadi


4.

karier.
Pemeriksaan widal
a. Dasar pemeriksaan ialah reaksi aglutinasi antara serum pasien
(antibody) dengan suspense antigen salmonella thyposa. Hasil
positif bila terjadi reaksi aglutinasi.
b. Cara dengan mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat
ditentukan, dengan pengenceran tertinggi yang masih dapat
menimbulkan reaksi aglutinasi.
c. Untuk mendiagnosa diperlukan titer zat anti terhadap antigen O
yang bernilai 1/200/lebih atau menunjukkan kenaikan yang
progresif, sedangkan titer zat anti terhadap antigen H walaupun
tinggi akan tetapi tidak bermakna karena titer H akan tetap tinggi
setelah dilakukan imunisasi, mencapai puncaknya bersamaan
dengan penyembuhan pasien.
d. Pemeriksaan widal tidak selalu positif walau pasien menderita
tipoid abdominalis (negative semu). Sebaliknya titer dapat positif
semu karena keadaan sebagai berikut:
1) Titer O dan H tinggi karena terdapat agglutinin normal karena
infeksi basis coli pathogen pada usus.
2) Neonates: zat anti diperoleh dari ibu lewat tali pusat.
3) Terdapat infeksi silang dengan rikettsia (well felix).
4) Imunisasi alamiah karena masuknya basil per oral pada
keadaan infeksi sub klinis.

2.2.9

Pencegahan
Menurut Zulkoni (2011), bila seseorang menderita penyakit demam
typoid kemungkinan besar makanan atau minuman yang dikonsumsi
tercemar bakteri. Hindari jajanan di pinggir jalan yang sanitasinya kurang
bersih atau telur ayam yang dimasak setengah matang pada kulitnya

21

tercemar tinja ayam yang mengandung bakteri salmonella thyposa,


kotoran, air kencing yang menderita types. Usaha yang bisa dilakukan
untuk mencegah penyakit ini adalah:
1. Dari sisi manusia
a. Vaksinasi untuk mencegah agar seseorang terhindar dari
penyakit ini dilakukan vaksinasi, kini sudah ada vaksin tipes
atau tipoid yang disuntikkan atau diminum dan dapat
b.
2.

melindungi seseorang dalam waktu 3 tahun.


Pendidikan kesehatan pada masyarakat: hygiene, sanitasi,

personal hygiene.
Dari sisi lingkungan hidup:
a. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat kesehatan
b. Pembuangan kotoran manusia yang higienis
c. Pemberantasan lalat
d. Pengawasan terhadap masakan di rumah dan penyajian pada
penjual makanan.

2.2.10 Penatalaksanan
Menurut Wijaya & Purti (2013), Penatalaksanaan pada kasus typoid
dikenal dengan trilogi yaitu :
1. Istirahat dan perawatan
Pada pasien yang telah dirawat di Rumah Sakit, tirah baring dan
perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Tirah
baring dengan perawatan sepenuhnya ditempat seperti akan membantu
dan mempercepat masa penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali
dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian, dan perlengkapan yang
dipakai.
2. Diet dan terapi penunjang
Penderita demam typhoid diberikan makanan padat dini (nasi + lauk
pauk dan sayur rendah serat), diet bubur saring, kemudian ditingkatkan
menjadi bubur kasar dan akhirnya diberikan nasi, yang perubahan diet
tersebut disesuaikan dengan tingkat kesembuhan pasien. Pemberian

22

bubur saring tersebut ditunjukkan untuk menghindari komplikasi


perdarahan saluran cerna atau perforasi usus. Hal ini disebabkan ada
pendapat bahwa usus harus di istirahatkan. Beberapa peneliti
menunjukkan bahwa pemberian makan pada dini yaitu nasi dengan
lauk pauk rendah selulosa (menghindari sementara sayuran yang
berserat) dapat diberikan dengan aman pada pasien demam tifoid.
3. Pemberian anti mikroba
Obat-obatan antimikroba yang sering sering digunakan untuk
mengobati demam tifoid adalah sebagai berikut :
1. Kloramfenikol
2. Tiamfenikol
3. Kotrimoksazol
4. Ampisilin dan Amoksisilin
5. Sefalosporin generasi ke tiga
6. Golongan fluorokuinolon
2.2.11

Dampak Masalah
Masalah yang perlu diperhatikan adalah gangguan thermoregulasi,
kebutuhan nutrisi, gangguan rasa nyeri, resiko kekurangan cairan,
gangguan eliminasi alvi, dan intoleransi aktivitas.
1. Gangguan thermoregulasi
Pada pasien demam typoid, peningkatan pada thermoregulator di
hipotalamus menyebabakan kenaikan suhu tubuh (Nurarif, 2013).
Penyakit demam typoid selalu didahului dengan demam yang tinggi
meskipun pada waktu pagi hari akan turun dan akan naik kembali
pada waktu malam hari. Demam tersebut dapat disebabkan oleh
infeksi kuman salmonella typosa .
2. Kebutuhan nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan
oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam
aktivitas tubuh. Pada pasien demam typoid akan mengalami anoreksia,

23

mual, dam muntah dikarenakan peningkatan asam lambung yang


menyebabkan gangguan keseimbangan nutrisi (Nurarif, 2013).
3. Gangguan rasa nyeri
Pasien tifoid umumnya mengalami gangguan nyaman nyeri karena
abdomen

kembung,

hepatomegali

dan splenomegali

sehingga

menyebabkan nyeri tekan pada perabaan (Dermawan, 2010).


4. Resiko kekurangan cairan
Pada pasien demam typoid akan mengalami lemas, anoreksia,
mual, dan muntah yang dikarenakan peningkatan suhu tubuh yang
terjadi di hipotalamus yang menyebabkan pasien beresiko kekurangan
cairan (Nurarif, 2013).
5. Gangguan eliminasi alvi
Pada pasien demam typoid akan mengalami konstipasi / diare yang
dikarenakan

penurunan

peningkatan

asam

lambung

yang

menyebabkan gangguan eliminasi alvi (Nurarif, 2013).


6. Intoleransi aktivitas
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total
selama demam sampai dengan 2 minggu normal kembali. Seminngu
kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri dan berjalan (Mansjoer,
dkk, 2000).

2.3 Konsep Dasar Pengaturan Suhu Tubuh.


Menurut Asmadi (2008), konsep dasar pengaturan suhu tubuh ialah:
2.3.1
Pengertian
Suhu tubuh relatif konstan. Hal ini diperlukan untuk se-sel
tubuh agar dapat berfungsi secara efektif. Normalnya suhu tubuh

24

berkisar 36-37 C. Suhu tubuh dapat diartikan sebagai keseimbangan


antara panas yang diproduksi dengan panas yang hilang dari tubuh.
Kulit merupakan organ tubuh yang bertanggung jawab untuk
memelihara suhu tubuh agar tetap normal dengan mekanisme tertentu.
Panas diproduksi tubuh melalui proses metabolisme, aktivitas
otot, dan sekresi kelenjar. Produksi panas dapat meningkat atau
menurun dipengaruhi oleh suatu sebab, misalnya karena penyakit
ataupun stres. Suhu tubuh terlalu ekstrim, baik panas atau dingin yang
ekstrim, dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, perawat perlu
membantu klien apabila mekanisme homeostasis tubuh, untuk
mengontrol suhu tubuhnya, tidak mampu menanggulangi perubahan
2.3.2

suhu tubuh tersebut secara efektif.


Faktor yang Mempengaruhi Produksi Panas
Beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatan atau penurunan
produksi panas tubuh, antara lain :
1. Basal metabolisme rate (BMR).
BMR merupakan pemanfaatan energi di dalam tubuh guna
memelihara aktivitas pokok seperti bernafas. Besarnya BMR
bervariasi sesuai dengan umur danjenis kelamin. Banyak faktor
yang menyebabkan BMR meningkat di antaranya adalah karena
cedera, demam, dan infeksi. Meningkatnya BMR ini menunjukkan
tingginya

metabolisme

yang

dialami

klien.

Peningkatan

metabolisme akan menghasilkan peningkatan produksi panas dalam


2.

3.

tubuh, sehingga suhu tubuh klien menjadi naik.


Aktivitas otot.
Aktivitas otot, termasuk menggigil, dapat memproduksi
panas tubuh sebanyak lima kali.
Peningkatan produksi tiroksin.

25

Hipotalamus merespons terhadap dingin dengan melepas


faktor

releasing

faktor

inimerangsang

tirotropin

pada

adenohipofise untuk merangsang pengeluaran tiroksin oleh kelenjar


tiroid. Efek tiroksin meningkatkan nilai metabolisme sel di seluruh
4.

tubuh dan memproduksi panas.


Termogenesis kimia.
Termogenesis kimia adalah perangsangan produksi panas
melalui sirkulasi norepineprin dan epineprin atau melalui
perangsangan

saraf

simpatis.

Hormon-hormon

ini

segera

meningkatkan nilai metabolisme sel di jaringan tubuh. Secara


langsung, norepineprin dan epineprin mempengaruhi hati dan selsel otot sehingga meningkatkan aktvitas otot. Selain itu, produksi
sejumlah panas juga dapat diperoleh melalui rangsangan saraf
5.

simpatis terhadap lemak coklat.


Demam.
Demam meningkatkan metabolisme sel. Reaksi-reaksi
kimia meningkat rata-rata 120 % untuk setiap peningkatan suhu 10
C. Hal tersebut berarti setiap peningkatan 1 C suhu tubuh

2.3.3

menyebabkan 12 % reaksi kimia akan terjadi.


Pengaturan Suhu Tubuh
Tubuh yang sehat mampu memelihara suhu tubuh secara
konstan walaupun pada kodisi lingkungan yang berubah-ubah. Sistem
pengatur suhu tubuh terdiri atas tiga bagian yaitu reseptor yang terdapat
pada kulit dan bagian tubh lainnya, integrator di dalam hipotalamus,
dan efektor sistem yang mengatur produksi panas dengan kehilangan
panas.
Reseptor sensori yang paling banyak terdapat pada kulit. Kulit
mempunyai lenih banyak reseptor untuk dingin dan hangat dibanding

26

reseptor yang terdapat pda organ lain seperti lidah, saluran pernapasan,
maupun organ visera lainnya. Bila kulit menjadi dingin melebihi suhu
tubuh, maka ada tiga proses yang perlu dilakukan untuk meningkatkan
suhu tubuh. Ketiga proses tersebut yaitu menggigil
meningkatkan

produksi

panas,

berkeringat

untuk

untuk

menghalangi

kehilangan panas, dan vasokontriksi untuk menurunkan kehilangan


2.3.4

panas.
Tindakan Pemeliharaan Suhu Tubuh : Kompres
1. Pengertian
kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan
menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau
2.
3.

4.

5.

dingin pada bagian tubuh yang memerlukan.


Jenis
a. Kompres panas
b. Kompres dingin
Tujuan Kompres Dingin :
a. Menurunkan suhu tubuh
b. Mencegah peradangan meluas
c. Mengurangi kongesti
d. Mengurangi perdarahan setempat
e. Mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat
Indikasi kompres dingin :
a. Klien dengan suhu tubuh yang tinggi
b. Klien dengan batuk atau muntah darah
c. Pascatonsillectomy
d. Radang, memar
Cara pemberian kompres dingin :
a. Kompres dingin basah dengan larutan obat antiseptik
b. Kompres dingin basah dengan air biasa atau air es
c. Kompres dingin kering dengan kirbat es (eskap)

2.4

Konsep Dasar Nutrisi.


Menurut Tarwoto & Wartonah (2005), konsep dasar nutrisi ialah:
2.4.1 Pengertian Nutrisi
Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat
makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energy dan
digunakan dalam aktivitas tubuh.

27

Sistem yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi


adalah sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernaan dan
organ asesoris. Saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usu halus
bagian distal, sedangkan organ asesoris terdiri atas hati, kantong
empedu, dan pancreas. Ketiga organ ini membantu terlaksananya sistem
pencernaan makanan secara kimiawi. Nutrient merupakan zat gizi yang
terdapat dalam makanan.
2.4.2 Macam-macam Nutrien
1. Karbohidrat
Karbohidrat merupakan zat gizi yang terdapat dalam
makanan, pada umumnya dalam bentuk amilum. Pembentukan
amilum terjadi dalam mulut melalui enzim ptyalin yang ada dalam
air ludah. Amilum diubah menjadi maltosa, kemudian diteruskan ke
dalam lambung. Dari lambung hidrat arang dikirim terus ke usus
dua belas jari. Getah pancreas yang dialirkan ke usus dua belas jari
mengandung amilase. Dengan demikian, sisa amilum yang belum
diubah menjadi maltose oleh amilase pankreas diubah seluruhnya
menjadi maltosa. Maltosa ini kemudian diteruskan ke dalam usus
halus. Usus halus mengeluarkan getah pankreas hidrat arang, yaitu
maltose yang bertugas mengubah maltosa menjadi dua molekul
glukosa sakarosa, fruktosa dan glukosa. Laktose bertugas
mengubah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Setelah berada
dalam usus halus, seluruhnya diubah menjadi monosakarida oleh
enzim-enzim tadi.
Penyerapan karbohidrat yang dikonsumsi/ dimakan masih
dapat ditemukan dalam tiga bentuk, yaitu polisakarida, disakarida,

28

dan monosakarida. Disakarida dan monosakarida mempunyai sifat


mdah larut dalam air sehingga dapat diserap melewati dinding
usus/ mukosa usus mengikuti hokum difusi osmose dan tidak
memerlukan tenaga serta langsung memasuki pembuluh darah.
Proses penyerapan yang tidak memerlukan tenaga dan mengikuti
2.

hokum difusi osmose dikenal sebagai penyerapan pasif.


