Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN

Atresia ani termasuk kelainan kongenital yang cukup sering dijumpai,


menunjukkan suatu keadaan tanpa anus atau dengan anus yang tidak sempurna.
Frekuensi seluruh kelainan kongenital anorektal didapatkan 1 dari tiap 500010000 kelahiran, sedangkan atresia ani didapatkan 1 % dari seluruh kelainan
kongenital pada neonatus. Frekuensi paling tinggi didapatkan pada ras kaukasia
dan kulit berwarna, sedangkan pada negro frekuensi paling rendah.1
Secara embriologis atresia ani terjadi akibat gangguan perkembangan
pada minggu 4-6 kehamilan, dimana terjadi gangguan pertumbuhan septum
urorectal yang menyebabkan kelainan atresia ani letak tinggi, dan gangguan
perkembangan proktodem dengan lipatan genital yang menyebabkan letak
atreasi ani letak rendah.1
Insiden terjadinya atresia ani berkisar dari 1500-5000 kelahiran hidup
dengan sedikit banyak terjadi pada laki-laki. 20-75% bayi yang menderita
atresia ani juga menderita anomaly lain. Kejadian tersering pada laki-laki dan
perempuan adalah anus imperforate dengan fistula antara usus distal uretra pada
laki-laki dan vestibulum vagina pada perempuan.2
Pembagian atresia ani adalah atresia ani letak tinggi, atresia ani
intermediate dan atresia ani letak rendah.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi
Usus terbentuk pada minggu ke-4 fase embrio hingga bulan ke-6 fase
fetus, dimana periode pertumbuhan mulai dari embrio sepanjang 4 mm
sampai dengan 200 mm. Usus terbentuk pada awal kehidupan disebut
primitive gut, yang terdiri atas 3 bagian yaitu Forgut, Midgut, dan Hindgut.
Forgut akan berdiferensiasi menjadi faring, esophagus, gaster, duodenum,
liver, pancreas, dan apparatus biliaris. Midgut akan menjadi usus halus,
sekum, appendiks, kolon asendens, dan dua per tiga kolon transversum
sedangkan hindgut akan menjadi sepertiga kolon transversum, kolon
desendens, sigmoid, rectum, bagian atas kanalis ani dari system ani dan
bagian dari system urogenital. Hindgut merupakan kelanjutan midgut
sampai membran kloaka, dimana membran ini terdiri dari

endoderm

kloaka dan ectoderm anal pit.1,4,5


Pada embrio 4 mm alantois menyambung dengan hindgut yang
kemudian meluas ke dalam body stalk. Body stalk tumbuh dan berpindah
kearah ventral melingkari lumen hindgut yang melebar. Dengan masuknya
duktus mesofrenik maka pelebaran tersebut disebut dengan kloaka yang
bagian luarnya ditutup dengan membrane kloaka. Embrio mengalami
pemanjangan ke belakang melebihi body stalk sehingga terjadi angulasi
membran kloaka. Kearah cranial angulasi ini tumbuh membentuk lipatan
koronal. Lipatan ini menyatu dengan komponen koronal membentuk
septum urorektal yang berperan dalam penyatuan anus. Septum urorektal
ini membagi ruangan menjadi 2 bagian yaitu ventral yang berisi kloaka dan
sinus urogenital yang akan membentuk vesika urinaria dan uretra, dan
bagian dorsal yang berisi rectum. Pada embrio 8 mm, bagian ventral yang
disebut sinus urogenitalis primitf dan bagian dorsal yang berisi rectum
primitive dihubungkan oleh kanal sempit yaitu saluran kloaka.1,4,5

Perkembangan anus dimulai dari pembentukakkan tuberkel ani kanan


dan kiri yang muncul di depan lipatan tulang ekor. Tuberkel ini tumbuh
kearah ventral dan mengelilingi bagian akhir hindgut. Kemudian bagian
atas kanalis ani dibentuk oleh bagian akhir hindgut dan bagian bawahnya
dari proctoderm. Otot sfingter ani eksternus dibentuk dari mesoderm
yang berkembang sendiri dan berada di perineum.1,4,5
Atresia rekti berhubungan dengan kegagalan pembentukan batas
antara rectum dan proktoderm.1,4,5

