PENDAHULUAN
Saat ini
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Solusio Plasenta
2.1.1 Definisi
Terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat
implantasinya yang normal pada sebelum waktunya yakni antara minggu 20 dan
lahirnya anak. Plasenta secara normal terlepas setelah bayi lahir 1,2,3,5.
Nama lain yang sering dipergunakan, yaitu abruptio placentae, ablatio
placentae, accidental haemorrhage, premature separation of the normally
implanted placenta3.
Yang lebih jarang, jika bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat
pada dinding rahim, darah tidak keluar dari uterus, tetapi tertahan di antara
plasenta yang terlepas dan uterus sehingga menyebabkan perdarahan tersembunyi
(concealed hemorrhage) yang dapat terjadi parsial (Gambar 2.3) atau total
(Gambar 2.4)4,5.
Secara klinis solusio plasenta dibagi ke dalam berat ringannya gambaran klinik
sesuai dengan luasnya permukaan plasneta yang terlepas, yaitu solusio plasenta
ringan, sedang, dan berat2.
a. Solusio plasenta ringan
Luas plasenta yang terlepas tidak sampai 25% atau ada yang menyebutkan
kurang dari 1/6 bagian. Jumlah darah yang keluar biasanya kurang dari 250 ml.
Gejala-gejala sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang
kehitamam. Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada.
b. Solusio Plasenta Sedang
Luas plasenta yang terlepas telah melebihi 25%, namun belum mencapai
separuhnya (50%). Jumlah darah yang keluar lebih banyak dari 250 ml tetapi
belum mencapai 1000 ml. Gejala-gejala dan tanda-tanda sudah jelas seperti nyeri
pada perut yang terus-menerus, denyut janin menjadi cepat, hipotensi, dan
takikardi.
pecah
sebelum
waktunya, defisiensi
as.folat,
merokok
dapat
selaput janin dan dinding rahim. Darah dapat berada diantara desidua dan
membran yang dapat keluar melalui serviks kemudian ke vagina (pardarahan
eksternal). Jika ektravasasi darah masuk hingga miometrium dan bagian bawah
dari serosa bahkan sampai pada ligamentum latum dan melalui tuba masuk ke
rongga panggul dapat menyebabkan couvelaire uterus yakni uterus dengan darah
yang gelap kebiru-biruan, selain itu dapat menyebabkan perdarahan postpartum
karena gangguan kontraksi uterus. Akibat gangguan kontraksi pada uterus dan
bekuan retroplasenter menyebabkan pelepasan tromboplastin yang banyak ke
dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimanamana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya
ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini
terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada
alat-alat tubuh lainnya
(17,18)
Besarnya permukaan plasenta yang menjadi terpisah dari suplai darah ibu
menentukan gambaran klinis dengan mempengaruhi jumlah kehilangan darah akut
dari ibu dan penurunan suplai oksigen ke janin, menyebabkan gawat janin atau
kematian. Pasien dengan perdarahan yang sedikit mungkin belum menimbulkan
gejala pada awalnya. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada
pemeriksaan plasenta didapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan
bekuan darah lama yang berwarna kehitaman. Darah pada desidua basalis hasil
dari pelepasan plasenta menyebabkan hipoksia pada janin sedangkan darah pada
lapisan serosa rahim dapat menyebabkan Couvelair Uterus. Awalnya perdarahan
di dalam desidua basalis terjadi karena pecahnya arteri kecil pada lapisan desidua
ibu disertai pembentukan hematoma sehingga menyebabkan nekrosis lokal.
Tekanan yang dihasilkan oleh perdarahan menyebabkan plasenta terlepas. Pada
kebanyakan pasien, perdarahan dari pemisahan plasenta meluas ke tepi plasenta
kemudian dapat terjadi pecahnya selaput ketuban dan darah masuk ke dalam
cairan amnion atau kasus yang lebih sering terjadi adalah darah berada di antara
korion dan desidua vera kemudian mencapai ostium interna serviks dan vagina
sehingga terjadi perdarahan ekternal (revealed hemorrhage). Jika lapisan marginal
plasenta tetap melekat pada uterus disertai letak kepala janin pada segmen bawah
8
dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fungsi ginjal sudah mulai
ada. Rasa nyeri bersifat menetap, tidak hilang timbul seperti pada his yang
normal. Perdarahan pervaginam jelas dan berwarna kehitaman. Pada pemantauan
keadaan janin dengan kardiotokografi bisa jadi telah ada deselerasi lambat. Perlu
dilakukan tes gangguan pembekuan darah2,4,5.
