Anda di halaman 1dari 5

KEBANGKITAN INDONESIA 2020

Membangun Kecerdasan Geostrategi Menuju Asean Economic Community 2015

Pembukaan
Keuntungan letak geografis yang strategis turut menentukan kedudukan pasif atau aktifnya
sebuah bangsa dalam pergaulan international Samratulangi (1982)

Dinamika gerak global saat ini mengarahkan negara dengan kekuatan dan potensinya
masing-masing dalam unifikasi dan spirit regionalisme kawasan yang terintegrasi penuh.
Negara-negara yang terlahir pasca perang dunia, tidak terkecuali pada kawasan asia tenggara
menuntut diri menyesuaikan irama gerak politik global dalam sikap dan strategi geopolitik dan
geostrategi. Gerak politik global turut menjadi indikator dalam menentukan tumbuh kembangnya
sebuah negara dalam pergaulan internasional, hal tersebut kiranya ditentukan oleh prasyarat
internal suatu bangsa yang harus terpenuhi. Dalam hubungan yang lebih kompleks hubungan
international pada sebuah kawasan perlu ditinjau derajat keeratan struktural dalam pelaksanaan
peran atau percaturan politik pada dalam suatu kawasan serta rasa kebersamaan tumbuhnya
kerjasama regional tersebut. Asean sebagai sebuah kawasan dalam hubungan politik menuntut
prasyarat kesamaan sebagai negara berdaulat yang memiliki kepentingan yang sama atas
wilayah, baik pada segi ekonomi sosial, politik, budaya maupun tujuan, selain juga berada pada
posisi geografis yang sama. Pada ranah yang lebih kompleks, kawasan tidak hanya ditentukan
oleh pada ruang lingkup geografis yang sama melainkan pada strategi geopolitik yang melandasi
hubungan internasional yang seimbang dan berkelanjutan hingga pada bentuk kesadaran
kawasan yang sama. Pada kawasan ini, erat dengan kesamaan kultur asia dan kesamaan ruang
geografis yang sama.
Indonesia sebagai negara di kawasan asia tenggara yang tergabung dalam ASEAN secara
bersama telah merumuskan sebuah perangkat kerjasama ekonomi berbasis kawasan dalam taraf
peningkatan perekonomian dan daya saing pada kancah internasional. Rencana dalam frame
AEC yang efektif di penghujung tahun 2015 tersebut merujuk pada piagam ASEAN tahun 2007
silam yang mengusung asas pasar bebas (Free Trade) diantaranya arus bebas barang, arus bebas

jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal dan arus bebas tenaga kerja terampil, yang kesemua
hal tersebut dirasakan cukup dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan serta
mengurangi kemiskinan. AEC merupaka salah satu pilar dari tiga pilar utama hasil ratifikasi
piagam asean yang diantaranya adalah Asean security community, Asean socio-cultural yang
diterapkan secara bertahap. Hal ini tidak lain adalah babakan baru yang menjadi konsekuensi
bersama negara asean dan terhitung sebuah langkah maju yang berani, mengingat jika menarik
lebih kedalam pada kondisi internal masing-masing negara, nyaris sulit ditemukan salah satu
indikator yang dirasa cukup dalam kriteria kompetitif tersebut, terlebih belum meratanya
pertumbuhan ekonomi masing-masing negara ASEAN. Lalu apakah yang harus dilakukan oleh
negara dikawasan ASEAN? Harapan dari realisasi AEC adalah integrasi ekonomi sebagaimana
yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara
anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang
ada dan baru dengan batas waktu yang jelas, pada aras yang lebih jauh lagi AEC diharapakan
akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih
dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan
baru inisiatif ekonomi yang ada; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas;
fasilitasi pergerakan orang bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan
mekanisme ASEAN.
Konteks negara modern berdaulat memerlukan prasyarata teritorial, negara modern yang
lahir pasca perang dunia II dan Perang Dingin di kawasan ASEAN mempunyai latar belakang
sebagai negara tradisional yang cenderung ditentukan oleh pusatnya, hal ini yang sering
mengakibatkan konflik atau gesekan dalam hal pengelolaan wilayah teritorial. Isyarat tentang
terciptanya sebuah kerjasama ekonomi kawasan telah lama didengungkan, meskipun belakang
menabrak batas-batas tegas negara modern dalam jargon the bordeless word oleh Kenichi
Ohmae, namum fakta teritorial masih menjadi pertimbangan dalam geostrategi negara di asia
tenggara, hal ini tentu nampak kontradiktif dengan kebijakan ekonomi kawasan seperti AEC.
Issue wilayah teritorial masih menempati aras utama dalam hal pertahanan dan keamanan sebuah
negara tekhusus pada disiplin kajian geopolitik. Teritorial atau wilayah kedaulatan yang menurut
Cox merupakan unsur utama yang didukung oleh unsur kedua yakni the state atau negara, Cox
menggambarkan peran penting negara dalam pembahsan geografi politik dalam hal pengelolaan,