2.2 Anatomi
Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan invaginasi
ectoderm, sedangkan rectum berasal dari endoderm. Karena perbedaan asal
anus dan rectum ini maka perdarahan, persarafan, serta penyaliran vena dan
limfenya berbeda juga, demikian pula epitel yang menutupinya.
Kanalis analis dan kulit luar di sekitarnya kaya akan persarafan
sensoris somatik dan peka terhadap rangsangan nyeri , sedangkan mukosa
rektum mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap nyeri.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Sumbunya mengarah
ke ventrokranial yaitu kearah umbilikus dan membentuk sudut yang nyata
ke dorsal dengan rektum dalam keadaan istirahat. Batas atas kanalis anus
disebut garis anorektum, garis mukokutan, linea pektinata atau linea dentata.
Di daerah ini terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna
rektum. Infeksi yang terjadi disini dapat menimbulkan abses anorektum
yang dapat membentuk fistel. Lekukan antar sfingter sirkuler dapat diraba di
dalam kanalis analis sewaktu melakukan colok dubur dan menunjukkan
batas antara sfingter interna dan sfingter eksterna (garis hilton).6,7
Cincin sfingtern anus melingkari kanalis analis dan terdiri dari
sfingter interna dan sfingter eksterna. Sisi posterior dan lateral cincin ini
terbentuk dari fusi sfingter interna, otot longitudinal, bagian tengah dari otot
levator (puborektalis) dan komponen m. Sfingter eksternus. M. Sfingter
internus terdiri atas serabut otot polos, sedangkan m. Sfingter eksternus
terdiri atas serabut otot lurik.7
Anus adalah bagian luar dari saluran cerna yang menghubungkan
rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya
diperkuat oleh sfingter :4
a. Sfingter ani internus (sebelah atas) yang bekerja tidak menurut ke
hendak.
b. Sfingter levator ani yang juga bekerja tidak menurut kehendak.
c. Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak.

Defekasi didahului oleh transport feses ke dalam rectum yang


mengakibatkan ketegangan dinding rectum mengakibatkan rangsangan
untuk reflek defekasi sedangkan otot usus lainnya berkontraksi. M. levator
ani relaksasi secara volunter dan tekanan ditimbulkan oleh otot-otot
abdomen.4,8

Gambar 1. Rektum dan anus


Perdarahan arteri
Arteri hemoroidales superior adalah kelanjutan langsung a.
Mesenterika inferior. Arteri ini membagi diri menjadi dua cabang utama:
kiri dan kanan. Arteri hemoroidales medialis merupakan percabangan
anterior a.iliaka interna , sedangkan a. Hemoroidales inferior adalah cabang
a. Pudenda interna.4,7,9

Perdarahan vena
Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Aliran darah
vena disalurkan dari Vena hemoridalis superior berasal dari pleksus
hemoroidalis internus dan berjalan ke arah kranial ke dalam v. Mesenterika
inferior dan seterusnya melalui v. Lienalis ke vena porta. Vena ini tidak
berkatup sehingga tekanan rongga perut menentukan tekanan di dalamnya.
V. Hemoroidalis inferior mengalirkan darah ke dalam v. Pudenda interna
dan kedalam v. Iliaka interna dan vena kava. Pada batas rektum dan anus
terdapat banyak kolateral arteri dan vena melalui perdaran hemoroidal
antara sistem pembuluh saluran cerna dan sistem arteri dan vena iliaka.4,7

Aliran darah vena disalurkan melalui v.mesenterika superior untuk


kolon asendens dan kolon transversum, dan melalui v.mesenterika inferior
untuk kolon desendens, sigmoid dan rektum. Keduanya bermuara ke dalam
v.porta, tetapi v.mesenterika inferior melalui v.lienalis. Aliran vena dari
kanalis analis menuju ke v.kava inferior. Oleh karena itu, banyak
penyebaran yang berasal dari keganasan rektum dan anus dapat ditemukan
di paru, sedangkan yang berasal dari kolon ditemukan di hati.4,7

