Anda di halaman 1dari 12

Gangguan Kesehatan Akibat Pajanan Timbal

Dona Yuliyanti
10.2011.442 B8
donayulianti20@yahoo.com
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat
Pendahuluan
Timbal merupakan salah satu jenis logam alamiah yang tersedia dalam bentuk biji
logam. Peningkatan aktivitas manusia, seperti pertambangan, peleburan dan penggunaan dalam
bahan bakar minyak telah menyebabkan timbal menyebar di lingkungan. Keracunan timbal
merupakan salah satu masalah lingkungan di dunia yang bisa merusak kesehatan manusia.
Sebagai salah satu Negara berkembang Indonesia memiliki potensi yang besar untuk terkena
keracunan timbal karena banyak sekali industri-industri. Salah satu jenis industri ini adalah accu,
merupakan industri yang menggunakan logam berat dan senyawa kimia sebagai bahan baku. Di
antaranya yaitu Merkuri (Hg), Timbal (Pb), Nikel (Ni), Asam Sulfat (H2SO4) dan Cadmium
(Cd). Logam dan senyawa tersebut bersifat toksik dan dapat membawa dampak negatif bagi
pekerja ataupun lingkungan sekitar. Untuk itu perlu untuk mengetahui efek bahan-bahan tersebut
terhadap kesehatan dan bagaimana penanggulangan terhadap masalah kesehatan yang
ditimbulkan oleh bahan-bahan pembuat accu tersebut baik terhadap masalah kesehatan yang
timbul maupun program pencegahannya.Khususnya bagi pekerja pabrik yang kurang
memperhatikan keselamatan dan kesehatan kerja nya dari aspek K3. Oleh karena itu perlunya
diberikan edukasi pada perusahaan pabrik dan para pekerja dengan resiko tinggi kontak, agar
keracunan yang disebabkan oleh timbal dapat dikurangi, sehingga kesejahteraan baik pekerja dan
perusahaan dapat tercapai.

Pembahasan
Anamnesis
Pertanyaan yang harus diajukan pada pasien yaitu : identitas pasien ( nama, usia,
pekerjaan) laki-laki 35 tahun, karyawan pabrik baterai. Keluhan utama : sering pusing,
mengantuk dan lemas sejak 6 bulan. Keluhan penyerta? Sudah berapa lama kerja di pabrik? : 5
tahun. Waktu kerjanya berapa lama dalam sehari? Apakah saat bekerja menggunakan alat
pelindung diri? tidak menggunakan alat perlindunga diri. Bagaimana sanitasi lingkungan
kerja? Apakah ada ventilasi? Pola makannya bagaimana? Sehari berapa kali? Makan di tempat
kerja dengan catering atau warung disekitar pabrik atau membawa bekal sendiri? Apakah ada
temannya mengalami hal yang sama? Apakah di keluarga ada yang mengalami keluhan seperti
ini juga? Apakah pasien merokok, minum alcohol?
Anamnesis tentang riwayat penyakit dan riwayat pekerjaan dimaksudkan untuk
mengetahui kemungkinan salah satu faktor di tempat kerja, pada pekerjaan dan atau lingkungan
kerja menjadi penyebab penyakit akibat kerja. Riwayat penyakit meliputi antara lain awal-mula
timbul gejala atau tanda sakit pada tingkat dini penyakit, perkembangan penyakit, dan terutama
penting hubungan antara gejala serta tanda sakit dengan pekerjaan atau lingkungan kerja.
Riwayat pekerjaan harus ditanyakan kepada penderita dengan seteliti-telitinya dari permulaan
sekali sampai dengan waktu terakhir bekerja. Jangan sekali-kali hanya mencurahkan perhatian
pada pekerjaan yang dilakukan waktu sekarang, namun harus dikumpulkan informasi tentang
pekerjaan sebelumnya, sebab selalu mungkin bahwa penyakit akibat kerja yang diderita waktu
ini penyebabnya adalah pekerjaan atau lingkungan kerja dari pekerjaan terdahulu. Hal ini lebih
penting lagi jika tenaga kerja gemar pindah kerja dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya.

