PNEUMONIA
Oleh:
Akhmad Mustafa
Asri Nur Azizah
Utami Indra Putri
Preseptor:
Prof. Zulkarnain Dahlan dr., SpPD-KP
DEFINISI
Pneumonia kini diklasifikasikan kepada 2 kelompok utama yaitu pneumonia di
rumah perawatan ( PN ) dan pneumonia komunitas ( PK ) yang didapat di masyarakat. Di
samping kedua kelompok ini, terdapat pula pneumonia bentuk khusus.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminal yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada
pemeriksaan histologis, ditemukan reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan
eksudat. Pneumonia dapat terjadi secara primer atau sebagai lanjutan dari infeksi saluran
napas awah akut ( ISNBA ).
Istilah pneumonia dipakai bila peradangan terjadi oleh infeksi akut yang
merupakan penyebabnya yang tersering, sedangkan istilah pneumonitis sering dipakai
untuk proses non-infeksi. Bila proses infeksi teratasi,terjadi resolusi dan biasanya struktur
paru normal kembali. Namun pada pneumonia nekrotikans, terjadi fibrosis.
PK adalah infeksi yang terjadi akibat infeksi di luar RS, sedangkan PN adalah
pneumonia yang terjadi lebih daripada 48 jam setelah dirawat di RS, baik di ruang rawat
umum ataupun ICU tetapi tidak sedang memakai ventilator. Ventilator associated
pneumonia ( PVB ) adalah pneumonia yang terjadi setelah 48-72 jam atau lebih setelah
intubasi trakeal. Healthcare-associated pneumonia ( PPK ) adalah pneumonia pada
pasien yang dirawat oleh perawatan akut di RS selama 2 hari atau lebih dalam waktu 90
hari dari proses infeksi, tinggal di rumah perawatan, mendapat AB intravena, kemoterapi
atau perawatan luka dalam waktu 30 hari proses infeksi ataupun datang ke klinik RS atau
klinik hemodialisis.
Selain 2 kelompok di atas, pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan lokasi lesi di paru
Pneumonia lobaris
Pneumonia interstitialis
Bronkopneumonia
dicurigai adanya infeksi kronik ole bakteri anaerob atau non-bakteri seperti oleh jamur,
mikobakterium atau parasit.
ANATOMI PARU
Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus
dan dewasa menjadi sistem bronkopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris.
Apabila dibagi menjadi dua bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang
tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut menyebabkan implikasi fisiologi yang
berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi terhadap aliran udara,
sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata. Cabang
dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian
disebut bronkiolus. Bronkiolus terminalis membuka saat terjadi pertukaran udara dalam
paru-paru.
Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel
kolumner bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat
pertukaran udara. Silia berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke
faring. Sistem transport mukosilier ini berperan penting dalam mekanisme pertahanan
paru. Sel goblet pada trakea dan bronkus memproduksi musin dalam retikulium
endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet ini meningkat jumlahnya pada beberapa
gangguan seperti bronkitis kronis yang hasilnya hipersekresi mukus dan peningkatan
produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkiolus distal sampai
terminal : bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.
Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding
pulmo sinistra. Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura
interlobularis dalam beberapa lobus pulmonalis. Pulma dekstra dibagi menjadi 3 lobi,
yaitu :
1. Lobus superior
Dibagi menjadi 3 segmen : apikal, posterior dan inferior
2. Lobus medius
Dibagi menjadi 2 segmen : lateralis dan medials
3. Lobus inferior
Dibagi menjadi 5 segmen : apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal,
posterobasal
Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:
1. Lobus superior
Dibagi menjadi segmen : apikoposterior, anterior, lingualis superior dan lingualis
inferior
2. Lobus inferior
Dibagi menjadi 4 segmen : apikal, anteromediobasal, laterobasal dan
posterobasal.
MEKANISME PERTAHANAN PARU
Saluran nafas bagian bawah yang normal adalah steril, walaupun bersebelahan
dengan sejumlah besar mikroorganisme yang menempati orofaring dan terpajan oleh
mikroorganisme dari lingkungan di dalam udara yang dihirup. Sterilitas saluran nafas
bagian bawah adalah hasil mekanisme penyaringan dan pembersihan yang efektif.
1. Pembersihan udara
Temperatur dan kelembaban udara bervariasi, dan alveolus harus terlindung dari
udara dingin dan kering. Mukosa hidung, turbinasi hidung, orofaring dan nasofaring,
mempunyai suplai darah yang besar dan memiliki area permukaan yang luas. Udara
yang terhirup melewati area-area tersebut dan diteruskan ke cabang trakeobronkial,
dipanaskan pada temperatur tubuh dan dilembabkan.