Gambar 2. Vaskularisasi usus besar


Pengaliran limfa
Pembuluh limfe dari kanalis membentuk pleksus halus yang
menyalurkan isinya menuju ke kelenjar limfe inguinal, selanjutnya dari sini
cairan limfe terus mengalir sampai ke kelenjar limfe iliaka. Pembuluh limfe
dari rektum di atas garis anorektum berjalan seiring dengan v. Hemoroidalis
superior dan melanjut ke kelenjar limfe mesenterika inferior dan aorta.4,7,9

Persarafan
Persarafan

rektum

terdiri

atas sistem simpatik dan sistem

parasimpatik. Serabut simpatik berasal dari pleksus mesenterikus inferior

dan dari sistem parasakral yang terbentuk dari ganglion simpatis lumbal ruas
kedua, ketiga, dan keempat. Unsur simpatis pleksus ini menuju kearah
struktur genital dan serabut otot polos yang mengendalikan emisi air mani
dan ejakulasi. Persarafan parasimpatik (nervi erigantes) berasal dari saraf
sakral kedua, ketiga dan keempat. Serabut saraf ini menuju ke jaringan
erektil penis dan klitoris serta mengendalikan ereksi dengan cara mengatur
aliran darah kedalam jaringan ini. Oleh karena itu, cedera saraf yang terjadi
pada waktu operasi radikal panggul serta ekstirpasi radikal rektum atau
uterus dapat menyebabkan gangguan fungsi vesika urinaria dan gangguan
fungsi seksual. Otot volunter, yaitu levator ani, koksigeus dan sfingter
eksternus, dilayani oleh saraf dari segmen sakralis keempat.4,6,9

2.3 Fisiologi
Fungsi anorektal secara normal adalah motilitas kolon yaitu
mengeluarkan isi feses dari kolon ke rectum, fungsi defekasi yaitu
mengeluarkan feces secara intermitten dari rectum; menahan isi usus agar
tidak

keluar

pada

saat

tidak

defekasi.

Fungsi

fungsi

tersebut

saling berkaitan satu dengan yang lain dan adanya ketidak seimbangan
akan menyebabkan ketidaknormalan yang mempengaruhi masing-masing
fungsi.1,5,10
Kontinensi adalah kemampuan untuk mempertahankan feses dalam
hal ini sangat tergantung pada konsistensi feses, tekanan dalam anus,
tekanan rectum, serta sudut anorektal. Feses yang cair sulit dipertahankan
dalam anus.(1,5,10)
Tekanan istirahat dalam anus kurang lebih 25-100 mmHg, dalam
rectum 5-20 mmHg.Apabila sudut antara anus dan rectum lebih dari 80
maka feses akan sulit dipertahankan.(1,5,10)
Pada bayi baru lahir defekasi bersifat otonom tetapi dengan
perkembangan, maturitas defekasi dapat diatur. Pemindahan feses dari
kolon sigmoid ke rectum kadang dicetuskan juga oleh rangsang makanan
terutama pada bayi. Apabila rectum terisi feses maka akan dirasakan oleh

rectum sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Syarat untuk


terjadinya defekasi normal adalah persarafan sensible untuk sensasi isi
rectum dan persarafan sfingter ani untuk kontraksi dan relaksasi, peristaltic
kolon dan rectum normal, dan struktur organ panggul yang normal.
Defekasi terjadi akibat peristaltic rectum, relaksasi sfingter ani eksternus,
dan dibantu mengedan. (1,5,10)

2.4 Definisi
Atresia berasal dari bahasa yunani, a berarti tidak dan trepsis berarti
nutrisi dan makanan. Dalam istilah kedokteran yaitu suatu keadaan tidak
adanya atau tertutupnya lubang yang normal.1,8

2.5 Etiologi
Penyebab atresia ani sampai saat ini masih belum jelas, diduga
genetik juga berperan dalam munculnya kelainan ini. Namun ada sumber
yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus disebabkan oleh :8
Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan fusi, atau pembentukan abus dari
tonjolan embriogenik.
Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan.
Kelaianan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum sfingter
dan otot dasar panggul.
Berkaitan dengan sindrom down.

