Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

JENIS TERAPI INTRAVENA

Oleh
Nama

: Munika Ayu Lestari

NIM

: H1A009016

Pembimbing:
dr. Hj. Elya Endriani, Sp.An

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN / SMF ANESTESI DAN REAMINASI
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2013

BAB I
PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Air merupakan unsur vital untuk makhluk hidup. Kira-kira 55-60% dari berat badan
orang dewasa terdiri atas air, dan pada bayi dan anak total air tubuh lebih tinggi lagi yakni
80% pada bayi baru lahir dan 70% pada anak. Dalam keadaan sehat, tubuh memiliki
mekanisme keseimbangan atau homeostasis yang mengatur asupan dan pengeluaran air.
Sebagai contoh, jika kita kurang minum air maka produksi air kemih akan berkurang untuk
menjaga kadar air tubuh dalam batas-batas normal. Juga, jika tubuh kekurangan air setelah
olah raga maka kita akan merasa haus dan minum. Ini adalah mekanisme kompensasi tubuh.
Terapi cairan dan elektrolit adalah salah satu terapi yang sangat menentukan
keberhasilan penanganan pasien kritis. Dalam langkah langkah resusitasi, langkah D (drug
and fluid treatment) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah yang penting secara
silmutan dengan langkah - langkah yang lainnya. Tindakan ini seringkali merupakan langkah
live saving pada pasien yang menderita kehilangan cairan yang banyak seperti perdarahan,
dehidrasi karena muntah, diare dan atau lainnya.1
Terapi cairan melalui infus (intravena) dikerjakan mulai dari Rumah Sakit sampai
kunjungan rumah (home visit) yang diberikan oleh Paramedis dan Dokter ahli. Ini merupakan
bagian manajemen pasien dan salah satu tindakan yang paling banyak dilakukan untuk
menolong pasien. Oleh karena itu, pemahaman tentang produk infus dan terapi cairan
tentunya sangat penting.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1

Definisi Terapi Cairan


Pemberian cairan intravena (intravenous fluids infusion) adalah pemberian sejumlah

cairan ke dalam tubuh, melalui sebuah jarum, ke dalam pembuluh vena (pembuluh balik)
untuk menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh.1
Tujuan terapi cairan pada umumnya dapat dijabarkan sebagai berikut:
o Mengganti cairan yang hilang.
o Mengganti kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
o Mencukupi kebutuhan perhari.
o Mengatasi syok.
o Mengoreksi dehidrasi.
o

II.2

Mengatasi kelainan akibat terapi lain.

Kompartemen Cairan Tubuh


Air merupakan bagian terbesar pada tubuh manusia, presentasinya dapat berubah

tergantung pada umur, jenis kelamin, dan derajat obesitas seseorang. Pada bayi usia <1 tahun
cairan tubuh adalah sekitar 80-85% berat badan dan pada bayi usia >1 tahun mengandung
sebanyak 70-75%. Seiring dengan pertumbuhan seseorang, presentase jumlah cairan terhadap
berat badan berangsur-angsur turun yaitu pada laki-laki dewasa 50-60% berat badan,
sedangkan wanita dewasa 50% berat badan.2
Tabel 1. Perubahan cairan tubuh sesuai usia.2
Usia
Bayi prematur
3 bulan
6 bulan
1-2 tahun
11-16 tahun
Dewasa
Dewasa dengan obesitas
Dewasa kurus

Kilogram Berat (%)


80
70
60
59
58
58-60
40-50
70-75

Cairan ditambahkan ke dalam tubuh dari dua sumber utama ; (1) berasal dari air
dalam makanan, yang normalnya menambah cairan tubuh sekitar 2100 ml/hari (2) berasal
dari sintesis di tubuh sebagai hasil oksidasi karbohidrat, yang menambah sekitar 200 ml/hari.
Kedua hal ini memberikan asupan cairan harian total kira-kira 2300 ml/hari. Akan tetapi,
asupan air sangat bervariasi pada masing- masing orang bahkan pada orang yang sama pada
hari yang berbeda, bergantung pada cuaca, kebiasaan, dan tingkat aktivitas tubuh.3
Beberapa pengeluaran cairan tidak dapat diatur secara tepat. Contohnya, ada
kehilangan air yang berlangsung terus menerus melalui evaporasi dari traktus respiratorius
dan difusi melalui kulit, yang keduanya mengeluarkan air sekitar 700 ml/hari pada keadaan
normal. Inilah yang disebut insensible water loss karena kita tidak menyadarinya, walaupun
terjadi terus- menerus pada makhluk hidup. Selain itu, jumlah air yang hilang melauli
keringat sangat bervariasi, bergantung pada aktivitas fisik dan suhu lingkungan. Volume
keringat normal kira- kira 100 ml/hari, tapi cuaca yang sangat panas atau selama aktivitas
berat, kehilangan cairan melalui keringat meningkat 1-2 liter/jam. Secara normal, hanya
sejumlah kecil cairan yang dikeluarkan melalui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat
meningkat sampai beberapa liter sehari pada pasien dengan diare berat.3
Kehilangan air lainnya dari tubuh adalah lewat urin yang dieksresikan oleh ginjal.
Ada beberapa mekanisme yang mengatur kecepatan eksresi urin. Bahkan, cara terpenting
yang dilakukan oleh tubuh dalam mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran cairan
serta keseimbangan asupan dan keluaran sebagian besar elektrolit di tubuh adalah dengan
mengatur kecepatan ekskresi zat- zat tersebut dari ginjal. 3

