DISUSUN OLEH :
NAMA
NIM
: K4312066
KELAS
:B
PRODI
: PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN
: PENDIDIKAN MIPA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Guru adalah salah satu unsur manusia dalam proses pendidikan di sekolah sekaligus
memegang tugas dan fungsi ganda, yaitu sebagai pengajar dan sebagai pendidik. Sebagai
pengajar guru hendaknya mampu menuangkan sejumlah bahan pelajaran ke dalam otak anak
didik, sedangkan sebagai pendidik guru diharapkan dapat membimbing dan membina anak
didik agar menjadi manusia susila yang cakap, aktif, kreatif, dan mandiri (Deden, 2011).
Namun demikian, untuk mengetahui keterlaksanaan tugas guru tersebut, diperlukan penilaian
kinerja dengan kriteria-kriteria penilaian yang sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
Penilaian terhadap kinerja guru merupakan suatu upaya untuk mengetahui
kecakapan maksimal yang dimiliki guru berkenaan dengan proses dan hasil pelaksanaan
pembelajaran yang dilaksanakannya atas dasar kriteria tertentu yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila. Penilaian kinerja sebagai suatu bentuk penilaian prestasi kerja guru atas dasar
kecakapan-kecapakan atau kompetensi tertentu. Pada dasarnya penilaian kinerja bertujuan
untuk mengukur tingkat pelaksanaan tugas pokok dan fungsi guru dalam melaksanakan
tugas-tugas keguruan dan non keguruan. Tugas keguruan yaitu pelaksanaan proses
pembelajaran, yang diawali dengan proses perencanaan, proses pelaksanaan pembelajaran,
dan proses evaluasi, sedangkan tugas non keguruan antara lain keorganisasian dan pendidikan
serta latihan maupun kepemimpinan.
Selain kinerja, sikap profesionalisme guru juga patut diperhatikan guna meningkatkan
kinerja guru. Sikap yang baik tercermin dari pribadi yang baik pula, hal tersebut erat
kaitannya dengan kompetensi guru yaitu kompetensi kepribadian. Empat kometemsi guru
(kepribadian, pedagogik, sosial, dan profesional) menjadi salah satu syarat seorang guru
dapat dikatakan profesional.
Profesionalisme guru seyogyanya menjadi springboard bagi guru untuk terus menerus
menata komitmen melakukan perbaikan diri dalam rangka meningkatkan kinerjanya.
Peningkatan kinerja atas dorongan iklim organisasi yang baik diharapkan mampu
meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja guru di sekolah.
Sejalan dengan peningkatan kinerja guru, sikap seorang guru yang baik dan sesuai
norma Pancasila juga hendaknya dilakukan dalam setiap perbuatan. Hubungan baik dengan
pemimpin (kepala sekolah), sesama guru, dan tata usaha dalam lingkungan sekolah
merupakan salah satu penerapannya. Selain itu, keberadaan sarana dan prasarana yang
b. Bagi guru
(1) Guru dapat lebih mengetahui sikap dan kinerja profesional yang hendaknya diterapkan di
sekolah.
(2) Guru dapat menerapkan sikap dan kenerja guru yang profesional sesuai profesinya serta
sesuai dengan Pancasila.
(3) Guru dapat menciptakan hubungan yang harmonis serta dapat meningkatkan kualitas
profesinya.
c. Bagi penulis lain
Makalah ini diharapkan dapat menjadi informasi berharga bagi para penulis guna
menciptakan tulisan yang lebih bermanfaat khususnya untuk bidang pendidikan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sikap dan Kinerja Profesional Guru
a. Pengertian Sikap Profesional Guru
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila
dapat menunjukkan sikap yang baik sehingga dapat dijadikan panutan bagi lingkungannya,
yaitu cara guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan
dan dorongan kepada anak didiknya dan cara guru berpakaian, berbicara, bergaul baik dengan
siswa, sesama guru, serta anggota masyarakat.
Guru sebagai suatu profesi dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 Pasal 1
ayat (1) tentang guru dan dosen adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah. Lebih lanjut, menegaskan bahwa, guru yang memenuhi standar adalah guru yang
memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan,
baik ketika di dalam maupun di luar kelas.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, guru yang profesional adalah guru yang
kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan kemampuan tinggi. Untuk memahami
beratnya profesi guru karena harus memiliki keahlian ganda berupa keahlian dalam bidang
pendidikan dan keahlian dalam bidang studi yang diajarkan, maka Kellough mengemukakan
profesionalisme guru antara lain sebagai berikut.
