Anda di halaman 1dari 2

Ancaman Krisis Air di Indonesia

Indonesia dengan luas daratan sekitar 1.918.410 km memiliki curah hujan rata-rata sebesar
2.620 mm setahun. Setelah memperhatikan kehilangan dan penguapan, maka limpahan efektif
yang tersedia sekitar 55 persen dari itu yakni sekitar 1.450 mm. Atas dasar data ini dan dikaitkan
dengan jumlah penduduk Indonesia dalam tahun 1990 sebanyak 179.194.223 maka potensi air
per jiwa per tahun ada sekitar 15.523 m3 (angka ini didapat dari perhitungan sebagai berikut:
1.918.410 km x 1.450 mm/179.194.223). Karena aliran sungai berfluktuasi sepanjang tahun,
maka aliran mantap (stable run-off) adalah sekitar 25 - 35 persen dari rerata aliran setahun.
Dengan demikian untuk Indonesia aliran mantapnya tersedia sebesar 3.880 m3 per jiwa per
tahun.
Untuk pulau Jawa dengan memperhatikan luas dataran sekitar 132.200 km2, curah hujan efektif
1.200 mm setahun, sedangkan dalam tahun 1990 jumlah penduduk sekitar 107.517.963, maka
potensi air per jiwa per tahun tersedia adalah 1.475 m3. Aliran mantap air tersedia sekitar 368,75
m3 per jiwa per tahun.
Tahun 1970 potensi air per jiwa per tahun di Jawa sekitar 200 m (Doelhamid, 1972). Dengan
memperhitungkan aliran mantapnya, maka dalam tahun 1970 tersedia sekitar 500 m3 air per jiwa
per tahun. Dengan demikian setelah 20 tahun terdapat penurunan aliran mantap sekitar 26,4
persen. Perubahan tersebut merupakan suatu penurunan yang cukup drastis.
Kebutuhan akan air bersih terutama di kota-kota terus meningkat. Sebagai contoh dalam tahun
1970 apabila diasumsikan kebutuhan orang akan air bersih di kota sebanyak 150 liter/hari/orang
(Ditjen Cipta Karya, L Dep. P.U. 1980), maka dibutuhkan air bersih dari 17.884500 m3 per hari
pada tahun 1970, naik menjadi 26.879.180 m3per hari dalam tahun 1990 Ini berarti selama 20
tahun ini kebutuhan akan air bersih naik sekitar 50 persen. Peningkatan kebutuhan ini akan
tampak lebih gawat lagi apabila dilihat kemampuan produksi PAM (Perusahaan Air Minum)
dalam melayani kebutuhan air bersih amat terbatas.
Untuk DKI Jakarta kapasitas produksi air bersih di tahun 1987 hanya sekitar 17.285 1/detik.
Dengan produksi itu DKI Jakarta paling banyak hanya mampu melayani sekitar 30-40 persen
penduduk Jakarta yang ada sekarang yakni sekitar delapan juta jiwa lebih. Apabila dimasukkan
juga kebutuhan air bersih bagi hotel, perkantoran, industri, rumah sakit, pertamanan, rumahrumah ibadat dan sebagainya, maka ancaman akan defisit air di dalam kota betul-betul
meresahkan.
Hasil analisis statistik air minum yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik 1987 menunjukkan
bahwa kuantitas penyediaan air bersih terus meningkat dari tahun ketahun. Meskipun demikian
masib belum cukup untuk memasok kebutuhan penduduk kota, terutama di kota-kota besar
sebagai akibat laju urbanisasi dan aktivitas ekonomi yang meningkat.
Kemampuan untuk menyediakan kebutuhan air bersih yang cukup, terlebih-lebih untuk
keperluan kota, dibatasi oleh kendala alam dan dana. Masalah yang muncul banyak terletak pada
bagaimana manajemen sumberdaya air harus dioptimalkan dengan terbatasnya segala
sumberdaya yang ada.
Erat kaitannya dengan itu masalah yang sering muncul ialah distribusi kuantitas, kualitas dan

modus pemakaian yang sangat bervariasi dari suatu lokasi ke lokasi lainnya. Dengan demikian
sering terjadi di suatu lokasi terdapat kelebihan air, sedang di tempat lain menderita kekurangan
air.
http://wawan-junaidi.blogspot.com/2009/07/ancaman-krisis-air-di-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai