LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS
Nama
: Nn. M
Umur
: 12 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Pekerjaan
: Pelajar
Alamat
: BTN Sukma
Agama
: Islam
Status
: Belum menikah
TTL
: 17.08.2002
Tanggal masuk RS
: 15.12.2014
MR
: 385377
Riwayat penyakit :
Pasien perempuan 34 tahun, masuk RS dengan keluhan nyeri pada daerah perut yang
dirasakan sejak 7 tahun yang lalu. Memberat sejak 3 bulan belakangan. Selain nyeri
hebat di perut pasien juga mengeluh sulit berjalan, badan terasa lemah, pusing-
Page | 1
pusing, muntah dengan frekuensi banyak, namun tidak demam. Setiap mengkonsumsi
makanan, selalu dimuntahkan.
Saat memeriksakan diri ke UGD di RS di daerahnya, pasien didiagnosa menderita
vertigo dan penyakit maag. Kemudian pasien menjalani opname dan keluar RS
setelah opname selama 4 hari. 3 hari setelah keluar dari RS, pasien masuk kembali ke
RS dengan keluhan yang sama, namun dengan gejala yang lebih berat yaitu bengkak
pada seluruh tubuh, sesak, dan nyeri perut hebat. Pasien kemudian melakukan
pemeriksaan USG dan hasil pemeriksaan menunjukkan adanya infeksi pada kantong
empedu.
2 minggu kemudian kembali melakukan USG di RS di Makassar dan hasilnya
menunjukkan adanya batu empedu dengan ukuran 1,2 cm dan 0,9 cm.
Objektif :
Berdasarkan pemeriksaan , didapatkan hasil berupa :
Pasien tampak lemah
KU
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
Mata
Cor
: S1-S2 reguler
Pulmo
Abdomen
Page | 2
Ekstremitas
Palpasi
: Dinding perut simetris, buncit, nyeri tekan pada lokasi operasi (+)
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
Rectal toucher
Tidak dilakukan
Assessment :
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik serta hasil USG pasien, maka
diagnosis pasien ini adalah Cholelitiasis.
Plan :
Laparaskopi cholelithyasis (pada tanggal 03.03.2014)
Page | 3
FOLLOW UP
Tanggal
Follow UP
Instruksi Dokter
03.03.2014 S :
Instruksi post OP :
O:
R/
TD = 120/70 mmHg, N = Inj. Cefotaxime 1gr/iv/12jm
80x/I, S = 36C
A:
04.03.2014 S :
R/
Nyeri pada luka operasi (+),
Kram-kram
pada
IVFD RL
tekan
pada
daerah
operasi (+)
A:
Post Op hr 2 Laparaskopi
cholelithyasis
05.03.2014 S :
R/
Ku : baik
O:
Obat lanjut
Ganti verban
Aff catheter
A : Post Op hr 3
Page | 4
06.03.2014 S :
R/
KU: baik
Aff infuse
R/
Obat lanjut
GV
KRS
Page | 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendahuluan
Batu kandung empedu telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dan pada abad ke-17
telah dicurigai sebagai penyebab penyakit pada manusia. Penyakit batu empedu
(kolelitiasis) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Angka
prevalensi kolelitiasis bervariasi di dunia tergantung pada lokasi geografis yang
spesifik dan faktor etnis. Penduduk asli Amerika, pada umumnya dan suku Pimas
Amerika Utara memiliki kemungkinan resiko tinggi pembentukan batu empedu.1
Penyakit batu empedu sudah merupakan masalah kesehatan yang penting di negara
barat dengan angka kejadian lebih dari 20% populasi dan insiden meningkat dengan
bertambahnya usia.2,3 Di Inggris, sekitar 5,5 juta orang dengan batu empedu dan
dilakukan lebih dari 50 ribu kolesistektomi tiap tahunnya.4 Di Amerika Serikat,
terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika dengan batu empedu dan dari hasil otopsi
menunjukkan angka kejadian batu empedu paling sedikit 20% pada wanita dan 8%
pada laki-laki di atas umur empat puluhan.6 Sedangkan di Indonesia baru
mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih
terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.
Risiko penyandang batu empedu untuk mengalami gejala dan komplikasi relatif kecil.
