Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir 40%
dari pasien yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae mempunyai
lesi jinak. Perhatian yang lebih sering diberikan pada lesi maligna karena kanker
payudara merupakan lesi maligna yang paling sering terjadi pada wanita di negara
barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna payudara adalah lebih tinggi
berbanding lesi maligna.(1)
Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk
menjadi kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari. Pada
masa lalu, kebanyakan dari lesi benigna ini dieksisi dan hasilnya terdapat peningkatan
dari jumlah pembedahan yang tidak diperlukan. Faktor utama adalah karena
pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini adalah sebuah keganasan. Oleh
karena itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli onkologi untuk
mendeteksi lesi benigna dan membedakannya dengan kanker payudara in situ dan
invasif serta mencari faktor risiko terjadinya kanker supaya penatalaksanaan yang
sesuai dapat diberikan kepada pasien.(1)
Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI)
dan juga biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna
pada mayoritas dari pasien.
Selain tingginya insiden dari lesi mamae yang bersifat benign, keganasan pada
kelenjar mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita. Di negaranegara barat, kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakitpenyakit kardiovaskular (Ama, 1990). Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia
mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di antaranya ditemukan di negara
berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh dunia dan 3 juta di
antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam Sirait,
1996).
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens
relatif tinggi, yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000
kasus kanker payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000

di antaranya ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang


berkembang (Moningkey, 2000). Di Amerika Serikat, keganasan ini paling sering
terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000 wanita didiagnosis
menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang
menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara
yang berobat ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya
(Oemiati, 1999). American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di
Amerika akan mencapai 2 juta dan 460.000 di antaranya meninggal antara 19902000 (Moningkey, 2000).
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker
leher rahim di Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan
tersering di Indonesia tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker
payudara tetap menduduki tempat teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih
dari 70% penderita kanker payudara ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey,
2000). Data dari Direktorat Jenderal Pelayanan Medik Departemen Kesehatan
menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR) akibat kanker payudara menurut
golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari tahun 1992-1993, yaitu
dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, 1998).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan
dengan jelas oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam
keadaan lanjut. Hal inilah yang menyebabkan tingginya angka kematian kanker
tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian akibat kanker masih dapat dicegah.
Tjindarbumi (1982) mengatakan, bila penyakit kanker payudara ditemukan dalam
stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi, berkisar antara 85
s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke rumah
sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat
tidak memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau
radiasi. Pengobatan pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan
kesembuhan 75% (Ama, 1990). Pengobatan pada penderita kanker memerlukan
teknologi canggih, ketrampilan, dan pengalaman yang luas. Perlu peningkatan
upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS karena jumlah yang sakit terus-

menerus meningkat, terlebih menyangkut golongan umur produktif. Informasi


tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan manfaat yang besar. Bukan
hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk
memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara
dan perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan
dada. Dasar dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga
keenam atau ketujuh di sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke
garis midaksilrasis sebagai batas lateralnya. Duapertiga dasar tersebut terletak di
depan M.pectoralis major dan sebagian M.serratus anterior. Sebagian kecil terletak di
atas M.obliquus externus.
Pada 95% wanita terdapat perpanjangan dari kuadran lateral atas sampai ke
aksila. Ekor ini (tail of Spence) dari jaringan mammae memasuki suatu hiatus (dari
Langer) dalam fascia sebelah dalam dari dinding medial aksilaI. Hanya ini jaringan
mammae yang ditemukan secara normal di bawah fascia sebelah dalam. (1,2)

Gambar 2.1. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada
yang lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara bebas
dengan fascia sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan
dalam anatomi, bukan kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy payudara bukan suatu
lobektomi, dimana pada prosedur semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus
diangkat.

Antara

fascia

superficial

dan yang

sebelah

dalam terdapat

ruang

retromammary (submammary) yang mana kaya akan limfatik.


Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan
dengan posisi dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla
seperti jari-jari roda berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen dari
duktus dalam papilla merupakan bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu,
sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk terkumpul dalam bagian duktus yang
berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas dari duktus dimana ketika
berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada area bebas lemak di
bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses)
merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas sering
terjadi di sini.
Suplai darah
Vaskularisasi mammae terdiri dari arteri dan vena yaitu:
1. Arteri
a.

Cabang-cabang perforantes A. mammaria interna (A.

thoracica interna)
b.

Cabang lateral dari A. intercostalis posterior

c.

Cabang-cabang dari A. axillaris

d.

A. thoracodorsalis yang merupakan cabang A. subscapularis

2. Vena
a.

Cabang-cabang perforantes V. thoracica interna

b.

Cabang-cabang V. axillaris yang terdiri dari V. thoracoacromialis, V. thoracica lateralis dan V thoraco dorsalis

c.

Vena-vena kecil yang bermuara pada V. Intercostalis

Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A.


axillaries, dan A. intercostal.
Persarafan
Persarafan kulit mammae bersifat segmental dan berasal dari segmen
dermatom T2 sampai T6. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh sistem saraf
otonom. Pada prinsipnya inervasi mammae berasal dari N. intercostalis IV, V, VI dan
cabang dari plexus cervicalis. (2)

Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah


penting guna mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla. Saraf N. thoracalis
berada di sepanjang dinding thorax pada sisi medial dari axilla. Nervus ini
mempersarafi M. serratus anterior dan fiksasi scapula pada dinding dada saat
melakukan ekstensi lengan.