Lemak
Pencernaan lemak dimulai dalam lambung, karena dalam
mulut tidak ada enzim pemecah lemak. Lambung mengeluarkan
enzim lipase untuk mengubah sebagian kecil lemak menjadi asam
lemak dan gliserin, kemudian diangkut melalui getah bening dan
selanjutnya masuk ke dalam peredaran darah untuk kemudian tiba
di hati. Sintesis kembali terjadi dalam saluran getah bening,
mengubah lemak gliserin menjadi lemak seperti aslinya.
Penyerapan lemak dilakukan secara pasif setelah lemak
diubah menjadi gliserol asam lemak. Asam lemak mempunyai sifat
empedu, asam lemak yang teremulsi ini mampu diserap melewati
dinding usus halus. Penyerapan membutuhkan tenaga, tidak semua
lemak dapat diserap, maka penyerapan lemak dikatakan dengan

3.

cara aktif selektif.


Protein
Kelenjar ludah dalam mulut tidak membuat enzim
protease. Enzim protease baru terdapat dalam lambung, yaitu
pepsin, yang mengubah protein menjadi albuminosa dan pepton.
Kemudian, tripsin dalam usus dua belas jari yang berasal
dari pankreas mengubah sisa protein yang belum sempurna menjadi
albuminosa dan pepton. Dalam usus halus, albuminosa dan pepton

29

seluruhnya diubah oleh enzim pepsin menjadi asam amino yang


siap untuk diserap.
Protein yang telah diubah ke dalam bentuk asam amino
mempunyai sifat larut dalam air. Seperti halnya hidrat arang, asam
amino yang mudah larut dalam air juga dapat diserap secara pasif
dan langsung memasuki pembuluh darah.
4.

Mineral
Mineral tidak membutuhkan pencernaan. Mineral hadir
dalam bentuk tertentu sehingga tubuh mudah untuk memprosesnya.
Umumnya, mineral diserap dengan mdah melalui dinding usus
halus secara difusi pasif maupun transportasi aktif.
Mekanisme transportasi aktif penting jika kebutuhan tubuh
meningkat atau adanya diet rendah kadar mineral. Hormone adalah
zat yang memegang peranan penting dalam mengatur mekanisme
aktif ini. Penyerapan dapat lebih jauh dipengaruhi oleh isi sistem
pencernaan.
Beberapa senyama organik tertentu, seperti asam axalit,
akan menghambat penyerapan kalsium. Mineral dipakai dalam
berbagai hal. Beberapa dari mineral adalah komponan esensial dari
jaringan tubuh, sedang yang lainnya esensial pada proses kimia

5.

tertentu.
Vitamin
Pencernaan vitamin melibatkan penguraiannya menjadi
molekul yang lebih kecil sehingga dapat diserap dengan efektif.
Beberapa penyerapan vitamin dilakukan dengan difusi sederhana,
tetapi sistem transportasi aktif sangat penting untuk memastikan
pemasukan yang cukup.

30

Vitamin yang larut dalam lemak diserap oleh sistem


transportasi aktif yang juga membawa lemak ke seluruh tubuh,
sedang vitamin yang larut dalam air mempunyai beberapa variasi
mekanisme transportasi aktif.
Tabel 2.1 Jenis Vitamin, Sumber, dan Fungsi.

Jenis vitamin

Sumber

Fungsi

Vitamin A

Lemak hewani,
mentega, keju, susu
lengkap, minyak
ikan, sayuran hijau,
buah yang kuning,
dan sayuran.

Membantu pertumbuhan
sel tubuh dan
penglihatan,
menyehatkan rambut dan
kulit, integritas
membrane epitel, dan
mencegah xerophtalmia.

Vitamin B1
(thiamin) larut
dalam air.

Ikan, daging ayam


Metabolism karbohidrat,
tanpa lemak, kacang- membantu kelancaran
kacangan, dan susu. sistem persyarafan, dan
mencegah beri-beri atau
penyakit yang ditandai
neuritis.

Vitamin B2
(riboflavin) larut
dalam air.

Telur, sayuran hijau,


daging tanpa lemak,
susu, dan biji-bijian.

Membantu pembentukan
enzim, pertumbuhan, dan
membantu adaptasi
cahaya dalam mata.

Vitamin B3
(niacin)

Daging tanpa lemak,


hati, ikan, kacangkacangan, biji-bijian,
telur, dan hati.

Metabolism karbohidrat,
lemak, protein, dan
komponen enzim serta
mencegah menurunnya
nafsu makan.

Vitamin B6
(pirodoksin)

Biji-bijian, sayuran,
daging, pisang.

Membantu kesehatan
gusi dan gigi,
pembentukan sel darah
merah, serta metabolism
karbohidrat, lemak, dan
protein.

Vitamin B12

Hati, susu, daging

Metabolism protein,

31

(sianokobalamin)

tanpa lemak, ikan,


dan kerang laut.

membantu pembentukan
sel darah merah,
kesehatan jaringan, dan
mencegah anemia.

Vitamin C
(askorbat acid)

Jeruk, tomat, kubis,


sayuran hijau, dan
kentang.

Menjaga kesehatan
tulang, gigi, dan gusi,
membantu pembentukan
dinding pembuluh darah
dan pembuluh kapiler,
kesembuhan jaringan
dan tulang, serta
memudahkan
penyerapan zat besi dan
asam folat.

Vitamin D

Minyak ikan, kuning


telur, mentega, hati,
kerang, atau
terbentuk dikulit
akibat pemanasan
sinar matahari.

Membantu penyerapan
kalsium dan fosfor serta
mencegah rakhitis.

Vitamin E

Sayuran hijau.

Membantu pembentukan
sel darah merah dan
melindungi asam amino
utama.

Vitamin (biotin)

Kuning telur,
sayuran hijau, susu,
dan hati.

Membantu kegiatan
enzim serta metabolisme
karbohidrat, lemak dan
protein.

Vitamin K

Hati, telur, dan


sayuran hijau.

Membantu produksi
protrombin.

Sumber : Tarwoto & Wartonah, 2005.


2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Nutrisi
1. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi
dapat memengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi
kesalahan dalam memahami kebutuhan gizi.