1. Menguasai pengetahuan tentang materi pelajaran yang diajarkan.
2. Guru merupakan anggota aktif organisasi profesi guru, membaca jurnal profesional,
melakukan dialog sesama guru, mengembangkan kemahiran metodologi, membina siswa
dan materi pelajaran.
3. Memahami proses belajar dalam arti siswa memahami tujuan belajar, harapan-harapan,
dan prosedur yang terjadi di kelas.
4. Mengetahui cara dan tempat memperoleh pengetahuan.
5. Melaksanakan perilaku sesuai sesuai model yang diinginkan di depan kelas.
6. Memiliki sikap terbuka terhadap perubahan, berani mengambil resiko, dan siap
bertanggung jawab.
7. Mengorganisasikan kelas dan merencanakan pembelajaran secara cermat.
Walaupun segala perilaku guru selalu diperhatikan masyarakat, tetapi yang akan dibicarakan
dalam bagian ini adalah khusus perilaku guru yang berhubungan dengan profesinya. Hal ini
berhubungan dengan pola tingkah laku dalam memahami, menghayati serta mengamalkan
sikap kemampuan dan sikap profesionalnya. Pola tingkah laku guru yang berhubungan
dengan itu akan dibicarakan sesuai dengan sasarannya.
b. Pengertian Kinerja Profesional Guru
Kinerja profesional terdiri dari dua kata, yaitu kinerja dan profesional. Istilah kinerja
sering diidentikkan dengan istilah prestasi. Istilah kinerja atau prestasi merupakan pengalih
bahasaan dari kata Inggris performance. Terdapat beberapa pengertian mengenai kinerja
dalam Utami (2011), yaitu sebagai berikut.
1. Mangkunegara mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja yang secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2. Sulistiyani dan Rosidah menyatakan kinerja seseorang merupakan kombinasi dari
kemampuan, usaha, dan kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya.
3. Bernandin dan Russell mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai
seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan
atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, definisi kinerja sebagai hasil kerja yang
dicapai oleh individu yang disesuaikan dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu
organisasi pada suatu periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau
standar tertentu dari organisasi di mana individu tersebut bekerja.
Sedangkan profesional adalah seseorang yang hidup dengan mempraktekkan suatu
keahlian pada pendidikan dan jenjang pendidikanya atau dengan terlibat dalam suatu kegiatan
tertentu yang menurut keahlian, yang dimiliknya yang merupakan jalan untuk mendapatkan
hasil yang maksimal dari apa yang berupa perkerjaanya.
Dengan demikian, kinerja profesional merupakan hasil kerja yang dicapai oleh
individu dengan mempraktekkan suatu keahlian pada pendidikan dan jenjang pendidikanya
pada suatu periode tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran nilai atau standar
tertentu dari organisasi di mana individu tersebut bekerja.
memantapkan profesi guru. Di Indonesia organisasi ini disebut dengan Persatuan Guru
Republik Indonesia (PGRI).
Dalam Kode `Etik Guru Indonesia butir delapan disebutkan bahwa guru secara
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana
perjuangan dan pengabdian. Ini makin menegaskan bahwa setiap guru di Indonesia harus
tergabung dalam PGRI dan berkewajiban serta bertanggung jawabuntuk menjalankan,
membina, memelihara, dan memajukan PGRI sebagai organisasi profesi, baik sebagai
pengurus ataupun sebagai anggota. Hal ini dipertegas dalam dasar keenam kode etik guru
bahwa guru secara pribadi maupun bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan
martabat profesinya. Peningkatan mutu profesi dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti
penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan
berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas
pada pendidikan prajabatan atau pendidikan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan
dapat juga dilakukan setelah lulus dari pendidikan prajabatan ataupun dalam melaksanakan
jabatan.
3. Sikap Terhadap Teman Sejawat
Dalam ayat Kode Etik Guru disebutkan bahwa guru memelihara hubungan
seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial. Ini berarti sebagai berikut.
a. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara hubungan sesama guru dalam lingkungan
kerjanya.
b. Guru hendaknya menciptakan dan memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan
sosial di dalam dan di luar lingkungan kerjanya.
