(HEAD INJURY)
A. Definisi
Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau
deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak.
B. Etiologi dan Epidemiologi
Cedera kepala merupakan penyebab yang sering menimbulkan morbiditas
maupun mortalitas. Sekitar 80% penderita cedera yang datang keruang emergensi
selalu disertai dengan cedera kepala. Sebagian besar penderita cedera kepala
disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda motor, mobil,
sepeda dan penyebrang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari
ketinggian, tertimpa benda (misalnya ranting pohon, kayu, dsb), olahraga, korban
kekerasan (misalnya senjata api, golok, parang, batang kayu, palu,dsb), dan lainlain.
C. Anatomi dan Fisiologi
1. Kulit Kepala (SCALP)
a) S : Skin atau kulit
Sifatnya tebal dan mengandung banyak kelenjar keringat
b) C : Connective Tissue atau jaringan penyambung/subkutis
Merupakan jaringan ikat lemak yang memlki septa septa yang kaya
akan pembuluh darah terutama diatas galea. Pembuluh darah tersebut
merupakan anastomosis antara arteri karotis interna dan eksterna.
Serabut saraf sensorik kulit kepala terdaat dilapisan S dan C, oleh
karena itu anestesi infiltrasi ditujukan pada daerah ini.
c) A : Aponeurosis atau galea aponeurotika)
Lapisan ini merupakan lapisan terkuat, berupa fasia yang melekat pada
tiga otot yaitu :
1. Ke anterior : m. Frontalis
2. Ke posterior : m. Occipitalis
3. Ke lateral : m. temporoparietalis
d) L : Loose Areolar tissue (jaringan areolar longgar)
Lapisan ini mengandung vena emissary yang merupakan vena tanpa
katup (valveless vein) yang menghubungkan SCALP, vena diploica,
1
dan sinus vena intrakranial. Hematoma yang terjdi pada lapisan ini
disebut subgaleal hematom yang
paling sering ditemukan setelah cedera kepala, terutama pada anakanak. Jangan melakukan aspirasi terhadap hematom ini karena risiko
tingi infeksi kecuali terjadi subgaleal hematom masif yang harus
dilakukan aspirasi dan balut tekan untuk mencegah penumpukan
kembali cairan pada subgaleal. Sebab jika terjadi infeksi pada daerah
ini, akan mudah menyebar ke intrakranial.
e) P : Perikranium (periosteum yang melapisi tulang tengkorak)
Lapisan ini melekat erat terutama pada sutura yang menghubungkannya
dengan endosteum (lapisan permukaan dalam tulang tengkorak).
Hematom diantara lapisan periosteum dan tulang tengkorak disebut
cephal hematoma (subperiosteal hematoma). Hematom ini terutama
terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh pergesekan dan perubahan
bentuk tulang tengkorak saat di jalan lahir atau terjadi setelah fraktur
tulang tengkorak.
2. Tulang Tengkorak
a) Kubah (kalvaria), khususnya di regio temporal adalah tipis, namun
dilapisi oleh otot temporalis.
b) Basis kranii, berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar
otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan deselerasi.
c) Rongga tengkorak dasar
Fosa anterior : lobus frontalis
Fosa media : lobus temporalis
Fosa posterior : ruang bagi bagian bawah batang otak dan
serebelum
3. Meningen
Selaput ini menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan :
a) Duramater
Merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrosa yang
melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Pada beberapa
tempat tertentu, duramater membelah menjadi 2 lapis membentuk
sinus venosus besar yang mengalirkan darah vena ke sinus transversus
2
b) Serebelum
Bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan,
terletak dalam fossa posterior, berhubungan medula spinalis, batang
otak, dan juga kedua hemisfer serebri.
c) Batang Otak
Terdiri atas mesensefalon (midbrain), pons, dan medula oblongata.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular
yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medua
oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik, yang terus memanjang
sampai medula spinalis.
mengganggu
penyerapan
CSS
dan
menyebabkan
kenaikan
TIK
2. Berdasarkan Berat
a) Cedera ringan : penderita sadar dan berorientasi (GCS 14-15).
b) Cedera sedang : penderita biasanya tampak kebingungan atau
mengantuk, namun masih mampu menuruti perintah (GCS 9-13).
c) Cedera berat : penderita tidak mampu melakukan perintah sederhana
karena kesadaran yang menurun (GCS 3-8).