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai kesadaran pasien, kemudian melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nafas, nadi dan suhu). Pada inspeksi
kulit dapat terlihat pucat akibat anemia atau kulit kuning akibat hemolisi akut biasa ditemukan
pada penderita intoksikasi timbal. Pada pemeriksaan neurologis, intoksikasi timbal seringkali
ditunjukkan dengan lemahnya otot rangka, terutama otot extensor bagian distal. 1

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencocokkan benar tidaknya penyebab
penyakit akibat kerja yang bersangkutan ada dalam tubuh tenaga kerja yang menderita penyakit
tersebut. Guna menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja, biasanya tidak cukup sekedar
pembuktian secara kualitatif yaitu tentang adanya faktor penyebab penyakit, melainkan harus
ditunjukkan juga banyaknya atau pembuktian secara kuantitatif. 2
Pada pemeriksaan yang dilakukan yaitu :

Cek darah rutin : Hb 12 g/dL.

Pb darah 40 g/dL. (Normal <3 g/dL).


Riwayat kontak

dengan

bahan

toksik

merupakan

kunci

untuk

mendiagnosis

penyebab pusing, lemas, dan ngantuk pada pasien dengan intoksikasi. Namun harus di
tunjang dengan pemeriksaan laboratorium. Gambaran laboratorium biasanya tampak
anemia normositik normokrom atau normositik hipokrom pada darah tepi, kadang-kadang
ditemukan sel darah merah abnormal serta gambaran basofil yang berbintik. Penggabungan
Fe dan Heme menyebabkan perubahan Fe menjadi bentuk Zn- protoporfirin (ZPP), dan
produk hidrolisis lainnya yaitu eritrosit protoporfirin (EP).
Pada urin biasanya dengan peningkatan kadar asam delta-aminolevulinik dehidratase
maka kenaikan kadar ZZP dan EP dapat di ukur. Ini merupakan indikator yang dapat di
percaya pada untuk pengukuran intoksikasi timbal. Pada tulang konsetrasi timbal dapat di
ikur dengan menggunakan x-ray flourescence (XRF) atau densitometri. Pada susunan saraf
pusat dan tepi biasanya terjadi dengan kadar timbal 40-80 mikrogram/dL.

Timbal
Timbal merupakan suatu logam berat yang lunak berwarna kelabu kebiruan dengan titik
leleh 327 C dan titik didih 1.620 C. Pada suhu 550 600C timbal menguap dan bereaksi
dengan oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lentur, timbal sangat
rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam.
Timbal dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat. Bentuk oksidasi yang
3

paling umum adalah timbal (II) dan senyawa organometalik yang terpenting adalah timbal tetra
etil (TEL: tetra ethyl lead), timbal tetra metil (TML : tetra methyl lead) dan timbal stearat.
Merupakan logam yang tahan terhadap korosi atau karat, sehingga sering digunakan sebagai
bahan coating. Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam timbal dapat terjadi
karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya timbal ke
dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan dan minuman, udara
(pernafasan/inhalasi) serta perembesan atau penetrasi pada selaput atau lapisan kulit. Lebih
kurang 90% partikel timbal dalam asap atau debu halus di udara dihisap melalui saluran
pernafasan. Penyerapan di usus mencapai 5 -15 % pada orang dewasa.3
Penyerapan Timbal dapat melalui inhalasi debu timbal atau benda berbahan timbal
lainnya. Partikel yang mudah larut menyebabkan absorbsi di paru berlangsung cepat dan luas.
Paparan inhalasi umumnya terjadi pada kawasan industri. Paparan pada daerah non-industri
terjadi terutama melalui pencernaan, terutama pada anak-anak yang mengabsorbsi 45-50%
timbal larut dibandingkan pada orang dewasa yang hanya sekitar 10-15%.

