PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi
Usus terbentuk pada minggu ke-4 fase embrio hingga bulan ke-6 fase
fetus, dimana periode pertumbuhan mulai dari embrio sepanjang 4 mm
sampai dengan 200 mm. Usus terbentuk pada awal kehidupan disebut
primitive gut, yang terdiri atas 3 bagian yaitu Forgut, Midgut, dan Hindgut.
Forgut akan berdiferensiasi menjadi faring, esophagus, gaster, duodenum,
liver, pancreas, dan apparatus biliaris. Midgut akan menjadi usus halus,
sekum, appendiks, kolon asendens, dan dua per tiga kolon transversum
sedangkan hindgut akan menjadi sepertiga kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, rectum, bagian atas kanalis ani dari system ani dan
bagian dari system urogenital. Hindgut merupakan kelanjutan midgut
sampai membran kloaka, dimana membran ini terdiri dari
endoderm
2.2 Anatomi
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ectoderm, sedangkan rectum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal
anus dan rectum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan
limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya.
Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan
sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri , sedangkan mukosa
rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah
ke ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata
ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Batas atas kanalis anus
disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata.
Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna
rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum
yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di
dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur dan menunjukkan
batas antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis hilton).6,7
Cincin sfingtern anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari
sfingter interna dan sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini
terbentuk dari fusi sfingter interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot
levator (puborektalis) dan komponen m. Sfingter eksternus. M. Sfingter
internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m. Sfingter eksternus
terdiri atas serabut otot lurik.7
Anus adalah bagian luar dari saluran cerna yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya
diperkuat oleh sfingter :4
a. Sfingter ani internus (sebelah atas) yang bekerja tidak menurut ke
hendak.
b. Sfingter levator ani yang juga bekerja tidak menurut kehendak.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.
Perdarahan vena
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah
vena disalurkan dari Vena hemoridalis superior berasal dari pleksus
hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika
inferior dan seterusnya melalui v. Lienalis ke vena porta. Vena ini tidak
berkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di dalamnya.
V. Hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v. Pudenda interna
dan kedalam v. Iliaka interna dan vena kava. Pada batas rektum dan anus
terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui perdaran hemoroidal
antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.4,7
Persarafan
Persarafan
rektum
terdiri
dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas
kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju kearah
struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani
dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi erigantes) berasal dari saraf
sakral kedua, ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan
erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara mengatur
aliran darah kedalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi
pada waktu operasi radikal panggul serta ekstirpasi radikal rektum atau
uterus dapat menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan
fungsi seksual. Otot volunter, yaitu levator ani, koksigeus dan sfingter
eksternus, dilayani oleh saraf dari segmen sakralis keempat.4,6,9
2.3 Fisiologi
Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu
mengeluarkan isi feses dari kolon ke rectum, fungsi defekasi yaitu
mengeluarkan feces secara intermitten dari rectum; menahan isi usus agar
tidak
keluar
pada
saat
tidak
defekasi.
Fungsi
fungsi
tersebut
saling berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidak seimbangan
akan menyebabkan ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing
fungsi.1,5,10
Kontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam
hal ini sangat tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus,
tekanan rectum, serta sudut anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan
dalam anus.(1,5,10)
Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih 25-100 mmHg, dalam
rectum 5-20 mmHg.Apabila sudut antara anus dan rectum lebih dari 80
maka feses akan sulit dipertahankan.(1,5,10)
Pada bayi baru lahir defekasi bersifat otonom tetapi dengan
perkembangan, maturitas defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari
kolon sigmoid ke rectum kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan
terutama pada bayi. Apabila rectum terisi feses maka akan dirasakan oleh
2.4 Definisi
Atresia berasal dari bahasa yunani, a berarti tidak dan trepsis berarti
nutrisi dan makanan. Dalam istilah kedokteran yaitu suatu keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang yang normal.1,8
2.5 Etiologi
Penyebab atresia ani sampai saat ini masih belum jelas, diduga
genetik juga berperan dalam munculnya kelainan ini. Namun ada sumber
yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus disebabkan oleh :8
Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan fusi, atau pembentukan abus dari
tonjolan embriogenik.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan.
Kelaianan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum sfingter
dan otot dasar panggul.
Berkaitan dengan sindrom down.
2.6 Klasifikasi
Menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin, yaitu :8,11
1. Laki-laki
Kelompok I
Kelainan : fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel
tidak ada, invertogram (udara > 1cm dari kulit)
Tindakan : kolostomi neonatus; operasi definitif pada usia 4-6
bulan
Kelompok II
Kelainan : fistel perineum, membrana anal, stenosis anus,
fistel tidak ada, invertogram (udara < 1 cm dari kulit)
Tindakan : operasi langsung pada neonatus
2. Perempuan
Kelompok I
Kelainan : kloaka, vistel vagina, fistel anovestibuler atau
retrovestibuler, atresia rektum, fistel tidak ada, invertogram
(uadar > 1 cm dari kulit)
Tindakan : kolostomi neonatus
Kelompok II
Kelainan : fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada,
invertogram (udara < 1 cm dari kulit)
Klasifikasi lain menurut Ladd dan Gross pada tahun 1934
mengajukan klasifikasi terdiri atas 4 tipe, yaitu :
Tipe I: Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis
dalam berbagai derajat.