2.6 Klasifikasi
Menurut klasifikasi Wingspread (1984), atresia ani dibagi menjadi 2
golongan yang dikelompokkan menurut jenis kelamin, yaitu :8,11

1. Laki-laki

Kelompok I
Kelainan : fistel urin, atresia rektum, perineum datar, fistel
tidak ada, invertogram (udara > 1cm dari kulit)
Tindakan : kolostomi neonatus; operasi definitif pada usia 4-6
bulan

Kelompok II
Kelainan : fistel perineum, membrana anal, stenosis anus,
fistel tidak ada, invertogram (udara < 1 cm dari kulit)
Tindakan : operasi langsung pada neonatus

2. Perempuan
Kelompok I
Kelainan : kloaka, vistel vagina, fistel anovestibuler atau
retrovestibuler, atresia rektum, fistel tidak ada, invertogram
(uadar > 1 cm dari kulit)
Tindakan : kolostomi neonatus
Kelompok II
Kelainan : fistel perineum, stenosis anus, fistel tidak ada,
invertogram (udara < 1 cm dari kulit)
Klasifikasi lain menurut Ladd dan Gross pada tahun 1934
mengajukan klasifikasi terdiri atas 4 tipe, yaitu :
Tipe I: Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis
dalam berbagai derajat.
Tipe II: Terdapat suatu membran tipis yang menutupi anus karena
menetapnya membran anus.
Tipe III: Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu
kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus
seharusnya terbentuk (lekukan anus). Merupakan jenis yang paling
sering ditemukan

Tipe IV: Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu
kantung buntu yang terpisah, pada jarak tertentu dari ujung rektum yang
berakhir sebagai suatu kantung buntu. Merupakan bentuk yang paling
jarang dijumpai.

Gambar 3. Atresia ani tanpa fistula

Gambar 4. Atresia ani dengan fistula


Kelainan bentuk anorektum juga dapat dikelompokkan berdasarkan
hubungan antara bagian terbawah rektum yang normal dengan otot
puborektalis yang memiliki fungsi sangat penting dalam proses defekasi
berdasarkan letak ujung atresia terhadap otot dasar panggul, yakni
supralevator dan translevator, dikenal sebagai klasifikasi Melboume.

10

Kelainan bentuk anorektum dikelompokkan menjadi:


1.

Kelainan letak rendah (infralevator)


Pada kelainan letak rendah, rektum telah menembus levator

sling

sehingga jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
muskulus sfingter ani interna dalam keadaan utuh, kelainan letak
rendah lebih sering dijumpai pada bayi perempuan. Bentuk yang dapat
ditemukan berupa stenosis anus, tertutupnya anus oleh suatu membran
tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus, dan anus ektopik
yang selalu terletak di anterior lokasi anus yang normal.

Gambar 5.Fistul anokutaneus (bucket handle)


2.

anus ektopik

Kelainan letak tinggi (supralevator)


Pada kelainan letak tinggi, rektum yang buntu terletak di atas levator
sling dan juga dikenal dengan istilah agenesis rektum. Kelainan letak
tinggi lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki. Pada kelainan letak
tinggi sering kali terdapat fistula, yang menghubungkan antara rektum
dengan perineum, saluran kemih atau vagina.

11

Gambar 6. Atresia ani letak rendah dan letak tinggi


Jenis fistula yang dapat ditemukan pada perempuan adalah fistula
anokutaneus, fistula rektoperineum dan fistula rektovagina. Fistula
anokutaneus mencakup bentuk kelainan yang sebelumnya dikenal sebagai
anus ektopik anterior atau fistula anoperineum. Pada fistula rektoperineum,
fistula bermuara di sepanjang perineum mulai dari lekukan anus sampai
pada batas vestibulum vagina. Sementara pada fistula rektovagina, lubang
fistula bermuara pada fosa navikularis, vestibulum vagina, atau bahkan
pada dinding posterior vagina.
Pada laki-laki dapat dijumpai dua bentuk fistula, yaitu fistula
rektourinaria dan fistula rektoperineum; jenis yang pertama lebih banyak
ditemukan. Sebagian besar fistula rektourinaria berupa fistula rektouretra,
muara fistula terdapat di uretra pars prostatika tepat di bawah
verumontagum

berdekatan

dengan

duktus

ejakulatorius.