Walaupun demikian, sekali batu empedu mulai menimbulkan serangan nyeri kolik
yang spesifik maka resiko untuk mengalami masalah dan penyulit akan terus
meningkat.2
Batu empedu umumnya ditemukan di dalam kandung empedu, tetapi batu tersebut
dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke dalam saluran empedu menjadi batu
saluran empedu dan disebut sebagai batu saluran empedu sekunder.2
B. Definisi
Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones dan biliary calculus. Istilah kolelitiasis
dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung
Page | 6
empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip
batu yang terbentuk di dalam kandung empedu.1,11
C. Etiologi
Batu empedu kolesterol, pigmen hitam dan coklat memiliki patogenesis dan faktor
resiko yang berbeda.11 Di Amerika Serikat, batu kolesterol hampir 75% sampai 80%
dari semua kolelitiasis. Batu kolesterol mengandung 50-90% kolesterol dari total
berat badan. Dari analisis beberapa batu, ada yang miskin kolesterol. Garam kalsium
pigmen bilirubin, karbonat dan protein terkandung dalam batu. Faktor resiko
pembentukan batu empedu meliputi obesitas, penurunan berat badan mendadak,
trauma tulang belakang, jenis kelamin wanita lebih beresiko, paritas dan penggunaan
estrogen. Batu pigmen dikategorikan batu hitam dan coklat tergantung komposisi
kimia dan penampakan batu. Batu ini juga dibedakan berdasarkan patogenesis dan
manifestasi klinisnya.6
Tiga faktor utama dalam pembentukan batu kolesterol antara lain perubahan
komposisi empedu hepar, pembentukan inti kolesterol dan gangguan fungsi kandung
empedu.
Peranan infeksi walaupun infeksi dikatakan menjadi faktor penting dalam
pembentukan batu kolesterol, DNA bakteri ditemukan dalam batu ini. Secara konsep,
Page | 7
bakteri mungkin terdekonjugasi dalam garam empedu selama absorpsi dan penurunan
kelarutan kolesterol. Infeksi bilier berperan dalam pembentukan batu pigmen coklat,
mayoritas mengandung bakteri pada pemeriksaan dengan mikroskop elektron.
Umur peningkatan prevalensi kolelitiasis secara bermakna tiap tahunnya,
kemungkinan peningkatan isi kolesterol dalam empedu. Pada umur 75 tahun, 20%
laki-laki dan 35% wanita memiliki kolelitiasis. Kolelitiasis kedua batu pigmen dan
tipe kolesterol sudah dilaporkan pada anak.
Genetik pasien dengan kolelitiasis secara relatif frekuensi batu meningkat dua
sampai empat kali, tidak tergantung pada umur, berat badan dan diet mereka. Alel
apoE4 lipoprotein E memiliki predisposisi pembentukan batu kolesterol. Frekuensi
apoE4 lebih tinggi pada pasien dengan riwayat kolesistektomi dibandingkan
penderita tanpa batu empedu. Adanya apoE4 memiliki prediksi kekambuhan batu
secara cepat setelah litotripsi. Mekanisme ini masih belum jelas walaupun
apolipoprotein E mungkin memainkan peranan absorpsi lipid diet, transport dan
distribusi ke jaringan. ApoE4 tidak dihubungkan dengan pembentukan kolelitiasis
baru selama kehamilan.11
Obesitas sindrom metabolik pada obesitas, resistensi insulin, diabetes mellitus tipe
II, hipertensi dan hiperlipidemia erat kaitannya dengan peningkatan sekresi kolesterol
hepar dan merupakan faktor resiko pembentukan batu kolesterol.11 Biasanya terjadi
pada wanita dengan umur kurang dari 50 tahun. Obesitas erat kaitannya dengan
peningkatan sintesis kolesterol. Tidak ada perubahan yang konsisten pada volume
kandung empedu post prandial. Pola makan (2100 kJ per hari) bisa menghasilkan
cairan empedu dan pembentukan batu empedu simtomatis pada individu dengan
obesitas. Sejumlah kecil lemak dalam diet untuk menjaga pengosongan kandung
empedu dapat menurunkan resiko pembentukan batu empedu. 10
Diet peningkatan diet kolesterol meningkatkan kolesterol empedu tetapi tidak ada
data epidemiologi dan pola makan yang memaparkan asupan kolesterol dengan
kolelitiasis.