Gambar 1. Mekanisme regulasi cairan tubuh.3

Semua cairan tubuh didistribusikan terutama di antara dua kompartemen ; cairan


ekstraseluler dan intraseluler. Cairan ekstraseluler dibagi menjadi cairan interstisial dan
cairan intravaskular. Ada juga kompartemen cairan lainnya yang kecil yang disebut sebagai
cairan transelular. Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovia, peritoneum,
perikardium, dan intraokular, serta cairan serebrospinal. Cairan transelular seluruhnya
berjumlah sekitar 1 sampai 2 liter. Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh ada di dalam 75 triliun
sel dan secara keseluruhan disebut cairan intrasel. Jadi, cairan intrasel merupakan 40 persen
dari berat badan ideal pada orang rata-rata. Semua cairan di luar sel secara keseluruhan
disebut cairan ekstrasel. Cairan ini merupakan 20 persen dari berat badan, atau sekitar 14 liter
pada orang dewasa normal dengan berat badan 70 kilogram. Dua kompartemen terbesar dari
cairan ekstrasel adalah cairan intertisial, dan berjumlah tiga perempat bagian cairan ekstrasel,
dan plasma, yang berjumlah hampir seperempat cairan ekstrasel, atau sekitar 3 liter. Plasma
adalah bagian darah yang tak mengandung sel; plasma terus-menerus menukar zat dengan
cairan interstisial melalui pori-pori membran kapiler. Pori-pori ini bersifat sangat permeabel
untuk hampir semua zat terlarut dalam cairan ekstrasel kecuali protein. Oleh karena itu,
cairan ekstrasel secara konstan terus tercampur, sehingga plasma dan cairan interstisial
mempunyai konsentrasi yang hampir sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih
tinggi di dalam plasma.3
Komposisi ion plasma serupa dengan komposisi cairan interstisial, karena keduanya
hanya dipisahkan oleh membran kapiler yang sangat permeabel. Perbedaan paling utama
antara kedua kompartemen ini adalah konsentrasi protein dalam plasma yang lebih tinggi,
karena kapiler mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap protein plasma, hanya
sejumlah kecil protein yang masuk dalam ruang interstisial di kebanyakan jaringan. Karena
efek Donan, konsentrasi ion bermuatan positif (kation) sedikit lebih besar (sekitar 2 persen)
dalam plasma daripada cairan interstisial. Protein plasma mempunyai muatan akhir negatif,
dan karenanya cenderung mengikat kation, seperti ion natrium dan kalium, sehingga
sejumlah besar kation ini tertahan di dalam plasma bersama dengan protein plasma.
Sebaliknya, konsentrasi ion bermuatan negatif (anion) dalam cairan interstisial cenderung
lebih tinggi dibandingkan dengan plasma, karena muatan negatif protein plasma akan
menolak anion yang bermuatan negatif.3
Cairan intrasel dipisahkan dari cairan ekstrasel oleh membran sel yang sangat
permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap sebagian besar elektrolit dalam
tubuh. Berbeda dengan cairan ekstrasel, cairan intrasel hanya mengandung sejumlah kecil ion
natrium dan klorida serta hampir tidak ada ion kalsium. Malah, cairan ini mengandung

sejumlah besar ion kalium dan fosfat ditambah ion magnesium dan sulfat dalam jumlah yang
sedang, semua ion ini memiliki konsentrasi yang rendah di cairan ekstrasel. Sel juga
mengandung sejumlah besar protein, hampir empat kali jumlah protein dalam plasma.3