Cedera pada N. thoracalis ini dapat menyebabkan

deformitas pada scapula. N. thoracodorsal mempersarafi M. latissimusdorsi. Cedera


pada saraf ini dapat menyebabkan ketidakmampuan lengan untuk melakukan abduksi
dan

rotasi

eksterna.

Di

daerah

ruang

axilla

terdapat

Nervus

sensoris

intercostobrachialis (N. Cutaneous brachialis), dimana cedera pada saraf ini dapat
mengakibatkan mati rasa atau dysesthesia di sepanjang permukaan medial dan
posterior lengan, juga mati rasa pada kulit axilla di sepanjang dinding dada yang
dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini sukar disingkirkan sehingga sering terjadi
mati rasa pasca bedah. (1,2)
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya
melewati permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral
keempat juga mempersarafi papilla mammae.
2.2 Fisiologi Payudara
Payudara mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi hormon. Sejak
pubertas pengaruh estrogen dan progesteron yang diproduksi ovarium dan juga
hormon hipofise telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai siklus menstruasi. Sekitar hari
kedelapan menstruasi, payudara menjadi lebih besar dan beberapa hari sebelum
menstruasi berikutnya terjadi pembesaran maksimum. Kadang timbul benjolan yang
nyeri dan tidak rata. Selama beberapa hari menjelang menstruasi payudara menjadi
tegang dan nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin
dilakukan. Pada saat itu pemeriksaan mammogram tidak berguna karena kontras
kelenjar terlalu besar. Begitu menstruasi mulai, semuanya berkurang.
Perubahan ketiga terjadi saat hamil dan menyusui. Saat itu payudara membesar karena
epitel duktus lobul dan alveous berproliferasi dan tumbuh duktus baru.

Sekresi hormon prolaktin dari hipofisis anterior memicu (trigger) laktasi. Air
susu diproduksi oleh sel-sel alveolus, mengisi asinus, kemudian dikeluarkan melalui
duktus ke puting susu.
2.3 Tumor Ganas Payudara
2.3.1 Epidemiologi
Kanker payudara merupakan kanker yang sering terjadi pada negara berkembang,
yaitu sekitar 18% dari seluruh kelompok kanker. Insidensi di negara Inggris yaitu 2 :
1000 wanita tiap tahun, dengan prevalensi yaitu 2% wanita pada umur 50 tahun.
Kurva insidensi Ca mammae menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca
mammae jarang sekali ditemukan pada usia kurang dari 20 tahun. (Henry M.M,
Thompson J.N, 2007).
2.3.2 Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya
sangat mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara
lain:
1.

Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang
wanita. Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke
atas. Kanker jarang timbul sebelum menopause, adapun pada usia sebelum 35
tahun, yang paling sering menyebabkan benjolan pada payudara adalah
fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker dapat didiagnosis pada wanita
premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya cenderung lebih
agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut, sehingga
survival rates-nya lebih rendah.

2. Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan
wanita Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang
tinggal di daerah industrialisasi.

3. Pernah menderita kanker payudara


Harvey dan Brinton mengemukakan wanita dengan riwayat Ca mammae primer
mempunyai resiko 3 sampai 4 kali lebih besar untuk timbulnya Ca mammae
kontralateral. Wanita yang pernah menderita kanker in situ atau kanker invasif
memiliki risiko tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang
terkena diangkat, maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat
meningkat sebesar 0,5-1%/tahun.
4. Riwayat keluarga yang menderita kanker payudara
Kemungkinan ini lebih besar bila keluarga itu menderita kanker bilateral atau
pramenopause.
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar pada wanita yang
ibunya atau saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko
lebih tinggi jika anggota keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40
tahun. Risiko lebih meningkat bila terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga
ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara. Risiko juga meningkat apabila
keluarga menderita kanker bilateral atau saat premenopause.

5. Hormonal
Meningkatnya paparan estrogen berhubungan dengan peningkatan risiko untuk
berkembangnya kanker payudara, sedangkan berkurangnya paparan justru
memberikan efek protektif. WHO menyatakan bahwa tidak terdapat peningkatan
maupun penurunan insidens Ca mammae yang berhubungan dengan penggunaan
kotrasepsi

injeksi

seperti

depot-medroxyprogesterone

acetate

(DMPA).