Dalam hal ini ditunjukkan bahwa betapa pentingnya hubungan yang harmonis untuk
menciptakan rasa persaudaraan yang kuat di antara sesama anggota profesi khususnya di
lingkungan kerja yaitu sekolah, guru hendaknya menunjukkan suatu sikap yang ingin bekerja
sama, menghargai, pengertian, dan rasa tanggung jawab kepada sesama personel sekolah.
Sikap ini diharapkan akan memunculkan suatu rasa senasib sepenanggungan, menyadari
kepentingan bersama, dan tidak mementingkan kepentingan sendiri dengan mengorbankan
kepentingan orang lain, sehingga kemajuan sekolah pada khususnya dan kemajuan
pendidikan pada umumnya dapat terlaksana. Sikap ini hendaknya juga dilaksanakan dalam
pergaulan yang lebih luas yaitu sesama guru dari sekolah lain.
4. Sikap Terhadap Anak Didik
Dalam Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa guru berbakti membimbing
peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Dasar ini
mengandung beberapa prinsip yang harus dipahami seorang guru dalam menjalankan
tugasnya sehari-hari, yakni: tujuan pendidikan nasional, prinsip membimbing, dan prinsip
pembentukan manusia Indonesia yang seutuhnya.
Tujuan Pendidikan Nasional sesuai dengan UU. No. 2/1989 yaitu membentuk
manusia Indonesia seutuhnya berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing
peserta didik, bukan mengajar, atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang
dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun
karso, dan tut wuri handayani. Kalimat ini mengindikasikan bahwa pendidikkan harus
memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta
didik.
Prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai
kesatuan yang bulat dan utuh, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi
juga bermoral tinggi pula. Dalam mendidik guru tidak hanya mengutamakan aspek
intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta
didik, baik jasmani, rohani, sosial, maupun yang lainnya sesuai dengan hakikat pendidikan.
5. Sikap Tempat Kerja
Untuk menyukseskan proses pembelajaran guru harus bisa menciptakan suasana
kerja yang baik, dalam hal ini adalah suasana sekolah. Dalam kode etik dituliskan bahwa
guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar. Oleh sebab itu, guru harus aktif mengusahakan suasana baik itu dengan
berbagai cara, baik dengan penggunaan metode yang sesuai, maupun dengan penyediaan alat
belajar yang cukup, serta pengaturan organisasi kelas yang mantap, ataupun pendekatan lain
yang diperlukan.
Selain itu untuk mencapai keberhasilan proses pembelajaran guru juga harus
mampu menciptakan hubungan yang harmonis antar sesama perangkat sekolah, orang tua
siswa, dan juga masyarakat. Hal ini dapat diwujudkan dengan mengundang orang tua
sewaktu pengambilan rapor, membentuk BP3 dan lain- lain.
6. Sikap Terhadap Pemimpin
Sebagai salah seorang anggota organisasi, baik organisasi guru maupun yang lebih
besar, guru akan selalu berada dalam bimbingan dan pengawasan pihak atasan. Dari
organisasi guru, ada strata kepemimpinan mulai dari cabang, daerah, sampai ke pusat. Begitu
juga sebagai anggota keluarga besar depdikbud, ada pembagian pengawasan mulai dari
kepala sekolah, kakandep, dan seterusnya sampai kementeri pendidikan dan kebudayaan.
Kerja sama juga dapat diberikan dalam bentuk usulan dan kritik yang membangun demi
pencapaian tujuan yang telah digariskan bersama dan kemajuan organisasi. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan sikap seorang guru terhadap pemimpin harus positif dan loyal terhadap
pimpinan.
7. Sikap Terhadap pekerjaan
Dalam undang-undang No.14 Tahun 2005 pasal 7 ayat 1, tentang guru dan dosen,
disebutkan profesi guru dan dosen merupakan bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan
berdasarkan prinsi psebagai berikut.
a. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme
b. Memiliki komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan
akhlak mulia
Hal ini berarti seorang guru sebagai pendidik harus benar-benar berkomimen dalam
memajukan pendidikan. Guru harus mampu melaksanakan tugasnya dan melayani pesrta
didik dengan baik. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus
selalu dapat menyesuaikan kemampuan dengan keinginan masyarakat, dalam hal ini peserta
didik dan para orang tuanya. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan
perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan
teknologi. Oleh karena itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya.
