PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipersensitivitas (atau reaksi hipersensitivitas) adalah reaksi
berlebihan, tidak diinginkan karena terlalu senisitifnya respon imun
(merusak, menghasilkan ketidaknyamanan, dan terkadang berakibat fatal)
yang dihasilkan oleh
Waktu
Penampakan
Tipe
Histologi
reaksi
klinis
Epidermal
Limfosit, diikuti
(senyawa organik,
48-72
Eksim
makrofag;
jam
(ekzema)
edema
Kontak
48-72
Intraderma
monosit,
(tuberkulin,
makrofag
lepromin, dll.)
Pengerasan
Tuberkulin
jam
Limfosit,
(indurasi) lokal
Granuloma
hari
tubuh (tuberkulosis,
raksaksa, fibrosis
kusta, etc.)
B.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang didapatkan antara lain:
1. Apa Yang dimaksud dengan Hipersensitivitas tipe IV
2. Bagaimana patofisiologi Hipersensitivitas tipe I
3. Apa penyakit oleh Limfosit (Reaksi Hipersensitifitas tipe IV)
C. Tujuan
Adapun tujuan yang didapatkan antara lain:
1. Mengetahui pengertian dari hipersensitivitas tipe IV
2. Mengetahui patofisiologi dari Hipersensitivitas tipe IV
3. Mengetahui penyakit oleh Limfosit (Reaksi Hipersensitifitas tipe IV)
BAB II
PEMBAHASAN
Hipersensitivitas kompleks imun (tipe III) antibodi IgG dan IgM mengikat
antigen yang biasanya ada di sirkulasi darah, dan kompleks antibodi-antigen
mengendap di jaringan yang pada akhirnya akan menginduksi proses inflamasi.
tipe
IV
dikenal
sebagai
hipersensitivitas
yang
diperantarai sel atau tipe lambat (delayed-type). Reaksi ini terjadi karena aktivitas
perusakan jaringan oleh sel T dan makrofag. Waktu cukup lama dibutuhkan dalam
reaksi ini untuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sekresisitokin dan kemokin, serta
akumulasi makrofag dan leukosit lain pada daerah yang terkena paparan.
Beberapa contoh umum dari hipersensitivitas tipe IV adalah hipersensitivitas
pneumonitis,
hipersensitivitas
kontak
(kontak
dermatitis),
dan
reaksi
sama juga terjadi akibat dari reaksi inflamasi kronis melawan jaringan sendiri. IL1
dan IL17 keduanya berkontribusi dalam terjadinya penyakit organ-spesifik yang
dimana inflamasi merupakan aspek utama dalam patologisnya. Reaksi inflamasi
yang berhubungan dengan sel TH1 akan didominasi oleh makrofag sedangkan
yang berhubungan dengan sel TH17 akan didominasi oleh neutrofil.
Reaksi yang terjadi di hipersensitivitas ini dapat dibagi menjadi beberapa 2
tahap: Proliferasi dan diferensiasi sel T CD4+ sel T CD4+ mengenali susunan
peptida yang ditunjukkan oleh sel dendritik dan mensekresikan IL2 yang
berfungsi sebagai autocrine growth factor untuk menstimulasi proliferasi antigenresponsive sel T. Perbedaan antara antigen-stimulated sel T dengan TH1 atau
Th17 adalah terrlihat pada produksi sitokin oleh APC saat aktivasi sel T. APC (sel
dendritik dan makrofag) terkadang akan memproduksi IL12 yang menginduksi
diferensiasi sel T menjadi TH1. IFN- akan diproduksi oleh sel TH1 dalam
perkembangannya. Jika APC memproduksi sitokin seperti IL1, IL6, dan IL23;
yang akan berkolaborasi dengan membentuk TGF- untuk menstimulasi
diferensiasi sel T menjadi TH17. Beberapa dari diferensiasi sel ini akan masuk
kedalam sirkulasi dan menetap di memory pool selama waktu yang lama.
Respon terhadap diferensiasi sel T efektor apabila terjadi pajanan antigen
yang berulang akan mengaktivasi sel T akibat dari antigen yang dipresentasikan
oleh APC. Sel TH1 akan mensekresikan sitokin (umumnya IFN-) yang
bertanggung jawab dalam banyak manifestasi dari hipersensitivitas tipe ini. IFN-
mengaktivasi makrofag yang akan memfagosit dan membunuh mikroorganisme
yang telah ditandai sebelumnya. Mikroorganisme tersebut mengekspresikan
molekul MHC II, yang memfasilitasi presentasi dari antigen tersebut. Makrofag
juga mensekresikan TNF, IL1 dan kemokin yang akan menyebabkan inflamasi.
Makrofag juga memproduksi IL12 yang akan memperkuat respon dari TH1.
Semua mekanisme tersebut akan mengaktivasi makrofag untuk mengeliminasi
antigen. Jika aktivasi tersebut berlangsung secara terus menerus maka inflamasi
kan berlanjut dan jaringan yang luka akan menjadi semakin luas.