Berdasarkan beberapa penelitian, didapatkan kesimpulan bahwa penggunaan


esterogen sebagai terapi penganti hormon (Hormone Replacement Therapy =
HRT) pada wanita perimenopause dan post menopause sedikit meningkatkan
resiko Ca mammae. Resiko meningkat jika pada wanita yang menerima Estrogen
Hormon Replacement Therapy tersebut sebelumnya pernah menderita kelainan
benigna pada mammae-nya.
6. Faktor diet
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of
Sciences menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak

dan insiden dari Ca mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan dalam jangka
waktu panjang dapat meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena,
akan meningkatkan kadar estrogen serum, sehingga akan meningkatkan risiko
kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita yang sering minum
alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih besar. Karena alkohol akan
meningkatkan kadar estriol serum
7. Pernah menderita penyakit payudara non-kanker
Risiko menderita kanker payudara agak lebih tinggi pada wanita yang pernah
menderita penyakit payudara non-kanker yang menyebabkan bertambahnya
jumlah saluran air susu dan terjadinya kelainan struktur jaringan payudara
(hiperplasia atipik).
8. Menarche (menstruasi pertama) sebelum usia 12 tahun
Semakin dini menarche, semakin besar risiko menderita kanker payudara. Risiko
menderita kanker payudara 2-4 kali lebih besar pada wanita yang mengalami
menarche sebelum usia 12 tahun.
9. Menyusui dan Menopause
Dahulu dikatakan bahwa wanita yang menyusui untuk waktu lama (lebih dari 6
bulan selama hidupnya) mempunyai resiko yang lebih rendah untuk menderita Ca
mammae dibandingkan wanita yang tidak menyusui. Namun saat ini pendapat itu
tidak lagi disetujui. Untuk wanita yang mengalami menopause pada usia diatas 55
tahun, resiko timbulnya Ca mammae 2 kali lebih besar dibandingkan dengan
mereka yang mulai menopause sebelum usia 45 tahun. Induksi menopause buatan
dapat menurunkan resiko Ca mammae, misalnya pada wanita-wanita yang
mengalami oophorectomy (pengangkatan ovarium) pada usia kurang dari 35
tahun.
10. Kepadatan Jaringan Payudara
Jaringan payudara dapat padat ataupun berlemak. Wanita yang pemeriksaan
mammogramnya menunjukkan jaringan payudara yang lebih padat, risiko untuk
menjadi kanker payudaranya meningkat
11. Obesitas

Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa


penelitian menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara
kemungkinan karena tingginya kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Sumber
estrogen utama pada wanita postmenopause berasal dari konversi androstenedione
menjadi estrone yang berasal dari jaringan lemak, dengan kata lain obesitas
berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen jangka panjang. Penelitian
membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan langsung dengan
berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali lebih
tinggi daripada wanita tidak obese.
12. Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker
payudara, antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and
BRCA2 termasuk tumor supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan
dengan invasive ductal carcinoma, poorly differentiated, dan tidak mempunyai
reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2 berhubungan dengan invasive ductal
carcinoma yang lebih well differentiated dan mengekspresikan reseptor hormon.
Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan mempunyai risiko kanker
payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal cenderung untuk
berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
2.3.3 Klasifikasi Kanker Payudara
1. Non invasive carcinoma
a) Ductal carcinoma in situ
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada
sel kanker yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran
menjadi tersumbat dan membesar seiring bertambahnya sel kanker di
dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul dalam saluran yang tersumbat dan
terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster atau tak beraturan
(clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala
kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya
massa yang secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada

mammografi. DCIS kadang ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter


melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar 20%-30% kejadian kanker
payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika diabaikan dan tidak
ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi penyebaran
ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel
cenderung lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan
perkembangan lebih lambat, terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal.
Sel ini disebut solid, papillary atau cribiform. Tipe kedua, disebut
comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal perkembangannya,
terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.

Gambar 2.2 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar
dari ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)

b) Lobular carcinoma in situ


Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan
sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang
memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.
Mengacu pada National Cancer Institute, Amerika Serikat, seorang wanita
dengan LCIS memiliki peluang 25% munculnya kanker invasive (lobular
atau lebih umum sebagai infiltrating ductal carcinoma) sepanjang
hidupnya.

Gambar 2.3 Lobular carcinoma in situ


2. Invasive carcinoma
I. Pagets disease dari papilla mammae
Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun
1974. Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat
berupa lesi bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan
dengan DCIS (Ductal Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan
dengan kanker invasif. Biopsi papilla mammae akan menunjukkan suatu populasi
sel yang identik (gambaran atau perubahan pagetoid). Patognomonis dari kanker ini
adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola (Paget's cells) dalam deretan
epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi lumpectomy, mastectomy,
atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan adanya kanker
invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60%
kasus kanker ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke
KGB aksila. Kanker ini biasanya terdapat pada wanita perimenopause or
postmenopause dekade kelima sampai keenam, sebagai massa soliter dan
keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan meilntang, tampak
permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah dengan garis
berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan payudara.

Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran


histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar
4% dari seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker
payudara herediter yang berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran
yang cepat dapat terjadi sekunder terhadap nekrosis dan perdarahan. 20%
kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik mikroskopik dari medullary
carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat terutama terdiri dari
sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang berdiferensiasi buruk
dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan minimal atau
tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer,
dan kurang dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini
mempunyai 5-year survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau
invasive lobular carcinoma.
c. Mucinous (colloid) carcinoma (2%)
Mucinous carcinoma (colloid carcinoma), merupakan tipe khusus lain dari
kanker payudara, sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif,
biasanya muncul sebagai massa tumor yang besar dan ditemukan pada wanita
yang lebih tua. Karena komponen musinnya, sel-sel kanker ini dapat tidak
terlihat pada pemeriksaan mikroskopik.
d. Papillary carcinoma (2%)
Papillary carcinoma merupakan tipe khusus dari kanker payudara sekitar
2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan pada
wanita dekade ketujuh dan sering menyerang wanita non kulit putih.
Ukurannya kecil dan jarang mencapai diameter 3 cm. McDivitt dan kawankawan menunjukkan frekuensi metastasis ke KGB aksila yang rendah dan 5and 10-year survival rate mirip mucinous dan tubular carcinoma.
e. Tubular carcinoma (2%)
Tubular carcinoma merupakan tipe khusus lain dari kanker payudara
sekitar 2% dari semua kanker payudara yang invasif. Biasanya ditemukan

pada wanita perimenopause dan pada periode awal menopause. Long-term


survival mendekati 100%.
III. Invasive lobular carcinoma (10%)
Invasive lobular carcinoma sekitar 10% dari kanker payudara. Gambaran
histopatologi meliputi sel-sel kecil dengan inti yang bulat, nucleoli tidak jelas, dan
sedikit sitoplasma. Pewarnaan khusus dapat mengkonfirmasi adanya musin dalam
sitoplasma, yang dapat menggantikan inti (signet-ring cell carcinoma). Seringnya
multifokal, multisentrik, dan bilateral. Karena pertumbuhannya yang tersembunyi
sehingga sulit untuk dideteksi.
IV. Kanker yang jarang
adenoid cystic, squamous cell, apocrine

2.3.4 Staging 6

Tabel 1.3. TNM Staging System untuk Breast Cancer


Tumor Primer (T)
TX

Tumor primer tidak dapat dinilai

T0

Tidak ada bukti terdapat tumor primer

Tis

Carcinoma in situ

Tis(DCIS) Ductal carcinoma in situ


Tis(LCIS)

Lobular carcinoma in situ

Tis(Paget' Paget's disease dari papilla mammae tanpa tumor (Catatan :


s)
Paget's disease yang berhubungan dengan tumor
diklasifikasikan menurut ukuran tumor)
T1

Tumor 2 cm

T1mic

Microinvasion 0.1

T1a

Tumor > 0.1 cm tetapi tidak lebih dari 0.5 cm

T1b

Tumor > 0.5 cm tetapi tidak lebih dari 1 cm

T1c

Tumor > 1 tetapi tidak lebih dari 2 cm

T2

Tumor > 2 cm tetapi tidak lebih dari 5 cm

T3

Tumor > 5 cm

T4

Tumor ukuran berapapun dengan perluasan langsung ke


dinding dada atau kulit, seperti yang diuraikan dibawah ini :

T4a

Perluasan ke dinding dada, tidak melibatkan otot pectoralis

T4b

Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit


[ayudara, atau ada nodul satelit terbatas di kulit payudara
yang sama

T4c

Kriteria T4a dan T4b

T4d

Inflammatory carcinoma

Kelenjar Getah BeningKlinis (N)

NX

KGB regional tidak dapat dinilai (misalnya sebelumnya telah


diangkat)

N0

Tidak ada metastasis ke KGB regional

N1

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral tetapi dapat digerakkan

N2

Metastasis KGB aksilla ipsilateral tetapi tidak dapat


digerakkan atau terfiksasi, atau tampak secara klinis ke KGB
internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis tidak
terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N2a

Metastasis ke KGB aksilla ipsilateral dengan KGB saling


melekat atau melekat ke struktur lain sekitarnya.

N2b

Metastasis hanya tampak secara klinis ke KGB internal


mammary ipsilateral dan tidak terbukti secara klinis terdapat
metastasis ke KGB aksilla ipsilateral

N3

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral dengan atau


tanpa keterlibatan KGB aksilla, atau secara klinis ke KGB
internal mammary ipsilateral tetapi secara klinis terbukti
terdapat metastasis ke KGB aksilla ipsilateral; atau
metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral dengan atau
tanpa keterlibatan KGB infraklavikula atau aksilla ipsilateral

N3a

Metastasis ke KGB infraklavikula ipsilateral

N3b

Metastasis ke KGB internal mammary dan aksilla

N3c

Metastasis ke KGB supraklavikula ipsilateral

Kelenjar Getah Bening RegionalPatologia anatomi (pN)


pNX

KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat


atau tidak dilakukan pemeriksaan patologi)

pN0b

Secara histologis tidak terdapat metastasis ke KGB, tidak ada


pemeriksaan tambahan untuk isolated tumor cells (Catatan :
Isolated tumor cells (ITC) diartikan sebagai sekelompok tumor
kecil yang tidak lebih dari 0.2 mm, biasanya dideteksi hanya
dengan immunohistochemical (IHC) atau metode molekuler

pN0(i)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC


(-)

pN0(i+)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC


(+), IHC cluster tidak lebih dari 0.2 mm

pN0(mol Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


)
pemeriksaan molekuler (-) (RT-PCR)
pN0(mol
+)

Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis,


pemeriksaan molekuler (+) (RT-PCR)

pN1

Metastasis ke 1-3 KGB aksila, dan atau KGB internal


mammary terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi
sentinel KGB, secara klinis tidak tampak

pN1mi

Micrometastasis (> 0.2 mm, < 2.0 mm)

pN1a

Metastasis ke 1-3 KGB aksila

pN1b

Metastasis ke KGB internal mammary terdeteksi secara


mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB, secara klinis tidak
tampak

pN1c

Metastasis ke 1-3 KGB aksila dan ke KGB internal mammary


terdeteksi secara mikroskopis melalui diseksi sentinel KGB,
secara klinis tidak tampak (jika berhubungan dengan >3 (+)
KGB aksila, KGB internal mammary diklasifikasikan sebagai
pN3b)

pN2

Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke


KGB internal mammary tetapi secara klinis tidak terbukti
terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN2a

Metastasis ke 4-9 KGB aksila (sedikitnya 1 tumor > 2 mm)

pN2b

tampak secara klinis ke KGB internal mammary tetapi secara


klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB aksilla

pN3

Metastasis ke 10 KGB aksila, atau KGB infraklavikula, atau


secara klinis ke KGB internal mammary ipsilateral dan
terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3
metastasis ke KGB aksilla tetapi secara klinis microscopic
metastasis (-) ke KGB internal mammary; atau ke KGB
supraklavikular ipsilateral

pN3a

Metastasis ke 10 KGB aksila (minimal 1 tumor > 2 mm),


atau metastasis ke KGB infraklavikula

pN3b

Secara klinis metastasis ke KGB internal mammary ipsilateral


dan terdapat 1 atau lebih metastasis ke KGB aksilla atau > 3
metastasis ke KGB aksilla dan dalam KGB internal mammary
dengan kelainan mikroskopis yang terdeteksi melalui diseksi

KGB sentinel, tidak tampak secara klinis


pN3c

Metastasis ke KGB supraklavikular ipsilateral

Metastasis Jauh (M)


MX

Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0

Tidak terdapat metastasis jauh

M1

Terdapat metastasis jauh

Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau
dengan pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB.
Klasifikasi semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang
selanjutnya direncanakan untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on
Cancer: AJCC Cancer Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp
227228.

2.3.5 Diagnosis
a. Anamnesa
Gejala yang yang paling sering meliputi 3 :
1. Penderita merasakan adanya perubahan pada payudara atau pada puting
susunya
a. Benjolan atau penebalan dalam atau sekitar payudara atau di daerah ketiak
b. Puting susu terasa mengeras
2. Penderita melihat perubahan pada payudara atau pada puting susunya
a. Perubahan ukuran maupun bentuk dari payudara
b. Puting susu tertarik ke dalam payudara
c. Kulit payudara, areola, atau puting bersisik, merah, atau bengkak. Kulit
mungkin berkerut-kerut seperti kulit jeruk.
3. Keluarnya sekret atau cairan dari puting susu
Pada awal kanker payudara biasanya penderita tidak merasakan nyeri. Jika sel
kanker telah menyebar, biasanya sel kanker dapat ditemukan di kelenjar limfe

yang berada di sekitar payudara. Sel kanker juga dapat menyebar ke berbagai
bagian tubuh lain, paling sering ke tulang, hati, paru-paru, dan otak.(4)
Pada 33% kasus kanker payudara, penderita menemukan benjolan pada
payudaranya. Tanda dan gejala lain dari kanker payudara yang jarang ditemukan
meliputi pembesaran atau asimetrisnya payudara, perubahan pada puting susu
dapat berupa retraksi atau keluar sekret, ulserasi atau eritema kulit payudara,
massa di ketiak, ketidaknyamanan muskuloskeletal. 50% wanita dengan kanker
payudara tidak memiliki gejala apapun. Nyeri pada payudara biasanya
berhubungan dengan kelainan yang bersifat jinak.(6)
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat
edema (peau dorange), retraksi kulit atau puting susu, dan eritema.6

Gambar 2. 16 Pemeriksaan Mamae dengan Inspeksi


2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi
kelenjar limfe di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba
atau suatu lymphadenopathy, harus dinilai lokasinya, ukurannya, konsistensinya,
bentuk, mobilitas atau fiksasinya.6

Gambar 2.17 Pemeriksaan Mamae dengan Palpasi

c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi.
Karsinoma yang tumbuh lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi
setidaknya 2 tahun sebelum mencapai ukuran yang dapat dideteksi melalui
palpasi. (6,9)
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini
terus dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya.
Mammografi konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy)
setiap penggunaannya. Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan
25% dari dosis radiasi mammografi. Mammografi dapat digunakan baik sebagai
skrining maupun diagnostik. Mammografi mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu
kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO memberikan gambaran
jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan axillary tail
of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih
baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara
dengan tingkat false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%.
Gambaran mammografi yang spesifik untuk karsinoma mammae antara lain
massa padat dengan atau tanpa gambaran seperti bintang (stellate), penebalan
asimetris

jaringan

mammae

dan

kumpulan

mikrokalsifikasi.