Dalam butir keenam, guru dituntut secara pribadi maupun kelompok untuk
meningkatkan mutu dan martabat profesinya. Guru sebagaimana juga dengan profesi lainnya,
tidak mungkin dapat meningkatkan mutu dan martabat profesinya bila guru itu tidak
meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya, karena ilmu dan
pengetahuan yang menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Berdasarkan pasal 7 ayat 1, disebutkan guru sebagai tenaga pendidik memiliki kesempatan
untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat.
Untuk meningkatkan mutu profesi, guru dapat melakukan secara formal maupun informal.
Secara formal, guru dapat mengikuti berbagai pendidikan lanjutan atau kursus yang sesuai
dengan bidang tugas, keinginan dan waktunya. Pada umumnya, bagi guru yang telah
berstatus sebagai PNS, pemerintah memberikan dukungan anggaran yang digunakan untuk
meningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru ( Pasal 13 Ayat 1 ).
Secara informal, guru dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui media
massa ataupun membaca buku teks dan pengetahuan lainnya.
b. Pengembangan Sikap Profesional
Dalam rangka meningkatkan mutu, baik mutu profesional maupun layanannya, guru harus
meningkatkan sikap profesionalnya. Ini berarti bahwa ketujuh sasaran penyikapan yang telah
dibicarakan harus selalu dipupuk dan dikembangkan. Hal tersebut dapat dilakukan baik
dalam pendidikan prajabatan maupun setelah bertugas (dalam jabatan), yaitu sebagai berikut
(dalam Soetjipto dan Kosasi, Raflis. 1994).
1. Pengembangan Sikap selama Pendidikan Prajabatan
Dalam pendidikan prajabatan calon guru dididik dalam berbagai pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang diperlukan dalam pekerjaannya nanti. Karena tugasnya yang bersifat unik,
guru selalu menjadi panutan bagi siswanya, dan bahkan bagi masyarakat sekelilingnya. Oleh
karena itu, guru bersikap terhadap pekerjaan dan jabatannya selalu menjadi perhatian siswa
dan masyarakat.
Pembentukan sikap yang baik tidak mungkin muncul begitu saja, tetapi harus dibina
sejak calon guru memulai pendidikannya di lembaga pendidikan guru. Berbagai usaha,
latihan, contoh-contoh, aplikasi penerapan ilmu, keterampilan, serta sikap profesional yang
dirancang dan dilaksanakan selama calon guru berada dalam pendidikan prajabatan. Sering
juga pembentukan sikap tertentu terjadi sebagai hasil sampingan (by product) dari
pengetahuan yang diperoleh calon guru. Sikap teliti dan disiplin, misalnya dapat terbentuk
sebagai hasil sampingan dari hasil belajar matematika yang benar, karena belajar matematika
selalu menuntut ketelitian dan kedisiplinan penggunaan aturan dan prosedur yang telah
ditentukan. Sementara itu tentu saja pembentukan sikap dapat diberikan dengan memberikan
pengetahuan, pemahaman, dan penghayatan khusus yang direncanakan, sebagaimana halnya
mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang diberikan kepada
seluruh siswa sejak dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2. Pengembangan Sikap Selama dalam Jabatan
Pengembangan sikap profesional tidak berhenti apabila calon guru selesai mendapatkan
pendidikan prajabatan. Banyak usaha yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan sikap
profesional keguruan dalam masa pengabdiannya sebagai guru. Seperti telah disebut,
peningkatan ini dapat dilakukan dengan cara formal melalui kegiatan mengikuti penataran
lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya, ataupun secara informal melalui media
massa televisi, radio, koran, dan majalah maupun publikasi lainnya. Kegiatan ini selain dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, sekaligus dapat juga meningkatkan sikap
profesional keguruan.
1. Akuntabilitas Publik
Otonomi pengelolaan sekolah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat,
pemerintah, dan stakeholder lainnya, seperti dana yang diterima, kualitas SDM guru, dan
sumber daya lainnya harus diimbangi dengan meningkatnya tanggung jawab sosial terhadap
institusi.