Epidemiologi
Timbal terdapat dalam lingkungan karena terdapat di alam dan digunakan dalam industri.
Kasus sporadis keracunan Pb bersumber dari Pb dalam mainan, debu ditempat latihan
menembak, pipa ledeng, pigmen cat, abu dan asap dari pembakaran kayu yang dicat, limbah
industri rumah, baterai / aki, dan percetakan. Keracunan pada anak cukup sering karena
termakannya serpihan cat yang berasal dari bangunan tua atau karena kebiasaan menggerogoti lis
dan kerangka jendela yang dicat. Cat mengandung Pb karbonat dan Pb oksida sebanyak 5 40%.
Asosiasi standar Amerika dalam tahun 1995 menentukan bahwa cat mainan, perabot rumah
tangga, dan interior tempat tinggal tidak boleh mengandung lebih dari 1 %.
Pemajanan Pb di tempat kerja di Amerika telah berkurang selama 50 tahun terakhir
karena adanya peraturan dan program tepat guna di bidang pengawasan medis. Pajanan Pb paling
tinggi ialah di tempat peleburan Pb, karena asap dan debu yang mengandung Pb oksida. Pekerja
di pabrik aki menghadapi resiko serupa. Dari suatu penelitian yang dilakukan di Indonesia kadar

Pb darah karyawan pabrik aki kurang dari 0,699 ppm belum melewati batas toksik (0,72 pppm),
tetapi perlu pemantauan kadar Pb darah karyawan untuk mendeteksi gejala dini keracunan Pb.4

Etiologi
Timbal (Plumbum/Pb) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat yang lebih
tersebar luas di bandingkan kebanyakn logam toksik lainnya. Kadarnya dalam lingkungan
mneningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri.
Timbal berupa serbuk berwarna abu-abu gelap di gunakan antara lain sebagai bahan
produksi Aki

dan amunisi, komponen pembuatan cat, pabrik tetraethyl lead, pwlindung

radiasi, lapisan pipa, pembungkus kabel, dan juga dalam proses mematri. Keracunan dapat
berasal dari timbal dalam mainnan, debu ditempat latihan menembak, dan hasil peleburan
timbal pada pabrik Aki. Timbal dapat masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan
pemaparan maupun saluran pencernaan. Lebih kurang 90% partikel timbal dalam asap atau
debu halus di udara di isap melalui saluran pernafasan. Penyerapan di usus mencapai 515% pada orang dewasa. Pada anak-anak lebih tinggi yaitu 40% dan akan menjadi lebih
tinggi lagi apa bila si anak kekurangan kalsium, zat besi dan zinc dalam tubuhnya.

Patofisiologi Keracunan Timbal


Keracunan timbal adalah akumulasi timbal yang berlebihan di dalam darah. Timbal yang
diserap kira-kira 40% dari asap Pb oksida yang dihirup, diabsorbsi ke saluran pernapasan. Di
dalam aliran darah, sebagaian besar Pb diserap dalam bentuk ikatan dengan eritrosit. Plasma
darah berfungsi dalam mendistribusikan Pb dalam darah ke bagian syaraf, ginjal, hati, kulit dan
otot skeletal/rangka. Sebagian besar dengan keracunan timbal bersifat asimtomatik. Gejala akut
keracunan timbal umumnya tidak nyata sampai kadar timbalnya mencapai 50 g/dl atau lebih.
Jumlah timbal berlebihan diserap dan akan ditimbun di dalam tulang, jaringan lunak dan darah.
Penyerapan oleh jaringan lunak menjadi masalah besar karena dapat menyebabkan toksisitas
sistem saraf pusat (SSP) dan gagal ginjal reversibel. Timbal dapat mengganggu enzim oksidase
dan akibatnya menghambat sistem metabolisme sel, salah satu di antaranya adalah menghambat
5

sintesis Hb dalam sumsum tulang. Pb menghambat enzim sulfidril untuk mengikat deltaamnolevulinik acid (ALA) menjadi porprobilinogen, serta protoforfirin IX menjadi Hb. Hal ini
menyebabkan anemia dan adanya basofilik stipling dari eritrosit yang merupakan ciri khas dari
keracunan Pb.5

Manifestasi klinis
Sebagian besar yang menderita keracunan timbal bersifat asimtomatik dan keadaan
keracunan tersebut dapat terdeteksi selama dilakukan skrining rutin. Gejala yang tampak dengan
naiknya kadar timbal adalah anoreksia, konstipasi atau diare, iritabilitas, mual dan muntah, nyeri
abdomen atau kolik, malaise, sistem sensoris hanya sedikit mengalami gangguan, sedangkan
ensefalopati sering ditemukan pada anak-anak, gejala keracunan ini pada sistem jantung dan
peredaran darah berupa anemia, hipertensi dan nefritis, artralgia ( rasa nyeri pada sendi ).6