Gambaran

mikrokalsifikasi ini merupakan tanda penting karsinoma pada wanita muda, yang
mungkin merupakan satu-satunya kelainan mammografi yang ada. Mammografi
lebih akurat daripada pemeriksaan klinis untuk deteksi karsinoma mammae
stadium awal, dengan tingkat akurasi sebesar 90%. Protokol saat ini berdasarkan
National Cancer Center Network (NCCN) menyarankan bahwa setiap wanita

diatas 20 tahun harus dilakukan pemeriksaan payudara setiap 3 tahun. Pada usia di
atas 40 tahun, pemeriksaan payudara dilakukan setiap tahun disertai dengan
pemeriksaan mammografi. Pada suatu penelitian atas screening mammography,
menunjukkan reduksi sebesar 40% terhadap karsinoma mammae stadium II, III
dan IV pada populasi yang dilakukan skrining dengan mammografi.7
2. Ultrasonografi (USG)
Penggunaan USG merupakan pemeriksaan penunjang yang penting untuk
membantu hasil mammografi yang tidak jelas atau meragukan, baik digunakan
untuk menentukan massa yang kistik atau massa yang padat. Pada pemeriksaan
dengan USG, kista mammae mempunyai gambaran dengan batas yang tegas
dengan batas yang halus dan daerah bebas echo di bagian tengahnya. Massa
payudara jinak biasanya menunjukkan kontur yang halus, berbentuk oval atau
bulat, echo yang lemah di bagian sentral dengan batas yang tegas. Karsinoma
mammae disertai dengan dinding yang tidak beraturan, tetapi dapat juga berbatas
tegas dengan peningkatan akustik. USG juga digunakan untuk mengarahkan fineneedle aspiration biopsy (FNAB), core-needle biopsy dan lokalisasi jarum pada
lesi payudara. USG merupakan pemeriksaan yang praktis dan sangat dapat
diterima oleh pasien tetapi tidak dapat mendeteksi lesi dengan diameter 1 cm.6
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Sebagai alat diagnostik tambahan atas kelainan yang didapatkan pada
mammografi, lesi payudara lain dapat dideteksi. Akan tetapi, jika pada
pemeriksaan klinis dan mammografi tidak didapat kelainan, maka kemungkinan
untuk mendiagnosis karsinoma mammae sangat kecil.(6)
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk
skrining. Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae
yang rekuren atau jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa
mammae kontralateral pada wanita dengan karsinoma payudara, menentukan
penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma lobuler atau menentukan respon
terhadap kemoterapi neoadjuvan.(7)
4. Biopsi

Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan


sitologi merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan
resiko yang rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis
sitologi dari karsinoma mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel,
karena lesi yang dalam mungkin terlewatkan. Insidensi false-positive dalam
diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan tingkat false-negative sebesar
10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan menghiraukan massa
dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif, kecuali
secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil
negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan
dengan jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy
dari massa yang dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan costeffective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum
memutuskan tindakan defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat
dipercaya. FNAB atau core-needle biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan
hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang rendah, tetapi ketika hasilnya
negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open biopsy dapat berupa
biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional mengambil
sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya coreneedle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau
klinis curiga suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle
biopsy. Pada biopsi eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai
salah satu faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini
mewakili gangguan biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan
perkembangan karsinoma. Biomarker ini digunakan sebagai hasil akhir dalam
penelitian kemopreventif jangka pendek dan termasuk perubahan histologis,
indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah pada karsinoma. (8)

Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara
lain (1) petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA),
BrUdr dan Ki-67; (2) petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3)
petanda angiogenesis seperti vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth factor receptors seperti
human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal growth factor
receptor (EGFr) dan (5) p53. (6)

2.3.6 Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society (
4)

Wanita berumur 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara


terus-menerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.

Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara


(termasuk mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang
periodik oleh dokter, dianjurakan setiap 3 tahun.

Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri


mulai umur 20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila
menemukan kelainan.

Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.

Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap


tahun, dan konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau
tidak.

Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik
tiap tahun.

Wanita termasuk risiko tinggi bila :

- mempunyai gen mutasi dari BRCA1 atau BRCA2


-

mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik)


yang memiliki gen mutasi dari BRCA1 atau

BRCA2 tetapi belum pernah

melakukan pemeriksaan genetik


- mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama
berdasarkan riwayat keluarga

- pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
- mempunyai Li-Fraumeni syndrome, Cowden syndrome, atau Bannayan-RileyRuvalcaba syndrome, atau ada kerabat dekat tingkat pertama memiliki salah satu
sindrom-sindrom ini.

Wanita dengan risiko sedang bila :

- mempunyai risiko kanker 15-20% menurut penilaian faktor risiko terutama


berdasarkan riwayat keluarga
- mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ
(DCIS), lobular carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH),
atau atypical lobular hyperplasia (ALH)
- mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada
pemeriksaan mammogram
2.3.7 Penatalaksanaan
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif.
Pengobatan pada stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat
adjuvant. Untuk stadium I dan II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau
modified radikal mastectomy dengan atau tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.