TH17 diaktivasi oleh beberapa antigen mikrobial dan bisa juga oleh selfantigen dalam penyakit autoimun. Sel TH17 akan mensekresikan IL17, IL22,
kemokin, dan beberapa sitokin lain. Kemokin ini akan merekrut neutrofil dan
monosit yang akan berlanjut menjadi proses inflamasi. TH17 juga memproduksi
IL12 yang akan memperkuat proses Th17 sendiri.
Reaksi sel T CD8+ sel T CD8+ akan membunuh sel yang membawa antigen.
Kerusakan jaringan oleh CTLs merupakan komponen penting dari banyak
penyakit yang dimediasi oleh sel T, sepert diabetes tipe I. CTLs langsung
melawan histocompatibilitas dari antigen tersebut yang merupakan masalah utama
dalam penolakan pencakokan. Mekanisme dari CTLs juga berperan penting untuk
melawan infeksi virus. Pada infeksi virus, peptida virus akan memperlihatkan
molekul MHC I dan kompleks yang akan diketahui oleh TCR dari sel T CD8+.
Pembunuhan sel yang telah terinfeksi akan berakibat eliminasinya infeksi tersebut
dan juga akan berakibat pada kerusakan sel.
Prinsip mekanisme pembunuhan sel yang terinfeksi yang dimediasi oleh
sel T melibatkan perforins dan granzymes yang merupakan granula seperti
lisosom dari CTLs. CTLs yang mengenali sel target akan mensekresikan
kompleks yang berisikan perforin , granzymes, dan protein yang disebut serglycin
yang dimana akan masuk ke sel target dengan endositosis. Di dalam sitoplasma
sel target perforin memfasilitasi pengeluaran granzymes dari kompleks.
Granzymes adalah enzim protease yang memecah dan mengaktivasi caspase, yang
akan menginduksi apoptosis dari sel target. Pengaktivasian CTLs juga
mengekspresikan Fas Ligand, molekul yang homolog denga TNF, yang dapat
berikatan dengan Fas expressed pada sel target dan memicu apoptosis.
Sel T CD8+ juga memproduksi sitokin (IFN-) yang terlibat dalam reaksi
inflamasi dalam DTH, khususnya terhadap infeksi virus dan terekspos oleh
beberapa agen kontak.
Hipersensitivitas tipe IV dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori berdasarkan
waktu awal timbulnya gejala, serta penampakan klinis dan histologis. Ketiga
kategori tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Waktu
Penampakan
reaksi
klinis
Tipe
Histologi
Epidermal
48-72
Kontak
(senyawa
jam
48-72
Pengerasan
jam
(indurasi) lokal
Intraderma
(tuberkulin,
Tuberkulin
Granuloma 21-28
Pengerasan
lepromin, dll.)
Makrofag, epitheloiddan sel Antigen
persisten
atau
hari
raksaksa, fibrosis
hipersensitivitas
type
IV
disebut
juga
reaksi
dan sitokin proinflamasi. Sel efektor yang berperan pada DTH adalah
makrofag. Contoh-contoh reaksi DTH adalah sebagai berikut :
1) Reaksi tuberculin
Reaksi tuberculin merupakan reaksi dermal yang berbeda dengan
reaksi dermatitis kontak, dan biasanya reaksi ini terjadi 20 jam setelah
terpajan dengan antigen (basil tuberkel). Reaksi ini terdiri atas infiltrasi sel
mononuclear (50% berupa limfosit dan sisanya adalah monosit). Setelah
48 jam, timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh
darah
yang
merusak
hubungan
serat-serat
kolagen
kulit.
10
yang
meningkat,
demikian
pula
dengan
makrofag
terus
berlangsung
akanterjadifibrosis.
11
kira 10% sel D4+ yang antigen spesifik, eskipun sebagian besar
adalah sel T penonton yang tidak spesifik untuk penyerang asal.
-
12
disebut dengan urushiol, komponen aktif pada poison ivy atau poison oak)
pada pejamu yang tersensitisasi dan muncul sebagai suatu dermatitis
vaskularis. Mekanisme dasarnya sama dengan mekanisme pada sensitivitas
tuberculin.
Pajanan
ulang
terhadap
tanaman
tersebut,
sel
CD4+
3) Reaksi granuloma
Pada keadaan yang paling menguntungkan DTH berakhir dengan
hancurnya mikroorganisme oleh enzim lisosom dan produk makrofag lainnya
seperti peroksida radikal dan superoksida. Dan pada beberapa keadaaan
terjadi hal sebaliknya, antigen bahkan terlindung, misalnya telur skistosoma
dan mikobakterium yang tertutup kapsul lipid. DTH kronis sering
menimbulkan fibrosis sebagai hasil sekresi sitokin dan growth factor oleh
makrofag
yang
dapat
menimbulkan
granuloma.