Gambar 3. Komposisi elektrolit dan non elektrolit pada masing- masing


kompartemen cairan tubuh.3

II.3

Jenis- jenis terapi cairan intravena


a. Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler. Keuntungan dari cairan

ini antara lain harga murah, tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu
dilakukan cross match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata
sama efektifnya seperti pemberian koloid untuk mengatasi defisit volome intravaskular.
Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Kebutuhan
penggantian volume intravaskuler adalah 3 kali lebih banyak dari volume darah yang hilang,
karena ratio volume darah (60 cc/kg) terhadap ISFV (150 cc/kg) secara kasar 1 : 3, dimana 25
% akan tetap berada di ruang intravaskuler. Ekspansi cairan dari ruang intravaskuler ke
interstitial berlangsung selama 30-60 menit dan akan keluar dalam 24-48 jam lewat urin.2
Kristaloid dapat berupa cairan isotonik, hipotonik dan hipertonik. Cairan isotonik
memiliki osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum. Cairan isotonik
menyebar ke kompartemen intravaskular maupun interstisial tapi tidak menyebabkan
perubahan intraselular. Hal ini dapat secara efektif mengganti perubahan cairan interstisial.
Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga
tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Cairan hipotonik memiliki
osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka
cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel
yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi. Cairan hipertonik dapat
menyebabkan redistribusi cairan intraselular ke kompartemen ekstraselular tapi terutama
pada ruang interstisial. Keuntungan secara teoritis dari cairan hipertonik terutama kebutuhan
volume yang sedikit untuk resusitasi. Edema perifer muncul pada penggunaan kristaloid
karena cairan didistribusikan ke interstisial.

Tabel 2. Komposisi berbagai macam cairan kristaloid.

D5%
NaCl
0,9%
RL

Na

Cl

Ca

mEq

mEq

mEq/

mEq/

/L

/L

154

154

131

NaCl 3% 513

5
-

111
513

3
-

Glu

Lak

Kosa

Tat

HCO3

Osmolariti

Mg

Asetat

mEq/

mEq/

mEq/

MEq/

278

308

g/Dl

29

Mosmol/L

278
900

Normal Salin
NaCl 0,9 % adalah isotonik dan isoosmotik terhadap konsentrasi sodium plasma,
tetapi mengandung klorida yang lebih banyak dibandingkan cairan ekstraselular. Bila
diberikan pada jumlah besar, hipernatremi ringan dan hiperkloremia dapat terjadi. Cairan ini
terutama digunakan untuk cedera kepala, alkalosis metabolik, hipokloremia, hiponatremia,
atau pada pasien hiperkalium pada gagal ginjal karena cairan ini tidak mengandung kalium.4
Larutan Garam Seimbang
Larutan garam seimbang (laruran Ringers Laktat) dibuat sesuai dengan komposisi
ECFV. Kecuali jika dibandingkan dengan Na+ dia sedikit hipotonis. Metabolisme terutama di
hati dan sedikit di ginjal dengan laju metabolisme 100 mEq/jam. Dibandingkan NaCl 0,9 %,
larutan ini menyediakan beberapa elektrolit dan selama pemberian yang cepat saat operasi
menimbulkan gangguan yang lebih sedikit. RL dapat diberikan dalam jumlah besar pada
hipovolemik dan sindrom syok. 4
Hipertonik Salin
Penggunaan hipertonik salin yang rasional adalah dengan volume kecil dapat
mengembangkan volume plasma ekstraseluler dengan

translokasi

osmotik cairan

ekstraseluler dan intraseluler. Ini dapat meminimalkan ruang penyimpanan yang dibutuhkan.
Misalnya NaCl 1,8%, 3%, 5%, 7%, 10%.5 Sebagai tambahan, volume minimal dari cairan
yang disuntikan mengurangi pembentukan edema. Ini

penting pada pasien dengan

predisposisi edema jaringan, misalnya bedah gastrointestinal yang lama, luka bakar, cedera
otak. Osmolaritas larutan ini melebihi kadar cairan intraselular sehingga tidak dapat
menembus membran sel secara bebas. Akibatnya cairan intraselular menjadi hipoosmolar dan

akhirnya berpindah ke ekstraselular. Saat ini larutan ini jarang dipakai untuk pasien syok,
namun masih dipakai untuk pasien dengan hiponatremia.
Dekstrosa 5 %
Fungsi dekstrosa 5 % sebagai air bebas, karena dekstrosa dimetabolisme. Cairan ini
isoosmotik dan tidak menyebabkan hemolisis, dimana dapat terjadi bila air murni disuntikan
intravena, karena gerakan cepat dari air ke dalam sel darah merah. Ini dapat digunakan untuk
koreksi hipernatremi juga hipoglikemia pada pasien diabetes yang mendapat terapi insulin
karena mengandung glukosa 50gram/L.4