32

2. Prasangka
Prasangka buruk terhadap beberapa jenis bahan makanan
bergizi tinggi dapat memengaruhi status gizi seseorang. Misalnya, di
beberapa daerah, tempe yang merupakan sumber protein yang paling
murah, tiak dijadikan bahan makanan yang layak untuk dimakan
karena masyarakat menganggap bahwa mengonsumsi makanan
tersebut dapat merendahkan derajat mereka.
3. Kebiasaan
Adanya kebiasaan merugikan atau pantangan terhadap
makanan tertentu juga dapat memengaruhi status gizi. Misalnya, di
beberapa daerah, terdapat larangan makan pisang dan papaya bagi
para gadis remaja. Padahal, makanan tersebut merupakan sumber
vitamin yang sangat baik. Ada pula larangan makan ikan bagi anakanak karena ikan dianggap dapat mengakibatkan cacingan, padahal
ikan merupakan sumber protein yang sangat baik bagi anak-anak.
4. Kesukaan
Kesukaan yang belebihan terhadap suatu jenis makanan dapat
mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak
memperoleh zat-zat yang dibutuhkan secara cukup.
5. Ekonomi
Status ekonomi dapat memengaruhi perubahan status gizi
karena penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang
tidak sedikit. Oleh karena itu, masyarakat dengan kondisi
perekonomian yang tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan
gizi

keluarganya

dibandingkan

perekonomian rendah.

masyarakat

dengan

kondisi

33

2.4.4 Diit pada pasien demam typoid.


Menurut Dermawan dan Rahayuningsih (2010), diet pada penderita
demam typhoid adalah Diit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein), tidak
mengandung banyak serat, tidak merangsang, dan tidak menimbulkan
gas, seperti makanan lunak dengan lauk pauk di cincang (hati, daging),
sayuran, labu siam atau wortel dimasak lunak sekali. Tahu, telur
setengah matang atau matang. Susu 2 x satu gelas. Diit typhoid akut :
bubur saring, setelah demam turun diberi bubur kasar 2 hari, kemudian
nasi tim dan (nasi biasa

setelah bebas dari demam 7 hari). Untuk

penderita dengan kesadaran menurun : makan cair lewat NGT, bila


kesadaran baik diberikan makanan lunak

2.5

Konsep Dasar Cairan dan Elektrolit.


Menurut Alimul (2006), konsep dasar cairan dan elektolit ialah:
2.5.1 Sistem yang Berperan dalam Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Pengaturan kebutuhan cairan dan elektrolit dalam tubuh diatur
oleh ginjal, kulit, paru dan gastrointestinal.
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang memiliki peran cukup besar
dalam mengatur kebutuhan cairan dan elektrolit. Hal ini terlihat
pada fungsi ginjal, yaisebagai pengatur air, pengatur konsentrasi
garam dalam darah, pengatur keseimbangan asam-basa darah, dan
ekskresi bahan buangan atau kelebihan garam.
Proses pengaturan kebutuhan keseimbangan air diawali
oleh kemampuan bagian ginjal, seperti glomerulus, dalam
menyaring cairan. Rata-rata setiap satu liter darah mengandung 500
cc plasma yang mengalir melalui glomerulus, 10 persennya

34

disaring keluar. Cairan yang tersaring kemudian mengalir melalui


tubuli renalis yang sel-selnya menyerap semua bahan yang
dibutuhkan. Jumlah urin yang diproduksi ginjal rata-rata 1
2.

ml/kg/bb/jam.
Kulit
Kulit merupakan bagian penting pengaturan cairan yang
terkait dengan proses pengaturan panas. Proses ini diatur oleh pusat
pengatur panas yang disarafi oleh vasomotorik dengan kemampuan
mengendalikan arteriol kutan dengan cara vasodilatasi dan
vasokontriksi. Pada proses pelepasan panas dapat dilakukan dengan
cara penguapan. Jumlah keringat yang dikeluarkan tergantung pada
banyaknya darah yang mengalir melalui pembuluh darah dalam
kulit. Proses pelepasan panas lainya dapat dilakukan melalui cara
pemancaran panas ke udara sekirar, konduksi (pengalihan panas ke
benda yang disentuh), dan konveksi (pengaliran udara panas ke
permukaan yang lebih dingin).
Keringat merupakan sekresi aktif dari kelenjar keringat di
bawah pengendalian saraf simpatis. Melalui kelenjar keringat ini
suhu dapat diturunkan dengan jumlah air yang dapat dilepaskan,
kurang lebih setengah liter sehari. Perangsangan kelenjar keringan
yang dihasilkan dapat diperoleh melalui aktivitas otot, suhu

3.

lingkungan, dan kondisi suhu tubuh yang panas.


Paru
Organ paru berperan mengeluarkan cairan dengan
menghasilkan insensible water loss kurang lebih 400 ml/hari.
Proses pengeluaran cairan terkait dengan respons akibat perubahan
upaya kemampuan bernapas.

35

4.

Gastrointestinal
Gastrointestinal merupakan organ saluran pencernaan
yang berperan dalam mengeluarkan cairan melalui proses
penyerapan dan pengeluaran air. Dalam kondisi normal, cairan

yang hilang dalam sistem ini sekitar 100 200 ml/hari.


2.5.2 Kebutuhan Cairan Tubuh bagi Manusia
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar
manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian
tubuh, hamper 90% dari total berat badan tubuh. Sementara itu, sisanya
merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, kategori
persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah: bayi baru lahir 75%
dari total berat bada, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita
dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat
badan. Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada faktor usia,
lemak dalam tubuh, dan jenis kelamin. Jika lemak tubuh sedikit, maka
cairan dalam tubuh lebih besar. Wanita dewasa mempunyai jumlah
cairan tubuh lebih sedikit dibanding pria karena pada wanita dewasa
jumlah lemak dalam tubuh lebih banyak dibanding pada pria (Alimul,
2006).
Tabel 2.2 kebutuhan air berdasarkan umur dan berat badan

Umur

Kebutuhan Air
Jumlah air dalam 24 jam

ml/kg berat badan

3 hari

250-300

80-100

1 tahun

1150-1300

120-135

2 tahun

1350-1500

115-125

36

4 tahun

1600-1800

100-110

10 tahun

2000-2500

70-85

14 tahun

2200-2700

50-60

18 tahun

2200-2700

40-50

Dewasa

2400-2600

20-30

Sumber : Hidayat Aziz, 2006


2.5.3 Pengaturan Volume Cairan Tubuh
Keseimbangan cairan dalam tubuh dihitung dari keseimbangan
antara jumlah cairan yang masuk dan jumlah cairan yang keluar.
1. Asupan cairan
Asupan cairan untuk kondisi normal pada orang dewasa
adalah 2500 cc per hari. Asupan cairan dapat langsung berupa
cairan atau ditambah dari makanan lain. Pengaturan mekanisme
keseimbangan cairan ini menggunakan mekanisme haus. Pusat
pengaturan rasa haus adalam hipotalamus. Apabila terjadi
ketidakseimbangan volume cairan tubuh maka curah jantung
2.

menurun, menyebabkan terjadinya penurunan tekanan darah.


Pengeluaran cairan
Pengeluaran cairan dalam kondisi normal adalah 2300
cc. jumlah air yang paling banyak keluar berasal dari ekskresi
ginjal (berupa urin), sebanyak 1500 cc per hari pada orang
dewasa. Pengeluaran cairan dapat pula dilakukan melalui kulit

(keringat) dan saluran pencernaan (feses).


2.5.4 Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Cairan dan Elektrolit
Menurut Alimul (2006) kebutuhan cairan elektrolit dalam
tubuh dipengaruhi oleh faktor-faktor :
1. Usia.

