Anda di halaman 1dari 6

Kualitatif

1. Pembuatan larutan uji (Larutan A)


Ditimbang sebanyak 2 g sampel, kemudian ditambahkan 4 tetes HCl 4 M dan 5
ml methanol. Dipanaskan selama 5 menit hingga sampel melarut. Selanjutnya
ditambahkan methanol ad 30 ml, disaring dengan kertas saring, dan ditambahkan Nasulfat anhidrat kedalamnya. Filtrat diambil dan dimasukkan kedalam botol vial.
2. Pembuatan larutan baku (Larutan B)
Ditimbang sebanyak 5 mg pewarnaa rhodamin B baku pembanding.
Dilarutkan dalam 10 mL methanol, dikocok hingga larut.
3. Pembuatan larutan C
Dipipet sejumlah volume yang sama antara larutan A dan larutan B. dicampur dan
dihomogenkan.
4. Uji identifikasi sampel
Plat KLT disiapkan, kemudian ditotolkan larutan baku dan larutan sampel secara
terpisah. Didiamkan plat KLT hingga mongering. Kemudian plat KLT dimasukkan
kedalam chamber yang telah dijenuhkan dengan propanol : ammonia (90 : 10). Dibiarkan
fasa gerak nya naik hingga batas pelat, dan dikeringkan. Selanjutnya diamati noda
dibawah sinar UV pada panjang gelombang 254 nm. Warna merah berfluoresensi kuning
menunjukkan adanya rhodamin B.

B. Kuantitatif
1. Preparasi sampel
Ditimbang 2 g sampel, diletakkan diatas cawan penguap dan ditambah 16 tetes
HCl 4 M, dimasukkan dalam beaker glass dan ditambahkan 30 ml methanol. Kemudian
dilelehkan diatas penangas air hingga melarut. Disaring dengan kertas saring, dan
ditambahkan Na-sulfat anhidrat dan disaring kembali.

2. Pembuatan larutan baku


Dibuat larutan baku dari pewarna rhodamin B baku pembanding. Larutan baku
yang dibuat memiliki konsentrasi sebesar 100 ppm.
3. Standar adisi
Dibuat larutan dengan lima konsentrasi yang berbeda pada tiap-tiap labu ukur.
Dipipet sampel sebanyak 0,3 ml kedalam lima buah labu ukur 25 ml yang berbeda. Pada
masing-masing labu ukur, ditambahkan larutan baku pada berbagai volume yang berbeda,