Granuloma adalah bentuk khusus DTH yang terjadi pada saat antigen bersifat
persisten dan / tidak dapat didegradasi. Infiltrate awal sel T CD4+
perivaskular secara progresif digantikan oleh makrofag dalam waktu 2 hingga
3 minggu, makrofag yang terakumulasi secara khusus menunjukkan bukti
morfologis
adanya
aktivasi,
yaitu
semakin
membesar,
memipihdan
13
granuloma
dan
polanya
disebut
inflamasi
granuloma.
menetap
misalnya
pada
alveolitis
alergik.
oleh
karena
tidak
mengandung
limfosit.
Dalam reaksi granuloma ditemukan sel epiteloid yang diduga berasal dari selsel makrofag. Sel-sel raksasa yang memiliki banyak nucleus disebut sel
raksasa langhans. Sel tersebut mempunyai beberapa nucleus yang tersebar di
bagian perifer sel dan oleh karena itu diduga sel tersebut merupakan hasil
diferensiasi
terminal
sel
14
monosit/makrofag.
Granuloma imonologik ditandai oleh inti yang terdiri atas sel epiteloid dan
terkadang Ditemukan sel raksasa yang dikelilingi oleh ikatan limfosit.
Disamping itu dapat ditemukan fibrosis atau endapan serat kolagen yang
terjadi akibat proliferasi fibroblast dan peningkatan sintesis kolagen . pada
beberapa penyakit seperti tuberculosis, di bagian sentral dapat ditemukan
nekrosis
dengan
hilangnya
struktur
jaringan.
Sel TH1 berhubungan dengan tuberculosis bentuk ringan oleh karena sitokin
TH1 mengerahkan dan mengaktivkan makrofag, menimbulkan terbentuknya
granuloma yang mengandung kuman. Sel TH1 spesifik diaktifkan oleh
kompleks peptide MHC dan melepaskan sitokin yang bersifat kemotaktik
untuk berbagai sel, sitokin TH1 terutama IFN- mengaktikan makrofag di
jaringan. Dalam bentuk kronik atau hipersensitiitas lambat , terjadi susunan
sel-sel terorganisasi , yang spesifik dengan sel T di perifer dan mengaktifkan
makrofag yang ada di dalam granuloma dan menimbulkan kerusakan
jaringan. Beberapa makrofag berfusi menjadi sel datia dengan banyak nucleus
atau
berupa
sel
epiteloid.
Penyakit
hipersensitifitas
selular
diduga
merupakan
sebab
15
biasanya tidak sistemik. Pada penyakit hepatitis, virus sendiri tidak sitopatik,
tetapi kerusakan ditimbulkan oleh respon CTL terhadapp hepatosit yang
terinfeksi.
sel CD8+ spesifik untuk antigen atau sel autologus dapat membunuh
sel secara langsung. Pada banyak penyakit autoimun yang terjadi melalui
mekanisme selular, biasanya ditemukan baik sel CD4+ maupun sel CD8+
spesifik untuk self antigen dan kedua sel tersebut dapat menimbulkan
kerusakan.
16
oleh
karena
infeksinya
sulit
dieradikasi.
Inflamasi
17
Banyak penyakit autoimun yang organ spesifik pada manusia didasari oleh reaksi
yang diperantarai oleh sel T
Penyakit
Spesifitas sel T
patogenik
Ensefalomielitis alergi
eksperimental
Penyakit pada
manusia
Contoh pada
hewan
Spesifisitas sel T
belum ditegakkan
Postulat : sklerosis
multipel
Induksi oleh
imunisasi dengan
antigen mielin
SSP; tikus
transgenik
Spesifisitas sel T
belum ditegakkan
Induksi oleh
rusaknya gen IL-2
atau IL-10 atau
kurangnya
regulator sel T
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hipersensitivitas adalah reaksi yang terjadi akibat terpajan antigen yang
berulang yang menyebabkan memicu reaksi patologi. Ada beberapa ciriciri yang umum pada hipersensitivitas yaitu antigen dari eksogen atau
endogen dapat memicu reaksi hipersensitivitas, penyakit hipersensitivitas
biasanya berhubungan dengan gen yang dimiliki setiap orang, reaksi
hipersensitivitas mencerminkan tidak kompaknya antara mekanisme
afektor dari respon imun dan mekanisme kontrolnya.
Reaksi hipersensitivitas oleh Robert Coombs dan Philip HH Gell (1963)
dibagi 4 tipe rx berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi:
Tipe I, II, III, IV.
Tahun 1995, Janeway dan Travers merevisi tipe IV Gell dan Coombs
menjadi IVa dan Ivb
Reaksi hipersensitivitas tipe IV Terjadi stlh 48 jam akibat aktivasi sel Th
Pada DTH yg berperan adalah sitokin yg dilepas sel T yg mengaktifkan
makrofag & menimbulkan kerusakan jaringan
Contoh : dermatitis kontak, reaksi TB, reaksi penolakan tandur
19
DAFTAR PUSTAKA
20
Kelompok IV
Jeane M.Pinantoan
Muh Nur.Alamsyah
Muh.Fadli
Mutiadasari
Nisrinah Enda T