Anda di halaman 1dari 26

A.

Macam-macam Pemeriksaan Laboratorium Sederhana dan Pelaksanaannya


1. Laboratorium Forensik Darah
Haemoglobin adalah suatu konjugate protein dan terdiri atas dua baglan: protein
molekule ialah globin dan suatu nonprotein molekul ialah hematin yang mengandung
besi. Haemoglobin secara hydrolise dengan asam lemah atau alkali dapat diuraikan
menjadi kedua bagian tersebut diatas.
Derivat-derivat haemoglobin yang perlu diketahui :

Haematin adalah derivat haemoglobin yang terdapat didalam bercak darah yang
sudah lama berwarna coklat tak larut dalam air. Dapat dibuat kristal yang
dinamakan haemin. Haemin terbentuk karena haemoglobin diuraikan oleh asam
lambung.

Methaernoglobin: mudah larut dalam air, merah coklat terjadi bila darah kena
hawa dan sinar dan pada keracunan dengan oxalic acid, aniline, amyl nitrit.

Haemochromgen: reduced alkalin haematin, warna merah, tejadi bila oxy Hb


dicampur dengan suatu reducing agent dan alkali. Spectrumnya sangat khas dan
adalah terbaik dari semua spectra darah untuk diagnosa.

Haematoporphirin: tidak larut air. Terjadi bila darah dicampur dengan asam atau
basa kuat. Terdapat dalam bentuk asam dan alkali dengan spectrum yang
berlainan. Sangat berguna untuk membuktikan adanya darah dimana bercakbercak darah telah bercampur dengan bahan-bahan lain.

Pemeriksaan Kimiawi Darah yakni terdiri :


A. Pemeriksaan Penyaring
a. Benzidine test
b. Phenolphthalin test
B. Pemeriksaan Penentuan
a. Reaksi Teichmann
b. Reaksi Takayama
c. Reaksi Wagenaar

A. Pemeriksaan Penyaring
Tes presumtif merupakan tes dugaan karena adanya memberikan kemungkinan
hasil yang false-positive (pemutih yang bereaksi dengan luminol) atau hasilnya
yang terlalu meluas (sampel adalah darah tetapi belum tentu berasal dari
manusia). Tes presumtif yang umum dilakukan untuk darah antara lain
Phenolphthalein, Luminol, Hemastix, and Leuco-crystal Violet (blood).
Ada banyak tes penyaring yang dapat dilakukan untuk membedakan apakah
bercak tersebut berasal dari darah atau bukan, karena hanya yang hasilnya positif
saja yang dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Prinsip pemeriksaan penyaringan:
H2O2 > H2O + On
Reagen + ON -> perubahan warna (teroksidasi)
Pemeriksaan penyaringan yang biasa dilakukan adalah dengan reaksi
benzidine dan reaksi fenoftalin. Reagen dalam reaksi benzidine adalah larutan
jenuh Kristal Benzidin dalam asetat glacial, sedangkan pada reaksi fenoftalin
digunakan reagen yang dibuat dari Fenolftalein 2g + 100 ml NaOH 20% dan
dipanaskan dengan biji-biji zinc sehingga terbentuk fenolftalein yang tidak
berwarna.
Hasil positif menyatakan bahwa bercak tersebut mungkin darah sehingga
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Sedangkan hasil negative pada kedua
reaksi tersebut memastikan bahwa bercak tersebut bukan darah.
Tes ini didasarkan bahwa heme dapat mengkatalisis hidrogen peroksida.
Cairan H2O2 direaksikan dengan sampel dan akan terjadi reaksi teroksidasi yang
menghasilkan perubahan warna. Penting untuk dicatat bahwa hasil tes yang
positif tidak berarti bahwa noda tersebut atau sampel adalah darah, apalagi untuk
menentukan dengan pasti sampel adalah darah manusia, karena berbagai enzim
dan logam tertentu juga bisa memberikan hasil positif.
Metode ini didasarkan bahwa heme dari hemoglobin memiliki sifat seperti
peroksida yang mengkatalis pemecahan hidrogen peroksida.

Reaksi Benzidine (Test Adler)


Dulu Benzidine test pada forensic banyak dilakukan oleh Adlers (1904). Tes
Benzidine atau Test Adler lebih sering digunakan dibandingkan dengan tes
tunggal pada identifikasi darah lainnya. Karena merupakan pemeriksaan yang
paling baik yang telah lama dilakukan. Pemeriksaan ini sederhana, sangat sensitif
dan cukup bermakna. Jika ternyata hasilnya negatif maka dianggap tidak perlu
untuk melakukan pemeriksaan lainnya.
Cara pemeriksaan reaksi Benzidin:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai kemudian
diteteskan 1 tetes H2O2 20% dan 1 tetes reagen Benzidin.
Hasil: Hasil positif pada reaksi Benzidin adalah bila timbul warna biru gelap pada
kertas saring.
Reaksi Phenolphtalein (Kastle Meyer Test)
Prosedur test identifikasi yang sekarang ini, mulai banyak menggunakan
Phenolphtalein. Pada penelitian yang dilakukan oleh Kastle (1901,1906), zat ini
menghasilkan warna merah jambu terang saat digunakan pada test identifikasi
darah. Konfirmasi noda terlihat menggunakan Kastle-Meyer tes. Di mana reagen
mendeteksi berada dalam bergerak bentuk cara melakukannya yaitu dengan
menggosok lembut pada noda dan basah. Hasilnya langsung terlihat dari
perubahan warna, dari kuning pucat ke biru kehijauan yang intens menunjukkan
kemungkinan adanya darah. Tes ini sangat sensitif tetapi karena cara itu sudah
diatur tidak mudah dimodifikasi untuk memeriksa untuk gangguan mungkin4.
Pada uji Kastle-Meyer yang fenolftalein disimpan dalam larutan basa yang
didalamnya terdapat seng, larutan ini tidak berwarna. Oksidasi dengan
hemoglobin dan peroksida menyebabkan perubahan warna yang cepat menjadi
merah muda terang, Awalnya tes dilakukan dalam satu langkah, tapi banyaknya
gangguan potensial dapat dihilangkan dengan melakukan tes dalam dua langkah4.
Dalam bentuk asli, sejumlah kecil reagen Kastle-Meyer yang telah
dipersiapkan dicampur dengan etanol 95% (volume sama) dan 10% larutan
hydrogen peroksida. Noda yang dicuragai darah kemudian digosok dengan