kemudian ditambahkan methanol hingga batas labu ukur. Selanjutnya dilakukan analisis
dengan instrument spektrofotometer UV-Vis pada masing-masing konsentrasi, dicatat
hasil absorbansinya.
4. Perhitungan konsentrasi dan kadar
Dibuat kurva kalibrasi, ditentukan persamaan garisnya. Nilai a sampel
dimasukkan kedalam persamaan garis, kemudian dihitung konsentrasi dan kadar
sampelnya.
Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/laporan-praktikumidentifikasi-dan.html#ixzz32ELWjZFb
Tahap pertama yang dilakukan adalah preparasi larutan sampel. Preparasi sampel
dilakukan untuk memperoleh larutan sampel sehingga bisa dianalisis karena dalam KLT,
sampel yang diuji harus berbentuk larutan. Sampel lipstik ditimbang sebanyak 500 mg
secara seksama dan diletakkan di cawan penguap supaya preparasi mudah dilakuakan.
Setelah itu sampel tersebut ditambahkan HCl 4 M. Larutan HCl 4 M ini digunakan untuk
mendestruksi senyawa-senyawa yang ada di dalam sampel lipstik dan menstabilkan
rhodamine agar tidak berubah dari bentuk terionisasi menjadi bentuk netral. Selanjutnya,
ditambahkan 5 ml methanol. Fungsi methanol ini yaitu sebagai pelarut karena rhodamin b
bersifat sangat mudah larut dalam alkohol.
Setelah ditambahkan pelarut, sampel dipindahkan ke beaker glass kecil dan
ditutup dengan kaca arloji yang berfungsi untuk meminimalisir penguapan karena
methanol bersifat mudah menguap, terlebih lagi jika dipanaskan. Beaker glass tersebut
kemudian dipanaskan di atas penangas air. Tujuannya yaitu untuk mempercepat proses
pelarutan lipstick yang berwujud padat hingga diperoleh larutan berwarna merah. Setelah
diperoleh larutan berwarna merah, maka larutan kemudian difiltrasi dengan cara disaring
dengan menggunakan kertas saring dan bantuan corong penyaring. Namun sebelumnya,
larutan sampel ditambahkan dengan Natrium sulfat anhidrat. Fungsinya yaitu untuk
menyerap air. Penyaringan ini dilakukan untuk memisahkan senyawa Rhodamin b yang
akan dianalisis dari senyawa-senyawa pengotor yang dapat mengganggu absorbansi,
misalnya basis lipstik. Filtrat yang diperolah ditampung dalam beaker glass bersih. Filtrat
hasil penyaringan berupa larutan bening berwarna merah yang diduga berasal dari
pewarna merah Rhodamin b. Setelah dibuat larutan sampel, maka dibuat larutan
rhodamin-B BPFI dengan pelarut yang sama yaitu methanol. Larutan baku ini digunakan
sebagai pembanding nilai Rf dalam KLT.
Selanjutnya dilakukan penyiapan fasa diam dan fasa gerak dari sistem
kromatografi lais tipis ini. Fasa diam yang digunakan adalah silica gel. Dalam fase diam
terdapat plat tipis aluminium yang berfungsinya untuk tempat berjalannya adsorbens
sehingga proses migrasi analit oleh solventnya bisa berjalan. Dalam KLT adsorbens yang
digunakan berupa silika gel (SiO2) yang tidak mengikat molekul air, sehingga noda yang
tercipta lebih terfokus dan tajam. Fase diam ini bersifat polar. Sedangkan fase gerak yang
digunakan adalah campuran propanol : amoniak (90:10) dengan total volume eluent yaitu
100 ml. Eluent yang digunakan bersifat lebih polar dari fase diamnya agar sampel yang

polar tidak terikat kuat pada fase diamnya. Penggunaan eluent ini disesuaikan dengan
sifar polar Rhodamin b karena memiliki gugus karboksil dengan pasangan elektron bebas
dan gugus amina pada struktur molekulnya. Gugus karboksil dan amina ini akan
membentuk ikatan hidrogen intermolekular dengan pelarut polar sehingga mudah larut
dalam pelarut polar seperti alkohol Oleh karena itu, digunakan campuran eluen polar agar
dapat mengeluasi Rhodamin b dengan baik.
Setelah dibuat eluent, maka larutan eluent tersebut dijenuhkan terlebih dahulu.
Tujuan penjenuhan adalah untuk memastikan partikel fasa gerak terdistribusi merata pada
seluruh bagian chamber sehingga proses pergerakan spot di atas fasa diam oleh fasa gerak
berlangsung optimal, dengan kata lain penjenuhan digunakan untuk mengotimalkan
naiknya eluent. Selain itu juga berfungsi untuk menghindari hasil tailing pada pelat KLT.
Untuk mengetahui kejenuhan tersebut maka digunakan kertas saring yang disimpan
diatas bagian dalam chamber. Kejenuhan ditandai dengan suhu di dalam chamber hangat
serta lebabnya kertas saring.
Selama proses penjenuhan, dilakukan persiapan fase diam. Pelat aluminium yang
digunakan berukuran 20 x 20 cm. Pelat tersebut diberi batas atas dan bawah masingmasing 1 cm. Fungsinya sebagai penanda jarak tempuh eluent. Batas bawah plat dibuat
sedemikian rupa sehingga tidak terendam oleh eluent. Setelah itu, dilakukan penotolan
larutan baku dan sampel menggunakan pipa kapiler. Tujuannya yaitu supaya penotolan
kecil karena dalam KLT, penotolan yang baik diusahakan sekecil mungkin untuk
menghindari pelebaran spot dan jika sampel yang digunakan terlalu banyak akan
menurunkan resolusi.. Pelebaran spot dapat mengganggu nilai Rf karena memungkinkan
terjadinya himpitan puncak. Penotolan dilakukan pada garis bawah yang telah dibuat.
Kemudian dibiarkan beberapa saat hingga mengering. Penotolan plat juga tidak boleh
terlalu berdekatan untuk menghindari bergabungnya spot masing-masing larutan dan
tidak boleh terlalu pekat untuk menghindari adanya tailing saat spot naik bersama fasa
gerak.
Selanjutnya, plat dimasukkan dengan hati-hati ke dalam chamber tertutup yang
berisi fasa gerak dengan posisi fasa gerak berada di bawah garis. KLT ini menggunakan
metode ascending (naik). Kemudian fase gerak dibairkan naik sampai hampir mendekati
batas atas plat. Fase gerak perlahan-lahan bergerak naik. Meskipun melawan gravitasi,
namun eluent bisa naik karena adanya afinitas. Dalam proses naiknya fase gerak,
komponen-komponen yang berbeda dari campuran berjalanan pada tingkat yang berbeda
sesuai dengan kepolarannya. Setelah kira-kira mencapai jarak tempuh 6 cm, plat KLT
diangkat dan dibiarkan kering diudara. Tujuannya untuk menguapkan sisa pelarut yang
masih terdapat pada plat untuk menjamin penguapan telah sempurna dan agar spot jelas
terlihat.
Kemudian diamati dibawah sinar UV pada panjang gelomang 254 nm. UV254 tersebut
merupakan deteksi universal yang bisa digunakan untuk senyawa yang berfluorsensi
seperti rhodamin b. Hasilnya yaitu terbentuk 2 spot berfluoresensi berwarna merah muda
kebiruan dengan jarak tempuh spot yang berdekatan. Namun, spot yang dianalisis adalah
spot yang mirip dengan spot larutan baku Rhodamin b. Berdasarkan hasil pengukuran,
diperoleh jarak spot dengan batas bawah yaitu 3,9 cm sedangkan jarak tempuh pelarut
yaitu 5,2 cm. kemudian dilakukan perhitungan Rf dengan menggunakan rumus

