FRAKTUR FEMUR
Penyaji :
Faddly Hendarsyah (1018011058)
Frisca Febe Lumban gaol (1018011061)
Andre Prasetyo Mahesya (1018011109)
Annisa Septa Rini (1018011112)
Pembimbing :
dr. E. Marudut Sitompul, Sp. OT
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan
epifisis, baik yang bersifat total maupun parsial. Fraktur tidak selalu disebabkan
oleh trauma berat, kadang-kadang trauma ringan saja dapat menimbulkan fraktur
bila tulangnya sendiri terkena penyakit tertentu. Juga trauma ringan yang terus
menerus dapat menimbulkan fraktur.1,2
Batang femur dapat mengalami fraktur oleh trauma langsung, puntiran (twisting),
atau pukulan pada bagian depan lutut yang berada dalam posisi fleksi pada
kecelakaan jalan raya. Femur merupakan tulang terbesar dalam tubuh dan batang
femur pada orang dewasa sangat kuat. Dengan demikian, trauma langsung yang
keras, seperti yang dapat dialami pada kecelakaan automobil, diperlukan untuk
menimbulkan fraktur batang femur. Perdarahan interna yang masif dapat
menimbulkan renjatan berat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Defenisi
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini
dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan
penderita jatuh dalam syok.
II.
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan,
dan otot menyusun kurang lebih 50%. Struktur tulang-tulang memberi
perlindungan terhadap organ vital termasuk otot, jantung, dan paru-paru.
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk menyangga struktur
tubuh, otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak.
III. ETIOLOGI
A. Trauma
Trauma dapat bersifat :
1.
Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan
terjadi fraktur pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya
bersifat komunitif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
2.
B. Fraktur Patologis
KLASIFIKASI FRAKTUR
Klasifikasi klinis
1.
2.
3.
Klasifikasi radiologis
Klasifikasi ini berdasarkan atas :
1.
Lokalisasi
Diafisial
Metafisial
Intra-artikuler
Fraktur dengan dislokasi
Keterangan:
2.
Menurut ekstensi
Fraktur total
Fraktur tidak total (fraktur crack)
Fraktur buckle atau torus
Fraktur garis rambut
Fraktur green stick
3.
Konfigurasi
a. Transversal
b. Oblik
c. Segmental
d. Spiral dan segmental
e. Komunitif
f. Kompresi
Keterangan : a. Transversal
b. Oblik
c. Segmental
4.
V.
KLASIFIKASI
FRAKTUR
FEMUR
1. FRAKTUR PROXIMAL FEMUR
a. Intracapsular fraktur termasuk femoral head dan leher femur
b.
2.
Capital
Subcapital
Transcervical
Basicervical
(suplai
darah
berdasarkan
intak).
anatominya.
rusak
: Complete, korteks inferior rusak, tapi trabekulum
o Grade III
o Grade IV
tidak angulasi
: Slightly displaced, pola trabekular angulasi
: Fully displaced, grade terberat, sering kali tidak
ada kontinuitas tulang
3.
4.
b.
c.
VI.
Supracondylar
Nondisplaced
Displaced
Impacted
Continuited
Condylar
Intercondylar
DIAGNOSIS
A. ANAMNESIS
Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus
diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat ringan
trauma, arah trauma dan posisi pasien atau ekstremitas yang
bersangkutan (mekanisme trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali
trauma ditempat lain secara sistematik dari kepala, muka, leher, dada
dan perut.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
1. Syok, anemia atau pendarahan
2. Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
3.
abdomen
Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis.
C. PEMERIKSAAN LOKAL
1. Inspeksi (Look)
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal (misalnya pada
fraktur
kondilus
lateralis
humerus),
angulasi,
rotasi,
dan
pemendekan.
Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak
bisa berjalan
Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan,
misalnya, pada tungkai bawah meliputi appearrance lenght (jarak
antara umbilikus dengan maleolus medialis), true length (jarak
antara SIAS dengan maleolus medialis) dan true length (jarak
antara hip trochanter dengan condylus lateralis)
2.