b. Koloid
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik, sehingga menghasilkan
tekanan onkotik. Bila diinfuskan, koloid akan tinggal terutama dalam ruang intravaskular.
Darah dan produk darah (human albumin, fraksi protein plasma, fresh frozen plasma, larutan
imunoglobulin) menghasilkan tekanan onkotik karena mengandung molekul protein besar.
Koloid ini dikenal sebagai ekspander plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih
besar dari volume yang diinfuskan. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang
mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini
cenderung bertahan agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena
itu koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan
protein yang banyak (misal luka bakar).

2,4

Koloid iso-onkotik mengekspansikan volume

plasma sebesar volume yang diinfuskan dan dikenal sebagai substitut plasma. Larutan koloid
biasanya diberikan dalam jumlah yang sama dengan volume kehilangan darah. Volume awal
distribusi sama dengan volume plasma.2
Tekanan hidrostatik dan osmotik memperlihatkan pergerakan cairan antara
kompartemen yang berbeda pada tubuh melewati membran semi permiabel.
Koloid yang ideal meliputi :
1. Stabil dengan efek kerja lama
2. Bebas pirogen, antigen dan toksin
3. Bebas dari risiko transmisi penyakit
4. Efek ekspansi volume plasma bertahan sampai beberapa jam
5. Metabolisme dan ekskresi tidak berefek negatif terhadap pasien
6. Tidak ada efek merugikan

Albumin
Albumin merupakan suatu larutan yang telah lama dinilai dapat memberikan
keuntungan yang paling besar (gold standard). Walaupun albumin didapatkan dari plasma
manusia namun tidak ada risiko transmisi penyakit karena albumin telah dipanaskan dan
disterilisasi dengan filtrasi ultra. Dalam hal transmisi penyakit infeksius, albumin secara
umum dianggap aman.
Berat molekul albumin adalah 69.000 dalton. 4% albumin bersifat hipo-onkotik, 5%
iso-onkotik serta 20% sampai 25% hiperonkotik. Larutan ini memiliki shelf life yang singkat
(~1 tahun) pada suhu ruangan, tapi dapat bertahan sampai 5 tahun pada suhu 2-80 C. Human
Albumin 5% digunakan untuk terapi hipovolemia pada kondisi klinis yang bervariasi.
Konsentrasi Human Albumin 20% digunakan untuk terapi hipoalbuminemia dengan overload
garam dan air (misal hepatic failure). Pada penelitian lama yang mempelajari tekanan onkotik
dari albumin manusia terkonsentrasi (misal 20%) telah menunjukkan mampu mengurangi
edema paru. Efek albumin tergantung pergerakannya antara kompartemen intravaskular dan
ekstravaskular dan sangat bervariasi tergantung penyakit dari pasien. Pada pasien dengan
perubahan integritas endotel vaskular (misal setelah bedah jantung), albumin dapat melewati
ruang interstisial, dimana cairan bertukar dari kompartemen vaskular mungkin meningkat,
volume interstisial meningkat dan perfusi jaringan dapat berubah. Waktu paruh pemberian
albumin dalam sirkulasi normalnya sekitar 16 jam, bisa lebih cepat 2-3 jam pada kondisi
patologis. 5
Albumin diproduksi di hati dan protein aktif utama secara osmotik, memberi
kontribusi sekitar 80% dari tekanan onkotik koloid plasma. Reduksi 50% pada konsentrasi
albumin serum mengurangi tekanan onkotik koloid sampai 1/3 dari normal. Albumin
mengikat kation dan anion dari protein transpor utama untuk logam, obat, asam lemak,
hormon dan enzim.5
Pada orang dewasa, 4-5 gram albumin/kgBB terdapat di ruang ekstraselular (30-40%
pada kompartemen intravaskular dan sekitar 50-60% di kompartemen interstisial). Albumin
didistribusikan lebih lama dibandingkan kristaloid. Paruh waktu plasma dari albumin sekitar
16 jam (tidak seperti kristaloid yang hanya 20-30 menit). Satu gram albumin mengikat 18 ml
air dengan aktivitas onkotiknya.
Terapi albumin dapat dipertimbangkan untuk terapi deplesi volume intravaskular akut
yang termasuk diantaranya hemoragi, trauma, hemodilusi akut dan vasodilatasi akut. Koloid
harus diberikan bersama dengan kristaloid untuk mengurangi edema dari jumlah besar

