Anda di halaman 1dari 15

TRAUMA ( RUDA PAKSA) dan PENYEBAB

KEMATIAN AKIBAT TRAUMA


Definisi
Trauma merupakan reaksi fisik dan psikis yang bersifat stress buruk akibat
suatu peristiwa kejadian/pengalaman spontanitas secara mendadak (tiba-tiba) yang
membuat terkejut, kaget, menakutkan, shock, tidak sadar dan sebagainya yang telah
mudah hilang begitu saja dalam ingatan manusia.
Penyebab Trauma
Secara umum kondisi trauma yang dialami individu (anak) disebabkan oleh berbagai
situasi dan kondisi diantaranya:
Peristiwa/kejadian alamiah (bencana alam).
Pengalaman dikehidupan sosial ini (psiko-sosial) seperti pada asuh yang salah,
ketidak-adilan, penyiksaan (secara psiki-fisik), teror, kekerasan, perang, dsb.
Pengalaman langsung/tidak langsung seperti melihat sendiri (langsung) dan
pengalaman orang lain (tidak langsung), dan sebagainya.
Jenis Trauma
Berdasarkan penyebabnya trauma terdiri dari:
Trauma Psikologis
Trauma Neurosis
Trauma Psychosis
Trauma Disease
Jenis trauma berdasarkan sifatnya terdiri dari:
1.Trauma Ringan
2.Trauma Sedang/Menengah
3.Trauma Berat

Cara Mengatasi Trauma


Ada beberapa cara untuk deteksi diri dan upaya penanganan. Cara dalam rangka
diagnosa awal menentukan upaya terapi selanjutnya.
1. Planning
Pemikiran dasar dalam rangka menjalankan tugas secara menyeluruh.
2. Action
Setelah planning yang tepat langkah selanjutnya yaitu aksinya/perbuatan dalam
aksi segala hal/masalah yang hendak dianalisis akan menjadi terorganisasi
sehingga memperjelas metode, pendekatan, upaya problem solving.
3. Controling
Konsep ini menjadi penting karena apabila terjadi kekeliruan metode
pendekatan/konsep yang telah direncanakan di aplikasikan dilapangan maka dapat
dikontrol.
4. Evaluation
Kegunaannya untuk melihat sejauh mana proses perkembangan kesembuhan
traumatik yang diderita oleh individu dalam upaya pemberian bantuan apakah
dilanjutkan/dihentikan (bila dianggap sudah normal) .

CEDERA KEPALA
Cedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa
tumpul/tajam pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsi cerebral sementara.
Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia
produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.
Adapun pembagian trauma kapitis adalah:

Simple head injury

Commotio cerebri

Contusion cerebri

Laceratio cerebri

Basis cranii fracture

Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera
kepala ringan.

Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan

sebagai cedera kepala berat.


Pada penderita harus diperhatikan pernafasan, peredaran darah umum dan
kesadaran, sehingga tindakan resusitasi, anmnesa dan pemeriksaan fisik umum dan
neurologist harus dilakukan secara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus
segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit.

PEMBAGIAN CEDERA KEPALA


1. Simple Head Injury
Diagnosa simple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
Ada riwayat trauma kapitis
Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik
dan cukup istirahat.

2. Commotio Cerebri
Commotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung
tidak lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan
otak. Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak
pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau
terangsangnya pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula
terdapat amnesia retrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas
sebelum terjadinya kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman
kejadian di lobus temporalis. Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto
tengkorak, EEG, pemeriksaan memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5
hari untuk observasi kemungkinan terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.
3. Contusio Cerebri
Pada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringanyang kasat mata, meskipun neuronneuron mengalami kerusakan atau terputus.

Yang penting untuk terjadinya lesi

contusion ialah adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan
pergeseran otak serta pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi
yang kuat berarti pula hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang
batang otak terlalu kuat, sehingga menimbulkan blockade reversible terhadap
lintasan asendens retikularis difus. Akibat blockade itu, otak tidak mendapat input
aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama blockade reversible berlangsung.
Timbulnya

lesi

contusio

di

daerah

coup

contrecoup,

dan

intermediatemenimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks


babinsky yang positif dan kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran puli kembali, si
penderita biasanya menunjukkan organic brain syndrome.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang
beroperasi pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral
terganggu, sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi

menjadi lambat, atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat,
maka rasa mual, muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan
adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem,
anti perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
4. Laceratio Cerebri
Dikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid
traumatika, subdural akut dan intercerebral.