Palpasi (Feel)
Apakah terdapat nyeri tekan, nyeri sumbu dan krepitasi. Krepitasi,
terasa bila fraktur digerakan. Tetapi pada tulang spongiosa atau
tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini
sebaiknya tidak dilakukan karena akan menambah trauma.
3.
Pergerakan (Move)
Nyeri bila digerakan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.
Seberapa jauh gangguan - gangguan fungsi, gerakan gerakan
yang tidak mampu digerakan, range of motion (derajat dari ruang
lingkup gerakan sendi), dan kekuatan.
4.
Neuro-Vaskular Distal
Pemeriksaan fungsi sensorik dan vaskularisasi bagian distal dari
fraktur.
D. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Macam-macam pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk
menetapkan kelainan tulang dan sendi :
1. Foto Polos
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan
untuk menentukan keadaan, lokasi serta ekstensi fraktur. Untuk
menghindarkan bidai yang bersifat radiolusen untuk imobilisasi
sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis :
artikuler
Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang
Untuk melihat adanya benda asing, misalnya peluru
10
2.
CT-Scan
Suatu jenis pemeriksaan untuk melihat lebih detail mengenai
bagian tulang atau sendi, dengan membuat foto irisan lapis demi
dan
jaringan
lunak.
MRI
dapat
digunakan
untuk
11
4.
Arthografi
Arthografi berarti memasukkan kontras positif kedalam rongga
sendi kemudian membuat foto AP dan lateral. Kontras yang bisa
dipakai urografin dan lain-lain.
5.
6.
Pneumoartografi
Memasukkan kontras negatif, misalnya udara atau O2 kedalam
rongga sendi. Kemudian baru kita membuat foto.
Bone scanning : dengan menyuntikkan bahan radioisotop kedalam
tubuh (IV), kemudian dibuat scanning pada tulang. Biasanya
dipakai Tc 99 m (technicium pertechneteit 99 m). Bisa dilakukan
whole body bone scanning.
VII. PENATALAKSANAAN
A. Rekognisis/Pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
12
B. Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Reduksi atau manipulasi adalah upaya untuk manipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimum. Selain itu, reduksi
fraktur (setting tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
Reduksi tertutup, traksi atau reduksi terbuka dapat dilakuakan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter
melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin
sulit bila cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum fraktur direduksi dan diimobilisasi, pasien harus dipersiapkan
untuk menjalani prosedur. Selain itu, harus diperoleh izin untuk
melakukan prosedur, serta dapat di berikan analgetik sesuai ketentuan,
mungkin perlu dilakukan anestesi. Ekstremitas yang akan dimanipulasi
harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujung saling
berhubungan) dengan manipulasi dan trkasi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara
gips, bidai dan alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan
menjaga reduksi dan menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan
tulang. Sinar x harus dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen
tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
Selain reduksi tertutup, ada pula traksi. Traksi dapat digunakan untuk
mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan
dengan spasme otot yang terjadi. Sinar x digunakan untuk memantau
reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh,
akan terlihat pembentukan kalus pada sinar x. ketika kalus telah kuat dapat
dipasang gips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan pendekatan
bedah,fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk
13
14
DAFTAR PUSTAKA
15
8. Adnan, M. Tulang dan Sendi dalam: Diktat Radiologi IV. Bursa Buku
Kedokteran Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,
1983. Hal 2.
9. Lawrence M Davis, MD. Magnetic Resonance Imaging (MRI).
In site http://www.emedicinehealth.com
10. Kramer. Josef., Czerny. C., Pfirrmann. Christian W., Hofmann. S.,
Scheurecker. A. In Internal Derangements of the Hip and Proximal Femur
(Including Intra- and Extra-articular Snapping Hip). Imaging of the
Musculoskeletal System. Elsevier. 2008.
In site http://imaging.consult.com
16