Evaluasi Lingkungan Kerja


Evaluasi lingkungan kerja harus dilakukan dilihat dari berbagai kondisi seperti kondisi
fisik, kondisi kimia, kondisi biologi dan kondisi ergonomi.
Kondisi fisik

Memasang temperatur suhu untuk menjaga suhu ruangan

Pengelompokan alat-alat berdasarkan fungsinya

Adanya jalan-jalan atau gang yang bisa digunakan sebagai jalan darurat bila terjadi
kecelakaan

Tempat kerja harus bersih dengan penerangan yang cukup

Penetapan pengukuran kadar bahan-bahan kimia berbahaya dan kondisi fisik di


lingkungan kerja secara berkala

Pengkondisian suhu lingkungan kerja yang nyaman dan kondusif bagi pekerja

Kondisi kimia

Memasang sistem ventilasi yang memadai dengan sirkulasi udara yang adekuat

Menyediakan tempat penyimpanan yang aman untuk bahan kimia berbahaya

Mengontorl kadar debu di tempat kerja

Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia terutama untuk membersihkan
bahan-bahan korosif

Bubuk yang tumpah harus diambil dengan alat penghisap vakum

Kondisi biologi

Sanitasi lingkungan kerja yang memadai (tempat cuci tangan, ruangan makan)

Ruang pertolongan pertama yang terletak di lingkungan kerja

Terdapat fasilitas kesehatan

Ergonomi

Memposisikan pekerja sesuai dengan keahliannya

Peralatan disesuaikan dengan ukuran pekerja

Menyediakan ruang oksigenasi

Tersedianya waktu istirahat yang cukup

Penempatan mesin-mesin dan alat-alat industri yang tepat

Pada pekerja harus dilengkapi dengan alat pelindung diri, hal ini guna mencegah terjadinya efek
akibat pajanan yang ditimbulkan di tempat kerja. Adapun alat-alat pelindung diri yang
digunakan, yaitu :7

Kepala

: Pengikat rambut, penutup rambut, topi dari berbagai bahan

Mata

: Kacamata dari berbagai gelas

Muka

: Perisai muka

Tangan dan jari

: Sarung tangan

Kaki

: Sepatu

Alat pernafasan

: Respirator / masker khusus berlapis Tourmaline.

Telinga

: Sumbat telinga, tutup telinga


7

Tubuh

: Pakaian kerja dari berbagai bahan

Nilai Pb
Nilai Pb dalam darah seorang pekerja pabrik yang sering terpapar oleh timbal biasanya
cukup tinggi dibanding yang tidak sering terpapar. Hal ini menjelaskan bahwa pada ada dampak
kesehatan yang terjadi secara nyata dari pajanan timbal pada tubuh manusia. Paparan timbal ini
dapat terjadi secara akut ataupun kronik dimana pada kasus akut biasa seseorang mengalami
keracunan dengan termakan atau terminum yang berbahan timbal. Pada kasus kronis biasa
berjalan sangat lambat dan biasanya ditandai dengan munculnya gejala kelelahan, lesu dan
iritabilasi. Kadar normal Pb pada orang dewasa adalah antara 5 - 15 g/dL darah lengkap. Kadar
nilai timbal (Pb) dapat memberikan efek pada manusia, yaitu :1
Terdapat nilai kategori yang terdapat pada orang dewasa :
Kadar Pb (g/dL)