Tipe II: Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena
menetapnya membran anus.
Tipe III: Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu
kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus
seharusnya terbentuk (lekukan anus). Merupakan jenis yang paling
sering ditemukan
Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu
kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang
berakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan bentuk yang paling
jarang dijumpai.
10
sling
sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
muskulus sfingter ani interna dalam keadaan utuh, kelainan letak
rendah lebih sering dijumpai pada bayi perempuan. Bentuk yang dapat
ditemukan berupa stenosis anus, tertutupnya anus oleh suatu membran
tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus, dan anus ektopik
yang selalu terletak di anterior lokasi anus yang normal.
anus ektopik
11
berdekatan
dengan
duktus
ejakulatorius.
Fistula
Jenis
fistula
ini
sangat
jarang
ditemukan.
Pada
fistula
12
2.7 Patofisiologi
Kelainan terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjilan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjaadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral
dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar
13
2.8 Diagnosis
Anamnesis6,8,9
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
Bila ada fistula pada perineum (mekkonium +) kemungkinan letak
rendah
Kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau
stenosis kanal rektal, adanya membran anal
bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir,
gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit
abdomen akan kelihatan menonjol
bayi muntah-muntah pada usia 24-48 jam setelah lahir
14
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada semua bayi baru lahir harus dilakukan
pemasukan thermometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui
suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus
imperforate atau tidak. Pada inspeksi tidak adanya lubang anus,
mekonium
tidak
keluar,
atau
keluar
lewat
fistula
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto rontgen menurut metode Wangensteen dan Rice
bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu.
Foto diambil setelah 24 jam setelah lahir, jangan sampai kurang karena
jika kurang usus bayi belum cukup berisi udara sehingga diagnosisnya
nanti bisa kabur. Setelah berumur sekurang-kurangnya 24 jam, bayi
kemudian diletakkan dalam posisi terbalik selama sekitar 3 menit, sendi
panggul dalam keadaan sedikit ekstensi, dan kemudian dibuat foto
pandangan anteroposterior dan lateral, setelah suatu petanda diletakkan
pada daerah lekukan anus. Penilaian foto rontgen dilakukan terhadap
letak udara di dalam rektum dalam hubungannya dengan garis
pubokoksigeus dan jaraknya terhadap lekukan anus. Udara di dalam
rektum yang terlihat di sebelah proksimal garis pubokoksigeus
menunjukkan adanya kelainan letak tinggi. Sebaliknya, udara di dalam
rektum yang tampak di bawah bayangan tulang iskium dan amat dekat
dengan petanda pada lekukan anus memberi kesan ke arah kelainan letak
rendah. Pada kelainan letak tengah, ujung rektum yang buntu berada
pada garis yang melalui bagian paling bawah tulang iskium sejajar
dengan garis pubokoksigeus.8,11,13
15
b.
Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir
dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil / anus
imperforata, pada bayi dengan anus imperforata. Udara berhenti tibatiba di daerah sigmoid, kolon / rektum.
c.
16
Hirschsprungs disease11
Pada pemeriksaan barium enema memperlihatkan penyempitan segmen
kolon aganglionik, biasanya di daerah rektosigmoid dan proksimal
daerah patologis terdapat pelebaran usus. Tampak daerah transisi antara
kolon proksimal yang melebar dan kolon distal yang sempit, dimana
daerah transisi ini dapat berupa perubahan kaliber yang mendadak,
bentuk corong atau bentuk terowongan.
17
2.10 Tatalaksana1,5,10,11,13,14
Penanganan awal pasien dengan atresia ani yaitu harus dihentikan
masukan makanan unuk mencegah mual, muntah dan dehidrasi lebih lanjut.
Dekompresi dilakukan dengan Pemasangan NGT Sebelum dilakukan
tindakan operatif diberikan antibiotik sebagai profilaksi terhadap infeksi
sebelum dilakukan tindakan operatif.
Penanganan lanjut
Pembuatan kolostomi
kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau kolon iliaka.
Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.
18
Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB akan berkurang frekuensinya dan
agak padat.
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita atresia ani, yaitu :7,8,10,
1. Konstipasi
feses mengeras dan tidak bisa keluar karena tidak ada lubang, atau ada
lubang tetapi letaknya salah dan ukurannya kecil.
2. Kematian
Biasanya diakibatkan oleh kelainan sistem organ lain yang menyertai
atresia ani, sebagian besar akibat kelianan jantung dan sistem syaraf
pusat.
3. Ileus obstruksi
pada atresia ani tanpa fistula, karena gangguan pasase usus, maka akan
terjadi ileus dimana bayi akan muntah, perut distende.
4. Infeksi traktus urinarius yang rekuren
akibat pasase feses lewat traktus urinarius.
