PENDAHULUAN
Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir 40%
dari pasien yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae mempunyai
lesi jinak. Perhatian yang lebih sering diberikan pada lesi maligna karena kanker
payudara merupakan lesi maligna yang paling sering terjadi pada wanita di negara
barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara adalah lebih tinggi
berbanding lesi maligna.(1)
Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk
menjadi kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari. Pada
masa lalu, kebanyakan dari lesi benigna ini dieksisi dan hasilnya terdapat peningkatan
dari jumlah pembedahan yang tidak diperlukan. Faktor utama adalah karena
pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini adalah sebuah keganasan. Oleh
karena itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli onkologi untuk
mendeteksi lesi benigna dan membedakannya dengan kanker payudara in situ dan
invasif serta mencari faktor risiko terjadinya kanker supaya penatalaksanaan yang
sesuai dapat diberikan kepada pasien.(1)
Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan juga biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna
pada mayoritas dari pasien.
Selain tingginya insiden dari lesi mamae yang bersifat benign, keganasan pada
kelenjar mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita. Di negaranegara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakitpenyakit kardiovaskular (Ama, 1990). Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia
mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara
berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di
antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Sirait,
1996).
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens
relatif tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000
kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan
dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga
keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke
garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak di
depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di
atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari
Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan
mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam. (1,2)
Gambar 2.1. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada
yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara bebas
dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan
dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy payudara bukan suatu
lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus
diangkat.
Antara
fascia
superficial
dan yang
sebelah
dalam terdapat
ruang
thoracica interna)
b.
c.
d.
2. Vena
a.
b.
Cabang-cabang V. axillaris yang terdiri dari V. thoracoacromialis, V. thoracica lateralis dan V thoraco dorsalis
c.
rotasi
eksterna.
Di
daerah
ruang
axilla
terdapat
Nervus
sensoris
intercostobrachialis (N. Cutaneous brachialis), dimana cedera pada saraf ini dapat
mengakibatkan mati rasa atau dysesthesia di sepanjang permukaan medial dan
posterior lengan, juga mati rasa pada kulit axilla di sepanjang dinding dada yang
dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi
mati rasa pasca bedah. (1,2)
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya
melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral
keempat juga mempersarafi papilla mammae.
2.2 Fisiologi Payudara
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon. Sejak
pubertas pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga
hormon hipofise telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai siklus menstruasi. Sekitar hari
kedelapan menstruasi, payudara menjadi lebih besar dan beberapa hari sebelum
menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimum. Kadang timbul benjolan yang
nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi
tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin
dilakukan. Pada saat itu pemeriksaan mammogram tidak berguna karena kontras
kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi saat hamil dan menyusui. Saat itu payudara membesar karena
epitel duktus lobul dan alveous berproliferasi dan tumbuh duktus baru.
Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu (trigger) laktasi. Air
susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus ke puting susu.
2.3 Tumor Ganas Payudara
2.3.1 Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang,
yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 :
1000 wanita tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun.
Kurva insidensi Ca mammae menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca
mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun. (Henry M.M,
Thompson J.N, 2007).
2.3.2 Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya
sangat mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara
lain:
1.
Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang
wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke
atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause, adapun pada usia sebelum 35
tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara adalah
fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada wanita
premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih
agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga
survival rates-nya lebih rendah.
2. Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan
wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang
tinggal di daerah industrialisasi.
5. Hormonal
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru
memberikan efek protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan
maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan
kotrasepsi
injeksi
seperti
depot-medroxyprogesterone
acetate
(DMPA).
dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan dalam jangka
waktu panjang dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena,
akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko
kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan
meningkatkan kadar estriol serum
7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya
jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara
(hiperplasia atipik).
8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun
Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko
menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami
menarche sebelum usia 12 tahun.
9. Menyusui dan Menopause
Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6
bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca
mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu
tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami menopause pada usia diatas 55
tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun. Induksi menopause buatan
dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-wanita yang
mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35
tahun.