Anak

Dewasa

0 s/d 10

Penurunan kecerdasan

---

Gangg. Pertumbuhan
tulang
10 s/d 30

Gangg. Metab Vit D

Gangg Sistolik Tek. Darah


Gangg Protoporphyrin eritrosit

30 s/d 50

Gangg. Sintesa Hb

Gangg. SSP
Gangg. Ginjal
Infertilitas pada pria

50 s/d 100

Anemia

Anemia

Gangg. Ginjal

Gangg. Sintesa Hb

Gangg. Otak & SSP


100

Kematian

Kematian

Faktor Individu
Faktor individu ini bisa kita lihat dengan jelas dari status kesehatan fisik seperti riwayat
alergi, riwayat penyakit dalam keluarga, riwayat penyakit dahulu, higiene diri baik di lingkungan
kerja atau lingkungan rumah dan alat pelindung diri sewaktu bekerja. Pada anamnesis yang tepat
dapat diketahui semua dengan tepat. Dalam kasus ini diketahui bahwa pasien tidak mempunyai
riwayat penyakit sebelumnya, pasien juga tidak memiliki kebiasaan merokok tetapi pasien
mempunyai kebiasaan menggunakan alat pelindung diri tanpa menggunakan masker penutup.

Faktor lain di luar pekerjaan


Pada keadaan ini banyak faktor di luar lingkungan pekerjaan yang dapat mempengaruhi
kesehatan, bila korban mengkonsumsi rokok setiap harinya maka itu akan memperburuk
kesehatannya dan akan mudah sekali terserang oleh pajanan yang berbahaya. Selain itu polusi
kendaraan bermotor karna pada asap kendaraan bermotor mengandung zat berbahaya seperti gas
CO yang akan beredar bersamaan dengan darah dan menghalangi masuknya oksigen yang
dibutuhkan tubuh, Pb yang dapat diserap oleh otak dan ginjal sehingga dapat mengganggu
pertumbuhan fisik dan mental yang berakibat pada fungsi kecerdasan, CO2 yang dapat
meningkatkan suhu bumi secara global, Kabut Karbon yang bersifat induser sebagai pemicu sel
tumor.

Diagnosis Okupasi
Diagnosis okupasi dapat ditegakkan berdasarkan langkah-langkah yang telah disusun
terutama pajanan-pajanan yang berhubungan dengan pekerjaannya. Diagnosis pada kasus ini
yaitu, Laki-laki usia 35 tahun dengan keluhan sering pusing, mengantuk dan lemas merupakan
salah satu penyakit akibat kerja karena terpajan bahan kimia berupa timbal.

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Pengobatan awal fase akut intoksikasi Pb ialah secara suportif, dan selanjutnya harus
dicegah pajanan lebih jauh. Serangan kejang diobati dengan diazepam, keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dipertahankan, edema otak diatasi dengan manitol dan deksametason. Kadar Pb
darah harus ditentukan sebelum pengobatan dengan kelator. Kelator harus diberikan pada pasien
dengan gejala atau pada pasien dengan kadar Pb darah melebihi 0,5 0,6 ppb. Tiga kelator yang
biasa digunakan dalam pengobatan intoksikasi Pb, kalsium disodium edetat (CaNa2EDTA),
dimerkapol dan D-penisilamin. CaNa2EDTA diberikan dengan dosis 50 -75 mg/kgBB per hari
dibagi dalam dua kali pemberian secara IM yang dalam atau sebagai infus selama 5 hari berturutturut. Interval pemberian CaNa2EDTA dengan dimerkapol ialah 4 jam. Terapi dengan
CaNa2EDTA tidak boleh melebihi jumlah dosis 500 mg/kgBB.
Dimerkapol dengan dosis 4 mg/kgBB diberikan secara IM setiap 4 jam selama 48 jam,
kemudian setiap 6 jam selama 48 jam berikutnya dan akhirnya setiap 6 12 jam selama 17 hari
terakhir. Penisilamin efektif diberikan secara oral dan dapat ditambahkan dalam rejimen
pengobatan dengan dosis empat kali 250 mg sehari selama 5 hari. Pada terapi jangka panjang
tidak boleh melebihi 40 mg/kgBB per hari.4

Non Medikamentosa
Edukasi pasien tentang bahayanya pajanan bila bekerja tidak menggunakan alat
pelindung diri yang benar, jauhkan korban dari pajanan utama misalnya dengan memindahkan
posisi atau shift kerja, gunakan alat pelindung diri yang baik saat bekerja dan menggunakan
masker berlapis Tourmaline.