3. Berdasarkan Morfologi
a) Fraktur Kranium
Klasifikasinya :
1) Kalvaria
a. Fraktur linear (garis)
Merupakan garis fraktur tunggal pada tulang tengkorak yang
meliputi seluruh ketebalan tulang. Bila fraktur linear melibatkan
rongga udara perinasal maka ada kemungkinan untuk timbulnya
rinorea atau otau otorea LCS.
b. Fraktur Diastase
Adalah fraktur yang terjai pada sutura sehingga terjadi pemisahan
sutura kranial. Sering terjadi pada anak dibawah usia 3 tahun.
c. Fraktur communited
Fraktur dengan dua atau lebih fragmen fraktur
d. Fraktur Depressed
Adalah fraktur dengan tabula eksterna pada satu atau lebih tepi
fraktur tergeer dibawah tingkat dari tabula interna tulang tengkorak
utuh sekelilingnya. Fraktur jenis ini terjadi bila energi benturan
Jenisnya :
a. Fraktur Basis Cranii Fossa Anterior
Bagian posteriornya dibatasi oleh os. Sphenoid, prosessus
clinoidalis anterior dan jugum sphenoidalis
Manifestasi klinisnya :
Ekimosis periorbita bisa bilateral dan disebut brill
hematoma atau racoon eyes,anosmia jika cedera melibatkan
N. Olfctorius, Rhinorea.
b. Fraktur basis cranii Foss Media
Bagian anteriornya langsung berbatasan dengan fossa
anterior sedangkan bagian posteriornya dibatasi oleh
yamida os petrosus, os tempoalis, prosesus clinoidalis
posterior dan dorsum sella. Manifestasi klinisnya :
ecchimosis
pada
hemotympanum
mastoid
(bila
(battles
membran
sign),
tympaninya
otorrhea,
robek),
Lesi Intrakranial
1) Fokal
Merupakan kerusakan yang melibatkan bagian-bagian tertentu dari otak,
bergantung pada mekanisme cedera yang terjadi.
a. Epidural Hematom (EDH)
Relatif jarang ( 0,5 %) dari semua cedera otak dan 9 % dari penderita
yang mengalami koma. EDH terletak di luar dura tetapi di dalam rongga
tengkorak dan cirinya berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung.
Sering terletak di area temporal atau temporoparietal yang dan biasanya
disebabkan oleh robeknya a. Meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.
A. Meningea media ini masuk dalam tengkorak melalui foramen spinosum
dan jalan antara duramater dan tulang di permukaan dalam os temporale. Pada
fase awal biasanya penderita tidak menunjukkan gejala dan tanda. Baru
setelah hematom bertambah besar akan terlihat tanda pendesakan dan
peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami sakit kepala,
mual dan muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik
yang terpenting adalah pupil anisokor, bahkan pelebaran pupil unilateral akan
mencapai maksimal dan reaksi cahaya akan menjadi negatif. Pada tahap akhir,
kesadaran akan menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga
mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjkkan reaksi
cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Ciri khas hematom epidural
murni adalah adanya lucid interval. Tapi jika disertai cedera pada otak, lucid
interval tidak akan terlihat. Lucid interval adalah hilangya kesadaran pada
awal trauma, kemudian pasien sadar lagi (tenang) dan disusul dgn koma. EDH
ini merupakan emergensi bedah saraf. Terapinya hanya dengan operasi.
10
b. Subdural
Hematom ini disebabkan oleh trauma otak yang menyebabkan
robeknya vena didalam ruang arachnoid (vena-vena kecil di permukaan
korteks serebri). Pembesaran hematom akibat robeknya vena memerlukan
waktu yang lama. Lebih sering terjadi (30 % cedera kepala berat) akibat
robeknya. Biasanya perdarahan menutupi seluruh permukaan hemisfer otak.
Hemtom subdural dibagi menjadi hematom subdural akut bila gejala timbul
pada hari pertama sampai hari ketiga, subakut bila timbul antara hari ketiga
hingga minggu ketiga, dan kronik bila timbul sesudah minggu ketiga.