Rf yang didapat dari hasil pengamatan yaitu 0.75. Nilai Rf menyatakan ukuran daya pisah
suatu zat dengan kromatografi planar (KLT), dimana jika nilai Rf-nya besar berarti daya
pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) maksimum sedangkan jika nilai Rf-nya kecil
berarti daya pisah zat yang dilakukan solvent (eluenya) minimum. Rf yang optimum yaitu
berada pada rentang 0.5 0.8.
Rf sampel kemudian dibandingkan dengan Rf baku. Dalam larutan baku, jarak spot
dengan batas bawah yaitu 4,2 dan jarak tepuh pelarut yaitu 5,7 sehingga diperoleh Rf
yaitu 0.74. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Rf sampel yang dianalisis
berdekatan dengan Rf baku. Hal ini mengindikasikan bahwa sampel lipstick mengandung
Rhodamin b. .
Dalam KLT, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pemisahan komponen adalah
struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya,
tebal dan kerataan zat penyerap, kemurnian pelarut, derajat kejenuhan, teknik percobaan,
jumlah cuplikan, temperatur, dan kesetimbangan.
Selain uji kualitatif, dilakukan juga uji kuantitatif. Analisis kuantitatif ini bertujuan untuk
mengetahui kadar rhodamin b dalam sampel lipstick karena berdasakan uji kualitatif,
sampel mengandung rhodamin b. Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah
spektrofotometri UV-Vis. Metode spektrofotometri ini mempunyai prinsip yaitu hukum
lambert beer. Hukum lambert beer menyatakan konsentrasi suatu zat berbanding lurus
dengan jumlah cahaya yang diabsorbsi, atau berbanding terbalik dengan logaritma cahaya
yang ditransmisikan. Dengan demikian, dari pengukuran spektrofotometri dapat dihitung
konsentrasi sampel yang dianalisis.
Alasan menggunakan metode analisis spektrofotometri UV-Vis adalah karena senyawa
rhodamin b memiliki gugus kromofor yaitu gugus dalam senyawa organik yang mampu
menyerap sinar ultraviolet dan sinar tampak seperti gugus karboksil, senyawa aromatik
dan juga memiliki gugus auksokrom yaitu gugus yang memiliki pasangan elektron bebas
seperti NR2. Alasan lain, yaitu karena metode ini mudah dilakukan.
Hal pertama yang dilakukan adalah pembuatan larutan baku. Untuk larutan baku, dibuat
sejumlah 25 mg rhodamin b BPFI ditimbang seksama kemudian dimasukkan ke dalam
labu ukur 250 mL, ditambah dengan pelarut methanol hingga batas labu dan dikocok
hingga larutan homogen. Hasilnya yaitu terbentuk larutan pink bening dengan konsentrasi
100 ppm. Setelah dibuat larutan baku, lalu dibuat larutan sampel. Prosedur dan bahan
preparasi sampel sama seperti pada analisis kualitatif, yang berbeda hanya jumlah
sampel. Untuk analisis kuantitatif, sampel lipstick yang digunakan yaitu sebanyak 2 gram
ditambah HCl 16 tetes dan pelarut methanol sebanyak 60 mL. Setelah dipanaskan dan
disaring dengan tambahan Na-Sulfat, maka diperoleh filtrat sebanyak 50 mL berwarna
merah terang.
Analisis kuantitatif ini menggunakan metode standar adisi karena standar adisi biasa
digunakan untuk mengukur sampel yang konsentrasinya kecil. Pada percobaan, senyawa
yang dianalisis adalah rhodamin b dalam sediaan kosmetik lipstick. Konsentrasi
rhodamin b dalam sampel lipstick diperkirakan kecil karena seharusnya rhodamin b tidak
digunakan untuk pewarna sediaan kosmetik. Oleh karena itu, untuk bisa mengukur
konsentrasinya dipilih metode standar adisi. Alasan lain yaitu karena metode standar adisi
lebih akurat.