37

Perbedaan usia menentukan luas permukaan tubuh serta


aktivitas organ, sehingga dapat mempengaruhi jumlah kebutuhan
cairan dan elektrolit.
2. Temperatur.
Temperatur yang

tinggi

yang

menyebabkan

proses

pengeluaran cairan melalui keringat cukup banyak, sehingga tubuh


akan banyak kehilangan cairan.
3. Diet.
Apabila kekurangan nutrien, tubuh akan memecah cadangan
makanan yang tersimpan di dalamnya sehingga dalam tubuh terjadi
pergerakan cairan dari interstisial ke interseluler, yang dapat
berpengaruh pada jumlah pemenuhan kebutuhan cairan.
4. Stres.
Stres dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit melalui proses peningkatan produksi ADH, karrena proses
ini dapat meningkatkan metabolisme sehingga mengakibatkan
terjadinya glikolisis otot yang dapat menimbulkan retensi sodium
dan air.
5. Sakit.
Pada keadaan sakit terdapat banyak sel yang rusak, sehingga
untuk memperbaiki sel yang rusak tersebut dibutuhkan adanya
proses pemenuhan kebutuhan cairan yang cukup. Keadaan sakit
menimbulkan ketidakseimbangan sistem dalam tubuh, seperti
ketidakseimbangan

hormonal,

yang

keseimbangan kebutuhan cairan.

2.6

Konsep Dasar Nyeri.


Menurut Mubarak (2005), konsep dasar nyeri ialah :
2.6.1 Pengertian Nyeri

dapat

mengganggu

38

Menurut Priharjo yang dijelaskan oleh Mubarak, nyeri adalah


perasaan tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang
mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan
tersebut.
2.6.2 Fisiologi Nyeri
Bagaimana nyeri merambat dan dipersepsikan oleh individu
masih belum sepenuhnya dimengerti. Akan tetapi, bisa tidaknya nyeri
dirasakan dan hingga derajat mana nyeri tersebut mengganggu
dipengaruhi oleh interaksi antara sistem rangka tubuh dan sistem saraf
serta interpretasi stimulus.
2.6.3 Jenis Nyeri
Ada tiga klasifikasi :
1. Nyeri perifer
Nyeri perifer ada tiga macam:
a. Nyeri superfisial: rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan
pada kulit dan mukosa.
b. Nyeri viseral: rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada
reseptor nyeri di rongga abdomen, cranium, dan toraks.
c. Nyeri alih: nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
2.

jaringan penyebab nyeri.


Nyeri sentral
Nyeri yang muncul akibat stimulasi pada medulla spinalis, batang

3.

otak, dan thalamus.


Nyeri psikogenik
Nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya atau nyeri yang
timbul akibat pikiran si penderita sendiri.

2.6.4 Bentuk Nyeri


Menurut Mansjoer (2003) bentuk nyeri antara lain:
1. Nyeri akut

39

Nyeri yang berlangsung tidak lebih dari enam bulan. Munculnya


gejala mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah
diketahui.
2. Nyeri kronis
Nyeri ini berlangsung lebih dari enam bulan. Sumber nyeri bisa
diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya
tidak dapat disembuhkan.
Nyeri pada penderita demam typhoid terjadi di daerah abdomen
kembung (meteorismus), hepatomegali dan splenomegali disertai
nyeri tekan. Biasanya disertai konstipasi, kadang normal, dapat
terjadi diare (Deden & Tutik, 2010). Nyeri terjadi karena endotoksin
salmonella typhi berperan dalam proses inflamasi local pada jaringan
tempat kuman tersebut berkembang biak seperti di daerah : hati, plak
peyeri, limpa dan bagian-bagian lain sistem retikuloendotelial.
2.7

Konsep Dasar Aktivitas

2.7.1 Pengertian Aktivitas


Aktivitas adalah suatu energy atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup (Tarwoto
& Wartonah, 2006).

2.7.2 Fisiologi Pergerakan menurut Tarwoto dan Wartonah (2006):


Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi antara sistem
musculoskeletal dan sistem persarafan.
Sistem skeletal berfungsi:
1. Mendukung dan member bentuk jaringan tubuh
2. Melindungi bagian tubuh tertentu seperti paru, hati, ginjal, otak,
paru-paru
3. Tempat melekatnya otot dan tendon

40

4.

5.

Sumber mineral seperti garam dan fosfat


Tempat produksi sel darah.

Sistem otot berfungsi sebagai:


1.
2.
3.

Pergerakan
Membentuk postur
Produksi panas karena adanya kontraksi dan relaksasi.

Sistem persarafan berfungsi:


1. Saraf afferent menerima rangsangan dari luar kemudian diteruskan

ke susunan saraf pusat


2. Sel saraf atau neuron membawa impuls dari bagian tubuh satu ke
lainnya
3. Saraf pusat memproses impuls dan kemudian memberikan respons

4.

melalui saraf efferent


Saraf efferent menerima respons dan diteruskan ke otot rangka.

Tiga faktor proses terjadinya pergerakan, antara lain:


1.

Stimulasi saraf motoric


Kontraksi otot dimulai karena adanya stimulasi dari saraf
motorik yang dikontrol oleh korteks serebri, cerebellum, batang
otak, dan basal ganglia. Upper motor neuron merupakan saraf yang
berjalan dari otak ke sinaps pada bagian anterior horn medulla
spinalis, sedangkan lower motor neuron merupakan saraf-saraf
yang keluar dari medulla spinalis menuju ke otot rangka. Signal
listrik dan potensial aksi terjadi sepanjang mealin sepanjang akson
saraf motorik yang berjalan secara Saltatory Conduction. Impuls

41

listrik berjalan dari saraf motorik ke sel otot melalui sinaps dengan
2.

bantuan neutransmiter asetilkolin.


Transmisi neuromuscular
Asertilkolin dihasilkan dari vesikel pada akson terminal.
Adanya depolarisasi dan potensial aksi pada akson terminal
merangsang ion kalsium dari cairan ekstraseluler kemudian terjadi
perpindahan ke membrane akson terminal. Bersamaan dengan itu,
molekul asetilkolin masuk ke celah sinaps yang selanjutnya akan
ditangkapoleh reseptor maka terjadilah potensial aksi pada sel otot
dan terjadilah kontraksi. Setelah asetilkolin terpakai selanjutnya
dipecah atau dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase menjadi
kolin yang kemudian ditranspor kemali ke akson untuk bahan
pembentukan asetilkolin.

3.

Eksitasi-kontraksi Couplin
Merupakan mekanisme molekuler peristiwa kontraksi.
Adanya impuls di neuron motorik menimbulkan ujung akson
melepaskan asetilkolin dan menimbulkan potensial aksi di serat
otot. Potensial aksi menyebar ke seluruh serat otot sampai ke
sistem T. keadaan ini mempengaruhi reticulum sarkoplasma
melepaskan ion kalsium yang kemudian diikat oleh troponin C,
sehingga ikatan troponin I dengan aktin terlepas. Lepasnya ikatan
troponin I dengan aktin menimbulkan tropomiosin bergeser dan
terbukalah celah atau biding site aktin sehingga terjadi ikatan
antara aktin dan myosin serta kontraksi otot terjadi.