2. Pembau
Reseptor pembau berada lebih banyak di posterior hidung dibandingkan dengan di
trakea dan alveoli, sehingga orang dapat mencium untuk mendeteksi gas yang secara
potensial berbahaya, atau bahan-bahan berbahaya di udara yang dihirup. Inspirasi yang
cepat membawa udara menempel pada sensor pembau tanpa membawanya menempel
pada sensor pembau tanpa membawanya ke paru-paru.
3. Menyaring dan membuang partikel yang terhirup
Udara yang melewati saluran traktus respiratorius awalnya difiltrasi oleh bulu
hidung. Gerakannya menyebabkan partikel besar dapat dikeluarkan. Sedimentasi
partikel berukuran lebih kecil terjsdi akibat gravitasi di jalan nafas yang lebih kecil.
Partikel-partikel tersebut terperangkap dalam mukus yang ada di saluran pernafasan
atas : trakea, bronkus dan bronkiolus. Partikel kecil lainnya disuspensikan sebagai
aerosol dan 80%-nya dikeluarkan.
Pembuangan partikel dilalui dengan beberapa mekanisme :
-
Refleks jalan nafas : refleks batuk, refleks bersin dan refleks glottis
Stimulasi reseptor kimia dan mekanik di hidung, trakea, laring, dan tempat
lain di traktus respiratorius menyebabkan bronkokonstriksi untuk mencegah
penetrasi lebih lanjut dari iritan ke jalan nafas dan juga menghasilkan batuk atau
bersin. Bersin terjadi akibat stimulasi reseptor di hidung atau nasofaring, dan
batuk terjadi sebagai akibat stimulasi reseptor di trakea. Inspirasi yang dalam
demi mencapai kapasitas paru total, diikuti oleh ekspirasi yang melawan glottis
yang tertutup. Tekanan intrapleura dapat meningkat lebih dari 100 mmHg. Selama
fase refleks tersebut glottis tiba-tiba membuka dan tekanan di jalan nafas dan
ekspirasi yang besar, dengan aliran udara yang cepat melewati jalan nafas yang
sempit, sehingga iritan ikut terbawa bersama-sama mukus keluar dari traktus
respiratorius. Saat bersin, ekspirasi melewati mulut. Kedua refleks tersebut juga
membantu mengeluarkan mukus dari jalan nafas.
Paru merupakan struktur kompleks yang terdiri atas kumpulan unit-unit yang
dibentuk melalui percabangan progresif jalan nafas. Kurang lebih 80% sel yang
membatasi jalan nafas di bagian tengah merupakan epitel bersilia, bertingkat, kolumner
dengan jumlah yang semakin berkurang pada jalan nafas bagian perifer. Masingmasing sel bersilia memiliki kira-kira 1000 kali per menit, dengan pergerakan ke depan
yang cepat dan kembali dalam gerakan yang lebih lambat. Gerakan silia juga
terkoordinasi antara sel yang bersebelahan sehingga setiap gelombang disebarkan ke
arah orofaring.
Partikel infeksius yang terkumpul pada epitel skuamosa permukaas hidung
sebelah distal biasabya akan dibersihkan pasa saat bersin, sementara partikel yang
terkumpul pada permukaan bersial yang lebih proksimal akan disapukan ke sebelah
posterior ke lapisan mukus nasofaring, saat partikel tersebut ditelan atau dibatukkan.
Penutupan glottis secara refleks dan batuk akan melindungi saluran nafas bagian bawah.
Partikel infeksius yang melewati pertahanan di dalam saluran nafas dan diendapkan pada
permukaan alveolus dibersihkan oleh sel fagosit dan faktor humoral. Makrofag alveolar
merupakan fagosit utama di dalam saluran nafas bagian bawah. Makrofag alveolar akan
menyiapkan dan menyajikan antigen mikrobial pada limfosit dan mensekrsikan sitokin
yang mengubah proses imun dalam limfosit T dan B.
PATOGENESIS
Proses patogenesis pneumonia terkait dengan 3 faktor yaitu keadaan ( imunitas )
inang, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu
sama lain. Interaksi ini menentukan klasifikasi dan bentuk aifestasi dari pneumonia, berat
ringannya penyakit, diagnosa empirik, rencana terapi secara empiris serta prognosis dari
pasien.
Cara terjadinya penularan berkaitan dengan jenis kuman. Streptococcus
pnemoniae melalui infeksi droplet, Staphylococcus aureus melalui slang infus dan P.
aeruginosa dan Enterobacter melalui pemakaian ventilator.
Patogenesis PK
Gambaran interaksi dari ketiga faktor tersebut tercermin pada kecenderungan terjadinya
infeksi oleh kuman tertentu oleh faktor perubah ( modifying factor ). Berikut adalah
faktor perubah yang meningkatkan risiko infeksi oleh patogen tertentu pada PK.