19
2.12 Prognosis
Prognosis tergantung pada fungsi klinis. Dengan dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum dan kekuatan
kontraksi otot sfingter pada colok dubur. Fungsi kontinensia tidak hanya
tergantung pada kekuatan sfingter atau sensibilitasnya, tetapi juga
bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.11
Pada atresia letak tinggi, banyak anak-anak memiliki masalah dalam
mengontrol fungsi saluran cerna atau pengendalian defekasi. Sebagian
besar mengalami konstipasi. Pada anak-anak dengan atresia letak rendah
secara garis besar mempunyai kontrol pencernaan yang baik, tetapi dapat
pula mengalami konstipasi.
20
BAB 3
ILUSTRASI KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien
: By. Ny. S
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Umur
: 6 hari
Alamat
MRS
: 3 Maret 2014
II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Tidak mempunyai lubang anus
21
Riwayat Persalinan
Bayi lahir norma ditolong bidan. Bayi lahir tidak langsung menangis,
warna kulit kebiruan, BBL 2750 gr.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: tampak kembung
Kesadaran
: kompos mentis
Vital sign
-
Suhu
: 37,0 oC
Pernafasan
: 46 x/menit
Nadi
: 142 x/menit
Berat badan
: 2750 gr
Warna
: sawo matang
Ikterus
: (+)
Kulit
Kepala
-
Mata
-
Conjungtiva
: anemis (-/-)
Kelopak
Pupil
: isokor
Telinga
-
Tophi
: tidak ada
Lubang
Cairan
: (-)
Deformitas
: (-)
Hidung
-
Bagian luar
Septum
22
Deformitas
: (-)
Perdarahan
: (-)
Terpasang NGT
Mulut
-
Bibir
Leher
-
Kelenjar gondok
Trakea
: tidak membesar
Thorax
-
: sonor/sonor
Abdomen
-
Inspeksi
: bentuk cembung
Palpasi
Perkusi
Ekstremitas
-
Status Lokalis
-
IV.
Anus (-)
Darah rutin :
Hasil
nilai normal
WBC
7,2
4,0 10,5
103/mm3
RBC
5,52
3,90-5,50
106/mm3
23
HGB
16,8
14,0-22,0
g/dL
HCT
52
35,0-45,0
PLT
235
150-450
103/mm3
MCV
93,3
80,0-97,0
fl
MCH
32,6
32,0-38,0
Kimia darah :
Hasil
nilai normal
GDS
104
< 200
mg/dL
Bil. Total
14,73
0,20-1,20
mg/dL
Bil. Direk
1,63
0,00-0,50
mg/dL
Bil. Indirek
13,10
0,20-0,60
mg/dL
SGOT
25
16-40
u/L
SGPT
38
8-45
u/L
Ureum
65
10-45
mg/dL
Kreatinin
1,1
0,4-1,4
mg/dL
Na
142
135-146
mmol/L
3,2
3,4-5,4
mmol/L
Cl
110
95-100
mmol/L
Urine rutin
: tidak diperiksa
Pemeriksaan Radiologis :
Invertogram menunjukkan jarak marker dan pubococcygeal line > 1 cm.
V.
DIAGNOSA KERJA
Atresia ani letak tinggi
VI.
PENATALAKSANAAN
Anak :
Rawat incubator
O2 (+) headbox 5 lpm
Kebutuhan cairan 150 cc/kg BB/hr
24
PO (-)
Obat-obatan (-)
Monitor TTV, KU, hipotermi, hipoglikemia
VII.
FOLLOW UP
4 Maret 2014
S
:N
: 138 x/menit
RR
: 23 x/menit
: 37,2 oC
BB
: 2750 gr
5 Maret 2014
S
: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<
:N
: 136 x/menit
RR
: 22 x/menit
: 36,8 oC
BB
: 2750 gr
25
06 Maret 2014
S
: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<
:N
: 135 x/menit
RR
: 23 x/menit
: 37,1 oC
BB
: 2750 gr
07 Maret 2014
S
: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<
:N
: 136 x/menit
RR
: 22 x/menit
: 37,0 oC
BB
: 2750 gr
VIII. PROGNOSIS
Diagnosis yang cepat, manajemen dari kelainan penyerta dan
pembedahan yang teliti memungkinkan pasien mendapatkan hasil akhir
yang baik.
26
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
Wagi, Ade. Atresia ani. (diunduh 5 Maret 2014). Diunduh dari URL:
http://www.scribd.com/doc/50259992/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-1.
3.
4.
5.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah Kesehatan Anak I, FKUI, Jakarta, 1985, Hal : 204-5
6.
7.
Elfmori, Agus. Atresia ani Bab II. (diunduh 4 Maret 2014). Diunduh dari
URL: http://www.scribd.com/doc/48354701/atresia-ani-bab-II
8.
9.
Apriani, Dewi. Kelainan pada anus. (diunduh 4 Maret). Diunduh dari URL:
http://www.scribd.com/doc/49827977/kelainan-pada-anus
10. Staf Pengajar Ilmu Bedah FK UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 137.
11. Jong, Wime De, Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi Revisi,
EGC, Jakarta, 1998, Hal : 664-670
12. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
2006.
13. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net
14. Sabiston D.C, Fr, Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1992, Hal : 262
.
27