resusitasi volume kristaloid pada pasien tua dengan penyakit kardiopulmonal atau kehilangan
darah akut lebih dari 30% volume darah.
Albumin 5% merupakan albumin yang paling sering diberikan. Albumin 5 %, atau
fraksi protein plasma (misalnya plasmanate), memiliki tekanan koloid osmotik sebesar 20
mmHg. Cairan ini dipilih bila kristaloid gagal menopang volume plasma untuk lebih dari
beberapa menit selama COP rendah. Lebih baik bila ada kehilangan abnormal protein dari
vaskuler, contoh peritonitis, luka bakar luas.
Albumin 25 % mengandung albumin yang dimurnikan 5 kali konsentrasi normal. Bila
diberikan mempunyai potensial mengembangkan volume plasma 5 kali dari volume. Dipilih
bila volume plasma berkurang, laju tekanan darah masih dapat diterima dan total ECFV
terekspansi, pada kondisi pasien stabil hemodinamik dengan jumlah besar piting edema.
Ekspansi volume muncul pada periode sekitar 24 jam.
Larutan albumin telah berhasil digunakan pada pasien dengan kehilangan cairan
ekstensif third space termasuk peritonitis akut, mediastinitis, dan postoperatif pembedahan
besar. Larutan albumin juga direkomendasikan ntuk pasien dengan luka bakar >50%
permukaan tubuh. Namun lebih baik untuk menunggu sampai 24 jam pertama saat kebocoran
kapiler telah hilang.
Efek samping yang dapat terjadi antara lain :

Edema paru : masih banyak diperdebatkan

Depresi kalsium yang terionisasi : albumin dapat menurunkan level kalsium serum
terionisasi menghasilkan efek negatif dan kemungkinan koagulopati

Anafilaksis : angka kejadian antara 0,47-1,53% (sangat rendah)

Risiko hepatitis dan AIDS : tidak ada risiko terjadinya baik agen sekunder sampai
inaktivasi virus selama persiapan dari larutan albumin

Dekstran
Dekstran merupakan polisakarida yang dibiosintesis dari sukrose oleh bakteri
Leuconastoc mesenteroides menggunakan enzim dekstran sukrase, yang menghasilkan
dekstran dengan berat molekul tinggi yang kemudian dipecah oleh hidrolisis asam dan
dipisahkan dengan fraksinasi etanol berulang untuk menghasilkan produk akhir dengan
kisaran berat molekul yang sempit.
Dekstran merupakan campuran polydispersed dari polimer glukosa. Mempunyai
cabang polisakarida sebanyak 200.000 unit glukosa. 6% dekstran 70 (berat molekul rata-rata

70.000 dalton) dan 10% dekstran 40 (berat molekul rata-rata 40.000 dalton) merupakan dua
preparat dekstran yang tersedia. Perbedaan utama antara kedua larutan adalah karena
pengaruhnya terhadap mikrosirkulasi. Infus dengan dekstran 40 dapat meningkatkan aliran
mikrosirkulasi karena pengurangan sel darah merah dan sisa platelet, ekspansi volume dan
reduksi yang diinduksi hemodilusi pada viskositas darah. Peningkatan volume plasma setelah
infusi dengan 1.000 ml dekstran 70 berkisar antara 600-800 ml.5
Penggunaan dari dekstran antara lain :

Ekspansi volume : larutan dekstran ideal sebagi ekspansi volume plasma. Pada syok,
beberapa penelitian menunjukkan bahwa dekstran meningkatkan tingkat keselamatan
dan meningkatkan parameter hemodinamik. Infus dekstran berhubungan dengan
peningkatan aliran plasma ginjal dan penurunan hormon anti diuretik serum yang
memiliki efek hemodinamik yang diharapkan untuk mengembalikan volume
intravaskular pada syok dibandingkan volume ekspander yang lain.