sepotong kecil kertas filter dan ditambahkan setetes campuran pereaksi ke kertas.
Perubahan warna menjadi merah muda merupakan indikasi dari adanya
hemoglobin, yang telah dikatalisis pemecahan hidrogen peroksida. Namun, yang
digunakan dalam formulir ini, tes akan memberikan hasil yang tampaknya positif
dengan bahan pengoksidasi lainnya. Dalam versi pengujian dua langkah, reagen
Kastle-Meyer hanya dicampur dengan etanol 95% (volume sama). Larutan
ditambahkan ke noda pada kertas filter. Jika warna pink atau warna merah
langsung berubah, yaitu tanpa penambahan hidrogen peroksida.
Cara Pemeriksaan reaksi Fenolftalein:
Sepotong kertas saring digosokkan pada bercak yang dicurigai langsung
diteteskan reagen fenolftalein.
Hasil: Hasil positif pada reaksi Fenoftalin adalah bila timbul warna merah muda
pada kertas saring.

A.

B.

Gambar 2. A. Warna pink menunjukkan aktivitas dari hemolisis dan fenolftalin,menunjukkan hasil positif. B. tidak terdapat
darah pada sampel, tidak tampak hemolisis peroksida dan perubahan warna, hasil tes negative

B. Pemeriksaan Penentuan
Setelah didapatkan hasil bahwa suatu bercak merah tersebut adalah darah maka
dapat dilakukan pemeriksaan selanjutnya yaitu pemeriksaan meyakinkan darah
berdasarkan

terdapatnya

pigmen

atau

kristal

hematin

(hemin)

dan

hemokhromogen. Terdapat tiga jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk


memastikan bercak darah tersebut benar berasal dari manusia, yaitu :

Test Teichman (Tes kristal haemin)

Test diawali dengan memanaskan darah yang kering dengan asam asetat glacial
dan chloride untuk membentuk derivate hematin. Kristal yang terbentuk
kemudian diamati di bawah mikroskop, biasanya Kristal muncul dalam bentuk
belah-belah ketupat dan berwarna coklat.
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek tambahkan 1butir kristal
NaCL dan 1 tetes asam asetat glacial, tutup dengan kaca penutup dan dipanaskan.
Hasil: Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya Kristal hemin HCL yang
berbentuk batang berwarna coklat yang terlihat dengan mikroskopik.
Kesulitan : Mengontrol panas dari sampel karena pemanasan yang terlalu panas
atau terlalu dingin dapat menyebabkan kerusakan pada sampel.

Test Takayama (Tes kristal B Hemokromogen)


Apabila heme sudah dipanaskan dengan seksama dengan menggunakan pyridine
dibawah kondisi basa dengan tambahan sedikit gula seperti glukosa, Kristal
pyridine ferroprotoporphyrin atau hemokromogen akan terbentuk.
Cara kerja:
Tempatkan sejumlah kecil sampel yang berasal dari bercak pada gelas objek dan
biarkan reagen takayama mengalir dan bercampur dengan sampel. Setelah fase
dipanaskan, lihat di bawah mikroskop.
Hasil : Hasil positif dinyatakan dengan tampaknya kristal halus berwarna merah
jambu yang terlihat dengan mikroskopik.
Kelebihan: Test dapat dilakukan dan efektif dilakukan pada sampel atau bercak
yang sudah lama dan juga dapat memunculkan noda darah yang menempel pada
baju. Selain itu test ini juga memunculkan hasil positif pada sampel yang
mempunyai hasil negative pada test Teichmann. Selain dua tes tersebut terdapat
juga tes yang digunakan untuk memastikan bercak tersebut berasal dari darah,
yaitu :

Gambar 10. Tes Takayama positif membentuk Kristal yang dapat dilihatdibawah mikroskop

Pemeriksaan Wagenaar
Cara pemeriksaan:
Seujung jarum bercak kering diletakkan pada kaca obyek, letakkan juga sebutir
pasir, lalu tutup dengan kaca penutup sehingga antara kaca obyek dan kaca
penutup terdapat celah untuk penguapan zat. Kemudian pada satu sisi diteteskan
aseton dan pada sisi lain di tetes kan HCL encer, kemudian dipanaskan.
Hasil: Hasil positif bila terlihat Kristal aseton hemin berbentuk batang berwarna
coklat. Hasil negative selain menyatakan bahwa bercak tersebut bukan bercak
darah, juga dapat dijumpai pada pemeriksaan terhadap bercak darah yang struktur
kimiawinya telah rusak, misalnya bercak darah yang sudah lama sekali, terbakar
dan sebagainya.

2. APAKAH DARAH MANUSIA ATAU BUKAN


a. Cara serologik
Pemeriksaan serologik berguna untuk menentukan spesies dan golongan darah.
Untuk itu dibutuhkan antisera terhadap protein manusia (anti human globulin)
serta terhadap protein hewan dan juga antisera terhadap golongan darah tertentu.
Prinsip pemeriksaan adalah suatu reaksi antara antigen (bercak darah) dengan
Antibodi (antiserum) yang dapat merupakan reaksi presipitasi atau reaksi
aglutinasi.

Test Presipitin Cincin


Test Presipitin Cincin menggunakan metode pemusingan sederhana antara dua
cairan didalam tube. Dua cairan tersebut adalah antiserum dan ekstrak dari bercak
darah yang diminta untuk diperiksa.
Cara pemeriksaan :
Antiserum ditempatkan pada tabung kecil dan sebagian kecil ekstrak bercak darah
ditempatkan secara hati-hati pada bagian tepi antiserum. Biarkan pada temperatur
ruang kurang lebih 1,5 jam. Pemisahan antara antigen dan Antibodi akan mulai
berdifusi ke lapisan lain pada perbatasan kedua cairan.
Hasil: Akan terdapat lapisan tipis endapan atau precipitate pada bagian antara dua
larutan. Pada kasus bercak darah yang bukan dari manusia maka tidak akan
muncul reaksi apapun.