42

Aktivitas klien demam tifoid akan terganggu karena harus


tirah baring total selama demam sampai dengan 2 minggu normal
kembali. Seminngu kemudian boleh duduk dan selanjutnya berdiri
dan berjalan.
Skala aktivitas:
1. Mandiri
2. Memerlukan bantuan dan pengawasan orang lain.
3. Memerlukan bantuan / pengawasan / bimbingan
sederhana.
4. Memerlukan bantuan bantuan dan pengawasan orang
lain dan alat banawatantu.
5. Tergantung secara total.

2.8

Asuhan keperawatan
Menurut Asmadi (2008) yang dikutip dari Yura dan Wals (1983),
proses keperawatan adalah suatu metode yang sistematis dan ilmiah yang
digunakan perawat dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biopsiko-sosio-spiritual yang optimal melalui tahap pengkajian, identifikasi
diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan, implementasi
tindakan keperawatan, serta evaluasi.
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
harus dilakukan secara komprehensif terkait dengan aspek biologis,
psikologis, social, maupun spiritual klien. Tujuan pengkajian adalah
untuk mengumpulkan informasi dan membuat data dasar klien.

43

Pengkajian dilakukan saat klien masuk instansi layanan kesehatan. Data


yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tahap selanjutnya
dalam proses keperawatan. Kegiatan utama dalam tahap pengkajian ini
adalah pengumpulan data, pengelompokkan data, dan analisis data guna
perumusan diagnosis keperawatan.
a. Pengumpulan Data
Pada tahap ini merupakan kegiatan dalam menghimpun informasi
(data-data) dari klien yang meliputi unsur bio psiko spiritual
yang komprehensif secara lengkap dan relevan untuk mengenal klien
agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan.
1) Identitas
Nama klien, nama panggilan, jenis kelamin, jumlah saudara,
alamat, bahasa yang digunakan.
2) Keluhan utama
Biasanya ditandai dengan demam yang khas yang berlangsung
selama kurang lebih 3 minggu, biasanya menurun pada pagi hari
dan meningkat pada sore dan malam hari, nyeri kepala, nafsu
makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor ujung
dan tepinya kemerahan, terjadi pembesaran hati dan limfa, adanya
konstipasi dan bahkan bisa terjadi gangguan kesadaran seperti
apatis sampai somnolen, adanya bardikardia (Hidayat, 2006).
3) Riwayat penyakit dahulu
Apakah sudah pernah sakit dan dirawat dengan yang sama
(wijaya dan putri, 2013).
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada dalam keluarga pasien yang sakit seperti pasien
(Wijaya dan putrid, 2013).
5) Pemeriksaan fisik

44

Pemeriksaan fisik digunakan untuk memperoleh data objektif dari


klien. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk menentukan status
kesehatan

klien

mengidentifikasi

masalah

kesehatan,

dan

memperoleh data dasar guna menyusun rencana asuhan


keperawatan (Nursalam, 2009). Selain itu, pemeriksaan ini
merupakan bagian penting dalam menilai dari sistem tubuh secara
keseluruhan (Hidayat, 2006).
a) Keadaan umum
Tingkat kesadaran, tanda-tanda vital, berat badan dan tinggi
badan. Status penampilan kesehatan biasanya ditemukan lebih
sering diam, gelisah, menggigil dan malaise / kelemahan fisik.
1. Frekuensi nadi: bradikardia (Hidayat, 2006).
2. Frekuensi pernapasan: jumlah respirasi
3. Suhu tubuh: hipertemia. Suhu tubuh >37,5C (Hidayat,
2006).
4. Berat badan dengan demam dapat ditemukan penurunan
akibat kehilangan nafsu makan (anoreksia) (Hidayat, 2006).
b) Pemeriksaan kepala dan muka
Kepala :
Inspeksi: bentuk kepala, warna rambut, kepala bersih/tidak,
distribusi rambut merata / tidak.
Palpasi:ada tidaknya nyeri. Pada pasien terdapat nyeri dan
pusing.
Muka : pucat atau tidak, ada oedem atau tidak.
c) Pemeriksaan Mata
Bentuk mata simetris / tidak, sklera putih / ikterik, konjungtiva
merah muda / anemis, fungsi penglihatan baik / tidak.

45

Biasanya pada pasien demam typoid sklera putih, konjungtiva


merah muda.
d) Pemeriksaan hidung
Hidung bersih / tidak, ada / tidak pernafasan cuping hidung.
Biasanya pada pasien demam typoid tidak ada pernafasan
cuping hidung
e) Pemeriksaan mulut
Bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor ujung tepinya
kemerahan (Hidayat, 2006).
f) Telinga
Menurut Hidayat (2006), pemeriksaan telinga dapat dilakukan
mulai dari telinga bagian luar, tengah dan dalam. Pemeriksaan
telinga luar meliputi daun dan liang telinga dengan
menentukan

bentuk,

besar

dan

posisinya.

Kemudian

memeriksa membran timpani normalnya berbentuk sedikit


cekung dan mengkilat. Kemudian, dapat dilihat adanya
perforasi atau tidak. Selain itu, juga diperiksa fungsi
pendengaran.
g) Leher
Pada pemeriksaan leher dinilai ada tidaknya distensi vena
jugularis, ada tidaknya massa dalam leher atau pembesaran
kelenjar tiroid (Hidayat, 2006).
h) Paru-paru
Inspeksi: respirasi
Palpasi: ada / tidaknya nyeri tekan, massa, vokal fremitus sama
Perkusi: suara sonor
Auskultasi: tidak ada suara tambahan
i) Jantung
Inspeksi: tidak / terlihat ictus cordis
Palpasi: teraba denyut jantung

46

Perkusi: suara pekak


Auskultasi: terdengar S1 dan S2 tunggal
j) Abdomen
Inspeksi :untuk menilai bentuk perut.
Auskultasi :untuk mendengarkan berapa kali suara peristaltik
usus
demam

dalam waktu satu menit. Pada pasien


typoid

auskultasi

peristaltik

usus

meningkat.
Perkusi :Pada perkusi didapatkan perut kembung.
Palpasi :untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan ataupun
ketegangan pada dinding perut. Saat palpasi pasien
demam

typoid

didapatkan

limpa

dan

hati

membesar disertai nyeri pada perabaan.


k) Genitalia
Pada pemeriksaan genetalia ini dilihat ada tidaknya kelainan
bentuk, oedema dan ada tidaknya tanda-tanda infeksi.
l) Anus
Menurut Wong, (2009) setelah pemeriksaan genetalia, area
anal lebih mudah diperiksa, walaupun anak harus diposisikan
telungkup.

