dapat
mengurangi
NTD (Neural
Tube
Delima (Punica granatum L.) adalah tanaman buah-buahan yang dapat tumbuh hingga
5-8 m.
Tanaman ini juga berupa perdu atau pohon kecil dengan tinggi 25 m. Batang pohon delima
berkayu, rantingnya bersegi, percabangannya banyak, lemah, berduri pada ketiak daunnya,
berwarna coklat ketika masih muda, dan hijau kotor setelah tua. Daun tunggal, bertangkai
pendek, letaknya berkelompok.
Bunga tunggal bertangkai pendek, keluar di ujung ranting atau di ketiak daun yang paling
atas. Biasanya, terdapat satu sampai lima bunga, warnanya merah, putih, atau ungu. Berbunga
sepanjang tahun. Buahnya buah buni, bentuknya bulat dengan diameter 512 cm, warna
kulitnya beragam, seperti hijau keunguan, putih, coklat kemerahan, atau ungu kehitaman.
Kadang, terdapat bercak-bercak yang agak menonjol berwarna lebih tua. Bijinya banyak, kecilkecil, bentuknya bulat panjang yang bersegi-segi agak pipih, keras, tersusun tidak beraturan,
warnanya merah, merah jambu, atau putih. Perbanyakan dengan stek, tunas akar atau
cangkok. Buah yang matang akan berwarna mencolok dan mengkilat (California Rare Fruit
Growers, 1997). Komposisi gizi per 100 gram bagian yang dapat dimakan dari buah delima
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Gizi per 100 gram Buah Delima
Menurut Astawan (2008), kandungan gula inversi mencapai 20%, terdiri dari 5 - 10 %
berupa glukosa, asam sitrat (05-3,5%), asam borat dan vitamin C (4 mg/100 g). Kombinasi
tersebut menyebabkan buah delima berasa manis-asam menyegarkan. Mineral yang paling
dominan adalah kalium (259 mg/100 g). Selain untuk menjaga tekanan osmotik (mencegah
hipertensi), kalium juga membantu mengaktivasi reaksi enzim, seperti piruvat kinase yang dapat
menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat. Kandungan mineral
natriumnya sangat rendah, yaitu 3 mg/100 gram. Hal ini menguntungkan karena natrium
berpotensi merugikan, yaitu dapat menimbulkan hipertensi.
Zat pewarna kuning pada kulit buah delima adalah asam galotanat. Kandungan tanin
tertinggi ada pada kulit akar (28%), tetapi kulit buahnya yang kering juga mengandung banyak
tanin (sampai 26%). Alkaloid di dalam kulit batangnya termasuk ke dalam kelompok piridina.
Khomsan (2009) mengatakan sari buah delima memiliki kandungan ion kalium
(potasium), vitamin C, dan polifenol. Sari buah delima juga memilki kandungan flavonoid yang
sangat penting peranannya untuk menurunkan radikal bebas, dan memberikan perlindungan
terhadap penyakit jantung dan kanker kulit.
Antioksidan dalam Buah Delima
Astawan (2008) menyatakan bahwa buah delima mengandung antioksidan berupa
senyawa fenol yaitu flavonoid dan tanin. Senyawa fenol meliputi berbagai senyawa yang
berasal dari tumbuhan yang memiliki ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu
atau dua gugus hidroksil (Harbourne, 1987). Flavonoid termasuk kedalam senyawa fitokimia
selain senyawa fenol, tanin, alkaloid, steroid, dan triterpenoid (Harbourne, 1987). Menurut
Bidlack dan Wang (2000), senyawa fitokimia dapat mencegah penyakit kardiovaskular dan
kanker. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol (Harbourne, 1987).
Berdasarkan strukturnya flavonoid dibagi menjadi flavonoid, isoflavon, dan neoflavonoid.
Menurut Rimm et al. (1999), flavonoid sangat efektif digunakan sebagai antioksidan dan dapat
mencegah penyakit kardiovaskuler dengan menurunkan oksidasi LDL. Jenis senyawa flavonoid
dalam buah delima disebut ellagic acid atau ellagitanin dan punicalagin (Jimenez et al., 2006;
Crozier et al., 2009), seperti terlihat pada Gambar 2.
Tanin merupakan salah satu senyawa fenol kompleks (Harbourne, 1987). Tanin
terkondensasi dihasilkan melalui polimerisasi flavonoid dan banyak terdapat pada lapisan biji
tanaman kayu. Tanin memiliki sifat antioksidan karena kemampuannya dalam menstabilkan
fraksi lipid dan keaktifannya dalam penghambatan lipoksigenase (Zeuthen dan Sorensen,
2003). Tanin pada buah delima disebut punicalagin.
kering juga mengandung banyak tanin (sampai 26%). Alkaloid di dalam kulit batangnya
termasuk ke dalam kelompok piridina.