Reaksi presipitasi dalam agar.


Cara pemeriksaan :
Gelas obyek dibersihkan dengan spiritus sampai bebas lemak, dilapisi dengan
selapis tipis agar buffer. Setelah agak mengeras, dibuat lubang pada agar dengan
diameter kurang lebih 2 mm, yang dikelilingi oleh lubang-lubang sejenis.
Masukkan serum anti-globulin manusia ke lubang di tengah dan ekstrak darah
dengan berbagai derajat pengenceran di lubang-lubang sekitarnya. Letakkan gelas
obyek ini dalam ruang lembab (moist chamber) pada temperature ruang selama
satu malam.
Hasil : Hasil positif memberikan presipitum jernih pada perbatasan lubang tengah
dan lubang tepi. Pembuatan agar buffer : 1 gram agar; 50 ml larutan buffer
Veronal pH 8.6; 50 ml aqua dest; 100 mg. Sodium Azide. Kesemuanya
dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer, tempatkan dalam penangas air mendidih
sampai terbentuk agar cair.

b. Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat morfologi sel darah merah.
Cara pemeriksaan :

Darah yang masih basah atau baru mengering ditaruh pada kaca obyek kemudian
ditambahkan 1 tetes larutan garam faal, dan ditutup dengan kaca penutup, lihat
dibawah mikroskop. Cara lain, dengan membuat sediaan apus dengan pewarnaan
Wright atau Giemsa.
Hasil : Pemeriksaan mikroskopik kedua sediaan tersebut hanya dapat menentukan
kelas dan bukan spesies darah tersebut. Kelas mamalia mempunyai sel darah
merah berbentuk cakram dan tidak berinti, sedangkan kelas lainnya berbentuk
oval atau elips dan tidak berinti Bila terlihat adanya drum stick dalam jumlah
lebih dari 0,05%, dapat dipastikan bahwa darah tersebut berasal dari seorang
wanita.
Kelebihan:Dapat terlihatnya sel sel leukosit berinti banyak. Dapat terlihat adanya
drum stick pada pemeriksaan darah seorang wanita.

3. PEMERIKSAAN DARAH LAIN


Bila dicurigai penyebab kematian adalah keracunan maka dapat dilakukan
pemeriksaan darah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan CO (karbon monoksida)
a. Untuk penentuan COHb secara kualitatif dapat dikerjakan uji difusi alkali.
i.

Ambil 2 tabung reaksi. Masukkan ke dalam tabung pertama 1-2 tetes


darah korban dan tabung kedua 1-2 tetes darah normal sebagai kontrol.
Encerkan masing-masing darah dengan menambahkan 10 ml air sehingga
warna merah pada kedua tabung kurang lebih sama.

ii.

Tambahkan pada masing-masing tabung 5 tetes larutan NaOH 10-20%,


lalu dikocok.
Hasil : Darah normal segera berubah warna menjadi merah hijau
kecoklatan karena segera terbentuk hematin alkali, sedangkan darah yang
mengandung COHb tidak berubah warnanya untuk beberapa waktu,
tergantung pada konsentrasi COHb, karena COHb lebih bersifat resisten
terhadap pengaruh alkali. COHb dengan kadar saturasi 20% memberi warna
merah muda (pink) yang bertahan selama beberapa detik, dan setelah 1 menit
baru berubah warna menjadi coklat kehijauan.

b. Dapat pula dilakukan uji formalin (Eachloz-Liebmann).


Darah yang akan diperiksa ditambahkan larutan formalin 40% sama
banyaknya.
Hasil : Bila darah mengandung COHb 25% saturasi maka akan terbentuk
koagulat berwarna merah yang mengendap pada dasar tabung reaksi.
Semakin tinggi kadar COHb, semakin merah warna koagulatnya. Sedangkan
pada darah normal akan terbentuk koagulat yang berwarna coklat.

c. Cara Gettler-Freimuth (semi-kuantitatif)


Prinsipnya sebagai berikut :
Darah + Kalium ferisianida
CO + PdCl2 + H2O

CO dibebaskan dari COHb

Pd + CO2 + HCl

Paladium (Pd) ion akan diendapkan pada kertas saring berupa endapan
berwarna hitam. Dengan membandingkan intensitas warna hitam tersebut
dengan warna hitam yang diperoleh dari pemeriksaan terhadap darah dengan
kadar COHb yang diketahui, maka dapat ditentukan konsentrasi COHb
secara semi kuantitatif.

2. Pemeriksaan Alkohol
Bau alkohol bukan merupakan diagnosis pasti keracunan. Diagnosis pasti
hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kuantitatif kadar alkohol darah.
Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat dipakai sebagai pilihan
kedua. Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat diperiksa kadar
alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti cairan
serebrospinalis.
Penentuan kadar alkohol dalam lambung saja tanpa menentukan kadar
alkohol dalam darah hanya menunjukkan bahwa orang tersebut telah minum
alkohol. Pada mayat, alkohol dapat didifusi dari lambung ke jaringan
sekitarnya termasuk ke dalam jantung, sehingga untuk pemeriksaan
toksikologik, diambil darah dari pembuluh darah vena perifer (kubiti atau
femoralis).

Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam darah


yang cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway),
sebagai berikut :
Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie
dibuat dengan melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air.
Kemudian tambahkan 280 ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan
500 ml akuades. Sebarkan 1 ml darah yang akan diperiksa dalam ruang
sebelah luar dan masukkan 1 ml kalium karbonat jenuh dalam ruang sebelah
luar pada sisi berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya darah
bercampur dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1
jam pada temperatur ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan
warna pada reagen Antie.
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna
kuning kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan
warna hijau kekuningan sekitar 300mg %.
Kadar alkohol darah yang diperoleh dari pemeriksaan belum
menunjukkan kadar alkohol darah pada saat kejadian. Hasil ini akibat dari
pengambilan darah dilakukan beberapa saat setelah kejadian, sehingga yang
dilakukan adalah perhitungan kadar alkohol darah saat kejadian. Meskipun
kecepatan eliminasi kira-kira 14-15 mg%, namun pada perhitungan harus juga
dipertimbangkan kemungkinan kesalahan pengukuran dan kesalah perkiraan
kecepatan eliminasi. Gruner (1975) menganjurkan angka 10 mg% per jam
digunakan dalam perhitungan. Sebagai contoh, bila ditemukan kadar alkohol
darah 50mg% yang diperiksa 3 jam setelah kejadian, akan memberikan angka
80 mg% pada saat kejadian.

3. Pemeriksaan Insektisida
Untuk pemeriksaan toksikologik insektisida perlu diambil darah, jaringan hati,
limpa, paru-paru dan lemak badan.

Penentuan kadar AchE dalam darah dan plasma dapat dilakukan


dengan cara tintimeter (Edson) dan cara paper-strip (Acholest).
Cara Edson : berdasarkan perubahan pH darah
AChE
Ach > kolin + asam asetat
Ambil darah korban dan tambahkan indikator brom-timol-biru,
diamkan beberapa saat maka akan terjadi perubahan warna. Bandingkan
warna yang timbul dengan warna standar pada comparator disc (cakram
pembanding), maka dapat ditentukan AchE dalam darah.
Table. Interpretasi Hasil pada Tes Edson.
% aktifitas AchE darah

Interpretasi

75% 100% dari normal

Tidak ada keracunan

50% 75% dari normal

Keracunan ringan

25% 50% dari normal

Keracunan

0% 25% dari normal

Keracunan berat

Cara Acholest :
Ambil serum darah korban dan teteskan pada kertas Acholest bersamaan
dengan kontrol serum darah normal. Pada kertas Acholest sudah terdapat Ach
dan indikator. Waktu perubahan warna pada kertas tersebut dicatat. Perubahan
warna harus sama dengan perubahan warna pembanding (serum normal) yaitu
warna kuning telur.
Interpretasi :
Kurang dari 18 menit tidak ada keracunan
20-35 menit keracunan ringan
35-150 menit keracunan berat

Kromatografi lapisan tipis (TLC)


Kaca berukuran 20 x 20 cm, dilapisi dengan absorben gel silikat atau dengan
aluminium oksida, lalu dipanaskan dalam oven 110 derajat celcius selama 1
jam.
Filtrat yang akan diperiksa (hasil ekstraksi dari darah atau jaringan
korban) diteteskan dengan mikropipet pada kaca. Disertai dengan tetesan lain
yang telah diketahui golongan dan jenis serta konsentrasinya sebagai
pembanding. Ujung kaca TLC dicelupkan ke dalam pelarut, biasanya nHexan. Celupan tidak boleh mengenai tetesan tersebut di atas. Dengan daya
kapilaritas maka pelarut akan ditarik ke atas sambil melarutkan filtrat-filtrat
tadi. Setelah itu kaca TLC dikeringkan lalu disemprot dengan reagensia
Paladium klorida 0,5% dalam HCl pekat, kemudian dengan Difenilamin 0,5%
dalam alkohol.
Hasilnya : Warna hitam (gelap) berarti golongan hidrokarbon terklorinasi.
Warna hijau dengan dasar dadu berarti golongan organofosfat. Untuk
menentukan jenis dalam golongannya dapat dilakukan dengan menentukan Rf
masing-masing bercak.

4. Pemeriksaan Sianida
Uji kertas saring.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan asam pikrat jenuh, biarkan hingga
menjadi lembab. Teteskan satu tetes isi lambung atau darah korban, diamkan
sampai agak mengering, kemudian teteskan Na2CO3 10 % 1 tetes. Uji positif
bila terbentuk warna ungu.
Kertas saring dicelupkan ke dalam larutan HNO3 1%, kemudian ke
dalam larutan kanji 1% dan keringkan. Setelah itu kertas saring dipotongpotong seperti kertas lakmus. Kertas ini dipakai untuk pemeriksaan masal
pada pekerja yang diduga kontak dengan CN. Caranya dengan membasahkan
kertas dengan ludah di bawah lidah. Uji positif bila warna berubah menjadi
biru. Hasil uji berwarna biru muda meragukan sedangkan bila warna tidak
berubah (merah muda) berarti tidak dapat keracunan.

Kertas saring dicelup ke dalam larutan KCL, dan dipotong kecil-kecil.


Kertas tersebut dicelupkan ke dalam darah korban, bila positif maka warna
akan berubah menjadi merah terang karena terbentuk sianmethemoglobin.

2. PEMERIKSAAN

LABORATORIUM

FORENSIK

CAIRAN

MANI

&

SPERMATOZOA
Cairan mani merupakan cairan agak putih kekuningan, keruh dan berbau khas. Cairan
mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi cair dalam
waktu yang singkat (10 20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3
5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7,2 7,6.
Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel epitel dan sel-sel lain yang
tersuspensi dalam cairan yang disebut plasma seminal yang mengandung spermion
dan beberapa enzim sepertri fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk yang
khas untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai
120 juta per ml.
Sperma itu sendiri didalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4
5 jam post-coitus; sperma masih dapat ditemukan tidak bergerak sampai sekitar 2436 jam post coital dan bila wanitanya mati masih akan dapat ditemukan 7-8 hari
Pemeriksaan cairan mani dapat digunakan untuk membuktikan :