Pencegahan
Mengadakan program penyuluhan tentang bahayanya pajanan bahan kimia yang dapat
menimbulkan penyakit terhadap pekerja terutama yang berhubungan langsung atau yang sering
10

terpajan. Memberitahukan untuk menjaga kesehatan dengan minimalnya sering berolah raga
setiap harinya lalu bila bekerja menggunakan alat pelindung diri yang sesuai dan baik, serta
dianjurkan pada pekerja untuk merubah gaya hidup yang buruk.
Memberikan usulan terhadap pimpinan pabrik untuk memberikan sanksi bila ada pekerja
yang tidak patuh atau tidak sesuai dengan SOP dalam melakukan pekerjaan, misalnya tidak
menggunakan alat pelindung diri yang lengkap. Perbaiki ventilasi pabrik terutama di gedung
yang terdapat pajanan agar pertukaran udara terjadi dengan baik dan tidak menimbulkan resiko
besar bagi yang bekerja. Sanitasi lingkungan kerja dan perilaku makan yang sehat harus
diperhatikan. Program pencegahan dilaksanakan tindakan berikut :1
Pemantauan biologis (kadar timbal dalam darah):
1. Dilakukan setiap 6 bulan bila kadar timbal <40 g/ dl.
2. Dilakukan setiap 2 bulan bila kadar timbal > 40 g/ dl, sampai kadarnya mencapai < 40
g/ dl dalam 2 kali pemantauan secara berturut-turut.
3. Bila kadar timbal > 40 g/ dl dan sudah tidak diperkenankan bekerja di tempat pajanan
maka pemantauan harus dilaksanakan setiap bulan.
Pemeriksaan Medis
1. Dilakukan setiap tahun bila kadar timbal dalam darah > 40 g/ dl
2. Dilakukan setelah peninjauan lapangan bila kadar timbal di lingkungan tempat kerja
sama atau kadar timbal dalam darah mencapai > 30 g/ ml.
3. Dilakukan sesegera mungkin bila seseorang pekerja timbul tanda intoksikasi timbal yang
mencurigakan.
Tidak diperkenankan bekerja di tempat pajanan
1. Pekerja dengan kadar timbal > 60 g/ ml, kecuali bila kadarnya yang terakhir masih < 40
g/ ml.
2. Pekerja dengan kadar timbal > 50 g/ ml pada pemeriksaan terakhir selama tiga kali
berturut-turut atau lebih dari 6 bulan. Pekerja ini baru dapat kembali bekerja bila kadar
timbalnya sudah < 40 g/ ml dalam pemeriksaan dua kali berturut- turut.

11

Kesimpulan
Pada kasus ini pasien di diagnosis mengalami penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh
paparan timbal dimana dapat dilihat dari hasil pemeriksaan Pb Darah 40 g/dL. Pada pasien ini
kurang memperhatikan keselamatan dirinya dengan tidak menggunakan masker ketika bekerja,
seharusnya hal ini dapat dicegah bila pasien menggunakan alat pelindung diri dengan benar
sehingga pasien dapat menghindari terhirupnya zat berbahaya seperti timbal.

Daftar Pustaka :
1. Harrianto R. Buku ajar kesehatan kerja. EGC Kedokteran. Jakarta : 2008.h.72-74.
2. Ronald A, Richard A. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan laboratorium. EGC Kedokteran.
Jakarta: 2002.h 42.
3. DR.P.V Chadha. Ilmu Forensik dan Toksikologi. Edisi 5. Widya Medika. Jakarta: 1995.h
268 72.
4. Wiria M S. Farmakologi dan Terapi. Edisi ke-5. Badan penerbit FKUI. Jakarta: 2011.h 844.
5. Mitchell, Kumar, Abbas. BS Dasar Patologis Penyakit. Edisi 7. EGC Kedokteran. Jakarta:
2006.h 255.
6. Betz C L, Linda A. Buku saku keperawatan pediatri. Edisi 5. EGC Kedokteran. Jakarta:
2009.h 360.
7. Budi F E. Juli 2012, Strategi Penanggulangan Masalah Kesehatan Pada Industri Accu.
Ejournal. http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1033/1103. 18 Oktober
2014.

12

Anda mungkin juga menyukai