Fistula

rektourinaria juga dapat dijumpai dalam bentuk fistula rektovesika, fistula


ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum
vesika.

Jenis

fistula

ini

sangat

jarang

ditemukan.

Pada

fistula

rektoperineum, muara fistula terdapat di perineum di sepanjang daerah


antara lekukan anus sampai batas perineoskrotum.
Fistula dapat berukuran sedemikian kecil sehingga sukar ditemukan
dan tidak dapat dilalui mekoneum atau berukuran cukup besar sehingga
memungkinkan pengeluaran mekoneum dari rektum yang buntu. Pada

12

kasus kelainan bentuk anorektum disertai fistula dengan ukuran cukup


besar, manifestasi obstruksi usus akibat buntunya rektum tidak terjadi,
karena mekoneum dapat keluar melalui fistula.
Fistula dapat ditemukan pada sekitar tiga perempat kasus dan
sebagian besar di antaranya terdapat pada kasus tipe III berdasarkan
klasikfikasi ladd and gross.

Gambar 7. fistule yang muncul pada atresia ani

2.7 Patofisiologi
Kelainan terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal
secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus
dari tonjilan embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari
embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang
menjaadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan struktur
anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal
anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan
perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam perkembangan
fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sakral
dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar

13

yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat


dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran
pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa
lubang anus.5,10
Atresia ani terjadi akibat kegagalan penurunan septum anorektal pada
kehidupan embrional. Manifestasi klinis diakibatkan adanya obstruksi dan
adanya fistula. Obstruksi ini mengakibatkan distensi abdomen, sekuestrasi
cairan, muntah dengan segala akibatnya. Apabila urin mengalir melalui
fistel menuju rektum, maka urin akan diabsorbsi sehingga terjadi asidosis
hiperkloremia, sebaliknya feses mengalir ke arah traktus urinarius
menyebabkan infeksi berulang. Pada keadaan ini biasanya akan terbentuk
fistula antara rektum dengan organ sekitarnya. Pada perempuan, 990%
dengan vistula ke vagina (rektovagina) atau perineum (rektovestibuler).
Pada laki-laki umumnya fistula menuju ke vesika urinaria atau ke prostat
(rektovesika) bila kelainan merupakan letak tinggi, pada letak rendah
menuju ke uretra (rektouretralis).8

2.8 Diagnosis

Anamnesis6,8,9
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
Bila ada fistula pada perineum (mekkonium +) kemungkinan letak
rendah
Kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau
stenosis kanal rektal, adanya membran anal
bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir,
gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulit
abdomen akan kelihatan menonjol
bayi muntah-muntah pada usia 24-48 jam setelah lahir

14

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada semua bayi baru lahir harus dilakukan
pemasukan thermometer melalui anusnya, tidak hanya untuk mengetahui
suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus
imperforate atau tidak. Pada inspeksi tidak adanya lubang anus,
mekonium

tidak

keluar,

atau

keluar

lewat

fistula

perineal/vaginal/vestibular/uretra, atau adanya tonjolan di perineum.


