BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. TUBERKULOSIS
2.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex2. Tuberkulosis paru adalah penyakit radang parenkim paru
karena infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis paru termasuk
suatu pneumonia, yaitu pneumonia yang disebabkan oleh M.tuberculosis 8.
2.2 Etiologi
TB Paru diakibatkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis
complex. Bakteri ini merupakan basil tahan asam yang ditemukan oleh Robert
Koch pada tahun 1882 9. Mycobacterium tuberculosis adalah kuman penyebab
TB yang berbentuk batang ramping lurus atau sedikit bengkok dengan kedua
ujungnya membulat. Koloninya yang kering dengan permukaan berbentuk bunga
kol dan berwarna kuning tumbuh secara lambat walaupun dalam kondisi optimal.
Diketahui bahwa pH optimal untuk pertumbuhannya adalah antara 6,8-8,0.
Untuk memelihara virulensinya harus dipertahankan kondisi pertumbuhannya
pada pH 6,8 10.
M. tuberculosis tipe humanus dan bovines adalah mikobakterium yang
paling banyak menimbulkan penyakit TB pada manusia. Basil tersebut berbentuk
batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 80 C
dan 20 menit pada suhu 60C), dan mudah mati apabila terkena sinar ultraviolet
(sinar matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar
dan dalam ruangan yang lembab11.
2.3 Patogenesis
a)
Tuberkulosis Primer
Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau
afek primer disebut sebagai fokus Ghon. Sarang primer ini mungkin timbul di
bagian di mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan terlihat peradangan pembuluh limfe menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran limfonodi di hilus (limfadenitis
regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai
kompleks primer.
TB difagositosis oleh makrofag lain yang masuk ke tempat radang karena faktor
kemotaksis komponen komplemen C5a dan monocyte chemoatractant protein (MPC1). Lama kelamaan makin banyak makrofag dan kuman TB yang berkumpul di
tempat lesi.
c. Tahap 3:
Terjadi nekrosis kaseosa, jumlah kuman TB menetap karena pertumbuhannya
dihambat oleh respon imun tubuh terhadap tuberculin-like antigen. Pada tahap ini,
delayed type of hypersensitivity (DTH) merupakan respon imun utama yang mampu
menghancurkan makrofag yang berisi kuman. Respon ini terbentuk 4-8 minggu dari
saat infeksi. Dalam solid caseous center yang terbentuk, kuman ekstraseluler tidak
dapat tumbuh, dikelilingi non-activated makrofag dan partly activated macrofag.
Pertumbuhan kuman TB secara logaritmik terhenti, namun respon imun DTH ini
menyebabkan perluasan caseous necrosis tapi tidak dapat berkembang biak karena
keadaan anoksia, penurunan pH dan adanya inhibitory fatty acid. Pada keadaan
dorman ini metabolism kuman minimal sehingga tidak sensitif terhadap terapi.
Caseous necrosis ini merupakan reaksi DTH yang berasal dari limfosit T, khususnya
T sitotoksik (Tc), yang melibatkan clotting factor, sitokin TNF-alfa, antigen reaktif,
nitrogen intermediate, kompleks antigen antibody, komplemen dan produk-produk
yang dilepaskan kuman yang mati. Pada reaksi inflamasi, endotel vaskuler menjadi
aktif menghasilkan molekul-molekul adesi (ICAM-1, ELAM-1, VCAM-1), MHC
klas I dan II. Endotel yang aktif mampu mempresentasikan antigen tuberkulin pada
sel Tc sehingga menyebabkan jejas pada endotel dan memicu kaskade koagulasi.