Pada solusio plasenta berat perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti
papan (defence musculare) disertai perdarahan berwarna hitam. Oleh karena itu,
palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi
daripada yang seharusnya karena telah terjadi penumpukan darah di dalam uterus
pada kategori concealed hemorrhage. Jika dalam masa observasi tinggi fundus
bertambah lagi berarti perdarahan baru masih berlangsung. Pada inspeksi rahim
terlihat membulat dan kulit di atasnya kencang. Pada auskultasi denyut jantung
janin tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomik dan fungsi plasenta. Keadaan
umum menjadi buruk disertai syok. Adakalanya keadaan umum ibu jauh lebih
buruk dibandingkan perdarahan yang tidak seberapa keluar dari vagina. Kadar
fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada
tromobositopenia2.
2.1.8 Diagnosis Klinik
Dalam banyak hal diagnosis bisa ditegakkan berdasarkan gejala dan tanda
klinik yaitu perdarahan melalui vagina, nyeri pada uterus, dan pada solusio
plasenta yang berat terdapat kelainan denyut jantung janin pada pemeriksaan
dengan KTG. Namun kadang pasien datang dengan gejala perdarahan tidak
banyak dengan perut tegangan tetapi janin telah meninggal. Diagnosis pasti
hanya bisa ditegakkan dengan melihat adanya perdarahan retroplasenta setelah
partus (Gambar 2.5)5.
10
Ditekankan bahwa tanda dan gejala pada solusio plasenta dapat sangat
bervariasi. Sebagai contoh, pedarahan eksternal dapat deras, namun plasenta yang
terlepas tidak terlalu luas sehingga belum membahayakan janin secara langsung.
Walaupun jarang, mungkin tidak terjadi perdarahan eksternal tetapi plasenta
terlepas total dan sebagai akibatnya janin meninggal. Hurd dkk. (1983) dalam
sebuah penelitian prospektif yang relatif kecil
11
Frekuensi (%)
Perdarahan pervaginam
78
66
Gawat janin
60
Partus prematurus
22
17
Hipertonus
17
Kematian janin
15
Solusio Plasenta
Merah tua s/d coklat hitam
Merah segar,
Terus menerus
Tidak nyeri
Disertai nyeri
Uterus
Berulang
Tak tegang
Syok/Anemia
Plasenta Previa
Lebih sering
yang keluar
Fetus
Teraba plasenta atau
Pemeriksaan
Ketuban menonjol
dalam
b. Vasa Previa
Vasa previa adalah kelainan tali pusat yang jarang akibat dari inersi
velamentosa suatu keadaan dimana pembuluh-pembuluh umbilikalis memisah di
dalam selaput agak jauh dari tepi plasenta. Pembuluh darah janin melintasi ostium
uteri internum dan berada di depan bagian presentasi janin. Vasa previa dikaitkan
dengan tingkat mortalitas janin yang tinggi, yang ditimbulkan oleh kehilangan
darah yang hebat (eksanguinasi) dari pembuluh darah yang robek atau
penyumbatan vascular oleh bagian presentasi janin. Pembuluh darah janin dapat
robek ketika ketuban pecah atau oleh tekanan kepala janin.
Vasa previa terjadi bila pembuluh darah janin melintasi selaput ketuban yang
berada di depan ostium uteri internum. Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari
insersio velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata (lobus
aksesorius). Bila pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi robekan
pembuluh darah sehingga terjadi eksanguisasi dan kematian janin.
Vasa previa jarang terdiagnosa sebelum persalinan namun dapat diduga
bila USG antenatal dengan Coolor Doppler memperlihatkan adanya pembuluh
darah pada selaput ketuban didepan ostium uteri internum. Atau dengan Tes Apt
14
uji pelarutan basa hemoglobin yang diteteskan 2 3 tetes larutan basa kedalam 1
mL darah. Eritrosit janin tahan terhadap pecah sehingga campuran akan tetap
berwarna merah. Jika darah tersebut berasal dari ibu, eritrosit akan segera pecah
dan campuran berubah warna menjadi coklat. Diagnosa dipastikan pasca salin
dengan pemeriksaan selaput ketuban dan plasenta. Seringkali janin sudah
meninggal saat diagnosa ditegakkan mengingat bahwa sedikit perdarahan yang
terjadi sudah berdampak fatal bagi janin.
2.1.10 Komplikasi
Komplikasi solusio plasenta berasal dari perdarahan retroplasenta yang terus
berlangsung sehingga menimbulkan berbagai akibat pada ibu seperti anemia, syok
hipovolemik, insufisiensi fungsi plasenta, gangguan pembekuan darah, gagal
ginjal. Sindroma Sheehan terdapat pada beberapa penderita yang terhindar dari
kematian setelah menderita syok yang berlangsung lama yang menyebabkan
iskemia dan nekrosis adenohipofisis sebagai akibat solusio plasenta2.