Adanya persetubuhan melalui penentuan adanya cairan mani dalam labia


minor atau vagina yang diambil dari forniks posterior

Adanya ejakulasi pada persetubuhan atau perbuatan cabul melalui penentuan


adanya cairan mani pada pakaian, seprai, kertas tissue, dsb.
Teknik

Pengambilan

bahan

untuk

pemeriksaan

laboratorium

untuk

pemeriksaan cairan mani dan sel mani dalam lendir vagina, yaitu dengan mengambil
lendir vagina menggunakan pipet pasteur atau diambil dengan ose batang gelas, atau
swab. Bahan diambil dari forniks posterior, bila mungkin dengan spekulum. Pada
anak-anak atau bila selaput darah masih utuh, pengambilan bahan sebaiknya dibatasi
dari vestibulum saja. Pemeriksaan yang dapat dilakukan meliputi :
1. Penentuan spermatozoa (mikroskopis)
Tujuan : Menentukan adanya sperma

Bahan pemeriksaan : cairan vagina

Metode pemeriksaan :

Tanpa pewarnaan
Untuk melihat motilitas spermatozoa. Pemeriksaan ini paling bermakna
untuk memperkirakan saat terjadinya persetubuhan
Cara pemeriksaan :
Letakkan satu tetes cairan vagina pada kaca objek kemudian ditutup. Periksa
dibawah mikroskop dengan pembesaran 500 kali. Perhatikan pergerakkan
spermatozoa
Hasil :
Umumnya disepakati dalam 2 3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan

spermatozoa

yang

bergerak

dalam

vagina.

Haid

akan

memperpanjang waktu ini sampai 3 4 jam. Berdasarkan beberapa


penelitian, dapat disimpulkan bahwa spermatozoa masih dapat ditemukan 3
hari, kadang kadang sampai 6 hari pasca persetubuhan. Pada orang mati,
spermatozoa masih dapat ditemukan hingga 2 minggu pasca persetubuhan,
bahkan mungkin lebih lama lagi.

Dengan Pewarnaan
Cara pemeriksaan :
Buat sediaan apus dan fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut
pada nyala api. Pulas dengan HE, biru metilen atau hijau malakit
Cara pewarnaan yang mudah dan baik untuk kepentingan forensik
adalah pulasan dengan hijau malakit dengan prosedur sebagian berikut : Buat
sediaan apus dari cairan vaginal pada gelas objek, keringkan diudara, dan
fiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala api,
warnai dengan Malachite-green 1% dalam air, tunggu 10-15 menit, cuci
dengan air, warnai dengan larutan Eosin Yellowish 1 % dalam air, tunggu
selama 1 menit, cuci lagi dengan air, keringkan dan periksa dibawah
mikroskop.
Hasil :

Keuntungan dengan pulasan ini adalah inti sel epitel dan leukosit tidak
terdiferensiasi, sel epitel berwarna merah muda merata dan leukosit tidak
terwarnai. Kepala spermatozoa tampak merah dan lehernya merah muda,
ekornya berwarna hijau
Bila persetubuhan tidak ditemukan, belum tentu dalam vagina tidak
ada ejakulat karena kemungkinan azoosperma atau pascavasektomi. Bila hal
ini terjadi, maka perlu dilakukan penentuan cairan mani dalam cairan vagina.

2. Penentuan Cairan Mani (kimiawi)


Untuk membuktikan terjadinya ejakulasi pada persetubuhan dari ditemukan
cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat yang banyak
terdapat dalam cairan mani, yaitu dengan pemeriksaan laboratorium :
a. Reaksi Fosfatase Asam
Merupakan tes penyaring adanya cairan mani, menentukan apakah bercak
tersebut adalah bercak mani atau bukan, sehingga harus selalu dilakukan pada
setiap sampel yang diduga cairan mani sebelum dilakukan pemeriksaan lain.
Reaksi fosfatase asam dilakukan bila pada pemeriksaan tidak ditemukan sel
spermatozoa. Tes ini tidak spesifik, hasil positif semu dapat terjadi pada feses,
air teh, kontrasepsi, sari buah dan tumbuh-tumbuhan.
Dasar reaksi (prinsip) :
Adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh
kelenjar prostat. Enzim fosfatase asam menghidrolisis natrium alfa naftil
fosfat. Alfa naftol yang telah dibebaskan akan bereaksi dengan brentamin
menghasilkan zat warna azo yang berwarna biru ungu. Bahan pemeriksaan
yang digunakan adalah cairan vaginal.
Reagen :
Larutan A

Brentamin Fast Blue B 1 g (1)

Natrium asetat trihidrat 20 g (2)

Asam asetat glasial 10 ml (3)

Askuades 100 ml (4)

(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga
dengan pH 5, kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.
Larutan B
Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml. 89 ml Larutan A ditambah
1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol yang berwarna gelap. Jika
disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan
adanya endapan tidak akan mengganggu reaksi.
Cara pemeriksaan :
Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu
dibasahi dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring
diangkat dan disemprotkan / diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu
reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul warna ungu, karena intensitas
warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.
Hasil :
Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak
dengan intensitas tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut
memberikan intensitas warna secara berangsur-angsur.
Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani.
Bila 30 65 detik, masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis.
Waktu reaksi > 65 detik, belum dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat
cairan mani karena pernah ditemukan waktu reaksi > 65 detik tetapi
spermatozoa positif.
Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam vagina memberikan
waktu reaksi rata-rata 90 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri dan
jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.

b. Reaksi Florence
Reaksi ini dilakukan bila terdapat azoospermia/tidak ditemukan spermatozoa
atau cara lain untuk menentukan semen tidak dapat dilakukan.
Dasar : Menentukan adanya kolin.
Reagen (larutan lugol) dapat dibuat dari :

Kalium yodida 1,5 g

Yodium 2,5 g

Akuades 30 ml

Cara pemeriksaan :
Cairan vaginal ditetesi larutan reagen, kemudian lihat dibawah mikroskop.
Hasil :
Bila terdapat mani, tampak kristal kolin periodida coklat berbentuk jarum
dengan ujung sering terbelah.
Test ini tidak khas untuk cairan mani karena bahan yang berasal dari
tumbuhan atau binatang akan memperlihatkan kristal yang serupa tetapi hasil
postif pada test ini dapat menentukan kemungkinan terdapat cairan mani dan
hasil negative menentukan kemungkinan lain selain cairan mani.

c. Reaksi Berberio
Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan
spermatozoa.
Dasar reaksi : Menentukan adanya spermin dalam semen.
Reagen : Larutan asam pikrat jenuh.
Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :
Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca
objek, biarkan mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan
dengan pipet dibawah kaca penutup.
Hasil : Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan
berbentuk jarum dengan ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi
yang terletak longitudinal. Kristal mungkin pula berbentuk ovoid.

3. Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani


Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi
golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret
vagina, cairan mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan
mani jauh lebih banyak dari pada air liur (2 100 kali). Hanya golongan

sekretor saja yang golongan darahnya dapat ditentukan dalam semen yaitu
dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi.
Hasil : Adanya substansi asing menunjukkan di dalam vagina wanita
tersebut terdapat cairan mani.

4. Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian


a. Secara visual
Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya.
Bercak yang sudah agak tua berwarna kekuningan.

Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap
daripada sekitarnya.

Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan


mengkilat dan translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1
bulan akan berwarna kuning sampai coklat.

Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi
kelabu yang berangsur-angsur menguning sampai coklat dalam waktu 1
bulan.

Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih.


Bercak pada sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi.
Flouresensi terlihat jelas pada bercak mani pada bahan yang terbuat dari
serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret vagina, dan serbuk deterjen
yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.

b. Secara taktil (perabaan)


Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila
tidak teraba kaku, masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba
kasar.

c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)


Cara pemeriksaan :

Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak
yang dicurigai selama 5 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan
dengan reagen. Bila terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali
pada pakaian sesuai dengan letaknya semula untuk mengetahui letak bercak
pada kain.

d. Uji pewarnaan Baecch


Reagen dapat dibuat dari :

Asam fukhsin 1 % 1 ml

Biru metilen 1 % 1 ml

Asam klorida 1 % 40 ml

Cara Pemeriksaan :
Gunting bercak yang dicurigai sebesar 5 mm x 5 mm pada bagian pusat
bercak. Bahan dipulas dengan reagen Baecchi selama 2 5 menit, dicuci
dalam HCL 1 % dan dilakukan dehidrasi berturut-turut dalam alkohol 70 %,
80 % dan 95 100 % (absolut). Lalu dijernihkan dalam xylol (2x)dan
keringkan di antara kertas saring.
Ambillah 1 2 helai benang dengan jarum.Letakkan pada gelas objek
dan uraikan sampai serabut-serabut saling terpisah. Tutup dengan kaca
penutup dan balsem Kanada. Periksa dengan mikroskop pembesaran 400 x.
Hasil : Serabut pakaian tidak berwarna, spermatozoa dengan kepala berwarna
merah dan ekor berwarna merah muda terlihat banyak menempel pada serabut
benang.

5. Pemeriksaan Pria Tersangka


Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan
dengan seseorang wanita.
Cara lugol
Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian
kolum, korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen
menghadap kebawah diatas tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan

agar uap yodium akan mewarnai sediaan tersebut. Hasil akan menunjukkan
sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat karena mengandung
banyak glikogen.
Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu
ditentukan adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran
besar, perhatikan inti sel epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciricirinya adalah menempel erat pada permukaan membran inti dengan diameter
kira-kira 1 yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak pada satu
dataran fokus dengan inti.
Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan tersebut telah
berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka
pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.
Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita
dewasa dan anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan
terhadap korban
Pengumpulan barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual
terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan fisik.

3. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Cairan Lainnya


1. Air Liur
Air liur merupakan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar liur. Air liur (saliva) terdiri
dari air, enzim alfa amilase (ptialin), protein, lipid, ion-ion anorganik seperti tiosianat,
klorida dan lain lain.
Dalam bidang kedokteran forensik, pemeriksaan air liur penting untuk kasuskasus dengan jejas gigitan untuk menentukan golongan darah pengigitnya. Golongan
darah penggigit yang termasuk dalam golongan sekretor dapat ditentukan dengan cara
absorpsi inhibisi.
Reagen yang digunakan yaitu anti A dan anti B dapat diperoleh dari
laboratorium transfusi darah PMI, demikian pula dengan anti H. Anti H dapat dibuat
dari biji-biji Ulex europaeus yang digerus dalam mortir. Tiap 1 g biji-bijian
ditambahkan 10 ml salin. Kemudian campuran tadi dikocok dengan mesin pengocok

selam 1 jam dan dipusing selama 5 menit dengan kecepatan 3000 RPM. Cairan
supernatan disaring dan dapat segera dipergunakan.
Untuk pemeriksaan perlu dilakukan kontrol dengan air liur yang telah
diketahui golongan sekretor atau non sekretor.
Cara absorpsi inhibisi : Basahkan bercak liur dengan 0,5 ml salin, kemudian peras
dan tempatkan air liur atau ekstrak air liur dalam salin tadi ke dalam tabung reaksi,
lalu panaskan dalam air mendidih selama 10 menit. Pusing dan ambil supernatant,
bila mau dimpan maka s
Dalam tabung reaksi 1 vol air liur ditambahkan 1 vol antiserum. Campuran
tersebut didiamkan selama 30 menit pada suhu ruang untuk proses absopsi. Selama
menunggu, tentukan titer anti A, anti B dan anti H yang digunakan. Setelah 30 menit
berlalu, pada campuran tersebut ditentukan titer anti A, anti B dan anti H dengan cara
yang sama. SDM yang digunakan adalah suspensi 4 % yang berumur kurang dari 24
jam. Bandingkan titer antisera yang digunakan dengan titer campuran antiserum + air
liur. Hasil positif bila titer berkurang lebih dari 2 kali.