Pada dasarnya, metode standar adisi dilakukan dengan menambahkan sejumlah larutan
standar dengan volume yang bervariasi ke dalam sejumlah sampel. Kemudian diencerkan
hingga volumenya sama. Dengan demikian matrik sampel dan matrik standar sama, yang
berbeda yaitu konsentrasi standar yang ditambahkan pada sampel. Sesuai metode standar
adisi, prosedur yang dilakukan yaitu ke 5 labu ukur masing-masing dimasukkan larutan
sampel dengan volume yang sama yaitu 0.3 ml. Kemudian dimasukkan larutan baku
dengan volume berbeda sehingga menghasilkan variasi konsentrasi yaitu 1.1 mL (4.4
ppm), 1.2 mL (4.8 ppm), 1.3 mL (5.2 ppm), 1.4 mL (5.6 ppm), dan 1.5 mL (6 ppm).
Kemudian add ke dalam labu tersebut methanol hingga tanda batas. Semua larutan
tersebut dikocok supaya larutan homogeny. Dalam percobaan digunakan labu ukur karena
analisis bersifat kuantitatif.
Larutan ini kemudian diukur pada panjang gelombang, suhu, kuvet dan kondisi pelarut
yang sama, karena jika dilakukan dalam kondisi yang berbeda maka akan memberikan
nilai pengukuran yang berbeda-beda dan tidak memenuhi Hukum Lambert-Beer.
Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang yang memberikan absorbansi maksimum
karena pada panjang gelombang serapan maksimum, kepekaannya juga maksimum.
Selain itu disekitar panjang gelombang serapan maksimum, bentuk kurva absorbansi
datar dan pada kondisi tersebut hukum lambert-beer akan terpenuhi serta jika dilakukan
pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang panjang
gelombang akan kecil sekali.
Penentuan panjang gelombang maksimum pada rhodamin b dilakukan pada rentang
panjang gelombang 400-800 nm. Hal ini dilakukan karena larutan rhodamin b merupakan
larutan berwarna sehingga dipilih sinar tampak yang mempunyai panjang gelombang
400-750 nm. Selain itu pengukuran dilakukan pada rentang tersebut karena hukum
Lambert-Beer terpenuhi. Hasil penentuan panjang gelombang dengan serapan maksimum
larutan rhodamin b diperoleh pada 544 nm. Menurut literatur, panjang gelombang ini
sama dengan panjang gelombang untuk rhodamin b.
Sebelum melakukan pengukuran, dilakukan blanko terlebih dahulu. Blanko yaitu
pengukuran absorbansi pelarut yang digunakan, yaitu methanol. Tujuannya adalah supaya
alat mengenali pelarut sebagai pengotor. Absorbansi dari pelarut tersebut dinolkan.
Dengan demikian, pengukuran absorbansi sampel rhodamin b tidak akan dipengaruhi
oleh absorbansi pelarutnya. Kemudian masing-masing konsentrasi dimasukkan ke dalam
kuvet. Kuvet yang digunakan harus bersih dan kering sebelum dimasukkan ke dalam alat
spektro dan sisi kuvet yang bening tidak boleh disentuh untuk meminimalisir kontaminasi
dari jari tangan karena bagian sisi kuvet tersebut akan terkena sumber sinar. Hal tersebut
dilakukan untuk mencegah kesalahan pembacaan absorbansi. Absorbansinya diukur pada
panjang gelombang maksimum yaitu 544 nm. Setelah kuvet dimasukkan, dipilih start
measurement. Dalam proses ini, alat spektro menembakkan energi dengan panjang
gelombang tertentu pada senyawa rhodamin b yang dianalisis. Hal ini membuat elektron
senyawa akan tereksitasi ke orbital yang lebih tinggi. Setelah mengalami eksitasi,
elektron tersebut akan turun kembali ke ground state (keadaan dasar), sambil melepaskan
emisi yang akan terukur oleh detektor. Output yang dihasilkan berupa absorbansi.
Dari hasil pengukuran diperoleh absorbansi yang berbeda-beda pada setiap konsentrasi.
Pada labu 1 diperoleh absorbansi rata-rata 0.606, absorbansi labu 2 yaitu 0.6133,
absorbansi labu 3 yaitu 0.6583, absorbansi labu 4 yaitu 0.6644, dan absorbansi labu 5