Otonomi dalam pengelolaan guru seharusnya lebih fleksibel. Kompensasi yang
diterima guru seharusnya tidak mengacu pada sistem kompensasi PNS, tetapi didasarkan
pada prestasi kerja dalam kurun waktu guru mempertahankan kinerja prima.
2. Pengembangan Total Quality Management dalam Pendidikan
Implementasi Total Quality Management (TQM) di bidang pendidikan secara
fungsional dalam struktur organisasi lembaga pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu sebagai
berikut.
a. Quality control, yang diperankan oleh guru sebagai lini depan pelaksanaan proses
pembelajaran.
b. Quality assurance, yang dijalankan oleh para pemimpin menengah.
c. Quality management, yang merupakan tanggung jawab pucuk pimpinan.
TQM sebagai roh peningkatan mutu dalam pendidikan ada lima unsur, yaitu sebagai
berikut.
a. Quality first, semua pikiran dan yindakan pengelola pendidikan harus memprioritaskan
mutu.
b. Stakeholders-in, semua
tindakan
pengelola
pendidikan
ditujukan
kepada
kepentingan stakeholders.
c. The next process is our stakeholders, target utama dari proses pendidikan adalah kepuasan
pengguna akhir.
d. Speak with data, setiap kebijakan atau keputusan dalam pengelolaan pendidikan harus
berdasarkan hasil data yang teruji kebenarannya.
e. Upstream management, semua pengambilan keputusan dalam proses pendidikan dilakukan
secara partisipatif.
3. Pengembangan Profesionalisme Guru
Ilmu pendidikan sebagai roh pengembangan profesi pendidikan mengkaji dan
memberikan pemahaman cara tugas dan fungsi, serta perilaku pendidik yang professional
dalam menciptakan suasana layanan pembelajaran yang mendidik dan menyenangkan.
4. Kompetensi dan Keterampilan Profesional Guru
d. Guru perlu menghubungkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki peserta didik (kegiatan apersepsi) agar peserta didik menjadi mudah dalam
memahami pelajaran yang diterimanya.
e. Sesuai dengan prinsip repetisi dalam proses pembelajaran, diharapkan guru dapat
menjelaskan unit pelajaran secara berulang-ulang hingga tanggapan peserta didik menjadi
jelas.
f. Guru wajib memerhatikan dan memikirkan korelasi atau hubungan antara mata pelajaran
atau praktik nyata dalam kehidupan sehari-hari.
g. Guru harus tetap menjaga konsentrasi belajar para peserta didik dengan cara memberikan
kesempatan berupa pengalaman secara langsung, mengamati/meneliti, dan menyimpulkan
pengetahuan yang didapatnya.
h.Guru harus mengembangkan sikap peserta didik dalam membina hubungan sosial, baik di
dalam kelas maupun di luar kelas.
i.Guru harus menyelidiki dan mendalami perbedaan peserta secara individual agar dapat
melayani siswa sesuai dengan perbedaan tersebut.
Guru dapat melaksanakan evaluasi yang efektif seerta menggunakan hasilnya untuk
mengetahui prestasi dan kemajuan siswa serta dapa melakukan perbaikan dan
pengembangan. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi yang telah demikian pesat,
guru tidak lagi hanya bertindak sebagai penyaji infomasi, tetapi juga harus mampu bertindak
sebagai fasilitator, motivator dan pembimbing yang lebih banyak memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mencari dan mengolah sendiri informasi.
Pada dasarnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukan oleh peserta didik harus
dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru.
Atau dengan kata lain, guru mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik.
Untuk itulah guru harus dapat menjadi contoh (suri teladan) bagi peserta didik, karena pada
dasarnya guru adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu komunitas atau
masyaratkat yang diharapkan dapat menjadi teladan, uang dapat digugu dan ditiru. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, maka perlu perubahan dalam cara mengajar guru melalui
peningkatan kemampuan mengajar. Sehingga kebiasaan lama yang kurang efektif dapat
segera terdeteksi dan perlahan-lahan dihilangkan.