Hematom subdural akut dan kronik memberikan gambaran klinis suatu proses
desak ruang (space occupying lession) yangprogresif sehingga tidak jarang
diangap sebagai neoplasma atau demensia. Penanggulangannya terdiri atas
trepanasi dan evekuasi hematom. Biasanya kerusakan otak di bawahnya lebih
berat dan prognosisnya jauh lebih buruk dari EDH.
11
12
2) Difusa
Merupakan suatu keadaan patologis penderita koma (penderita yang
tidak sadar sejak benturan kepala dan tidak mengalami suatu interval lucid)
tanpa gambaran SOL (space-occupying lession) pada CT-Scan atau MRI.
Paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas dengan kecepatan tinggi
sehingga terjadi mekanisme akselerasi dan deselerasi. Angulasi, rotsi dan
peregangan yang timbul menyebabkan robekan seraut saraf pada bebagai
tempat yang sifatnya menyeluruh (difus).
yaitu :
Hilangnya daya ingat setelah kejadian
Amnesia post traumatic
Hilangnya daya ingat sebelum kejadian
Amnesia anterograde
b. Cedera Aksonal Difusa atau Diffuse axonal Injury (DAI)
Adanya kerusakan axon yang difus dalam hemisfer serebri, korpus
callosum, batang otak, dan serebelum (pedenkulus).
Awalnya kekuatan renggang pada saat benturan melebihi level
ketahanan akson sehingga terjadi sobekan atau fagmentasi
aksolemma , keteraturan susunan sitoskeleton akson menjadi rusak.
Terjadi pada saat benturan, tetap ada yang memberi batas waktu
dala 60 menit sejak kejadian.
Aksolemma dan susunan membran pada awalnya masih utuh,
walaupun
susunan
sistoskeleton
terganggu.
Penghantaran
4. Diagnosis
14
a) Pemeriksaan
1. Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS).
Penilaian ini harus dilakukan secara periodik untuk menilai perbaikan
atau perburukan keadaan pasien. Tingkat kesadaran tidak akan
terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisfer otak, tetapi
menjadi progresif memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau
jika ada proses patologis akibat penekanan atau cedera pada batang
otak.
Respon Mata
4
3
2
1
Respon
Motorik
6
5
4
3
2
1
Respon
1 tahun
0-1 tahun
Membuka Mata Spontan
Membuka Mata dengan perintah
Membuka Mata karena Nyeri
Tidak membuka mata
1 tahun
0-1 tahun
Mengikuti Perintah
Belum dapat Dinilai
Melokalisasi Nyeri
Menghindari Nyeri
Fleksi Abnormal (Dekortikasi)
Ekstensi Abnormal (Deserebrasi)
Tidak Ada Respon
5 tahun
2-5 tahun
0-2 tahun
15
Verbal
5
2
1
Orientasi baik
Meyebutkan
dan mampu
kata-kata yang
berkomunikasi
Disorientasi tapi
sesuai
Menyebutkan
mampu
kata-kata yang
berkomunikasi
Menyebutkan
tidak sesuai
kata-kata yang
Menangis dan
kadang
tidak sesuai
menjerit
menangis atau
Mengeluarkan
menjerit
Mengeluarkan
suara lemah
Tidak ada
suara lemah
Tidak ada
respon
respon
(kasar, jorok)
Mengeluarkan
suara
Tidak ada respon
16
Menangis kuat
Menangis
lemah
Kadang-
17
Tidak
adanya
lesi kecil yang terlewatkan.
P / M unekual
Indikasi :
GCS < Ya
15
Cedera kepala
Kelolaringan
Gadar yang disertai fraktur tulang tengkorak.
Ada tanda klinis fraktur
basis kranii.
CT Cito
Disertai
kejang.
Tidak
C-Kepala
Ada tanda neurologis
fokal.
terbuka
Sakit kepala yang menetap.
Ya
E. Penatalaksanaan
Tidak
Neurologi
Normal
(Skema Triase)
Tidak
Ya
TS - / 5 /
Risiko
Ya
Pulang +
Pesan
18
Tidak
Kelola Gadar
CT Elektif
MODERAT
Perubahan kesadaran
TINGGI
Kesadaran rendah
Asimptomatis
Gejala fokal
Dizziness
Intoksikasi alkohol/obat
Penurunan
Laserasi skalp
kesadaran
Abrasi skalp
Cedera penetrasi
Fraktura depress
a) Primary Survey
(1) Airway
Membersihkan jalan nafas dengan memperhatikan kontrol
servikal. Pasang servikal collar untuk immobilisasi servikal sampai
terbukti tidak ada cedera servikal. Intubasi endotrakeal dini harus
segera dilakukan pada penderita koma.
