Saat ini sudah terbukti bahwa tindakan induksi persalinan semakin sering dilakukan.
American College of Obstetricians and Gynecologists (1999a) berdasarkan resiko persalinan
yang berlangsung secara cepat, tidak mendukung tindakan ini kecuali untuk indikasi-indikasi
tertentu (rumah parturien yang jauh dari rumah sakit atau alasan psikososial).
Luthy dkk (2002): Tindakan induksi persalinan berhubungan dengan kenaikan angka
kejadian tindakan sectio caesar. Hoffman dan Sciscione (2003): Induksi persalinan elektif
menyebabkan peningkatan kejadian sectio caesar 2 3 kali lipat.
Induksi persalinan elektif pada kehamilan aterm sebaiknya tidak dilakukan secara rutin
mengingat bahwa tindakan sectio caesar dapat meningkatkan resiko yang berat sekalipun jarang
dari pemburukan out come maternal termasuk kematian.
Induksi persalinan eletif yang dirasa perlu dilakukan saat aterm ( 38 minggu) perlu
pembahasan secara mendalam antara dokter dengan pasien dan keluarganya.
INDUKSI PERSALINAN ATAS INDIKASI
Tindakan induksi persalinan dilakukan bila hal tersebut dapat memberi manfaat bagi ibu dan atau
anaknya.
INDIKASI:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
KONTRA INDIKASI:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Cacat rahim ( akibat sectio caesar jenis klasik atau miomektomi intramural)
Grande multipara
Plasenta previa
Insufisiensi plasenta
Makrosomia
Hidrosepalus
Kelainan letak janin
Gawat janin
Overdistensi uterus : gemeli dan hidramnion
Kontra indikasi persalinan spontan pervaginam:
o Kelainan panggul ibu (kelainan bentuk anatomis, panggul sempit)
o Infeksi herpes genitalis aktif
o Carcinoma cervix uteri
Prostaglandine E2
Dinoprostone lokal dalam bentuk jelly ( Prepidil ) yang diberikan dengan aplikator khusus
intraservikal dengan dosis 0.5 mg.
Dinoproston vaginal suppositoria 10 mg (Cervidil). Pemberian prostaglandine harus dilakukan di
kamar bersalin. Pemberian oksitosin drip paling cepat diberikan dalam waktu 6 12 jam pasca
pemberian prostaglandine E2. Efek samping: Tachysystole uterine pada 1 5% kasus yang
mendapat prostaglandine suppositoria.
Prostaglandine E1
Misoprostol (Cytotec) dengan sediaan 100 dan 200 g. Pemberian secara intravagina dengan
dosis 25 g pada fornix posterior dan dapat diulang pemberiannya setelah 6 jam bila kontraksi
uterus masih belum terdapat.
Bila dengan dosis 2 x 25 g masih belum terdapat kontraksi uterus, berikan ulang dengan dosis
50 g. Pemberian Misoprostol maksimum pada setiap pemberian dan dosis maksimum adalah 4
x 50 g ( 200 g ).
Dosis 50 g sering menyebabkan :
Tachysystole uterin
Mekonium dalam air ketuban
Aspirasi Mekonium
Pemberian per oral: Pemberian 100 g misoprostol peroral setara dengan pemberian 25 g per
vaginam
METODE PEMATANGAN SERVIK MEKANIS
1. Pemasangan kateter transervikal
2. Dilatator servik higroskopik ( batang laminaria )
3. stripping of the membrane
Pemasangan kateter Foley transervikal.
Tidak boleh dikerjakan pada kasus perdarahan antepartum, ketuban pecah dini atau infeksi.
Tehnik:
Diamkan kateter dalam vagina sampai timbul kontraksi uterus atau maksimal 12 jam
Kempiskan balon kateter sebelum mengeluarkannya dan kemudian lanjutkan dengan infuse
oksitosin.
Gambar10-1:
1.
2.
3.
4.
Metode efektif dan aman untuk mencegah kehamilan posterm. Menyebabkan peningkatan kadar
Prostaglandine serum.
Dilakukan dengan menggunakan oksitosin sintetis. Induksi persalinan dan akselerasi persalinan
dilakukan dengan cara yang sama tapi dengan tujuan yang berbeda.
Induksi Persalinan (induction of labour): merangsang uterus untuk mengawali proses
persalinan.
Akselerasi Persalinan (augmented of labour) : merangsang uterus pada proses persalinan untuk
meningkatkan frekuensi durasi dan kekuatan kontraksi uterus [HIS].
Pola persalinan yang BAIK adalah bila terdapat 3 HIS dalam 10 menit dengan masing-masing
HIS berlangsung sekitar 40 detik.