penentuan batas negara, mengatur lalu-lintas batas (manusia, komodit dan uang) dan peran
negara merupakan faktor penentu terintegrasinya suatu wilayah.
Guna menunjang kerangka kerjasama kawasan, selain syarat terselesainya problem
definisi teritorial juga dibutuhkan prasyarat social budaya. Kebutuhan akan tersebut jika
mengurai sejarah dapat ditemukan bahwa tradisi kemaritiman turut menunjang lahirnya jaring
komunikasi masalalu antar berbagai wilayah di kawasan asia tenggara. Jaring komunikasi hingga
berujung pada gerak berpindahnya masyarakat pada kawasan asia tenggara turut memberi
gambaran heterogenitas masyarakat asia tenggara. Keberagaman corak budaya masyarakat asia
serta struktur social kompleks juga ditunjang aspek religiusitas yang berkembang di kawasan
tersebut, ditengarai turut menjadi landasan kelahiranya negara modern dikawasan asia tenggara
Dinamika politik suatu negara tentu tidak dapat diabaikan, stabilitas politik internal
negara serta merta turut menentukan langkah geostrategis negara dalam hubungan international.
Prasyarat terpenuhinya lapis kepemimpinan nasional menjadi mutlak dan harus tersedia dalam
panggung politik global, yang dimana kapasitas kepempinan baiknya sarat akan proyeksi dan
visi gerak maju secara international. Ketersedian inti pimpinan nasional yang demikian tentunya
nampak masih jauh dari gambaran ideal yang layak di level international, orientasi politik luar
negeri hanya menjadi sekedar jargon yang terbungkus kepentingan politik nasional, selebihnya
inti pimpinan nasional masih berkutat pada operasi berfikir dan bertindak pada ranah politik
kekuasaan di level nasional bahkan lokal. Kontestasi politik pada definisi ruang yang lain
baiknya segera dirumuskan, kesadaran akan ruang geografis untuk memaksimalkan potensi
teritorial selaras dengan visi politik nasional dan proyeksi gerak international kedepan, hal ini
yang kemudian diterjamahkan dalam bentuk kecerdasan Geopolitk dan geostrategi sebagai
prasyarat kepempinan nasional.
Pertanyaan yang layak diajukan dari penjelasan tersebut diatas tentunya adalah
bagaimana kondisi kita sebagai negara bangsa (Nation-State)? Semangat Kebangkitan sebuah
negara untuk terlibat dalam pergaulan aktif pada ranah Internasional tidak lain adalah sebuah
tafsir yang mendalam pada kondisi internal, hal tersebut menuntut keterlibatan suporting sistem
berkualitas yang layak disandingkan atau minimal setara dengan bangsa yang lain. Kebangkitan
indonesia pada percaturan international baiknya tidak hanya didasrkan pada ukuran keberhasilan
visi global 2020, ataupun untuk segera merumuskan embrio kebangkitan indonesia, prasyarat
historis sebagai negara-bangsa menuntut kita untuk bersegera kembali pada ranah politik

international, panggung pergaulan antar bangsa dan merapikan formasi internal kenegaran baik
pada aras politik terutama perihal kepempinan nasional, aras sosial-budaya perihal kedaulatan
dan keadilan sosial dalam bingkai keberagan kulutral, aras disiplin pengetahuan yang
komprhensif.
Pengetahuan dibutuhkan guna membangun sikap sadar diri sadar posisi pada aras global,
pengetahuan ditujukan pada ranah yang lebih operasional guna menimbang medan formasi gerak
dan formasi pengetahuan yang komprehensif. Dalam ranah pengetahuan yang lebih spesifik,
kecerdasan spasial yang lebih strategis berupa kajian geopolitk dan geostrategi mutlak terpenuhi
oleh lapis kepemimpinan nasional. PMII sebagai organansisasi kader pergerakan terus menerus
dituntut memprodukis gagasan yang lebih operasioal, dengna berbekal pada latar belakang
kesejarahan yang cukup jelas dan tegas tentang kebangsaan dan gerak kebangkitan, serta laju
gerak maju ilmu pengetahuan, PMII agar senantiasa aktif dalam wacana dan panggung lokal
nasioanal dan global. organ yang terlahir dari organisasi masyarakat terbesar di indonesia yakni
Nahdlatul Ulama (NU), tentu semangat kebangkitan turut menjadi warisan yang senantiasa
diemban dan menjadi warna dalam setiap gerakan PMII.

Kondisi hari ini

Semangat kebangkitan nasional

yang dihadapi kedepan

teritorial dalam

siapkah PMII menjadi bagian dari kebangkitan nasional

prasyarat apa yang dibutuhkna PMII sebagai organiasis kaum muda dalam menghadai
AEC 2015

menghubungakan

menghadapi asean community


berarti kontek kebangkitan dalam skala
kontek kepemimpinan tahun ini dan kepempinann kawasan
dalam ontek state harus kena tahun depan 2015
agus Salim lebh dalam dalam kontek keamanan kawasan.
Nilai dalam wacana harus disandingkan dalam Kerangaka Ekopol budaya dan teritory
Mis: Nasionalisme sebagai nilai dalam konteks teritory

Anda mungkin juga menyukai