Pseudomonas aeruginosa
Penyakit paru struktural ( bronkiektasis )
Terapi kortikosteroid
Terapi antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan sebelumnya
Malnutrisi
Patogenesis PN
Patogen yang sampai ke trakea terutama berasal dari aspirasi bahan orofaring,
kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi dan sumber bahan patogen
yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. PN terjadi akibat proses infeksi bila
patogen yang masuk saluran napas bagian bawah tersebut mengalami kolonisasi
setelah dapat melewati hambatan mekanisme pertahanan inang berupa mekanik
( epitel silia dan mukosa ), humoral ( antibodi dan komplemen ) dan seluler ( leukosit
plinuklir, makrofag, limfosit dan sitokin ). Kolonisasi terjadi akibat adanya berbagai
faktor inang dan terapi yang telah dilakukan yaitu adanya penyakit penyerta yang
berat, tindakan bedah, pemberian antibiotik, obat-obatan lain dan tindakan invasif
pada saluran pernapasan. Mekanisme lain adalah pasasi bakteri pencernaan ke paru,
penyebaran hematogen dan akibat tindakan intubasi.
Aktor risiko terjadinya PN dapat dikelompokkan atas 2 golongan yaitu yang tidak
bisa dirubah yaitu berkaitan dengan inang ( jenis kelamin, penyakit paru kronik, atau
gagal organ multipel ) dan terkait tindakan yang diberikan ( intubasi atau slang
nasogastrik ). Pada faktor yang dapat dirubahdapat dilakukan upaya berupa
mengontrol infeksi disinfeksi dengan alkohol, pengawasan patogen resisten ( multi
drug resistence MDR ), penghentian dini pemakain alat invasif dan pengaturan
tatacara pemakaian antibiotik. Faktor risiko kritis adalah ventilasi mekanik >48 jam,
lamanya perawatandi ICU, skor APACHE, adanya ARDS.
PN dan PBV onset dini terjadi dalam 4 hari pertama masuk RS, biasanya
disebabkan oleh bakteri yang sensitif terhadap antibiotik kecuali bila telah pernah
sebelumnya mendapat antibiotik atau dirawat di RS dalam waktu 90 hari.
PN dan PBV onset lanjut ( hari ke-5 atau lebih ), lebih mungkin disebabkan oleh
patogen MDR yang berkaitan dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Faktor resiko terinfeksi patogen multiresisten yang menyebabkan PN dan PBV
dilakukan kultur darah dan kultur sputum jika pasien mempunyai batuk berdahak.
Pemeriksaan dasar ini harus diikuti dengan metode pemeriksaan yang lebih agresif
untuk pasien yang dirawat di ICU.
MRSA koma, cedera kepala, influenza, pemakaian obat IV, DM dan gagal
ginjal.
Ps. aeruginosa pernah dapat antibiotik, ventilator > 2 hari, lama dirawat di
ICU, terapi steroid/ antibiotik, kelainan srukur paru ( bronkiektasis, kistik
fibrosis ), malnutrisi.
Manifestasi Klinis
Pneumonia dapat bervariasi dalam keparahan dari ringan sampai fulminan dan fatal,
dengan penyakit serius berkembang bahkan pada orang yang sebelumnya sehat.
Onset dapat tiba-tiba dan dramatis atau perlahan-lahan. Demam, patuk (tidak
berdahak atau berdahak dengan sputum purulen atau berwarna karat), nyeri dada
pleuritik, mengigil atau kekakuan, dan napas pendek adalah manifestasi umum dari
pneumonia. Simptom yang sering dilaporkan meliputi nyeri kepala, mual, muntah,
diare, mialhia, athralgia, dan/atau patigue. Riwayat jatuh atau kebingungan yang baru
atau lebih buruk dapat menjadi manifestasi yang penting pada lansia. Tanda-tanda
fisik yang berhubungan dengan pneumonia adalah takipnea, egophony, whispering
pectoriloquy, crackles, dan pleural frinction rub. Diagnosis klinis pneumonia harus
dikonfirmasi oleh radiografi dada. Meski pemeriksaan klinis menunjukan penyakit
yang ringan, pasien dengan suhu oral >38,5OC atau mempunyai nyeri dada pleuriik
harus dilakukan radiografi dada.Tanda paling berguna untuk mentukan keparahan
pneumonia dalah kecepatan pernapasan >30/menit pada pasien tanpa penyakit paru.
.
Diagnosis
Standar untuk diagnosis pneumonia adalah radiografi dada, yang tidak 100% sensitif.