Bila selaput ketuban masih utuh, dianjurkan bahwa sebelum melakukan induksi atau akselerasi
persalinan terlebih dahulu dilakukan Pemecahan Selaput Ketuban (ARM ~ Artificial Rupture of
Membranes atau amniotomi)
AMNIOTOMI
Pecahnya selaput ketuban (spontan atau artifisial ) akan mengawali rangkaian proses berikut:
Tehnik :
Perhatikan indikasi
CATATAN : Pada daerah dengan prevalensi HIV tinggi, pertahankan selaput ketuban selama
mungkin untuk mengurangi resiko penularan HIV perinatal
Dengar dan catat DJJ
Baringkan pasien dengan tungkai fleksi dan kedua tungkai saling menjauh dan kedua lutut
terbuka
Gunakan sarung tangan steril, lakukan VT dengan tangan kanan untuk menilai konsistensi
posisi dilatasi dan pendataran servik
Masukkan amniotic hook kedalam vagina
Tuntun amniotic hook kearah selaput ketuban dengan menyusuri jari-jari dalam vagina
Dorong selaput ketuban dengan jari-jari dalam vagina dan pecahkan selaput ketuban dengan
ujung instrumen
Biarkan cairan amnion mengalir perlahan sekitar jari dan amati cairan amnion yang keluar
Setelah pemecahan ketuban, dengarkan DJJ selama dan setelah HIS
Bila DJJ < 100 atau > 180 dpm : dugaan terjadi GAWAT JANIN .
Bila persalinan diperkirakan TIDAK TERJADI DALAM 18 JAM berikan antibiotika profilaksis untuk
mengurangi kemungkinan infeksi GBS pada neonatus:
Penicillin G 2 juta units IV; atau Ampicillin 2 g IV, tiap 6 jam sampai persalinan; Bila tidak
ditemukan gejala infeksi pasca persalinan, hentikan pemberian antibiotika
Bila setelah 1 jam tidak nampak tanda-tanda kemajuan persalinan MULAILAH PEMBERIAN
OKSITOSIN INFUS
Bila indikasi induksi persalinan adalah PENYAKIT MATERNAL IBU YANG BERAT ( sepsis atau
eklampsia) mulailah melakukan infuse oksitosin segera setelah amniotomi.
Komplikasi amniotomi:
1.
2.
3.
4.
Infeksi
Prolapsus funikuli
Gawat janin
Solusio plasenta
8.
9.
10.
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan konsentrasi yang lebih tinggi
tersebut maka:
o
o
o
Jangan berikan oksitosin 10 Unit dalam 500 ml Dextrose 5% pada pasien multigravida dan
atau penderita bekas sectio caesar
Rujukan :
1. Bujold E, Blackwell SC, Gauthier RJ: Cervical ripening with transervical foley catheter and the
risk of uterine rupture. Obstet Gynecol 103:18, 2004
2. Culver J, Staruss RA,Brody S, et al: A randomized trial comapring vaginal misoprostol versus
Foley catheter with concurrent oxytocin for labor induction in nulliparous women. Am J Perinatol
21:139, 2004
3. Cunningham FG (editorial) : Induction of labor in William Obstetrics 22nd ed p 536 545 , Mc
GrawHill Companies 2005
4. Guinn DA et al : Extra-amniotic saline infusion, laminaria, or prostaglandine E2 gel for labor
induction with unfavourable cervix: A randomized trial. Obstet Gynecl 96:106, 2000
5. HoffmanMK, Sciscione AC : Elective induction with cervical ripening increase the risk of
caesarean delivery in multiparous women. Obstet Gynecol 101:7S, 2003
6. Saiffudin AB (ed): Induksi dan Akselerasi persalinan dalam Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal Dan Neonatal YBPSP,Jakarta, 2002
7. Smith KM, Hoffman MK, Sciscione A: Elective induction of labor in nulliparous women increase
the risk of caesarean delivery. Obstet Gynecol 101, 45S, 2003
AKTIVITAS UTERUS
Kapasitas uterus berkurang secara progresif dan dinding uterus menjadi semakin tebal terutama
di daerah fundus.
Dengan semakin bertambah majunya persalinan, frekuensi, intensitas, kekuatan dan durasi
kontraksi uterus menjadi semakin bertambah . Otot segmen bawah uterus menjadi semakin tipis
dan relatif bersifat pasif sehingga terjadilah dilatasi servik.
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa selama proses persalinan, janin melakukan serangkaian
gerakan untuk melewati panggul [ cardinal movements of labor ] yang terdiri dari :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Desensus
Fleksi
Putar paksi dalam ( internal rotation )
Ekstensi
Putar paksi luar ( external rotation )
Ekspulsi