Mengutip pendapat Hamzah B. Uno (2008 : 17) menjelaskan bahwa perlu adanya perubahan
kebiasaan dalam cara mengajar guru yang diharapkan akan berpengaruh pada cara belajar
siswa, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Memperkecil kebisaan cara mengajar guru (calon guru) yang cepat merasa puas dalam
mengajar apabila banyak menyajikan informasi (ceramah) dan terlalu mendominasi kegiatan
belajar peserta didik.
b. Guru hendaknya berperan sebagai pengarah, pembimbing, pemberi kemudahan dengan
menyediakan berbagai fasilitas belajar, member bantuan bagi peserta yang mendapat
kesulitan belajar, dan pencipta kondisi yang merangsang dan menantang peserta untuk brpikir
dan bekerja.
c. Mengubah dari sekedar metode ceramah dengan berbagai variasi metode yang lebih
relevan dengan tujuan pembelajaran, memperkecil kebiasaan cara belajar peserta yang baru
merasa belajar dan puas kalau banyak mendengarkan dan menerima informasi dari guru, atau
baru belajar kalau ada guru.
d. Guru hendaknya mampu menyiapkan berbagai jenis sumber belajar sehingga peserta didik
dapat belajar secara mandiri dan berkelompok, percaya diri, terbuka untuk saling memberi
dan menerima pendapat orang lain, serta membina kebiasaan mencari dan mengelolah sendiri
informasi.
adalah faham kemanusiaan yang dibimbing oleh ke-Tuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana
yang diajarkan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Inilah yang dimaksud dengan sila II diliputi dan
dijiwai oleh sila I, begitu pula sila-sila yang lainnya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa sila II,III,IV,V pada hakekatnya merupakan penjabaran dan penghayatan dari sila I.
Adapun susunan sila-sila pancasila adalah sistematis-hierarkhis, artinya kelima sila itu
menunjukan suatu rangkaian yang bertingkat (heararkhis). Sekalipun sila-sila di dalm
Pancasila merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu dari yang lainnya
,namun dalam memahami hakikat pengertiannya sangat diperlukan uraian sila demi sila.
Uraian atau penafsiran haruslah bersumber, berpedoman dan berdasar kepada Pembukaan
dan Batang Tubuh UUD 1945.
A. Hakekat Pengertian Pancasila
1. Sila Pancasila: Ke-Tuhanan yang Maha Esa.
Ketuhanan berasal dari kata Tuhan, ialah Allah, pencipta segala yang ada dan semua mahluk.
Yang Maha Esa berarti yang Maha tunggal, tiada sekutu, Esa dalam zat-Nya, Esa dalam sifatNya, Esa dalam Perbuatan-Nya, artinya bahwa zat Tuhan tidak terdiri dari zat-zat yang
banyak lalu menjadi satu, bahwa sifat Tuhan adalah sempurna, bahwa perbuatan Tuhan tidak
dapat disamai oleh siapapun. Jadi ke-Tuhanan yang maha Esa, mengandung pengertian dan
keyakinan adanya Tuhan yang maha Esa, pencipta alam semesta, beserta isinya. Keyakinan
adanya Tuhan yang maha Esa itu bukanlah suatu dogma atau kepercayaan yang tidak dapat
dibuktikan kebenarannya melalui akal pikiran, melainkan suatu kepercayaan yang berakar
pada pengetahuan yang benar yang dapat diuji atau dibuktikan melalui kaidah-kaidah logika.
Atas keyakinan yang demikianlah maka Negara Indonesia berdasarkan ketuhanan yang Maha
Esa, dan Negara memberi jaminan kebebasan kepada setiap penduduk untuk memeluk agama
sesuai dengan keyakinannya dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Bagi
dan didalam Negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal ketuhanan yang Maha
Esa, tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, dan anti
keagamaan serta tidak boleh ada paksaan agama dengan kata lain dinegara Indonesia tidak
ada paham yang meniadakan Tuhan yang Maha Esa (ataisme). Sebagai sila pertama Pancasila
ketuhanan yang Maha Esa menjadi sumber pokok kehidupan bangsa Indonesia, menjiwai
mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan
persatuan Indonesia yang telah membentuk Negara republic Indonesia yang berdailat penuh,
bersipat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan guna mewujudkan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Hakekat
pengertian itu sesuai dengan:
a. Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi antara lain atas berkat rahmat Allah yang maha
kuasa.
b. Pasal 29 UUD 1945:
1. Negara berdasarkan atas ketuhanan yang maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masingmasing dan beribadah menurut agama dan kepercayaannya.
2. Sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab
Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu mahluk berbudi yang mempunyai potensi
piker, rasa, karsa, dan cipta karena potensi inilah manusia menduduki martabat yang tinggi
dengan akal budinya manusia menjadi berkebudayaan, dengan budi nuraninya manusia
meyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil mengandung arti bahwa suatu keputusan dan
tindakan didasarkan atas norma-norma yang obyektif tidak subyektif apalagi sewenangwenang. Beradab berasal dari kata adab, yang berarti budaya. Mengandung arti bahwa sikap
hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan nilai budaya, terutama norma sosial dan
kesusilaan. Adab mengandung pengertian tata kesopanan kesusilaan atau moral.
Jadi: kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia
yang didasarka kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma
dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri pribadi, sesama manusia maupun terhadap
alam dan hewan. Didalam silan kedua kemuanusian yang adil yang beradab telah tersimpul
cita-cita kemanusiaan yang lengkap yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakekat
mahluk manusia. Sila dua ini diliputi dan dijiwai sila satu hal ini berarti bahwa kemanusiaan
yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran Tuhan Yang Maha Esa
sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaa-Nya. Hakekat pengertian diatas sesuai dengan
Pembukaan UUD 1945 alenia yang pertama dan pasal-pasal 27,28,29,30 UUD 1945.
3. Sila ketiga: Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu yang berarti utuh tidak terpecah belah persatuan berarti
bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan. Indonesia
mengandung dua makna yaitu makna geograpis dan makna bangsa dalam arti politis. Jadi
persatuan Indonesia adalah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa yang
mendiami wilayah Indonesia bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan yang bebas
dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat, persatuan Indonesia merupakan paktor
yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia bertujuan memajukan kesejahteraan umum
dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan dari paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai
oleh sila I dan II. Nasionalisme Indonesia mengatasi paham golongan, suku bangsa,
sebaliknya membina tumbuhnya persatuan dan kesatuan sebagai satu bangsa yang padu
tidak terpecah belah oleh sebab apapun. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan
UUD1945 alenia ke empat dan pasal-pasal 1,32,35,dan 36 UUD 1945
4. Sila keempat: Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan
Kerakyatan berasal dari kata rakyat, yang berarti sekelompok manusia dalam suatu wilayah
tertentu kerakyatan dalam hubungan dengan sila IV bahwa kekuasaan yang tertinggi berada
ditangan rakyat. Hikmat kebijaksanaan berarti penggunaan pikiran atau rasio yang sehat
dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa kepentingan rakyat dan
dilaksanakan dengan sadar, jujur dan bertanggung jawab. Permusyawaratan adalah suatu tata
cara khas kepribadian Indonesia untuk merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan
kehendak rakyat hingga mencapai keputusan yang berdasarkan kebulatan pendapat atau
mupakat. Perwakilan adalah suatu sistem dalam arti tata cara (prosedura) mengusahakan turut
sertanya rakyat mengambil bagian dalam kehidupan bernegara melalui badan-badan
perwakilan.
Jadi sila ke IV adalah bahwa rakyat dalam menjalankan kekuasaannya melalui sistem
perwakilan dan keputusan-keputusannya diambil dengan jalan musawarah dengan pikiran
yang sehat serta penuh tanggung jawab baik kepada Tuhan yang maha Esa maupun kepada
rakyat yang diwakilinya. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD alenia
empat dan pasal-pasal 1,2,3,28 dan 37 UUD 1945.
5. Sila ke V: keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Keadilan social berarti keadilan yang berlaku dalam masyarakat di segala bidabg kehidupan,
baik materi maupun spiritual. Seluruh rakyat Indonesia berarti setiap orang yang menjadi
rakyat Indonesia, baik yang berdiam diwilayah kekuasaan Republik Indonesia maupun warga
Negara Indonesia yang berada di luar negeri. Jadi sila ke V berarti bahwa setiap orang
Indonesia mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, social, ekonomi dan
kebudayaan.
Sila Keadilan sosial adalah tujuan dari empat sila yang mendahuluinya, merupakan tujuan
bangsa Indonesia dalam bernegara, yang perwujudannya ialah tata masyarakat sdil-makmur
berdasarkan Pancasila. Hakekat pengertian itu sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea
kedua dan pasal-pasal 23, 27, 28, 29, 31 dan 34 UUD 1945.