CT resolusi tinggi kadang-kdang mendeteksi opasitas paru pada pasien dengan
simptom dan tanda yang menjurus pada pneumonia yang pada radiografi dada tidak
dilaporkan memiliki pneumonia. CT juga lebih dapat menunjukan keterlibatan
bilateral dibadingkan radiografi dada. Jika pneumonia sangat dicurigai pada
penampakan klinis tapi tidak ada opasitas pada radografi dada awal, dapat dilakukan
radiogradi dada ulang dala 24-48 ham atau dilakukan CT. Sangat penting untuk
diingat bahwa opasitas yang tampak pada radiografi dada tidak hanya karena
pneumonia, banyak penyakit lain yang menyebabkan opasitas pada radiografi dada.
Kadang-kadang, diagnosis etiologi dapat ditentukan oleh penemuan pada radiografi
dada. Misalnya lesi kavitasi pada lobus atas meningkatkan kemungkinan tuberkulosis
atau pneumatocele menjurus pada pneumonia S. aureus. Air-fluid level menunjukkan
adalah abses paru, tanda meniskus menunjukkan aspergillosis. Namun, tidak ada
etiologi yang dapat ditentukan dari penemuan radiologis.
Diagnosis etiologi
Kultur darah
Darah harus diambil untuk kultur dari pasien yang akan dirawat jalan jika mereka
sudah mendapatkan terapi antibiotik dan mempunyai: hipertermia (suhu >38,50C),
hipotermia (<360C), gelandangan, atau alcohol abuse. Semua pasien yang dirawat di
rumah sakit karena CAP harus dilakukan dua set kultur darah sebelum dimulainya
terapi antibiotik. Isolat paling sering adalah S. pneumoniae, S. aureus, dan E. coli.
Pewarnaan dan kultur sputum
Pewarnaan Gram digunakan untuk menyari sample sputum untuk kesesuain untuk
kultur dan memikirkan kemungkinan diagnosis etilogi. Sampel sputum dengan >25
sel darah putih dan <10 sel epitel pipih per lapang pandang kecil cocok untuk
kultur.
.
Deteksi antigen patogen paru dalam urin
Antigen L.pneumophilla serogroup 1 dapat dideteksi dalam urin pasien dengan
penyakit legionnaires karena organisme ini. Deteksi antegen urin S. pneumoniae
dengan ELISA mempunyai sensitibitas 80% dan spesifistias 97 dari 100% pada
pasien dengan pneumonia pneumococcal bakteremik. Antigen dapat terdeteksi sampai
1 bulan setel awal pneumonia, dan hasilnya dapat dilihat dalam 15 menit. Pada anakanak, adanya S. pneumoniae pada nasofaring dapat memberikan hasil positif pada tes
antigen urin.
Serologis
Deteski antibodi IgM atau adanya peningkatan empat kali lipat dalam titer antibodi
terhadap antigen antara serum fase skut dan konvalesen dianggap sebagai bukti
organisme tersebut merupakan penyebab pneumonianya. Agen etiologi yang sering
didiagnosis secara serologis: M. pneumoniae, C. pneumoniae, Chlamydia pisittaci,
Legionella spp., C. brunetti, adenovirus, virus parainfluenza, dan influenza virus A.
Tes serologis meliputi complement fixation, indirect immunofluoresence, dan ELISA.
PCR
Amplifikasi DNA atau RNA mikroorganisme yang bukan merupakan flora normal
faring sudah digunakan untuk menentukan organisme tersebut merupakan penyebab
penumonia. Multiplex PCR dapat mendeteksi DNA Legionella spp., M. pneumoniae,
dan C. pneumoniae. .
TERAPI
Pneumonia komunitas ( PK )
Indikasi perawatan di RS :
Hasil lab :
Leukosit < 3000 atau >30000/mm3
PaO2 < 60mmHg atau PaCO2>50mmHg
Kreatinin > 1,2 mg% atau BUN> 20 mg%
Gambaran foto toraks terlihat lesi lobus jamak, adanya rongga, perluasan
yang cepat atau adanya efusi pleura.
Syok septik
Kriteria Minor :
Multilobular
PENATALAKSANAAN
Antibiotik empirik
Faktor antibiotik secara praktis dipilih antibiotik yang ampuh dan secara
empirik terbukti merupakan obat pilihan utama dalam mengatasi kuman
penyebab. Efektivitas antibiotik tergantung kepada kepekaan kuman
terhadap antibiotik ini, penetrasinya ke tempat lesi infeksi, toksisitas,
interaksi degan obat lain dan reaksi pasien misalnya alergi atau intoleransi
KOMPLIKASI
Dapat terjadi komplikasi
pneumonia
ekstrapulmoner misalnya
pada
PROGNOSIS
Pneumonia komunitas ( PK )