Page | 8
Page | 9
dengan
dekonjugasi
bilirubin
diglukuronide
oleh
bakteri
10
phosphatidylcholine
Page | 10
penting
peningkatan
rasio
kolesterol
garam
empedu
dan
phosphatidylcholine adalah:
1. Peningkatan sekresi kolesterol, baik oleh karena peningkatan sintesis
kolesterol (peningkatan aktivitas enzim 3-hydroxy-3-methylglutaryl [HMG]CoA-kolesterol reduktase) ataupun penghambatan esterifikasi kolesterol
seperti progesterone selama kehamilan
2. Penurunan sekresi garam empedu oleh karena penurunan simpanan garam
empedu pada penyakit Crohns atau setelah reseksi ataupun selama puasa dan
nutrisi parenteral
3. Penurunan sekresi phosphatidylcholine sebagai penyebab batu kolesterol
ditemukan pada wanita Chili yang hidup hanya memakan sayuran.
Batu pigmen terdiri atas sebagian besar kalsium bilirubinat (50%) yang memberikan
warna hitam atau coklat pada empedu. Batu hitam juga mengandung kalsium
karbonat dan fosfat, dimana batu coklat juga mengandung stearat, palmitat dan
kolesterol. Peningkatan jumlah bilirubin tak terkonjugasi pada empedu, yang
dipecahkan hanya dalam micelles, ini merupakan penyebab utama pembentukan batu
empedu, dimana normalnya mengandung hanya 1-2% dalam empedu.
Adapun sebagai penyebab meningkatnya konsentrasi bilirubin tidak terkonjugasi
adalah:
1. Meningkatnya pemecahan hemoglobin seperti pada anemia hemolitik, yang
mana terdapat banyak bilirubin yang akan mengalami proses konjugasi
Page | 11
Dekonjugasi
non-enzimatik
bilirubin
dalam
empedu
khususnya
monoglukoronat
Page | 12
Page | 13
F. Gejala Klinis
Pasien dengan batu empedu dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu pasien dengan
batu asimtomatik, pasien dengan batu empedu simtomatik dan pasien dengan
komplikasi batu empedu.2 Sedangkan dilihat dari tahapan penyakitnya, dapat dibagi
menjadi 4 stadium yaitu stadium litogenik, dimana kondisi yang memungkinkan
terbentuknya batu; batu empedu asimtomatis; episode kolik biliaris dan kolelitiasis
terkomplikasi. Gejala dan komplikasi kolelitiasis merupakan efek yang terjadi dalam
kandung empedu atau dari batu yang keluar dari kandung empedu ke saluran duktus
biliaris komunis.11
Sebagian besar (80%) pasien dengan batu empedu tanpa gejala baik waktu diagnosis
maupun selama pemantauan. Studi perjalanan penyakit dari 1307 pasien dengan batu
empedu selama 20 tahun memperlihatkan bahwa sebanyak 50% pasien tetap
asimtomatik, 30% mengalami kolik bilier dan 20% mendapat komplikasi.2
Batu empedu asimtomatis mayoritas penderita kolelitiasis secara klinis tersembunyi
dan tanpa memberikan gejala. Pada pemantauan jangka panjang pasien asimtomatis,
resiko kumulatif timbulnya gejala akan berkembang dengan waktu yaitu 10% dalam 5
tahun, 15% dalam 10 tahun dan 18% dalam 15 tahun.6 Pada pasien kolelitiasis
asimtomatis ditemukan secara insidental. Pada kebanyakan kasus kolelitiasis
asimtomatis tidak memerlukan penanganan.11
Kolik bilier kolik bilier timbul secara episodik, nyeri hebat, berlokasi di epigastrium
atau di kuadran kanan atas. Nyeri ini menyebar ke belakang atau daerah punggung
kanan tetapi biasanya tidak fluktuatif, sebagaimana istilah kolik pada umumnya.
Nyeri ini mula-mula timbul secara tiba-tiba di daerah epigastrium atau kuadran kanan
atas dan menyebar di sekitar punggung tepatnya di interskapula.5 Secara umum, nyeri
timbul secara cepat, kurang dari 30 menit sampai 3 jam, dan secara berangsur-angsur
mereda. Kolik bilier benigna tidak berhubungan dengan demam, leukositosis atau
tanda peritoneal akut. Adanya gejala ini atau nyeri bilier lebih lama dari 4 sampai 6
jam, kemungkinan kecurigaan kolekistitis akut.6 Kolik bilier timbul akibat desakan
batu empedu pada duktus kistikus selama kontraksi kandung empedu, peningkatan
Page | 14
tekanan dinding kandung empedu. Konstraksi kandung empedu ini timbul akibat
pelepasan kolekistokinin yang dirangsang oleh diet lemak.3 Pada kebanyakan kasus,
obstruksi akan kembali ke relaksasi kandung empedu dan nyeri akan mereda. Nyeri
bersifat konstan dan tidak ditimbulkan oleh muntah, antasid, defekasi atau perubahan
posisi. Nyeri ini diikuti oleh mual dan muntah.11
Gejala komplikasi kolesistitis akut maupun kronis terjadi bila batu menyumbat dan
terjepit dalam duktus kistikus menyebabkan kandung empedu menjadi distensi dan
inflamasi progresif. Pasien akan merasakan nyeri kolik biliaris tetapi secara spontan
hilang timbul dan kadang akan memberat. Pertumbuhan koloni bakteri yang banyak
pada kandung empedu sering terjadi, dan pada kasus yang berat, akumulasi pus dalam
kandung empedu yang dikenal dengan empiyema kandung empedu. Dinding kandung
empedu akan menjadi nekrotik kemudian timbul perforasi dan abses polikistik.