10. Kepadatan Jaringan Payudara
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk
menjadi kanker payudaranya meningkat
11. Obesitas
Gambar 2.2 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar
dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
2.3.4 Staging 6
T0
Tis
Carcinoma in situ
Tumor 2 cm
T1mic
Microinvasion 0.1
T1a
T1b
T1c
T2
T3
Tumor > 5 cm
T4
T4a
T4b
T4c
T4d
Inflammatory carcinoma
NX
N0
N1
N2
N2a
N2b
N3
N3a
N3b
N3c
pN0b
pN0(i)
pN0(i+)
pN1
pN1mi
pN1a
pN1b
pN1c
pN2
pN2a
pN2b
pN3
pN3a
pN3b
M0
M1
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on
Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp
227228.
2.3.5 Diagnosis
a. Anamnesa
Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel
kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe
yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai
bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan
meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu
dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara,
massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker
payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6
c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi. (6,9)
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini
terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya.
Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy)
setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan
25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat digunakan baik sebagai
skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu
kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran
jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail
of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih
baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
asimetris
jaringan
mammae
dan
kumpulan
mikrokalsifikasi.
Gambaran
mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang
mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi
lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae
stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan
National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita
diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di
atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan
pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,
menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III
dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan
dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas
dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa
payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau
bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma
mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas
tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fineneedle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada
lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat
diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter 1 cm.6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan
untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.(6)
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk
skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae
yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa
mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara, menentukan
penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon
terhadap kemoterapi neoadjuvan.(7)
4. Biopsi
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara
lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA),
BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3)
petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti
human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor
receptor (EGFr) dan (5) p53. (6)
2.3.6 Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society (
4)
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik
tiap tahun.
- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-RileyRuvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah satu
sindrom-sindrom ini.
Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika
adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama
untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb
atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat
diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV
pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.
Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut
(T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan
terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif
diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh
atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi. (7,10)
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer
hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB
(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai
reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan
konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma
mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi
tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan
garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas
karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan
mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor.
Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu
kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk
penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node
biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan
adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif,
diseksi KGB akilla tidak dilakukan.7
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
yang
mengandung
tumor
dan
kulit
yang
menutupinya
(quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasienpasien dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm).
Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa
radiasi resiko kekambuhannya tinggi.
2. Modified Radical Mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara
yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi
merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
digunakan oleh para ahli bedah.
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M.
Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe
paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang
memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level
tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling
populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
3. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup
operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total
mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi
radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan
sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak diangkat, juga
ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai
akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk
wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk
mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb
setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis
yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi
dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan
terapi radiasi adjuvan. (6)
2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan
pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya
diberikan
kombinasi
CMF
(Cyclophosphamide,
Methotrexate,
Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah
pembedahan
Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di
mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara.
Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa
ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah
kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi, tergantung kepada jenis
kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama beberapa bulan, penderita juga
menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek
samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi
lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan
estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon
(misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit jantung serta
meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi
hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:
Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40
tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam
jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause.
Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan obat pilihan
pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan estrogen bisa dilakukan
pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung telur) atau terapi penyinaran
untuk menghancurkan ovarium.
b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk
dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi
neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan
diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan
terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan
digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga
memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan
kemoterapi dan radioterapi. (6)
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor
hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan
pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi
baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen
sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang
positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif.
Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri
tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan
tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma
endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli
onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan
pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang
positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen
(tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.6,7
BAB III
KESIMPULAN
5. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi,
yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker
payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya
ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang
(Moningkey, 2000).
6. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma
serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin
payudara.
7. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard
diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik
DAFTAR PUSTAKA
1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M
et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
2. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
3. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi
Indonesia. Semarang.2003
7. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta.
8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House
PVT LTD.
9. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M
et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
10. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S,
Wilson R, Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual.
London: Greenwich Medical Media. p 4, 5-6, 12, 20
11. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood
W.C, ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University
Press. p 107
12. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second
edition. Elsevier. p 453
13. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G,
ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21
14. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In:
Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. 67, 81-82
15. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs
Principles of Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books
Company.
16. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Pathology of Benign Breast Disorders. In:
Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast.
Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 15
17. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R,
Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34
Laporan Kasus
RS Bhayangkara Sartika Asih
Pembimbing :
dr. Danny Ganiarto Sugandi, SpB
Disusun oleh :
Briggita Wiradi (1015056)
Lidya Krisnawati Sijabat(1015083)
Rafaela Elleny Rinaldy (1015105)
Teddy Wibowo (1015113)
Farizky Dwitia (0815169)