Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi dan Fisiologi
2.1.1
Anatomi Kepala
1. Kulit Kepala
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu ; skin atau kulit, connective tissue atau jaringan
penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang longgar dan
pericranium.
2. Tulang tengkorak
Tulang kepala terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis krani. Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang
yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi
oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat
proses akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus frontalis,
fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
3. Meningen
Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
a. Dura mater
Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura
mater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat erat pada permukaan dalam
dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial
(ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.
Pada cedera otak, pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior
di garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan perdarahan subdural.
Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan sinus sigmoideus. Laserasi dari sinussinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.
Arteri-arteri meningea terletak antara dura mater dan permukaan dalam dari kranium (ruang epidural). Adanya
fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini dan menyebabkan perdarahan
epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri meningea media yang terletak pada fosa temporalis
(fosa media).
b. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang . Selaput arakhnoid terletak antara pia
mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini dipisahkan dari dura mater oleh
ruang potensial, disebut spatium subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor
serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya disebabkan akibat cedera kepala.
c. Pia mater
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater adarah membrana vaskular yang dengan erat
membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling dalam. Membrana ini membungkus saraf
otak dan menyatu dengan epineuriumnya. Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia
mater.
4. Otak
Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg). Otak terdiri dari
beberapa bagian yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan diensefalon, mesensefalon (otak tengah)
dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus . Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan
pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan
pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.
5. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam.
CSS mengalir dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari sylvius menuju
ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu
penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial . Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa
volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari..
6. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan
fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).
7. Perdarahan Otak
Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini beranastomosis pada
permukaan inferior otak dan membentuk circulus Willisi. Vena-vena otak tidak mempunyai jaringan otot didalam
dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus
venosus cranialis..

Trauma Captis atau Cidera Kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 2005).
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah
kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau
dapat dikatakan sebagai bagian dari gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan perubahan
fungsi otak (Black, 2005).
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya adalah trauma kapitis/head
injury/trauma kranioserebral/traumatic brain injury merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara
langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik, kognitif,
fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.
Cedera kepala berat adalah gangguan traumatik otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan intertisial dalam substansi tanpa diikuti terputusnya kontunuitas otak di tandai dengan :
a. GCS 3-8
b. Kehilangan kesadaran lebih dari 24 jam
c. Tanpa neurologis fokal
d. Disertai kontusio cerebral, laserasi, hematoma intrakarnial
B. ETIOLOGI / PENYEBAB CKB
1. Akselerasi
Terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang sedang diam
2. Deselerasi
Terjadi jika membentur objek yang sedang tidak bergerak
3.
Klasifikasi cedera kepala berdasarkan beratnya
Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, menurut (Mansjoer, 2000) dapat diklasifikasikan penilaiannya berdasarkan skor
GCS dan dikelompokkan menjadi
a.
Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14 15
1)
Pasien sadar, menuruti perintah tapi disorientasi.
2) Tidak ada kehilangan kesadaran
3) Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
4)
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
5)
Pasien dapat menderita laserasi, hematoma kulit kepala
b.
Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9 13
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
1)
Amnesia paska trauma
2)
Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
4)
Kejang
c.
Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1)
Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3)
Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium
(mansjoer, 2000)
Pengkajian primer
Adapun data pengkajian primer menurut Rab, Tabrani. 2007 :
a.
Airway
Ada tidaknya sumbatan jalan nafas
b.
Breathing
Ada tidaknya dispnea, takipnea, bradipnea, sesak, kedalaman nafas.
c.
Circulation
Ada tidaknya peningkatan tekanan darah, takikardi, bradikardi, sianosis, capilarrefil.
d.
Disability
Ada tidaknya penurunan kesadaran, kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS. Menurut Arif
Mansjoer. Et all. 2000 penilaian GCS beerdasarkan pada tingkat keparahan cidera :
1.
Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
2.
Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
Konkusi
Amnesia pasca trauma
Muntah
Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
3.
Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)

Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)