Perhatikan

kepadatan

umum

bokong

dan

kesimetrisan lipatan gluteal. Kaji tonus sfinkter anal dengan


merangsang reflek anal. Sentuhan perlahan pada area anal
menyebabkan kontraksi cepat nyata dari sfinkter anal eksterna.
b. Analisa Data
Dari hasil pengkajian kemudian data tersebut dikelompokan lalu
dianalisa sehingga dapat ditarik kesimpulan masalah yang timbul
dan untuk selanjutnya dapat dirumuskan diagnosa keperawatan.
1) Data masalah hipertermi menurut Nugroho 2011,
Data subyaktif:
a) Klien mengatakan demam naik turun suadah 7 hari lebih.
b) Klien mengeluh sakit kepala, pusing, dan nyeri otot.
Data obyektif:
a) Widal positif
b) Badan terasa hangat

47

c) Suhu > 37o


d) Lidah kotor
e) Bibir kering
f) Hepatomegali
g) Splenomegali
2) Data masalah gangguan nutrisi menurut Nugroho 2011,
Data subyektif:
a) Klien mengatakan tidak selera makan
b) Klien mengeluh perut terasa tidak enak dan kembung

Data obyektif:
a) Lidah kotor
b) Nafsu makan turun
c) Berat badan turun
d) Kembung
3) Data masalah kekurangan volume cairan menurut Wijaya 2013,
Data Subjektif: Data Objektif:
a) Mukosa bibir kering
b) Kulit kering
c) Urin pekat
d) Penurunan pengeluaran urin
e) Perubahan tekanan darah
f) Ketidakmampuan berkonsentrasi
g) Turgor kulit jelek
4) Data masalah nyeri menurut Tarwoto dan Wartonah 2006,
Data Subjektif:
a) Klien mengatakan nyeri pada perut bagian kanan atas.
b) Klien mengatakan nyeri pada kepala.
Data Objektif:
a) Terdapat nyeri tekan.
b) Skala nyeri yang dirasakan.
5) Data masalah intoleransi aktivitas menurut Nugoho (2011):
Data subyektif:
a) Klien mengatakan adanya kelemahan
Data objektif:
a) Kesulitan dalam pergerakan.
b) Ketidakmampuan melakukan aktivitas.
2. Diagnosa keperewatan

48

Menurut Nurarif dan Kusuma (2013), diagnosa demam tifoid antara


lain:
a. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
b. Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi
c.

endotoksin pada hipotalamus


Perubahan nutrisi kurang darikebutuhan tubuh berhubungan dengan

d.

tidak ada nafsu makan, mual dan kembung.


Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya

e.

intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.


Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolisme sekunder terhadap infeksi akut.


3. Perencanaan
a. Diagnosa keperawatan 1
Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan: nyeri yang dirasakan berkurang/hilang.
Kriteria hasil: mampu mengontrol nyeri, melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri, menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi menurut Taylor (2011):
1) Kaji jenis dan tingkat nyeri klien.
Rasional: pengkajian berkelanjutan membantu meyakinkan
bahwa penanganan dapat memenuhi kebutuhan klien dalam
mengurangi nyeri.
2) Minta klien untuk menggunakan sebuah skala 1 sampai 10
untuk menjelaskan tingkat nyerinya.
Rasional: untuk memfasilitasi pengkajian yang akurat tentang
tingkat nyeri klien.
3) Berikan obat yang dianjurkan untuk mengurangi nyeri.
Rasional: menurunkan nyeri yang dirasakan klien.
4) Bantu klien untuk mendapatkan posisi yang nyaman.
Rasional: untuk menurunkan ketegangan atau spasme otot dan
mendistribusikan kembali tekanan pada bagian tubuh.
5) Gunakan teknik panas dan dingin sesuai anjuran.
Rasional: untuk meminimalkan atau mengurangi nyeri.

49

6) Lakukan tindakan kenyamanan untuk meningkatkan relaksasi,


seperti pemijatan, mandi, mengatur posisi dan teknik relaksasi.
Rasional: tindakan tersebut mengurangi ketegangan atau
spasme otot, mendistribusikan kembali tekanan pada bagianbagian tubuh, dan membantu klien memfokuskan pada subjek
pengurang nyeri.
7) Rencanakan aktivitas

distraksi

bersama

klien,

seperti

membaca, membuat kerajinan, menonton televisi.


Rasional: untuk membantunya memfokuskan pada masalah
yang tidak berhubungan dengan nyeri.
8) Beri informasi kepada klien untuk membanu meningkatkan
toleransi terhadap nyeri, contohnya alasan nyerri dan lamanya
nyeri berakhir.
Rasional: tindakan

ini

dapat

mendidik

klien

dan

mendorongnya untuk mencoba tindakan pengurang nyeri


alternatif.
9) Lanjutkan untuk memberikan obat yang dianjurkan sesuai

b.

indikasi.
Rasional: untuk meyakinkan pengurangan nyeri yang adekuat.
Diagnosa keperawatan 2
Hipertermi berhubungan dengan efek langsung dari sirkulasi
endotoksin pada hipotalamus.
Tujuan: terjadi penurunan suhu tubuh.
Kriteria hasil: suhu tubuh dalam rentang normal, nadi dan respirasi
dalam rentang normal.

Intervensi menurut Taylor (2011):


1) Ukur suhu tubuh klien setiap 4 jam.
Rasional: identifikasi dan catat rute untuk meyakinkan
perbandingan data yang akurat.
2) Berikan antipiretik, sesuai anjuran.
Rasional: untuk menurunkan demam.

50

3) Turunkan panas yang berlebihan dengan melepas selimut dan


pasang kain sebatas pingga pada klien.
Rasional: tindakan tersebut meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan temperature tubuh.
4) Beri kompres hangat.
Rasional: tindakan tersebut meningkatkan kenyamanan dan
menurunkan temperatur tubuh.
5) Pantau dan catat denyut dan irama nadi, tekanan vena sentral,
tekanan darah, frekuensi napas, tingkat responsivitas, dan suhu
kulit minimal setiap 4 jam.
Rasional: peningkatan denyut nadi, penurunan tekanan vena
sentral, dan penurunan tekanan darah dapat mengindikasikan
hipovolemia, yang mengarah pada penurunan perfusi jaringan.
Kulit

yang

dingin,

pucat

dan

buruik

dapat

juga

mengindikasikan penurunan perfusi jaringan. Peningkatan


frekuensi pernapasan berkompensasi pada hipoksia jaringan.
6) Anjurkan klien untuk minum sebanyak mungkin air jika tidak
dikontraindikasikan.
Rasional: asupan cairan yang berlebih dapat mengakibatkan
kelebihan cairan atau dekompensasi jantung yang dapat
c.

memperburuk kondisi klien.


Diagnosa keperawatan 3
Ketidakseimbangan nutrisi kurang

dari

kebutuhan

tubuh

berhubungan dengan tidak ada nafsu makan, mual dan muntah.


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil :
1. Tidak ada mual dan muntah
2. Porsi makan dihabiskan 1 porsi
3. Turgor kulit baik
4. Pasien Nampak bertenaga
5. Raut muka bercahaya
Intervensi :

51

1.
2.

3.
4.

d.