Khomsan (2009) mengatakan sari buah delima memiliki kandungan ion kalium
(potasium), vitamin C, dan polifenol. Sari buah delima juga memilki kandungan flavonoid yang
sangat penting peranannya untuk menurunkan radikal bebas, dan memberikan perlindungan
terhadap penyakit jantung dan kanker kulit.
mengandung
sistem
aromatik
yang
terkonjugasi
sehingga
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum sinar ultraviolet dan spektrum sinar
tampak, umumnya dalam tumbuhan terikat pada gula yang disebut dengan glikosida.
(Harborne, 1996)
Pada flavonoida O-glikosida, satu gugus hidroksil flavonoid (atau lebih) terikat
pada satu gula (lebih) dengan ikatan yang tahan asam. Glukosa merupakan gula yang
paling umum terlibat dan gula lain yang sering juga terdapat adalah galaktosa, ramnosa,
silosa, arabinosa, dan rutinosa. Waktu yang diperlukan untuk memutuskan suatu gula dari
suatu flavonoid O-glukosida dengan hidrolisis asam ditentukan oleh sifat gula tersebut.
Pada flavonoid C-glikosida, gula terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula
tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang tahan
asam. Gula yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti
flavonoid, misalnya pada orientin. (Markham, 1988)
Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan keragaman pada
rantai C3 yaitu :
1. Flavonol
Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida, dan aglikon flavonol
yang umum yaitu kamferol, kuersetin, dan mirisetin yang berkhasiat sebagai antioksidan dan
antiimflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan merupakan variasi
struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana basa dioksidasi oleh udara
tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada pengerjaannya masih dapat
dilakukan.
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan 3-hidroksi. Hal ini
mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi warnanya. Flavon terdapat
juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol. Flavon yang
paling umum dijumpai adalah apigenin dan luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang
pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga
flavon yang terikat pada gula melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida.
Flavon dianggap sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoid.
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai fitoaleksin
yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai pertahanan terhadap
serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya tidak khas dengan pereaksi
warna manapun. Beberapa isoflavon (misalnya daidzein) memberikan warna biru muda
cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi kebanyakan yang lain tampak sebagai
bercak lembayung yang pudar dengan amonia berubah menjadi coklat.
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan bunga.
Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan buah jeruk;
dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat dalam buah anggur
dan jeruk.
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika dibandingkan
dengan flavonoid lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena konsentrasinya rendah
dan tidak berwarna.
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu. Senyawa ini
mudah diperoleh dalam jumlah besar dari ekstrak kental Uncaria gambir dan daun teh kering
yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat sebagai antioksidan.
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tan warna, terutama terdapat pada tumbuhan berkayu.
Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin, apiferol.
8. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam tumbuhan.
Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir semua warna
merah jambu, merah marak , ungu, dan biru dalam daun, bunga, dan buah pada tumbuhan
tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal yaitu
sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau
pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
9.Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat kuat dengan sinar UV bila
dikromatografi kertas. Aglikon flavon dapat dibedakan dari glikosidanya, karena hanya pigmen
dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air.
(Harborne, 1996)
10. Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita. Dalam
larutan basa senyawa ini berwarna merah ros dan tampak pada kromatografi kertas berupa
bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi merah jingga bila
diberi uap amonia. (Robinson, 1995)
Menurut Harborne (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoid dimana semua flavonoid,
menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon dan semuanya mempunyai
sejumlah sifat yang sama yakni:
Daftar Pustaka
Astawan M dan Andre LK. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama.
Astawan Made. 2008. Sehat dengan Sayuran. Jakarta : Dian Rakyat. h 138-43.
Ali Khomsan. 2009. Rahasia Sehat dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta : Kompas. h 122-5.
Bidlack, W. R. and W. Wang. 2000. Designing Functional Foods to Enhance Health. in: Bidlack, W.
R., S. T. Omaye, M. S. Meskin, D. K. W. Topham. Phytochemicals as Bioactive Agents. Technomic
Publishing Co., Inc,Lancaster, Basel.
Cook,
N.
C.
and
S.
Samman.
(1996).
Review
Flavonoids-Chemistry,
Metabolism,
Cuppett, S., M. Schrepf and C. Hall III. (1954). Natural Antioxidant Are They Reality. Dalam
Foreidoon Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications,
AOCS Press, Champaign, Illinois: 12-24
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Bandung:
Penerbit ITB.
Hu FB, Stampfer MJ, Manson JE, Rimm E, Colditz GA, Rosner BA, et al (1997). Dietary fat intake and
therisk of coronary heart disease in women. N Engl J Med 337,14911499
White, P.J. and Y. Xing. (1954). Antioxidants from Cereals and Legumes dalam Foreidoon
Shahidi: Natural Antioxidants, Chemistry, Health Effect and Applications. AOCS Press,
Champaign, Illinois: 25-63
Zeuthen, P and Bogh-Sorensen, L. 2003. Food preservation. woodhead publishing limited and
CRC Press LLC. Fulda, Germany.