Prevensi tromboemboli : dekstran efektif dalam menurunkan insiden penyakit


tromboemboli

Peningkatan aliran darah perifer : dekstran menyelimuti permukaan endotel


pembuluh darah, mengurangi interaksi dengan elemen selular dalam darah.
Penurunan viskositas dan platelet adheren dari terapi dekstran membatasi formasi
trombus dan aktivasi kaskade kloting.
Preparat dekstran stabil pada suhu ruangan dan memiliki shelf life yang lama. Larutan

koloid dari 6 % dekstran 70 dalam normal salin diberikan dengan indikasi yang sama dengan
albumin 5 %.5 Dekstran 70 digunakan sebagai pengganti plasma untuk terapi hipovolemia
dan memiliki efek ekspansi volume intravaskular yang bertahan sampai 6 jam. Dekstran 40
digunakan karena efeknya pada aliran mikrosirkulatori dan koagulasi darah pada beberapa
pembedahan, misalnya bedah vaskular, saraf dan bedah plastik. Dekstran 40 tidak boleh
digunakan sebagai pengganti plasma pada terapi hipovolemia karena walaupun menghasilkan
ekspansi volume plasma yang cepat namun dapat mengobstruksi tubulus renalis dan
menyebabkan gagal ginjal.
Molekul dekstran didistribusikan dalam ruang ekstraselular terutama kompartemen
intravaskular. Rute utama eliminasi dekstran dari ruang intravaskular yaitu melalui ekskresi
renal. 60-70% dekstran 40 dan 30-40% dekstran 70 dibersihkan selama 12 jam. Hanya 10%
dekstran tetap di sirkulasi setelah 24 jam. Partikel yang besar (dekstran 70) diambil oleh
sistem retikuloendotelial dan dimetabolisme menjadi karbondioksida dan air.

Adapun efek samping dari penggunaan dekstran antara lain :

Gagal ginjal : dekstran menginduksi munculnya gagal ginjal terutama pada


undiagnosa hipovolemia. Mekanisme gagal ginjal yaitu obstruksi tubular sekondari
terhadap konsentrasi dan presipitasi dekstran dalam tubulus dengan cast formasi

Anafilaksis : insiden reaksi anafilaksis antara 1%-5,3%, dengan gejala urtikari, rash,
nausea, spasme bronkus, syok sampai kematian.

Gelatin
Gelatin merupakan kolagen daging sapi yang dimodifikasi. Di AS, gelatin telah
ditinggalkan sejak 1978 karena tingginya insiden reaksi hipersensitivitas. Gelatin didapat
dalam 3 macam yaitu cross linked gelatin (gelofundiol), urea linked gelatin (haemaccel) dan
succinylated gelatin (gelofusine). Satu-satunya perbedaan utama antara ketiga preparat
tersebut adalah perbedaan konsentrasi elektrolit, urea linked gelatin terdiri dari kalsium dan
potasium yang tinggi sedangkan succinylated gelatin memiliki kalsium dan potasium yang
rendah. Karena berat molekul rata-rata yang rendah (kira-kira 35.000 dalton) paruh waktu
plasmanya singkat (maksimal 2 jam) sehingga re-infus gelatin diperlukan untuk menjaga
volume darah secukupnya.
Insiden terjadinya reaksi terhadap gelatin dapat diterima (<0,5%) dan bervariasi dari
skin rash ringan dan pireksia sampai anafilaksis yang mengancam nyawa. Reaksi yang timbul
tampaknya berhubungan dengan pelepasan histamin, yang mungkin diakibatkan oleh efek
langsung gelatin pada sel mast.
Hestastarch
Hydroxyetylstarch (HES) diproduksi oleh substitusi hidroksietil amilopektin, suatu
polimer D-glukosa, yang didapat dari sorghum (sejenis tanaman yang menyerupai jagung
atau gandum) atau maize. Durasi retensi intravaskular sesuai dengan berat molekulnya yaitu
>6 jam bahkan untuk berat molekul 130.000 dalton. Berat molekul rata-rata yaitu 10.000100.000 dalton. 2,5
Preparat HES dibagi secara luas berdasarkan efek fisikokemikalnya. Pada manusia
dan hewan, amilopektin dihidrolisa secara cepat oleh alpha amilase dan dieksresi lewat ginjal.
Preparat HES dibedakan berdasarkan5 :
1. Konsentrasinya (3%, 6%, 10%)
2. Berat molekul rata-rata (berat molekul (Mw): jumlah tiap berat molekul dibagi total
berat campuran dikali berat molekul)