Laceratio dapat dibedakan atas

laceratio langsung dan tidak langsung.


Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang
disebabkan oleh benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada
fraktur depressed terbuka. Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan
oleh deformitas jaringan yang hebat akibat kekuatan mekanis.
5.

Fracture Basis Cranii


Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan
fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana
yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:

Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding

Epistaksis

Rhinorrhoe

Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:

Hematom retroaurikuler, Ottorhoe

Perdarahan dari telinga

Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii.


Komplikasi :

Gangguan pendengaran

Parese N.VII perifer

Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya
harus disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi.
Tindakan operatif bila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.

Adapun pembagian cedera kepala lainnya:

Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan


Commotio Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari
10 menit
o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan
kelainan pada pemeriksaan neurologist.

Cedera Kepala Sedang (CKS)


o Skor GCS 9-12
o Ada pingsan lebih dari 10 menit
o Ada sakit kepala, muntah, kejang dan amnesia retrogad
o Pemeriksaan neurologis terdapat lelumpuhan saraf dan
anggota gerak.

Cedera Kepala Berat (CKB)


o Skor GCS <8
o Gejalnya serupa dengan CKS, hanya dalam tingkat yang lebih
berat
o Terjadinya penurunan kesadaran secara progesif
o Adanya fraktur tulang tengkorak dan jaringan otak yang
terlepas.

KOMPLIKASI DARI TRAUMA KEPALA :

Jangka pendek :
1. Hematom Epidural
o Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri
kepala sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa
jam kemudian timbul gejala-gejala yang memperberat progresif seperti
nyeri kepala, pusing, kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah
meninggi, pupil pada sisi perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi
lebar, dan akhirnya tidak bereaksi terhadap refleks cahaya. Ini adalah
tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subkutan
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar.
Pada sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda
kerusakan traktus piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon
meninggi dan refleks patologik positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih

o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan


pengikatan pembuluh darah.
2. Hematom subdural
o Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan
laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim
otak (bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai
lengkung tulang tengkorak)
Isodens terlihat dari midline yang bergeser
o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam
otak (dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan
subdural hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak
pada lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang
berupa hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita
dengan perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan
direorganisasi dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa
menimbulkan manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang
terkena.
4. Oedema serebri
Pada keadaan ini otak membengkak.

Penderita lebih lama pingsannya,

mungkin hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri,

hanya lebih berat. Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat.
Gejala-gejala kerusakan jaringan otak juga tidak ada.

Cairan otak pun

normal, hanya tekanannya dapat meninggi.

TIK meningkat

Cephalgia memberat

Kesadaran menurun

Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N.
VIII, disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido
menurun, mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa,
gangguan tingkah laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan
intelegensia, menarik diri, dan depresi.

TRAUMA DENGAN MULTIPEL FRAKTUR


I. Pengertian.
Adalah terputuisnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah
dapat berubah trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang
menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berubah trauma tidak
langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang
klavikula atau radius distal patah.
Akibat trauma pada tulang tergantuing pada jenis trauma,kekuatan, dan
arahnya.Taruma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat
menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ketulang yang disebut

patah tulang terbuka. Patah tulang yang didekat sendi atau yang mengenai sendi
dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur
dislokasi.

III.

Patofisiologi.
Patah Tulang
Beban lama / Trauma ringan yang kontinyu
Terbuka

Tertutup

Infeksi

Potensial infeksi,adanya emboli lemak


dari
fraktur tulang panjang &
sindroma kompatemen .
Trauma Penetrasi

Perdarahan

Cidera Vaskuler

Trombosis Pembuluh

Komplikasi
Penyebab kematian dini

Penyebab lambat kematian(Stl 3


hr)

Hemoragi & Cidera Kepala

Gangguan Organ Multipel

Terjadi ARDS & DIC

Sepsis

Pelepasan Toksin

Syok Hipovolemik

Dilatasi pemb.
Darah

Penurunan Perfusi organ

Terkumpulnya
Venosa

Peningkatan Curah jantung


tahanan

Penurunan
Vaskular

sistemik

Penurunan Curah Jantung,Tensi, Perfusi

Syok Sepsis

( Tirah baring, Ulkus, Emboli pulmunal, penyusutan Otot )

IV.

Klasifikasi patah tulang.