Gambar 7. Macam-macam operasi carcinoma mammae

Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika
adjuvant. Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama
untuk mengurangi penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb
atau yang dinamakan locally advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat

diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal terapi dan sitostatika. Stadium IV
pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu hormonal dan khemoterapi.
Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut
(T3,T4) dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan
terapi multimodalitas, tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif
diberikan pada pasien dengan stadium IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh
atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat direseksi. (7,10)
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer
hingga batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB
(kelenjar getah bening) aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai
reseksi segmental, lumpectomy, mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan
konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk wanita dengan karsinoma
mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya memerlukan reseksi
tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi dengan
garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas
karsinoma mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan
mammae normal yang adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor.
Dilakukan juga permintaan atas status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu
kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk
penentuan stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node
biopsy merupakan prosedur staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan
adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel node biopsy menunjukkan hasil negatif,
diseksi KGB akilla tidak dilakukan.7
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:

Eksisi terbatas hanya mengangkat seluruh


tumornya saja. Cara ini tidak dianjurkan untuk Ca mammae

Eksisi seluruh tumor beserta jaringan mammae


yang melekat pada tumor untuk meyakinkan batas jaringan bebas tumor.

Eksisi seluruh tumor beserta seluruh quadrant


mammae

yang

mengandung

tumor

dan

kulit

yang

menutupinya

(quadranectomy).
Sebagian besar ahli bedah membatasi segmental mastectomy pada pasienpasien dengan tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm).
Mastectomy segmental harus dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa
radiasi resiko kekambuhannya tinggi.
2. Modified Radical Mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara
yang kecil), kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi
merupakan indikasi dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
digunakan oleh para ahli bedah.

Prosedur Patey dan modifikasi dari Scanlon


M. pectoralis mayor tetap dipertahankan sedangkan M. pectoralis minor
dan kelenjar limfe level I, II dan III pada axilla diangkat. Scanlon
memodifikasi prosedur Patey dengan memisahkan tetapi tidak mengangkat M.
pectoralis minor, sehingga kelenjar limfe apical (level III) dapat diangkat dan
saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.

Prosedur yang dibuat oleh Auchincloss

Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M.
Pectoralis minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe
paling atas, Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang
memperoleh manfaat dengan adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level
tertinggi. Ini yang membuat prosedur Auchincloss menjadi prosedur yang paling
populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
3. Total Mastectomy

Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup
operasi pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total
mastectomy tidak mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi
radiasi post operasi. Prosedur ini didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan
sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae dan seharusnya tidak diangkat, juga
ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan penyebaran sel-sel ganas sebagai
akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk
wanita dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk
mengurangi resiko rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb
setelah lumpectomy. Radiasi juga diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis
yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi
dan metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan
terapi radiasi adjuvan. (6)

2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan
pada Ca mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan
pada Ca mammae yang sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant.
Biasanya

diberikan

kombinasi

CMF

(Cyclophosphamide,

Methotrexate,

Fluorouracil).
Kemoterapi dan obat penghambat hormon seringkali diberikan segera setelah
pembedahan

dan dilanjutkan selama beberapa bulan atau tahun. Pengobatan ini

menunda kembalinya kanker dan memperpanjang angka harapan hidup penderita.


Pemberian beberapa jenis kemoterapi lebih efektif dibandingkan dengan
kemoterapi tunggal. Tetapi tanpa pembedahan maupun penyinaran, obat-obat
tersebut tidak dapat menyembuhkan kanker payudara.

Efek samping dari kemoterapi bisa berupa mual, lelah, muntah, luka terbuka di
mulut yang menimbulkan nyeri atau kerontokan rambut yang sifatnya sementara.
Pada saat ini muntah relatif jarang terjadi karena adanya obat ondansetron. Tanpa
ondansetron, penderita akan muntah sebanyak 1-6 kali selama 1-3 hari setelah
kemoterapi. Berat dan lamanya muntah bervariasi, tergantung kepada jenis
kemoterapi yang digunakan dan penderita. Selama beberapa bulan, penderita juga
menjadi lebih peka terhadap infeksi dan perdarahan. Tetapi pada akhirnya efek
samping tersebut akan menghilang.
Tamoxifen adalah obat penghambat hormon yang bisa diberikan sebagai terapi
lanjutan setelah pembedahan. Tamoxifen secara kimia berhubungan dengan
estrogen dan memiliki beberapa efek yang sama dengan terapisulih hormon
(misalnya mengurangi risiko terjadinya osteoporosis dan penyakit jantung serta
meningkatkan risiko terjadinya kanker rahim). Tetapi tamoxifen tidak mengurangi
hot flashes ataupun merubah kekeringan vagina akibat menopause.
Obat penghambat hormon lebih sering diberikan kepada:

Kanker yang didukung oleh estrogen

Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2


tahun setelah terdiagnosis

Kanker yang tidak terlalu mengancam jiwa penderita.

Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40
tahun dan masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam
jumlah besar atau kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause.
Tamoxifen memiliki sedikit efek samping sehngga merupakan obat pilihan
pertama. Selain itu, untuk menghentikan pembentukan estrogen bisa dilakukan
pembedahan untuk mengangkat ovarium (indung telur) atau terapi penyinaran
untuk menghancurkan ovarium.