Penurunan derajat kesadaran secara progresif
Tanda neurologis fokal
Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.
e.
Exposure of extermitas
Ada tidaknya peningkatan suhu, ruangan yang cukup hangat.
2.
Pengkajian sekunder
Data pengkajian secara umum tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera
tambahan pada organ-organ vital (Marilyn, E Doengoes. 2000)
1.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda :
Perubahan kesehatan, letargi
Hemiparase, quadrepelgia
Ataksia cara berjalan tak tegap
Masalah dalam keseimbangan
Cedera (trauma) ortopedi
Kehilangan tonus otot, otot spastik
2.
Sirkulasi
Gejala :
Perubahan darah atau normal (hipertensi)
Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia).
3.
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif.
4.
Eliminasi
Gejala : Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.
5.
Makanan/ cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil)
Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
6.
Neurosensoris
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran,
fingking, baal pada ekstremitas.
Tanda :
Perubahan kesadaran bisa sampai koma
Perubahan status mental
Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
Wajah tidak simetri
Genggaman lemah, tidak seimbang
Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
7.
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Tanda
: Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
8.
Pernapasan
Tanda :
Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak
Ronki, mengi positif
9.
Keamanan
Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda : Fraktur/ dislokasi
Gangguan penglihatan
Gangguan kognitif
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis
Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
10. Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan trauma kepala menurut Marilyn, E Doengoes. 2000
antara lain :
1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral, hipoksia serebral
2.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan, penggunaan otot aksesori
3.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, peningkatan jumlah sekret.
4.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, mual muntah
5.
Nyeri akut berhubungan dengan agen injury fisik : peningkatan TIK

6.
7.

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak


Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan dan kekuatan otot

C. Intervensi keperawatan dan rasional


1.
Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan edema serebral, hipoksia cerebral
Tujuan dan kriteria
Intervensi
Rasional
hasil
Setelah dilakukan
1.
Tentukan factor yang
1.
Menentukan pilihan intervensi
tindakan keperawatan
berhubungan dengan
2.
Mengkaji adanya kecenderungan
selama 3x24 jam
keadaan penurunan perfusi
pada tingkat kesadaran dan potencial
diharapkan pasien dapat
jaringan otak
dengan peningkatan TIK dan
mempertahankan tingkat 2.
Pantau status neurologis
bermanfaat dalam menentukan lokasi,
kesadaran dengan kriteria
secara teratur
perluasan dan perkembangan
hasil :
3.
Pantau tekanan darah
kerusakan SSP
Tanda vital stabil :
4.
Catat adanya bradikardi, 3.
Normalnya autoregulis
Tekanan darah 120/80
takikardi atau disritmia
mempertahankan aliran darah otak
mmHg, nadi 605.
Pantau irama nafas, adanya
yang constan pada saat ada fluktuasi
100x/menit
dispnea
tekanan darah sistemik
Tidak ada tanda
6.
Evaluasi keadaan pupil 4.
Disritmia dapat timbal dan
peningkatan TIK
7.
Kaji adanya peningkatan
mencerminkan adanya depresi pada
rigiditas, remangan,
batang otak pada pasien yang tidak
meningkatnya kegelisahan,
mempunyai penyakit jantung
peka rangsang, serangan 5.
Nafas yang tidak teratur dapat
kejang
menunjukkan lokasi adanya
8.
Tinggikan kepala pasien 15- peningkatan TIK
45 derajat sesuai indikasi 6.
Reaksi pupil diatur oleh saraf kranial
9.
Batasi pemberian cairan
okulomotorik dan berguna untuk
sesuai indikasi
menentukan apakah batang otak masih
10. Berikan oksigen tambahan
baik
sesuai indikasi
7.
Merupakan indikasi dari iritasi
11. Berikan obat sesuai indikasi
meningeal
8.
Meningkatkan aliran darah balik vena
dari kepala sehingga akan mengurangi
kongesti
9.
Untuk menurunkan edema
10. Menurunkan hipoksemia yang dapat
meningkatkan vasodilatasi dan
meningkatkan TIK
11. Untuk mengatasi komplikasi lebih
buruk
2.
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernafasan, penggunaan otot aksesori
Tujuan dan kriteria
Intervensi
Rasional
hasil
Setelah dilakukan
1.Pantau frekuensi, irama
1.Perubahan dapat menandakan awitan
tindakan keperawatan
kedalaman pernafasan
komplikasi pulmonal (umumnya
selama 3x24 jam
2.Tinggikan kepala tempat
mengikuti cedera otak), menandakan
diharapkan pasien dapat tidur, posisi miring sesuai
lokasi/luasnya keterlibatan otak,
menunjukkan nafas
indikasi
pernafasan lambat, periode apnea dapat
lebih efektif dengan
3.Anjurkan pasien untuk
menandakan ventilasi mekanisme.
kriteria hasil :
melakukan nafas dalam
2. Untuk memudahkan ekspansi paru
tidak ada sesak nafas, yang efektif jika pasien
3.Memobilisasi sekret untuk membersihkan
sianosis
sadar
jalan nafas dan membantu mencegah
pola nafas normal
4.Catat kompetensi gangguan komplikasi pernafasan
menelan dan kemampuan 4.Kemampuan membersihkan jalan nafas
pasien untuk melindungi
penting untuk pemeliharaan jalan nafas,
jalan nafasnya
kehilangan reflek menelan/ batuk
5.Berikan oksigen sesuai
menandakan perlunya jalan nafas
indikasi
bantuan.
5.Memaksimalkan oksigen pada darah
arteri dan membantu mencegah hipoksia.