2. Urine
a. Pemeriksaan untuk Timbal
Normal kadar Pb dalam darah kurang dari 60 mikro gr/ 100 ml. Bila lebih dari 70
mikro gr/100 ml berarti ada pemaparan abnormal. Bila lebih dari 100 mikro gr/100 ml
berarti telah terjadi keracunan.
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan Pb dalam urin dapat dengan
cara sebagai berikut : Ke dalam urin ditambahkan H2SO4 encer sehingga terbentuk
endapan PbSO4 berwarna putih, lalu disaring. Endapan ini tak larut dalam HNO3 tapi
larut dalam HCl atau NH4-asetat. Untuk pemeriksaan Pb dalam urin sebaiknya
digunakan urin 24 jam.
Dalam urin kadar Pb normal 0,5 mikro gr/ 100 ml. Pemaparan abnormal bila
sama atau lebih besar dari 8 mikro gr/ 100 ml, sedangkan keracunan bila sama atau
lebih besar dari 20 mikro gr/ 100 ml. Pada keracunan didapatkan pula kadar
koproporfirin 80 mikro gr/ 100 ml kreatin, dan d-ALA 2 mg/ 100 mg kreatin.

Uji Koproporfirin
Untuk mengetahui adanya koproporfirin dalam urin, dilakukan uji sebagai berikut : 5
cc urin diasamkan dengan asam asetat glasial sehingga pH kurang dari 4, kemudian
ditambahkan 5 tetes H2O2 3% dan 5 cc eter, lalu dikocok. Lapisan air dibuang dan
lapisan eter diambil, ditambahkan ke dalam 1 cc HCl 1,5 N, kocok, lapisan asam
diambil, lihat dengan sinar UV. Bila berwarna merah berarti terdapat koproporfirin,
jika biru atau biru muda berarti negatif. Fluoresensi dan uji koproporfirin III dalam
urin paling baik dilakukan untuk skrining masal.

b. Pemeriksaan untuk Alkohol


Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, bau alkohol bukan merupakan diagnosis
pasti keracunan. Diagnosis pasti hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan
kuantitatif kadar alkohol darah. Kadar alkohol dari udara ekspirasi dan urin dapat
dipakai sebagai pilihan kedua. Untuk korban meninggal sebagai pilihan kedua dapat
diperiksa kadar alkohol dalam otak, hati, atau organ lain atau cairan tubuh lain seperti
cairan serebrospinalis.
Salah satu cara penentuan semikuantitatif kadar alkohol dalam urin yang
cukup sederhana adalah teknik modifikasi mikrodifusi (Conway), sebagai berikut :
Letakkan 2 ml reagen Antie ke dalam ruang tengah. Reagen Antie dibuat dengan
melarutkan 3,70 gr kalium dikromat ke dalam 150 ml air. Kemudian tambahkan 280
ml asam sulfat dan terus diaduk. Encerkan dengan 500 ml akuades. Sebarkan 1 ml
urin yang akan diperiksa dalam ruang sebelah luar dan masukkan 1 ml kalium
karbonat jenuh dalam ruang sebelah luar pada sisi berlawanan.
Tutup sel mikrodifusi, goyangkan dengan hati-hati supaya urin bercampur
dengan larutan kalium karbonat. Biarkan terjadi difusi selama 1 jam pada temperatur
ruang. Kemudian angkat tutup dan amati perubahan warna pada reagen Antie.
Warna kuning kenari menunjukkan hasil negatif. Perubahan warna kuning
kehijauan menunjukkan kadar etanol sekitar 80mg %, sedangkan warna hijau
kekuningan sekitar 300mg %.

4. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Rambut


Rambut manusia berbeda dengan rambut hewan pada sifat-sifat lapisan sisik
(kutikula), gambaran korteks dan medula rambut.
Kutikula merupakan lapisan paling luar dari rambut, di bawahnya terletak
korteks yang terdiri dari gabungan serabut-serabut dengan pigmen. Di tempat yang
paling dalam/ tengah, terdapat medula yang mengandung pigmen dalam jumlah
terbanyak.
Rambut manusia memiliki diameter sekitar 50-150 mikron dengan bentuk
kutikula yang pipih, sedangkan rambut hewan memiliki diameter kurang dari 25
mikron atau lebih dari 300 mikron dengan kutikula yang kasar atau menonjol.
Pigmen pada rambut manusia sedikit dan terpisah-pisah sedangkan pada
hewan padat dan tidak terpisah. Perbandingan diameter rambut hewan dengan
diameter rambut manusia, indeks medula rambut manusia adalah 1:3, sedangkan
indeks medula rambut hewan adalah 1:2 atau lebih besar. Pemeriksaan indeks medula
merupakan pemeriksaan terpenting untuk membedakan rambut manusia dari rambut
hewan.
Berdasarkan asal tumbuhnya, rambut manusia dibedakan atas rambut kepala;
alis, bulu mata dan bulu hidung; kumis dan jenggot; rambut badan; rambut ketiak dan
rambut kemaluan. Umumnya tidak terdapat perbedaan yang jelas antara jenis-jenis
rambut tersebut di atas.
Rambut kepala umumnya kasar, lemas, lurus/ ikal/ keriting dan panjang
dengan penampang melintang yang berbentuk bulat (pada rambut yang lurus), oval
atau elips (pada rambut ikal/ keriting). Alis, bulu mata dan bulu hidung umumnya
relatif kasar, kadang-kadang kaku dan pendek. Rambut kemaluan dan rambut ketiak
lebih kasar sedangkan rambut badan halus dan pendek.
Pemeriksaan mikroskopik rambut utuh akan memperlihatkan akar, bagian
tengah dan ujung yang lengkap. Pada rambut yang tercabut, rambut akan terlihat utuh
disertai dengan jaringan kulit. Sebaliknya rambut yang lepas sendiri mempunyai akar
yang mengerut tanpa jaringan kulit. Rambut yang terpotong benda tajam, dengan
mikroskop terlihat terpotong rata, sedangkan akibat benda tumpul akan terlihat
terputus tidak rata.

Panjang rambut kepala kadang-kadang dapat memberi petunjuk jenis kelamin.