Jika kanker mulai menyebar kembali berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah


pemberian obat penghambat hormon, maka digunakan obat penghambat hormon
yang lain.
Aminoglutetimid adalah obat penghambat hormon yang banyak digunakan
untuk mengatasi rasa nyeri akibat kanker di dalam tulang. Hydrocortisone (suatu

hormon steroid) biasanya diberikan pada saat yang bersamaan, karena


aminoglutetimid menekan pembentukan hydrocortisone alami oleh tubuh.
a. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan memberikan hasil yang minimal pada karsinoma mammae
tanpa pembesaran KGB dengan tumor berukuran kurang dari 0,5 cm dan tidak
dianjurkan. Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan dengan
resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan. Faktor prognostik yang
tidak menguntungkan termasuk invasi pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan
histologis yang tinggi, overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang
negatif sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain siklofosfamid,
doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.
Untuk wanita dengan karsinoma mammae yang reseptor hormonalnya negatif dan
lebih besar dari 1 cm, kemoterapi adjuvan cocok untuk diberikan. Rekomendasi
pengobatan saat ini, berdasarkan NSABP B-15, untuk stadium IIIa yang operabel
adalah modified radical mastectomy diikuti kemoterapi adjuvan dengan doxorubisin
diikuti terapi radiasi. (6)

b. Neoadjuvant chemotherapy
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang diberikan sebelum
dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan apabila tumor terlalu besar untuk
dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut adalah kemoterapi
neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan
diseksi KGB aksilla bila diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan
terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan
digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor tersebut, sehingga
memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti dengan
kemoterapi dan radioterapi. (6)
3. Terapi anti-estrogen

Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor
hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan
pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi
baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen
sekitar 60% pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang
positif, tetapi lebih rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif.
Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri
tulang, hot flushes, mual, muntah dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan
tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan tamoxifen adalah karsinoma
endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun. Beberapa ahli
onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi neoadjuvan
pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang
positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen
(tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.6,7

4. Terapi antibodi anti-HER2/neu


Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru
didiagnosis, saat ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada
pasien tanpa pembesaran KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan
karena

dengan regimen adriamycin menberikan respon yang lebih baik pada

karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu. Pasien dengan overekspresi


Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang ditambahkan pada
kemoterapi adjuvan.
2.3.8 Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun
1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir
program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%,
stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk
stasium IV adalah 18%. (6)

BAB III
KESIMPULAN

1. Tumor Mamae (payudara) diklasifikasikan menjadi 2 kelompok kategori yaitu,


tumor payudara jinak (benign) dan tumor payudara ganas (maligna).
2. Hampir 40 % pasien wanita yang datang berobat ke dokter atau rumah sakit,
datang dengan kelainan lesi jinak payudara. Selain tingginya insiden dari lesi
mamae yang bersifat benign, keganasan pada kelenjar mamae juga menjadi
penyebab utama kematian pada wanita.
3. Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk menjadi
kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari.
4. Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan
juga biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna
pada mayoritas dari pasien.

5. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi,
yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker
payudara baru yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya
ditemukan di negara maju, sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang
(Moningkey, 2000).
6. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma
serviks uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin
payudara.
7. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur
pemeriksaan klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard
diagnostik menggunakan pemeriksaan histopatologik

DAFTAR PUSTAKA

1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M
et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
2. De jong, Syamsuhadi. Ilmu Bedah. EGC. Jakarta. 2005.
3. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi
Indonesia. Semarang.2003

4. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari


2000. Jakarta.

5. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997


6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam:
Deteksi Dini Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

7. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Jakarta.

8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House
PVT LTD.

9. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M
et all, ed. The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia:
Lippincott Williams and Wilkins. p 40.
10. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S,
Wilson R, Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual.
London: Greenwich Medical Media. p 4, 5-6, 12, 20
11. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood
W.C, ed. Oxford Textbook of Surgery. Second edition. Oxford University
Press. p 107
12. Henry M.M, Thompson J.N. 2007. Breast Disease. Clinical Surgery. Second
edition. Elsevier. p 453
13. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G,
ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg. p 19-21
14. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Surgery for Breast Carcinoma. In:
Schroder G, ed. Atlas of Breast Surgery. Berlin: Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. 67, 81-82
15. Kirby I.B. 2006. The Breast. In: Brunicardi F.C et all, ed. Schwartzs
Principles of Surgery. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books
Company.
16. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Pathology of Benign Breast Disorders. In:
Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast.
Second edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 15
17. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R,
Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second
edition. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 34

18. Skandalakis et all. 2000. Breast. Skandalakis Surgical Anatomy. Second


edition. NewYork: Springer Science and Business Media Inc.
19. Zollinger R.M. 2003. Additional Procedures. In: Zollinger Sr, ed. Zollinger
Atlas of Surgical Operation. Eight edition. New York: McGraw-Hill Books
Company

Laporan Kasus
RS Bhayangkara Sartika Asih

Pembimbing :
dr. Danny Ganiarto Sugandi, SpB

Disusun oleh :
Briggita Wiradi (1015056)
Lidya Krisnawati Sijabat(1015083)
Rafaela Elleny Rinaldy (1015105)
Teddy Wibowo (1015113)
Farizky Dwitia (0815169)

KSM / SMF ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RUMAH SAKIT BHAYANGKARA SARTIKA ASIH
2014

Anda mungkin juga menyukai