a. berat molekul rendah (LMW)-HES : 70.000 dalton


b. berat molekul sedang (MMW)-HES : 130.000 dalton 260.000 dalton
c. berat molekul tinggi (HMW)-HES : >450.000 dalton
3. Substitusi molar (MS : rasio molar dari jumlah total grup hydroxyethyl terhadap
jumlah total unit glukosa)
a. MS rendah : 0,4-0,5
b. M111S sedang : 0,62
c. MS tinggi : 0,7
4. Rasio C2/C6. Rasio C2:C6 HES merupakan faktor kunci dari sifat farmakokinetik
HES yang mungkin juga untuk efek sampingnya.
HES dapat digunakan kapan pun cairan koloid diindikasikan untuk ekspansi volume
plasma. Juga dapat digunakan pada bypass kardiopulmonal sebagai primer. HES sedikit lebih
efektif daripada ekspansi albumin 5% pada basis volume. Untuk volume 1 liter HES akan
mengekspansi kompartemen intravaskular sekitar 500-700 ml selama 2 jam.
Untuk menghindari overload dan edema paru, monitoring hemodinamik adekuat harus
dilakukan. Mengawasi output urin dengan HES dapat memberikan kesalahan sama pada
dekstran, karena osmotik diuresis yang diproduksi dan partikel HES yang kecil. Pasien
dengan gagal ginjal khususnya berisiko adanya overload volume saat menggunakan HES.
Level amilase serum akan menjadi 2-3 kali normal dengan penggunaan HES, dan bukan
indikasi untuk pankreatitis.
Ekstensi dan durasi ekspansi plasma sangat tergantung dari karakteristik fisik dan
kimia larutan HES. Ekskresi hestastarch rumit karena ukuran molekulnya yang besar, ratarata 450.000. Molekul < 50.000 diekskresi cepat melalui urin, sedangkan molekul yang lebih
besar dimetabolisme oleh amilase menjadi lebih kecil dan keluar melalui urin. Kecepatan
keluar dari tubuh mempunyai waktu paruh 13 hari. 90% molekul pada infus tunggal dari HES
meninggalkan sirkulasi sampai 42 hari dengan paruh waktu 17 hari. Sisa 10% memiliki paruh
waktu 48 hari. Ekspansi volume plasma dengan HES sama atau lebih besar dari yang
dihasilkan oleh dekstran 70 atau albumin 5%. Infus HES meningkatkan volume intravaskular
dengan jumlah sama atau lebih besar dari volume infus.
Produk HES memiliki insiden efek samping yang masih bisa diterima termasuk reaksi
anafilaktoid. Efek samping yang dapat terjadi antara lain :

Koagulopati : profil koagulasi berubah termasuk penurunan hitung platelet,


protrombin time dan partial protrombin time memanjang.

Anafilaksis :angka insiden anafilaksis dari HES adalah <0,085%, insiden reaksi berat
yang menimbulkan syok atau kardiopulmonal arrest 0,008%

Hiperamilasemia : level amilase serum meningkat. Hal ini disebabkan karena


kompleks antara amilase dan molekul hetastarch, menimbulkan partikel makroamilase
yang menyebabkan ekskresi urin lebih pelan daripada molekul amilase.

Deposit pada jaringan dapat menimbulkan gatal jika volume besar HES diberikan
secara infus selama beberapa hari.

Tabel 3. Perbandingan sifat antara Kristaloid dan Koloid 1


Sifat-sifat

Koloid

1. Berat molekul

Lebih kecil

Lebih besar

2. Distribusi

Lebih cepat

Lebih lama dalam sirkulasi

3. Faal hemostasis

Tidak ada pengaruh

Mengganggu

4. Penggunaan

Untuk dehidrasi

Pada perdaraha massif

5. Untuk koreksi

Diberikan 2-3 kali jumlah

Sesuai dengan jumlah

perdarahan

perdarahan

perdarahan

II.4

Kristaloid

Penggunaan Terapi Cairan


Berikut ini adalah pembagian cairan berdasarkan penggunaannya:1

1. Cairan pemeliharaan
Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan
keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:
Tabel 4. Kebutuhan cairan rumatan berdasarkan umur1
Dewasa
Anak-anak

1,5 2
24

ml/kg/jam
ml/kg/jam

Bayi

46

ml/kg/jam

Neonatus

ml/kg/jam

Selain diukur berdasarkan umur, kebutuhan cairan juga juga ditentukan berdasarkan
berat badan. Seperti yang terlihat pada tabel 5.