(2) Breathing
Penderita diberikan ventilasi dengan oksigen 100 % sampai
diperoleh hasil pemeriksaan analisis gas darah dan dapat dilakukan
penyesuaian yang tepat terhadap FiO2. Penggunaan pulse oksimeter
sangat bermanfaat untuk memonitor saturasi O2 (target > 98%).
(3) Circulation
Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang
cukup berat, walaupun tidak selalu tampak jelas. Pada penderita yang
hipotensi, harus segera distabiisasi untuk mencapai euvolemia, segera
19
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
tingkat kewaspadaan
Amnesia (Retrograde/antegrade), Sakit kepala (Ringan, sedang
atau berat)
Pemeriksaan Umum untuk menyingkirkan cedera sistemik
Pemeriksaan neurologis
Radiografi tengkorak, servikal, dll sesuai indikasi
Pemeriksaan kadar alkohol darah dan zat toksik dalam urin
CT-Scan
Kriteria Rawat :
Amnesia post traumatika jelas (> 1jam )
Riwayat kehilangan kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran
Nyeri kepala sedang hingga berat
Intoksikasi alkohol atau obat
Fraktur tengkorak
Kebocoran CSS, Otorrhea, atau rinorrhea
Cedera penyerta yang jelas
Tidak punya orang serumah yang dapat bertanggung jawab
CT-Scan Abnormal atau tidak ada
Semua cedera tembus
Kriteria pemulangan
Tidak memenuhi kriteria rawat
20
cedera
Bila keadaan memburuk segera lakukan CT-Scan ulang dan
Parasentesis abdominal
(5) Pemeriksaan neurologis
Kemampuan membuka mata
Respon motor
Respon verbal
Reflek pupil
Okulosefalik (dolls)
Okulovestibuler (kalorik)
(6) Obat-obat terapeutik
Na Bikarbonat
Manitol
(7) Tes Diagnostik
CT-Scan
Ventrikulogram udara
Angiogram
c) Terapi Medikamentosa Cedera Otak
Tujuan utamanya adalah mencegah terjadinya kerusakan sekunder terhadap
otak yang telah mengalami cedera.
i) Cairan Intravena
Diberikan secukupnya untuk resusitasi agar penderita tetap dalam
keadaan
normovolemia.
Jangan
memberikan
cairan
hipotonik.
22
tidak
dianjurkan
karena
menurut
beberapa
terkompres
Massa lobus temporal 30 ml
24
kadar
natrium
serum
normal
atau
meningkat,
26
ILUSTRASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
:J
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 21 tahun
Suku Bangsa
: Minangkabau
Alamat
: Tanjung Lansek
27
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis :
Keadaan umum
: sedang
Kesadaran
Tekanan darah
: 110/80 mmHg
Nadi
: 85x/menit, teratur
Nafas
: 18x/menit, teratur
Suhu
: 37,0oC
Status Internus :
Kulit
KGB
Kepala
Rambut
Mata
Mulut
Leher
THORAK
: - Paru: Inspeksi
Palpasi
Perkusi
: sonor
Auskiltasi
- Jantung:
Palpasi
Perkusi
: tidak membuncit
Palpasi
Perkusi
: timpani
Auskultasi
Punggung : Inspeksi
: Penonjolan (-)
Palpasi
Perkusi
: tidak diperiksa
- Ekstremitas
Status Neurologis :
1.
2.
3.