Kematian janin, kelahiran prematur dan kematian perinatal merupakan
komplikasi yang paling sering terjadi pada solusio plasenta. Solusio plasenta
berulang dilaporkan juga bisa terjadi pada 25% perempuan yang pernah menderita
solusio plasenta sebelumnya. Solusio plasenta kronik dilaporkan juga sering
terjadi di mana proses pembentukan hematom retroplasenta berhenti tanpa
dijelang oleh persalinan.
dapat merusak tubulus ginjal atau nekrosis pada korteks ginjal. Untuk itu pada
kasus solusio plasenta yang berat harus dilakukan monitoring pengeluaran urine
secara cermat. Pre-eklampsia sering menyertai solusio plasenta, vasospasme ginjal
kemungkinan besar makin intensif. Bahkan apabila solusio plasenta disertai
penyulit koagulasi intravaskular berat, terapi perdarahan secara dini dan agresif
dengan darah dan kristaloid sering dapat mencegah disfungsi ginjal yang
bermakna secara klinis. Atas alasan yang tidak diketahui, proteinuria sering
dijumpai, terutama pada solusio plasenta yang berat. Proteinuria ini biasanya
mereda segera setelah pelahiran.(1,5)
Curah jantung yang menurun dan kekakuan pembuluh darah ginjal akibat
tekanan intrauterina yang meninggi menyebabkan perfusi ginjal sangat menurun
dan menyebabkan anoksia. Keadaan umum yang terjadi adalah nekrosis tubulustubulus ginjal secara akut menyebabkan kegagalan fungsi ginjal2.
Mungkin terjadi ekstravasasi luas darah ke dalam otot uterus dan di bawah
lapisan serosa uterus yang disebut sebagai apopleksio uteroplasental ini, yang
pertama kalinya dilaporkan oleh Couvelaire pada awal tahun 1900-an, sekarang
sering disebut sebagai uterus couvelaire. Pada keadaan ini perdarahan
retroplasenta
menyebabkan
darah
menerobos
melalui
sela-sela
serabut
Pada solusio plasenta sedang sampai berat dilakukan perbaikan keadaan umum
terlebih dahulu dengan resusitasi cairan dan transfusi darah. Bila janin masih
hidup biasanya dalam keadaan gawat janin, dilakukan seksio sesarea, kecuali bila
pembukaan telah lengkap. Pada keadaan ini dilakukan amniotomi, drip oksitosin,
dan bayi dilahirkan dengan ekstraksi forcep. Apabila janin telah mati dilakukan
persalinan pervaginam dengan cara melakukan amniotomi, drip oksitosin. Bila
bayi belum lahir dalam waktu 6 jam, dilakukan tindakan seksio sesarea.
c. Seksio Sesarea
Pelahiran secara cepat janin yang hidup tetapi mengalami gawat janin hampir
selalu berarti seksio sesarea. Kayani dkk. (2003) meneliti hubungan antara
cepatnya persalinan dan prognosis janinnya pada 33 wanita hamil dengan gejala
klinis berupa solusio plasenta dan bradikardi janin. 22 bayi secara neurologis
dapat selamat, 15 bayi dilahirkan dalam waktu 20 menit setelah keputusan akan
dilakukan operasi. 11 bayi meninggal atau berkembang menjadi Cerebral Palsy, 8
bayi dilahirkan di bawah 20 menit setelah pertimbangan waktu, sehingga cepatnya
respons adalah faktor yang penting bagi prognosis bayi ke depannya 6. Seksio
sesarea pada saat ini besar kemungkinan dapat membahayakan ibu karena
mengalami hipovolemia berat dan koagulopati konsumtif yang parah2.
d.
Persalinan Pervaginam
Amniotomi
Pemecahan selaput ketuban sedini mungkin telah lama dianggap penting dalam
penatalaksanaan solusio plasenta. Alasan dilakukannya amniotomi ini adalah
bahwa keluarnnya cairan amnion dapat mengurangi perdarahan dari tempat
implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin dan mungkin faktor-faktor
pembekuan aktif dari bekuan retroplasenta ke dalam sirkulasi ibu. Namun, tidak
ada bukti keduanya tercapai dengan amniotomi. Apabila janin sudah cukup matur,
pemecahan selaput ketuban dengan mempercepat persalinan. Apabila janin imatur,
ketuban yang utuh mungkin lebih efisien untuk mendorong pembukaan serviks
daripada tekanan yang ditimbulkan bagian tubuh janin yang berukuran kecil dan
kurang menekan serviks5.
f.
Oksitosin
Walaupun pada sebagian besar kasus solusio plasenta berat terjadi
18
Solusio plasenta mempunyai prognosis yang buruk baik bagi ibu hamil dan
lebih buruk lagi bagi janin jika dibandingkan dengan plasenta previa. Solusio
plasenta ringan masih mempunyai prognosis yang baik bagi ibu dan janin karena
tidak ada kematian dan morbiditasnya rendah. Solusio plasenta sedang
mempunyai prognosis yang lebih buruk terutama terhadap janinnya karena
mortalitas dan morbiditas perinatal yang tinggi. Solusio plasenta berat mempunyai
prognosis yang paling buruk baik terhadap ibu terlebih terhadap janinnya 2.
BAB III
KESIMPULAN
19
DAFTAR PUSTAKA
Accessed
21
22
23