Tabel 5. Kebutuhan cairan pemeliharaan1


Berat badan

Kebutuhan cairan

10 kg pertama

4 ml/kg/jam

10 kg berikutnya (sampai BB 20 kg)

Tambahkan 2 ml/kg/jam

Untuk setia kg diatas 20 kg

Tambahkan 1 ml/kg/jam

Cairan yang hilang ini umumnya mengandung sedikit elektrolit, sehingga


dipertimbangkan diberikan cairan elektrolit hipotonis-isotonis atau bisa juga menggunakan
cairan non elektrolit.
Cairan elektrolit misalnya:
- Dextrose 5% dalam NaCl 0,9%
- Dextrose 5% dalam NaCl 0,4%
- Dextrose 5% dalam NaCl 0,225%
- Dextrose 5% dalam Ringer laktat
- Dextrose 5% dalam Ringer
- Maltose 5% dalam Ringer
Cairan non elektrolit misalnya:
- Dextrose 5% atau 10% dalam air.
- Maltose 5% atau 10%.1

2. Cairan pengganti
Tujuan adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh
sekuestrasi atau proses patologi yang lain, misalnya fistula, efusi pleura, drainase, lambung,
dehidrasi dan perdarahan pada pembedahan atau cedera. Sebagai cairan pengganti untuk
tujuan ini digunakan cairan kristaloid, misalnya NaCl 0,9% dan Ringer Laktat atau koloid,
misalnya dextrans 40 dan 70, albumin dan plasma.
Kehilangan cairan dapat terjadi melalui luka operasi, kita harus melakukan
peenggantian cairan pada perdarahan dan mengganti cairan yang hilang melalui organ
ekskresi. Cairan yang digunakan adalah cairan pengganti, bisa kristaloid dan koloid atau
transfusi darah. Pedoman koreksinya adalah:1

Mengikuti pedoman terapi cairan prabedah,

Berikan tambahan cairan sesuai dengan jumlah perdarahan yang terjadi ditambah dengan
koreksi cairan sesuai dengan perhitungan cairan yang hilang berdasarkan jenis operasi
yang dilakukan dengan asumsi :

Operasi besar

: 6 - 8 ml/kgbb/jam

Operasi sedang

: 4 - 6 ml/kgbb/jam

Operasi kecil

: 2 - 4 ml/kgbb/jam

Koreksi perdarahan selama operasi :


Dewasa

Perdarahan > 20% dari perkiraan volume darah : transfusi darah.

Perdarahan < 20% dari perkiraan volume darah : berikan kristaloid


sebanyak 2-3 x jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya sama
dengan perkiraan jumlah perdarahan atau campuran kristaloid +
koloid.

Bayi dan Anak

Perdarahan > 10% dari perkiraan volume darah : transfusi darah.

Perdarahan < 10% dari perkiraan volume darah : berikan kristaloid


sebanyak 2-3 x jumlah perdarahan atau koloid yang jumlahnya sama
dengan perkiraan jumlah perdarahan atau campuran kristaloid +
koloid.

Perlu dihitung jumlah perdarahan selama operasi dengan cara:

Jumlah darah yang tertampung dalam botol penampung

Tambahan berat kasa yang digunakan (1 gram = 1 ml darah)

Ditambahkan dengan faktor koreksi sebesar 25% x jumlah perdarahan


yang terukur.

3. Cairan untuk tujuan khusus lainnya


Yang dimaksud diatas adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya
natrium bikarbonat 7,5% kalsium glukosa untuk tujuan koreksi khusus terhadap gangguan
keseimbangan elektrolit.1
4. Cairan nutrisi
Digunakan untuk nutrisi parenteral pada pasien yang tidak mau makan, tidak boleh
makan, dan tidak bisa makan peroral. Jenis cairan nutrisi parenteral pada saat ini sudah dalam
berbagai komposisi baik untuk parenteral parsial atau total maupun untuk kasus penyakit
tertentu. 1

DAFTAR PUSTAKA
1. Mangku, Gd. 2010. Terapi Cairan. Dalam Buku Ajar Ilmu Anestesia dan
Reanimasi Fakultas Kedokteran Udayana. hal 292-301.
2. Hartanto W W. 2007. Terapi cairan dan elektrolit perioperatif. Bagian
farmakologi klinik dan terapeutik fakultas kedokteran Universitas Padjajaran. Hal
1-25.
3. Guyton, Arthur C ; Hall, John E. 2006. The Body Fluid Compartments:
Extracellular and Intracellular Fluids; Interstitial Fluid and Edema. In : Textbook
of Medical Physiology. Eleventh edition; chapter 25: p 291-306
4. Sunatrio S. Terapi cairan pada syok hipovolemik. Dalam: Resusitasi Cairan. Edisi
pertama. Jakarta: Media Aesculapius FK UI, 2002. Hal 1-42.
5. Boldt

J.

Intraoperative

Fluid

Therapy-Crystalloid/Colloid

Debate.

In:

Conferencias Magistrales 2005; 28 (1): pp S23-S28. Available from :


http://www.medigraphic.com/pdfs/rma/cma-2005/cmas051e.pdf (Accessed ; 27
August 2013

Anda mungkin juga menyukai