4. Nn Kranialis : - N I
: penciuman baik
29
Kekuatan
Kekuatan
: 5/5/5
5/5/5
: 5/5/5
5/5/5
Tonus
: eutonus
Tonus
: eutonus
Trofi
: eutrofi
Trofi
: eutrofi
Sensorik
-
Eksteroseptif : baik
Proprioseptif : baik
7. Fungsi otonom
BAK dan BAB normal
8. Reflek fisiologis : Reflek biceps ++/++, Reflek triceps ++/++, Reflek
KPR ++/++, Reflek APR ++/++
9. Reflek patologis : babinski group -/LABORATORIUM :
- Hb
: 12,0 gr/dl
- Leukosit
: 11.300/mm3
- Trombosit
- Hematokrit : 34,3%
30
: 266.000/mm3
DIAGNOSA KERJA :
Diagnosa Klinis
Diagnosa Topik
: frontal sinistra
Diagnosa Etiologi
Diagnosis Diferensial: -
Diagnosis Sekunder : -
TERAPI
Umum
:
-
Istirahat
Diet MB
tramadol 2 x 1 IV
Metoclorpramide 2 x 1 IV
Ciprofloxacin 2x500 mg
Khusus :
Pemeriksaan Anjuran :
-
Follow up:
10-8-2011
s/
o/
: 110/70
nadi
: 65
31
nafas
: 22
suhu
: 36,5
32
11-8-2011
s/
o/
: 110/60
nadi
: 65
nafas
: 20
suhu
: 36,5
o/
: 110/70
nadi
: 68
nafas
: 20
suhu
: 36,5
o/
: 100/80
nadi
: 65
nafas
: 18
suhu
: 36,4
34
DISKUSI
Telah dilaporkan seorang laki-laki, umur 21 tahun dengan diagnosis klinik cedera
kepala sedang dengan diagnosis topik frontal sinistra dan diagnosis etiologi benturan
dinamis (kecelakaan). Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa berupa adanya
penurunan kesadaran sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasein
sedang mengendarai sepeda motor kemudian ditabrak dari belakang sehingga pasien
terjatuh dan kepala terbentur ke jalan. Pasien kemudian dibawa berurut dan
selanjutnya dibawa ke RS Batu Sangkar yang kemudian dirujuk ke RSAM. Terdapat
juga luka gores pada tangan kanan tidak beraturan, banyak. Pasien tidak sadarkan diri
1 jam setelah kejadian, setelah sadar pasien tidak ingat dengan peristiwa
sebelumnya. Pasien merasa mual dan muntah, muntah 1 kali, berisi makanan, muntah
tidak menyemprot, darah pada muntah tidak ada. Keluar darah segar dari hidug,
mulut dan telinga tidak ada.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg; kepala terdapat
hematom kepala kiri 3 x 3 cm; pada mata, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak
35
ikterik, lebam di daerah orbita kiri. Ekstremitas atas kanan terdapat luka gores
banyak, tidak beraturan.
Dari pemeriksaan neurologi ditemukan kesadaran somnolen dengan GCS
E4M5V3 ; tidak ditemukan tanda rangsangan meningeal dan tanda peningkatan TIK;
pemeriksaan nervus kranialis tidak didapatkan kelainan; pemeriksaan motorik,
sensorik dan otonom normal. Refleks fisiologis normal, dan reflek patologis babinski
group tidak ditemukan.
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, cenderung ditegakkan diagnosa
klinik cedera kepala sedang karena pasien memiliki riwayat trauma berupa benturan
pada kepala saat mengalami kecelakaan lalulintas. Selain itu menurut literatur, pada
cedera kepala sedang penderita memiliki skor GCS antara 9 13 dimana penderita
biasanya tampak kebingungan atau mengantuk, namun masih mampu menuruti
perintah. Diperlukan juga pemeriksaan penunjang lainnya berupa pemeriksaan darah
rutin, foto polos kepala AP & lateral untuk mengetahui adanya fraktur tulang
tengkorak; foto servikal untuk mengetahui kelainan di servikal yang terjadi akibat
trauma,CT-scan kepala untuk mengetahui secara lebih pasti lesi patologis di kepala
akibat cedera yang terjadi.
Penatalaksanaan pasien adalah dengan terapi umum berupa bedrest, infus
NaCl 0,9% 12 jam / kolf, pemberian diet MB. Kemudian terapi khusus berupa
tramadol 2 x 1 IV, metoclorpramide 2 x 1 IV, ciprofloxacin 2 x 500 mg.
36
37
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Surgeons, 2004.
Japardi, Iskandar. Cedera Kepala. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer,
3.
2004.
Sjamsuhidayat, R dan De Jong, Wim. Buku Ajar Ilmu Bedah. 2nd ed.
4.