Pada palpasi dengan jari kelingking meraba membrane untuk
mengetahui sfingter ani yang kontraksi atau mekonium dengan ujung
thermometer.5,8,13

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto rontgen menurut metode Wangensteen dan Rice
bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu.
Foto diambil setelah 24 jam setelah lahir, jangan sampai kurang karena
jika kurang usus bayi belum cukup berisi udara sehingga diagnosisnya
nanti bisa kabur. Setelah berumur sekurang-kurangnya 24 jam, bayi
kemudian diletakkan dalam posisi terbalik selama sekitar 3 menit, sendi
panggul dalam keadaan sedikit ekstensi, dan kemudian dibuat foto
pandangan anteroposterior dan lateral, setelah suatu petanda diletakkan
pada daerah lekukan anus. Penilaian foto rontgen dilakukan terhadap
letak udara di dalam rektum dalam hubungannya dengan garis
pubokoksigeus dan jaraknya terhadap lekukan anus. Udara di dalam
rektum yang terlihat di sebelah proksimal garis pubokoksigeus
menunjukkan adanya kelainan letak tinggi. Sebaliknya, udara di dalam
rektum yang tampak di bawah bayangan tulang iskium dan amat dekat
dengan petanda pada lekukan anus memberi kesan ke arah kelainan letak
rendah. Pada kelainan letak tengah, ujung rektum yang buntu berada
pada garis yang melalui bagian paling bawah tulang iskium sejajar
dengan garis pubokoksigeus.8,11,13

15

Gambar 8. gambaran radiologis atresia ani


Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan, antara lain :13
a.

Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi di


daerah tersebut.

b.

Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru lahir
dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia reftil / anus
imperforata, pada bayi dengan anus imperforata. Udara berhenti tibatiba di daerah sigmoid, kolon / rektum.

c.

Dibuat foto anteroposterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat dengan


kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda radio-opak, sehingga
pada foto daerah antara benda radio-opak dengan dengan bayangan
udara tertinggi dapat diukur.
Dengan pemeriksaan voiding cystogram, dapat menentukan letak

fistula rektouretra. Gambaran udara di dalam kandung kemih menunjukkan


adanya fistula. Tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan primer anakanak kelainan anorectal karena kepekaannya lebih lemah dibandingkan
dengan distal colostography
Distal colostography, Ini menjadi satu-satunya test diagnostik paling
utama yang digunakan untuk memperjelas anatomi pada semua anak-anak
dengan kelainan yang memerlukan colostomy. Kateter dimasukkan

16

kedalam tubuh ditempatkan ke distal stoma, dan balon dipompa. Kateter


ditekan, dan kontras yang larut dalam air disuntik dengan tangan. Tekanan
ini diperlukan untuk memperlemah tekanan dari levator otot dan untuk
memasukkan kontras sehingga mengalir ke bagian paling rendah kolon dan
mengetahui letak fistule.
Semua bayi yang mengalami kelainan bentuk anorektum perlu
menjalani pemeriksaan foto rontgen seluruh bagian kolumna vertebralis dan
urogram intravena untuk menemukan kelainan bawaan lainnya di daerah
tersebut. Apabila belum sempat dilakukan pada masa prabedah, maka
kedua pemeriksaan tersebut sebaiknya dikerjakan setelah dilakukan
kolostomi
Sacral Radiograpi. Dilakukan Untuk melihat sakrum, posteroanterior
dan lateral. Dilakukan untuk memastikan rasio sakral dan untuk melihat ada
tidaknya defek pada sakral, hemivertebra dan massa presacral. Ini
dilakukan sebelum operasi.
USG abdomen, Spesifik Untuk memeriksa saluran kemih dan untuk
melihat ada tidaknya massa lain. Dilakukan sebelum operasi dan harus
diulang setelah 72 jam karena USG yang lebih awal menemukan sebab
awal ultrasonography mungkin tidak cukup untuk mengesampingkan
hydronephrosis akibat vesicoureteral reflux.
USG spinal atau MRI, CT scan Banyak anak dengan atresia ani juga
memiliki kelainan tethered spinal cord.

2.9 Diagnosis Banding

Hirschsprungs disease11
Pada pemeriksaan barium enema memperlihatkan penyempitan segmen
kolon aganglionik, biasanya di daerah rektosigmoid dan proksimal
daerah patologis terdapat pelebaran usus. Tampak daerah transisi antara
kolon proksimal yang melebar dan kolon distal yang sempit, dimana
daerah transisi ini dapat berupa perubahan kaliber yang mendadak,
bentuk corong atau bentuk terowongan.