Trombosis lokal menyebabkan iskemia dan nekrosis dekat jaringan.
d. Tahap 4
Respon imun cell mediated immunity (CMI) memegang peran utama dimana CMI
akan mengaktifkan makrofag sehingga mampu memfagositosis dan menghancurkan
kuman. Activated macrophage menyelimuti tepi caseous necrosis untuk mencegah
terlepasnya kuman. Pada keadaan dimana CMI lemah, kemampuan makrofag untuk
menghancurkan kuman hilang sehingga kuman dapat berkembang biak di dalamnya
dan seanjutnya akan dihancurkan oleh respon imun DTH, sehingga caseous necrosis
makin luas. Kuman TB yang terlepas akan masuk ke dalam kelenjar limfe
trakheobronkial dan menyebar ke organ lain.
e. Tahap 5
Terjadi likuifikasi caseous center dimana untuk pertama kalinya terjadi multiplikasi
kuman TB ekstraseluler yang dapat mencapai jumlah besar. Respon imun CMI sering
tidak mampu mengendalikannya. Progresivitas penyakit terjadi perlunakan caseous
necrosis, membentuk kavitas dan erosi dinding bronkus. Perlunakan ini disebabkan
oleh enzim hidrolisis dan respon DTH terhadap tuberkuloprotein, menyebabkan
makrofag tidak dapat hidup dan merupakan media pertumbuhan yang baik bagi
kuman. Kuman TB masuk ke dalam cabang-cabang bronkus, menyebar ke bagian
paru lain dan jaringan sekitarnya 12.
2.4 Diagnosis
Diagnosis pada TB dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis baik dan pemeriksaan
fisik yang teliti, diagnosis pasti ditegakkan melalui
pemeriksaan kultur
2) Gejala sistemik lain ; malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan
menurun.
c.
Gejala TB ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis
TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah
bening. Pada meningitis TB akan terlihat gejala meningitis. Pada pleuritis TB
terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan 2.
2.6 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang dijumpai tergantung dengan organ yang
terlibat. Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur
paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit
sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru umumnya terletak di daerah lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2) serta daerah
apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain
suara napas bronchial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-anda
penarikan paru, diafragma dan mediastinum2.
2.7 Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti
yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan
bakteriologi ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, LCS, bilasan bronkus,
bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar, urin, feses, dan jaringan biopsi2.
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:
a.
b.
1 kali positif, 2 kali negatif ulang BTA 3 kali, kemudian, bila 1 kali positif, 2
kali negatif BTA positif bila 3 kali negatif BTA negatif 3 .
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
merupakan faktor yang memudahkan terjadinya proses pada orang yang telah
10
transmisi
transmisi
Jumlah kasus TB BTA +
Faktor lingkungan:
- Ventilasi
- Kepadatan
- Dalam ruangan
Faktor perilaku
HIV (+)
TERPAJAN
SEMBUH
TB
INFEKSI
Diagnosis tepat
dan cepat
Pengobatan tepat
dan lengkap
Kondisi
kesehatan
mendukung
MATI
10%
Konsentrasi Kuman
Lama Kontak
Malnutrisi
Penyakit DM,
imunosupresan
Keterlambatan diagnosis
dan pengobatan
Tatalaksana tak memadai
Kondisi kesehatan
11
12
diawali dengan batuk lebih dari 2-3 minggu, sedangkan TB pada pasien
HIV/AIDS batuk bukan merupakan gejala umum. Pada TB dengan HIV demam
dan penurunan berat badan merupakan gejala yang penting.
ii.
secara klinis dan pemeriksaan sputum BTA lebih sering ditemuakan BTA
negatif, maka diperlukan pemeriksaan kultur BTA. Pemeriksaan biakan sputum
merupakan baku emas untuk mendiagnosis TB paru. Pada ODHA dengan gejala
klinis TB paru yang hasil pemeriksaan mikroskopik dahak BTA nya negatif,
pemeriksaan biakan dahak sangat dianjurkan karena hal ini dapat membantu
diagnosis TB paru. Selain itu, pemeriksaan biakan dan resistensi juga dilakukan
untuk mengetahui adanya MDR-TB, dimana pasien HIV merupakan salah satu
faktor risiko MDR-TB. Dalam rangka memperbaiki tata laksana pasien TB-HIV,
akhir-akhir ini telah ditemukan alat penunjang TB secara tepat yakni kultur
resistensi BTA dengan Genexpert, namun alat tersebut belum ada disetiap
layanan kesehatan, hanya ada pada sentral layana yang direkomendasi.
iii.
pada suspek TB dengan BTA negatif dan foto thoraks yang tidak khas dan
gambaran klinis yang kurang menunjang. Pada pasien suspek TB pada
13
umumnya, tes mantoux dinyatakan positif apabila diameter >= 10mm, namun
pada pasien dengan HIV positif diameter > 5 mm sudah dapat dinyatakan positif.
v.
odha karena kejadiannya lebih sering dibandingkan pada TB dengan HIV negatif.