Patah tulang dapat dibagi menurut ada tidanya hubungan antara patahan
tulang denga dunia luar, yaitu patah tulang tertutup dan patah tulang terbuka
yang memungkinkan kuman dari luar dapat masuk kedalam luka sampai ke
tulang yang patah.
Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat
ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.
Patang tulang juga dapat dibagi menurut garis fraktrunya misanya fisura,
patah tulang sederhana, patah tulang kominutif ( pengecilan, patah tulang
segmental,patah tulang impaksi ), patah tulang kompresi,

impresi dan patah

tulang patologis.
Derajat patah tulang terbuka terbagi atas 3 macam yaitu :
1. laserasi < 2 cm bentuknya sederhana, dislokasi,fragmen, minimal.
2. Laserasi > 2 cm kontusi otot diserkitarnya bentuknya dislokasi, fragmen
jelas
3. Luka lebar, rusak hebat atau hilangnya jaringan disekitarnya bentuknya
kominutif, segmental,fragmen tulang ada yang hilang

Jenis patah tulang dapat digolongkan menjadi :


1. Visura ( Diafisis metatarsa)
2. Serong sederhana ( Diaphisis metacarpal )
3. Lintang sederhana ( diafisis tibia )
4. Kominutif ( Diafisis femur )
5. Segmental ( Diafisis tibia )
6. Dahan hijau ( diafisis radius pada anak )
7. Kompresi ( Korpus vertebral th. XII )
8. Impaksi ( epifisis radius distal,kolum femur lateral )
9. Impresi ( tulang tengkorak )
10. Patologis ( Tomur diafisi humerus,kurpus vertebral)

V. Komplikasi patah tulang .


Komplikasi patah tulang meliputi :
1.Komplikasi segera
Lokal :
Kulit( abrasi l;acerasi, penetrasi)
Pembuluh darah ( robek )
Sistem saraf ( Sumssum tulang belakang, saraf tepi motorik dan
sensorik)
Otot
Organ dalam ( jantung,paru,hepar, limpha(pada Fr.kosta),kandung
kemih (Fr.Pelvics)
Umum :

Ruda paksa multiple

Syok ( hemoragik, neurogenik )


2. Komplikas Dini :
Lokal :
Nekrosis kulit, gangren, sindroma kopartemen,trombosis vena, infeksi
sendi,osteomelisis )
Umum :
ARDS,emboli paru, tetanus.

3.Kompliasi lama :
Lokal :
Sendi (ankilosis fibrosa, ankilosis osal )
Tulang ( gagal taut/lama dan salah taut,distropi reflek,osteoporosisi
paskah trauma,ggn pertumbuhan,osteomelisis,patah tulang ulang)
Otot atau tendon ( penulangan otot, ruptur tendon )
Saraf ( kelumpuhan saraf lambat
Umum :

Batu ginjal ( akibat mobilisasi lama ditempat tidur)

SOAL :
1. Rudapaksa karena Fractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa
media dan fossa posterior. Gejala yang timbul tergantung pada letak atau
fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
a. Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
b. Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
c. Perdarahan dari telinga
d. Parese N.VII perifer
e. Meningitis purulenta akibat robeknya duramater

2.Pernyataan yang salah mengenai jenis rudapaksa / trauma berdasarkan


penyebabnya adalah :
a Trauma Psikologis
b. Trauma Neurosis
c. Trauma Psychosis
d. Trauma Disease
e. Trauma ringan,sedang sampai dengan berat

3.Jenis rudapaksa/ trauma yang mengakibatkan patah tulang yang


tersering pada fraktur impresi adalah :
a. Korpus vertebral th. XII
b. epifisis radius distal,kolum femur lateral
c. tulang tengkorak
d. Diafisis tibia
e .Diafisis femur

DAFTAR PUSTAKA

1. Chusid, Neuroanatomi Korelatif dan Neurology Fungsional,


bagian dua. Gajah Mada University Press, 1991
2. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, edisi kedua. Gajah Mada
University Press, 2003
3. Iskandar J, Cedera Kepala, PT Dhiana Populer. Kelompok
Gramedia, Jakarta, 1981
4. Sidharta P, Mardjono M, Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat,
Jakarta, 1981
5. Smeltzer Suzanne, C (1997). Buku Ajar Medikal Bedah,
Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. Jakarta. EGC
6. Price Sylvia, A (1994), Patofisiologi: Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. Jakarta. EGC

Anda mungkin juga menyukai