3.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas, peningkatan jumlah sekret.
Tujuan dan kriteria
Intervensi
Rasional

hasil
Setelah dilakukan
1.
tindakan keperawatan
selama 3x24 jam
diharapkan pasien dapat
mempertahankan jalan 2.
nafas paten dengan
bunyi nafas bersih/jelas3.
dengan kriteria hasil :
Tidak ada bunyi nafas
tambahan
Tidak ada
4.
penumpukkn sekret
Tidak ada sesak nafas5.

Auskultasi bunyi nafas. 1.


Catat adanya bunyi nafas
tambahan mis. Mengi,
ronchi, krekels
Pantau frekuensi
pernafasan
Catat adanya dispnea,
gelisah, ansietas, distres 2.
pernafasan, penggunaan
otot bantu
Berikan posisi yang
nyaman
3.
Pertahankan polusi
lingkungan minimum
6.
Dorong atau bantu latihan
nafas abdomen atau bibir 4.
7.
Observasi karakteristik
batuk, mis menetap, batuk5.
pendek, basah bantu
tindakan untuk
6.
memperbaiki keefektifan
upaya batuk
8.
Tingkatkan masukan
7.
cairan 3000 ml/hari sesuai
toleransi jantung
9.
Berikan obat sesuai
8.
indikasi
10. Berikan hudifiksi
tambahan, mis, nebulizar 9.
ultranik, humidifier aerosol
ruangan
10.

Beberapa derajat spasme bronkus


terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/tak dimanifestasikan adanya bunyi
nafas adventisius, mis, penyebaran,
krekels basah, bunyi nafas redup dengan
ekspirasi mengi ataau tidak ada bunyi
nafas
Takipnea biasanya ada pada beberapa
derajat. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang
dibandingkan inspirasi
Disfungsi pernafasan adalah variable
yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang
menimbulkan perawatan di RS
Peninggian kepala tempat tidur
mempermudah proses pernafasan
Pencetus tipe reaksi alergi pernafasan
yang dapat mentriger episode akut
Memberikan pasien beberapa cara
untuk mengatasi dan mengontrol
dispnea dan menurunkan jebakan udara
Batuk paling efektif pada posisi duduk
tinggi atau kepala dibawah setelah
perkusi dada
Hidrasi membantu menurunkan
kekentalan sekret, mepermudah
pengeluaran.
Membantu mempercepat proses
penyembuhan
Kelembaban menurunkan kekentalan
sekret dan mencegah pembentukan
mucosa tebal pada bronkus.
Trauma Capitis adalah cedera kepala yang menyebabkan kerusakan pada kulit kepala, tulang tengkorak dan pada otak.
Trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak langsung yang menyebabkan
gangguan fungsi neurologi yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial baik temporer maupun permanen
1. keluhan utama :
Pasien kecelakaan lalu lintas, saat datang ke UGD pasien mengeluarkan darah dari telinga,mulut dan tangan serta pinggang.
a. Airway : terdengar suara gargling ( suara abnormal pada pernafasan dengan karakteristik suara seperti berkumur)
b. Breathing :
Inspeksi : RR=20x/menit, tampak mengeluarkan darah dari tellinga,mulut,dan tangan serta pinggang
Palpasi : stem fremitus paru kanan sama dengan paru kiri
Perkusi : suara paru resonan.
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler (inspirasi>ekspirasi).
c. Circulation :
Kesadaran umum : Somnolen
TD : 100/80 mmHg, N : 85x/menit, S : 36 0C
Perdarahan : telinga,mulut ,tangan serta pinggang
d. Disability : pemeriksaan status neurologis (GCS) : E3 V2 M5
e. Eksposure : tampak mengeluarkan darah dari tellinga,mulut,dan tangan serta
Mekanisme cidera kepala
Ekselerasi
Ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam.
Contoh : akibat pukulan lemparan.
Deselerasi
Akibat kepala membentur benda yang tidak bergerak.
Contoh : kepala membentur aspal.
Deforinitas
Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagian tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.
Berdasarkan berat ringannya :
1)
Cidera kepala ringan
G C S : 13 15
2)
Cidera kepala sedang
G C S : 9 12
3)
Cidera kepala berat
GCS:38

Anda mungkin juga menyukai