Diagnosis pasti dari TB ekstraparu sangat kompleks dan sulit terutama di daerah
dengan fasilitas yang terbatas. Berdasarkan ISTC, diagnosis TB ekstraparu dapat
dilakukan dengan mengambil lesi dan pemeriksaan patologi untuk menemukan
BTA dari jaringan apabila memungkinkan. Namun, apabila lesi sulit didapat,
diagnosis TB ekstraparu dapat ditegakkan dengan dugaan klinis yang menunjang.
Adanya TB ekstraparu pada pasien HIV merupakan tanda bahwa penyakitnya
sudah lanjut.
vi.
Pemberian antibiotic pada pasien suspek TB paru sebagai alat bantu diagnosis
TB paru tidak direkomendasikan lagi karena dapat menyebabkan diagnosis TB
terlambat dengan konsekuensi pengobatan juga terlambat sehingga meningkatkan
risiko kematian. Penggunaan antibiotik kuinolon sebagai terapi infeksi sekunder
pada TB dengan HIV positif harus dihindari sebab golongan antibiotik ini
respons terhadap mikobakterium TB sehingga dikhawatirkan menghilangkan
gejala sementara. Disamping itu dikhawatirkan timbulnya resistensi, sementara
antibiotic golongan kuinolon dicadangkan sebagai OAT lini kedua. Alur
pendiagnosisan TB paru pada ODHA yang berobat jalan, secara ringkas
digambarkan pada Gambar 3.
14
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama
: Ny. Amelia
: Panteriek
Suku
: Medan
Nomor CM
: 1-01-49-89
Jaminan
: JKRA
: 45 kg
Tinggi Badan
: 158 cm
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Batuk (sesekali)
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari Klinik VCT dengan keluhan batuk sesekali.
Batuk dikeluhkan sejak 2 minggu terakhir. Batuk tidak berdahak. Selain itu
pasien juga mengeluhkan kadang kadang perut terasa kembung, namun hilang
timbul, Pasien tidak mengeluhkan berat badan menurun, berkeringat di malam
hari (-), demam tidak ada, diare(-), BAK dan BAB tidak ada keluhan.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit TB
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Suami pasien menderita TB dan HIV
3.2.5 Riwayat Pemakaian Obat
Pasien tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan.
Riwayat penggunaan OAT(-)
15
Vital Sign
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 120/60 mmHg
: 88 x/menit
RR
: 22 x/menit
: 36,5 0C
: Baik
Kesadaran
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Thoraks
16
Abdomen
3.4
Pemeriksaan Penunjang
Lab DarahRutin (15/09/2014)
Hb
: 10,1 gr/dl
Ht
: 32%
Eritrosit
: 4,5 x 106/mm3
Leukosit
: 7,8 x 103/mm3
Trombosit
: 444.000 U/L
Hitung jenis
: 0/0/0/54/39/7 %
Na/K/Cl
: 139/4,6/98 mmol/L
Ur/Cr
: 18/0,49 mg/dl
Bilirubin Total
: 0,27 mg/dl
Bilirubin Direct
: 0,21 mg/dl
SGOT
: 17 U/l
SGPT
: 6 U/l
17
Alk. Posfatase
: 111 U/l
Protein total
: 6,6 U/l
Albumin
: 3,6 gr/dl
Globulin
: 3,0 gr/dl
Foto Thoraks
18
3.6
Diagnosa Sementara
Susp. TB paru pada HIV
3.7
Terapi
Terapi Nonmedikamentosa
Terapi Medikamentosa
3.8
Planning
Sputum mikroorganisme
Kultur sputum
Uji tuberkulin
3.9
Prognosis
Quo ad vitam
: Dubia ad Bonam
Quo ad functionam
: Dubia ad Bonam
Quo ad Sanactionam
: Dubia ad Bonam
19