B. Penghayatan Pancasila
Hakekat pengertian Pancasila hendaknya kita hayati. Penghayatan Pancasila secara pokok
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Falsafah Pancasila yang abstrak tercermin dalam pembukaan UUD 1945 yang
merupakan uraian terperinci dari Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dijiwai Pancasila.
2. Pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan UUd 1945 merupakan suatu kebulan
yang utuh dan tersusun secara teratur (sistematis) dan bertingkat (hierarkhis). Sila yang
satu menjiwai dan meliputi sila yang lain secara bertingkat.
3. Jiwa Pancasila yang abstrak setelah tercetus menjadi proklamasi kemerdekaan 17
Agustus 1945, tercermin dalam pokok-pokok yang terkandung dalm pembukaan UUD
1945.
4. Berdasarkan penjelasan otentik UUD 1945, UUD menciptakan pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam pembukaan dan pasal-pasalnya. Dalam batang tubuh UUD
1945 menjelmakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan UUD
1945 sebagai perwujudan dari jiwa Pancasila .
5. Kesatuan tafsir sila-sila pancasila harus bersumber dan berdasarkan pembukaan dan
batang tubuh UUd 1945.
6. Nilai-nilai yang hidup berkembang dalam masyarakat Indonesia yang belum tetampung
dalam pembukaan UUD 1945 perlu diselidiki untuk memperkuat dan pemperkaya
nilai-nilai Pancasila yang terkandung dalam pembukaan dan batang tubuh UUd 1945
dengan ketentuan:
a. Nilai yang menunjang, memperkuat pembukaan dan batang tubuh UUD 1945
dapat dimasukan sebagai nilai-nilai pancasila.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru yang
profesional adalah guru yang kompeten menjalankan profesi keguruannya dengan
kemampuan tinggi. Guru juga hendaknya memiliki kinerja profesional yaitu hasil kerja yang
dicapai dengan mempraktekkan suatu keahlian pada pendidikan dan jenjang pendidikanya
pada suatu periode tertentu. Sasaran sikap profesianal guru yang harus dimiliki guru yaitu 1)
Sikap pada peraturan, 2) sikap terhadap operasi profesi, 3) sikap terhadap teman sejawat, 4)
sikap terhadap anak didik, 5) sikap tempat kerja, 6) sikap terhadap pemimpin, 7) sikap
terhadap pekerjaan. Sikap profesional dapat dikembangkan ke dalam dua hal yaitu
pengembangan sikap selama pendidikan prajabatan dan pengembangan sikap selama dalam
jabatan. Kinerja profesional guru juga perlu diperhatikan. Di dalam menjalankan profesi
keguruannya, para guru tersebut hendaknya senantiasa menghayati dan mengamalkan nilainilai yang terkandung di dalam Pancasila agar menjadi seorang pendidik yang berjiwa dan
berkepribadian Pancasila. Tak lupa bahwa sebagai pendidik(guru) mempunyai tugas untuk
mendorong dan mencetak generasi penerus yang berkepribadian dan bermoral pancasila yaitu
dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila agar mengakar didalam hati supaya untuk
diamalkan pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan adapun beberapa saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut.
a. Bagi mahasiswa
1) Mahasiswa sebagai calon guru diharapkan memperluas wawasan terkait sikap dan kinerja
profesional guru.
2) Mahasiswa hendaknya menyiapkan diri sebagai calon guru dalam menunjujkan sikap dan
kinerja yang profesional yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
b. Bagi guru
1) Guru harus mengetahui sikap dan kinerja profesional yang dapat diterapkan di sekolah
sesuai profesinya dan tidak menyimpang dari nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila.
2) Guru hendaknya menciptakan hubungan yang harmonis serta dapat meningkatkan kualitas
profesinya.
Daftar Pustaka
http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/08/makalah-profesi-keguruan/
http://www.putra-putri-indonesia.com/pembukaan-uud.html
http://raulina.wordpress.com/2009/12/19/hakekat-pengertian-pancasila/
http://PANCASILA/Peranan%20Guru%20Dalam%20Pendidikan.htm
http://andijosua.blogspot.com/2012/07/hakikat-profesi-guru.html