17

Meconium plug syndrom11


Gambaran radiologik berupa gambaran usus yang melebar disertai
gambaran udara air dan kadang-kadang disertai gumpalan mekonium.

2.10 Tatalaksana1,5,10,11,13,14
Penanganan awal pasien dengan atresia ani yaitu harus dihentikan
masukan makanan unuk mencegah mual, muntah dan dehidrasi lebih lanjut.
Dekompresi dilakukan dengan Pemasangan NGT Sebelum dilakukan
tindakan operatif diberikan antibiotik sebagai profilaksi terhadap infeksi
sebelum dilakukan tindakan operatif.
Penanganan lanjut

Pembuatan kolostomi
kolostomi adalah sebuah lubang yang dibuat oleh dokter bedah pada
dinding abdomen untuk mengeluarkan feses. Pembuatan lubang
biasanya sementara atau permanen dari usus besar atau kolon iliaka.
Untuk anomali tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir.

PSARP (Posterio Sagital Ano Rectal Plasty)


Bedah definitifnya, yaitu anoplasty dan umumya ditunda 9 sampai 12
bulan. Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga
memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah
baik status nutrisinya.
Prosedur dilakukannya operasi yakni pemotongan muskulus
levator ani dan m, sfingter eksternus pada garis tengah sehingga
memudahkan mobilisasi kantong rectum proksimal dan pemotongan
fistul apapun.

18

Gambar 9. teknik operasi PSARP

Tutup kolostomi
Tindakan yang terakhir dari atresia ani. Biasanya beberapa hari setelah
operasi, anak akan mulai BAB melalui anus. Pertama, BAB akan sering
tetapi seminggu setelah operasi BAB akan berkurang frekuensinya dan
agak padat.

2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul pada penderita atresia ani, yaitu :7,8,10,
1. Konstipasi
feses mengeras dan tidak bisa keluar karena tidak ada lubang, atau ada
lubang tetapi letaknya salah dan ukurannya kecil.
2. Kematian
Biasanya diakibatkan oleh kelainan sistem organ lain yang menyertai
atresia ani, sebagian besar akibat kelianan jantung dan sistem syaraf
pusat.
3. Ileus obstruksi
pada atresia ani tanpa fistula, karena gangguan pasase usus, maka akan
terjadi ileus dimana bayi akan muntah, perut distende.
4. Infeksi traktus urinarius yang rekuren
akibat pasase feses lewat traktus urinarius.

19

2.12 Prognosis
Prognosis tergantung pada fungsi klinis. Dengan dinilai pengendalian
defekasi, pencemaran pakaian dalam, sensibilitas rektum dan kekuatan
kontraksi otot sfingter pada colok dubur. Fungsi kontinensia tidak hanya
tergantung pada kekuatan sfingter atau sensibilitasnya, tetapi juga
bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan mental penderita.11
Pada atresia letak tinggi, banyak anak-anak memiliki masalah dalam
mengontrol fungsi saluran cerna atau pengendalian defekasi. Sebagian
besar mengalami konstipasi. Pada anak-anak dengan atresia letak rendah
secara garis besar mempunyai kontrol pencernaan yang baik, tetapi dapat
pula mengalami konstipasi.

20

BAB 3
ILUSTRASI KASUS

I.

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien

: By. Ny. S

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 6 hari

Alamat

: Jln. Jendral Sudirman Lrg.Jelita RT.05 talang jauh

MRS

: 3 Maret 2014

II. ANAMNESIS
Keluhan utama
Tidak mempunyai lubang anus

Riwayat penyakit sekarang


Ibu os mengatakan bahwa sejak lahir (25 februari 2014) os tidak ada
BAB. 4 hari SMRS, perut bayi tampak kembung. + 3 hari SMRS bayi muntahmuntah, muntahannya berwarna hijau dan kental, banyak muntahan + 5 cc,
muntah sekitar 5-6 kali/hari. 2 hari SMRS bayi dicoba minum susu formula
namun bayi selalu memuntahkannya.
Keesokan harinya bayi dibawa ke RS untuk difoto dan dinyatan tidak
memiliki anus. 2 hari SMRS bayi demam. 1 hari SMRS bayi ada BAK, air
kencing yang dikeluarkan warna kuning jernih dan tidak diketahui apakah ada
ampas selain air kencing.