Kolekistitik akut merupakan kedaruratan bedah, walaupun nyeri dan inflamasi dapat
ditangani secara konservatif seperti dengan hidrasi dan antibiotik. Jika serangan akut
timbul secara spontan, inflamasi kronis berubah berlangsung lama dengan eksaserbasi
akut.10,11
Fistula biliaris interna atau fistula kolekistoenterik merupakan komplikasi penyerta
migrasi batu empedu akut atau biasanya kronis. Batu kandung empedu dapat lolos ke
dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu
empedu cukup besar dapat menyumbat pada bagian tersempit saluran cerna (ileum
terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi.1
G. Diagnosis
Anamnesis
Setengah sampai dua pertiga penderita kolelitiasis adalah asimtomatis. Keluhan yang
mungkin timbul adalah dispepsia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium,
kuadran kanan atas atau perikondrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang
mungkin berlangsung lebih dari 15 menit dan kadang baru menghilang beberapa jam
Page | 15
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul
tiba-tiba.1
Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu,
disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa
nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan
nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam.1
Pemeriksaan Fisik
Batu kandung empedu apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan
komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop
kandung empedu, empiyema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada pemeriksaan
ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak anatomis kandung
empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita
menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari
tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas.1
Batu saluran empedu batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase
tenang. Kadang teraba hati dan sklera ikterik. Perlu diketahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan
saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis.1
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan
akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus
koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum
biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut.2
Pemeriksaan radiologis foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran
yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat
radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar
Page | 16
kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan
kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara
dalam usus besar, di fleksura hepatika.1
Page | 17
H. Penatalaksanaan
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak. Pilihan penatalaksanaan antara lain :
Kolesistektomi terbuka operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan
pasien dengan kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat
terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas
yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum
untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.15
Kolesistektomi laparaskopi indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis
simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya
pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledukus. Secara teoritis,
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat
mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat
kembali bekerja, nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum
terpecahkan adalah keamanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden
komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
pada kolesistektomi laparaskopi.15
Page | 18
Disolusi medis masalah umum yang mengganggu semua zat yang pernah
digunakan adalah angka kekambuhan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan. Zat
disolusi hanya memperlihatkan manfaatnya untuk batu empedu jenis kolesterol.
Penelitian prospektif acak dari asam xenodeoksikolat telah mengindikasikan bahwa
disolusi dan hilangnnya batu secara lengkap terjadi sekitar 15%. Jika obat ini
dihentikan, kekambuhan batu tejadi pada 50% pasien.15
Disolusi kontak meskipun pengalaman masih terbatas, infus pelarut kolesterol yang
poten seperti metil-ter-butil-eter (MTBE) ke dalam kandung empedu melalui kateter
yang diletakkan per kutan telah terlihat efektif dalam melarutkan batu empedu pada
pasien-pasien tertentu. Prosedur ini invasif dan kerugian utamanya adalah angka
kekambuhan yang tinggi (50% dalam 5 tahun).15
Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) sangat populer digunakan beberapa
tahun yang lalu, analisis biaya-manfaat pada saat ini memperlihatkan bahwa prosedur
ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar dipertimbangkan untuk
menjalani terapi ini.
Kolesistotomi dapat dilakukan dengan anestesia lokal bahkan disamping tempat
tidur pasien terus berlanjut sebagai prosedur yang bermanfaat, terutama untuk pasien
yang sakitnya kritis.15
Page | 19
DAFTAR PUSTAKA
Page | 20
Page | 21