Kaji riwayat nutrisi klien termasuk makanan yang disukai


Rasional: mengidentifikasi defisiensi nutrisi
Anjurkan istirahat sebelum makan
Rasional: menenangkan peristaltik dan meningkatkan energi
untuk makan
Berikan kebersihan oral
Rasional: mulut yang bersih dapat meningkatkan rasa makan
Anjurkan keluarga memberikan makanan sedikit tapi sering
Rasional: memungkinkan variasi makanan akan memampukan

5.

pasien untuk meningkatkan rasa makan


Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional: nutrisi yang adekuat akan membantu proses

6.

penyembuhan
Kolaborasi untuk pemberian obat
Rasional: memperbaiki nafsu makan dan membantu proses

7.

penyembuhan
Pantau pemberian nutrisi per iv
Rasional: memperbaiki kekurangan

nutrisi

dan

dapat

membantu mengembalikan cairan.


Diagnosa keperawatan 4
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme sekunder terhadap infeksi akut
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan peningkatan toleransi aktifitas.
Kriteria hasil :
1. Pasien mampu melakukan kegiatan mandiri seperti makan,
2.

kekamar mandi
Pasien Nampak rileks

Intervensi :
1.

Tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan

2.

batasi pengunjung
Rasional: menyediakan energi yang digunakan untuk aktifitas
Bantu pemenuhan aktivitas yang tidak dapat / tidak boleh
dilakukan klien, kalau perlu libatkan keluarga.

52

Rasional: dengan melakukan aktivitas


3.

4.

dapat memulihkan

energi.
Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi
Rasional: dengan beraktifitas dapat membantu klien untuk
melakukan kegiatan mandiri
Berikan aktifitas hiburan yang tepat seperti nonton TV, dengar
radio, dll
Rasional: Meningkatkan relaksasi dan menghemat energi

5.

Kolaborasi dengan dokter untuk terapi


Rasional: mempercepat proses penyembuhan
e. Diagnosa keperawatan 5
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya
intake cairan dan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan mempertahankan volume cairan.
Kriteria hasil:
1. membrane mukosa lembab
2. turgor kulit baik
3. pengisian kapiler baik
4. tanda vital baik
5. keseimbangan masukan dan keluaran urine normal

Intervensi:
1.

awasi masukan dan keluaran perkiraan cairan yang tidak


terlihat.
Rasional: memberikan informasi tentang keseimbangan cairan
dan control penyakit usus juga merupakan pedoman untuk

2.

penggantian cairan.
Observasi kulit kering berlebihan dan membrane mukosa,
turgor kulit dan pengisian kapiler.
Rasional: menunjukkan kehilangan cairan berlebihan atau

3.

dehidrasi.
Kaji tanda vital.

53

Rasional:

demam

menunjukkan

respon

terhadap

efek

4.

kehilangan cairan.
Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring.
Rasional: kolon diistirahatkan untuk penyembuhan dan untuk

5.

penurunan kehilangan cairan usus.


Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral.
Rasional: mempertahankan istirahat usus

dan

akan

memerlukan penggantian cairan untuk mempertahankam


kehilangan.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan
yang diberikan kepada klien sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah diterapkan tergantung pada situasi dan kondisi klien saat itu.
Pada diagnosa keperawatan nyeri berhubungan dengan proses
peradangan dilakukan tindakan keperawatan sesuai kondisi klien
dengan intervensi Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi dan frekuensi, ajarkan tehnik
relaksasi pada klien, kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu, bantu klien menemukan posisi yang nyaman,
tingkatkan istirahat, kolaborasi dengan dokter pemberian obat analgetik.
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit dilakukan
tindakan keperawatan mengobservasi suhu klien , memonitor nadi,
pernafasan dan

warna kulit, mengobservasi suhu lingkungan,

membatasi atau tambahkan linen pada tempat tidur sesuai kebutuhan,


memberikan kompres hangat pada lipatan paha, aksila, memberikan
minum sesuai kebutuhan, berkolaborasi dalam pemberian antipiretik.

54

Pada diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya nafsu makan
sekunder terhadap peradangan mukosa mulut, dilakukan tindakan
keperawatan sesuai kondisi kliendengan mengkaji nutrisi klien
termasuk makanan yang disukai, Anjurkan istirahat sebelum makan,
berikan kebersihan oral, anjurkan keluarga memberikan makanan
sedikit tapi sering, Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat, kolaborasi
untuk pemberian obat, pantau pemberian nutrisi per intra vena.
Pada diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan
dengan peningkatan kebutuhan metabolisme sekunder terhadap infeksi
akut dilakukan tindakan sesuai kondisi klien dengan intervensi
keperawatan tingkatkan tirah baring dan berikan lingkungan tenang dan
batasi pengunjung, Bantu pemenuhan aktivitas yang tidak dapat / tidak
boleh dilakukan klien, kalau perlu libatkan keluarga, tingkatkan
aktifitas sesuai toleransi, berikan aktifitas hiburan yang tepat seperti
nonton TV, dengar radio, kolaborasi dengan dokter untuk terapi.
Pada diagnosa keperawatan resoko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan intake cairan dan peningkatan suhu tubuh
dilakukan tindakan keperawatan sesuai kondisi klien dengan intervensi
mengawasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang
tidak adekuat, mengobservasi kulit kering berlebuhan dan membrane
mukosa, turgor kulit dan pengisian kapiler, mengkaji tanda vital,
mempertahankan pembatasan peroral, tirah baring, mengkolaborasi
untuk pemberian caiaran perenteral.

55

5. Evaluasi
Dilaksanakan suatu penelitian terhadap asuhan keperawatan
yang telah diberikan atau dilaksanakan dengan berpegang teguh pada
tujuan yang ingin dicapai. Pada bagian ini ditentukan apakah
perencanaan sudah tercapai atau belum, dapat juga timbul masalah
baru. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan semua masalah yang timbul teratasi sehingga tidak ada
problem baru lagi.

2.9

Kerangka Masalah

Kuman Salmonella
typhi yang masuk ke
saluran gastrointestinal

Lolos dari asam


lambung

Pembuluh limfe

Bakteri masuk usus


halus

Peredaran darah
(bakteremia primer)
Berkembang biak di
hati dan limfa

Masuk retikulo
endothelial (RES)
terutama hati dan limfa

Empedu

Pembesaran hati
Hepatomegali
Lase plak peyer
Erosi
Nyeri
Perdarahan masif
Komplikasi perforasi
dan perdarahan usus

Rongga usus pada


kel Limfoid halus
Pembesaran limfa

Dimusnahkan oleh
asam lambung

Masuk ke aliran darah


(bakterimia sekunder)
Endotoksin

Terjadi kerusakan sel


Merangsang melepas
zat epirogen oleh
leukosit
Splenomegali
Mempengaruhi pusat
thermoregulator di
Penurunan/peningkatan
hipotalamus
mobilitas usus
Ketidak
efektifan
Penurunan/peningkatan
termoregulasi
peristaltik usus
Resiko kekurangan
volume cairan
Peningkatan asam lambung
Konstipasi/diare

56

Anoreksi mual muntah

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh
Gambar 2.3 Kerangka Masalah
Sumber: Nurarif & Kusuma, 2013

Anda mungkin juga menyukai