Tetapi untuk menentukan jenis kelamin yang pasti, harus dilakukan pemeriksaan
terhadap sel-sel sarung akar rambut dengan larutan orcein. Pada rambut wanita dapat
ditemukan adanya kromatin seks pada inti sel-sel tersebut.
Perkiraan umur berdasarkan pemeriksaan keadaan pigmen pada rambut sukar
sekali dilakukan. Umumnya dapat dikatakan, bahwa bila usia bertambah maka rambut
akan rontok. Rontoknya rambut pada pria umumnya terjadi pada dekade kedua atau
ketiga, sedangkan pada wanita sering terjadi rontoknya rambut ketiak dan
pertumbuhan rambut pada wajah pada saat menopouse. Rambut ketiak dan rambut
kemaluan akan tumbuh pada usia pubertas.
Rambut, baik rambut kepala ataupun kelamin, merupakan bagian tubuh
manusia yang dapat memberikan banyak informasi bagi kepentingan peradilan, antara
lain tentang :
a. saat korban meninggal dunia
b. sebab kematian
c. jenis kejahatan
d. identitas korban
e. identitas pelaku
f. benda/ senjata yang digunakan

5. Pemeriksaan Laboratorium Forensik Lain


1. Deteksi Epitel Vagina
kasus kejahatan seksual, pemeriksaan epitel vagina merupakan hal yang sangat
penting untuk menentukan pelakunya sesegera mungkin. Pemriksaan ini dilakukan
bila kejahatan baru terjadi dan alat kelamin pelaku belum dicuci.
Dalam pemeriksaan ini bertujuan untuk menemukan sisa-sisa epitel vagina
yang menempel pada penis pria tersangka pelakuk kejahatan seksual. Metode yang
dilakukan dengan larutan lugol : objek gelas ditempelkan pada gland penis, pada
bagian colum, corona, serta frenulum. Selanjutnya objek gelas dengan bagian yang
mengandung usapan menghadap ke cairan lugol akan mewarnai sel epitel vagina.
Hasil : menunjukkan epitel vagina berwarna kecoklatan.

2. Isi Lambung
Pemeriksaan sianida
a. Reaksi Schonbein-Pagenstecher (Reaksi Guajacol).
Masukkan 50 mg isi lambung/ jaringan ke dalam botol Erlenmeyer. Kertas saring
(panjang 3-4 cm, lebar 1-2 cm) dicelupkan ke dalam larutan guajacol 10% dalam
alkohol, keringkan. Lalu celupkan ke dalam larutan 0,1% CuSO4 dalam air dan kertas
saring digantungkan di atas jaringan dalam botol. Bila isi lambung alkalis, tambahkan
asam tartrat untuk mengasamkan, agar KCL mudah terurai. Botol tersebut
dihangatkan. Bila hasil reaksi positif, akan terbentuk warna biru-hijau pada kertas
saring. Reaksi ini tidak spesifik, hasil positif semu didapatkan bila isi lambung
mengandung klorin, nitrogen oksida atau ozon; sehingga reaksi ini hanya untuk
skrining.

b. Reaksi Prussian Blue (Biru Berlin).


Isi lambung/ jaringan didestilasi dengan destilator. 5 ml destilat + 1 ml NaOH 50 % +
3 tetes FeSO4 10% rp + 3 tetes FeCl3 5%, Panaskan sampai hampir mendidih, lalu
dinginkan dan tambahkan HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan
Fe(OH)3, teruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru berlin.

c. Cara Gettler Goldbaum.


Dengan menggunakan 2 buah flange (piringan), dan diantara kedua flange
dijepitkan kertas saring Whatman No. 50 yang digunting sebesar flange. Kertas saring
dicelupkan ke dalam larutan FeSO4 10% rp selama 5 menit, keringkan lalu celupkan
ke dalam larutan NaOH 20% selama beberapa detik. Letakkan dan jepitkan kertas
saring di antara kedua flange. Panaskan bahan dan salurkan uap yang terbentuk
hingga melewati kertas saring ber-reagensia antara kedua flange. Hasil positif bila
terjadi perubahan warna pada kertas saring, menjadi biru.

d. Kristalografi
Bahan yang dicurigai berupa sisa makanan/ minuman, muntahan, isi lambung di
masukkan ke dalam gelas beker, dipanaskan dalam pemanas air sampai kering,

kemudian dilarutkan dalam aceton dan disaring dengan kertas saring. Filtrat yang
didapat, diteteskan dalam gelas arloji dan dipanaskan sampai kering, kemudian dilihat
di bawah mikroskop. Bila terbentuk kristal-kristal seperti sapu, ini adalah golongan
hidrokarbon terklorinasi.
Pemeriksaan kualitatif dapat menggunakan penentuan titik cair, misal veronal
murni mencair pada suhu 191 C. Uji kristal dilakukan terhadap sisa obat yang
ditemukan dalam isi lambung. Masing-masing barbiturat mempunyai kristal yang
khas bila dilihat dengan mikroskop. Metoda Kopanyi (reaksi warna kobalt) dengan
modifikasinya.

e. Metoda Kopanyi
Dilakukan dengan memasukkan 50 ml urin atau isi lambung dalam sebuah corong.
Periksa dengan kertas lakmus, jika bersifat alkali tambahkan HCl sampai bersifat
asam. Tambahkan 100 ml eter, kocok selama beberapa menit. Diamkan sebentar,
tampak air terpisah dari eter, lapisan air dibuang, barbiturat terdapat dalam lapisan
eter. Saring eter ke dalam beaker glass dan uapkan sampai kering di atas penangas
air. Tambahkan 10 tetes kloroform untuk melarutkan sisa barbiturat yang mengering.
Ambil beberapa tetes larutan dan letakkan pada white pocelain spot plate.
Tambahkan 1 tetes kobalt asetat (1 % dalam metil alkohol absolut) dan 2 tetes
isopropilamin (5% dalam metil-alkohol absolut), Barbiturat akan memberi warna
merah muda sampai ungu.
Pemeriksaan kuantitatif dan kuantitatif dapat dilakukan dengan kromatografi
lapis tipis (TLC), kromatografi gas cair (GLC), spektrofotometri ultra-violet dan
spektrofotofluorimetri.

Anda mungkin juga menyukai