yaitu 0.6893. Dalam hal ini, absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.
Peningkatan konsentrasi diikuti dengan peningktan absorbansi, meskipun peningkatannya
tidak konstan. Absorbansi yang diperoleh kemudian diplot menjadi kurva standar adisi.
Fungsi x dalam kurva yaitu volume standar dan fungsi y sebagai absorbansi yang
dihasilkan.
Berdasarkan kurva diperoleh persamaan garis dengan koefisien
korelasi 0.9684. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kurva
tersebut tidak linear. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kesalahan dalam proses
pengenceran sehingga konsentrasinya tidak sesuai atau adanya kontaminan yang
mengganggu pengukuran absorbansi. Koefisien korelasi menunjukkan korelasi liner
antara konsentrasi dan absorbansi. Koefisien korelasi yang baik yaitu 0.999 dan
absorbansinya berada dalam rentang 0.2-0.8sesuai Hukum Lambert Beer.
Dari persamaan yang diperoleh dapat dihitung konsentrasi dari sampel dengan
menggunakan persamaan:
Konsentrasi yang diperoleh yaitu 551,364 ppm. Hasil tersebut dikalikan
dengan factor pengenceran (x25) sehingga diperoleh konsentrasi
rhodamin dalam sampel yaitu 13784.1 ppm atau 13.7841 mg/mL. Setelah diperoleh
massa rhodamain B maka dapat dihitung persentase kadarnya berdasarkan rumus:
Dengan demikian diperoleh
kadar rhodamin dalam sampel
lipstick 2 gram yaitu 34.46%.
Kadar rhodamin b yang diperoleh berdasarkan perhitungan tersebut cukup besar
untuk suatu sediaan kosmetik karena seharusnya rhodamin b tidak digunakan sebagai
pewarna lipstick apalagi dengan kadar yang tinggi. Hal itu dapat menyebabkan gangguan
kesehatan. Dengan demikian dapat diketahui bahwa sampel lipstick tidak baik digunakan
karena mengandung rhodamin b dengan kadar yang cukup tinggi.
Namun, pengukuran kadar ini belum tentu akurat karena persamaan garis pun
tidak menunjukkan lineritas yang baik. Artinya kemungkinan konsentrasi yang dihitung
tidak sebanding dengan absorbansi hasil pengukuran. Hal ini dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti proses pengenceran yang kurang kuantitatif atau adanya
kontaminan seperti basis lipstick kemungkinan masih ada karena preparasi sampel yang
kurang baik.
Read more: http://laporanakhirpraktikum.blogspot.com/2013/06/laporan-praktikumidentifikasi-dan.html#ixzz32ELkqeom

Anda mungkin juga menyukai