Riwayat penyakit dahulu


-

Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang pernah menderita penyakit ini pada
masa kecilnya.

21

Riwayat Persalinan
Bayi lahir norma ditolong bidan. Bayi lahir tidak langsung menangis,
warna kulit kebiruan, BBL 2750 gr.

III.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum

: tampak kembung

Kesadaran

: kompos mentis

Vital sign
-

Suhu

: 37,0 oC

Pernafasan

: 46 x/menit

Nadi

: 142 x/menit

Berat badan

: 2750 gr

Warna

: sawo matang

Ikterus

: (+)

Kulit

Kepala
-

Simetri muka : simetris

Mata
-

Conjungtiva

: anemis (-/-)

Kelopak

: dalam batas normal

Pupil

: isokor

Reflex cahaya : (+/+)

Edema palpebra : (-/-)

Telinga
-

Tophi

: tidak ada

Lubang

: dalam batas normal

Cairan

: (-)

Deformitas

: (-)

Hidung
-

Bagian luar

: dalam batas normal

Septum

: deviasi tidak ada

22

Deformitas

: (-)

Perdarahan

: (-)

Terpasang NGT

Mulut
-

Bibir

: stomatitis (-), bibir kering (+)

Tampak bekas muntahan berwarna hijau

Leher
-

Kelenjar getah bening: tidak membesar

Kelenjar gondok

Tekanan vena jugularis: tidak meningkat

Trakea

: tidak membesar

: tidak ada deviasi

Thorax
-

: simetris, retraksi (-)

: fremitus raba simetris

: sonor/sonor

: vesikuler (+) normal, rh (-/-), wh (-/-)

Abdomen
-

Inspeksi

: bentuk cembung

Palpasi

: distensi (+), Hati tidak membesar, limpa tidak membesar

Perkusi

: timpani pada seluruh kuadran abdomen

Auskultasi : Bising usus meningkat

Ekstremitas
-

Akral hangat, edema (-/-), parese (-/-_

Status Lokalis
-

IV.

Anus (-)

HASIL LABORATORIUM SEDERHANA

Darah rutin :
Hasil

nilai normal

WBC

7,2

4,0 10,5

103/mm3

RBC

5,52

3,90-5,50

106/mm3

23

HGB

16,8

14,0-22,0

g/dL

HCT

52

35,0-45,0

PLT

235

150-450

103/mm3

MCV

93,3

80,0-97,0

fl

MCH

32,6

32,0-38,0

Kimia darah :
Hasil

nilai normal

GDS

104

< 200

mg/dL

Bil. Total

14,73

0,20-1,20

mg/dL

Bil. Direk

1,63

0,00-0,50

mg/dL

Bil. Indirek

13,10

0,20-0,60

mg/dL

SGOT

25

16-40

u/L

SGPT

38

8-45

u/L

Ureum

65

10-45

mg/dL

Kreatinin

1,1

0,4-1,4

mg/dL

Na

142

135-146

mmol/L

3,2

3,4-5,4

mmol/L

Cl

110

95-100

mmol/L

Urine rutin

: tidak diperiksa

Pemeriksaan Radiologis :
Invertogram menunjukkan jarak marker dan pubococcygeal line > 1 cm.

V.

DIAGNOSA KERJA
Atresia ani letak tinggi

VI.

PENATALAKSANAAN

Bedah anak : pro colostomy

Anak :
Rawat incubator
O2 (+) headbox 5 lpm
Kebutuhan cairan 150 cc/kg BB/hr

24

Infuse D10% + NaCl 4:1 + Ca glukonas + 2cc KCl 13


tpm

Protein : aminofusin 1 gr/hr

PO (-)

Obat-obatan (-)
Monitor TTV, KU, hipotermi, hipoglikemia
VII.

FOLLOW UP

4 Maret 2014
S

: ikterik (+), gerak aktif (<), Anus (-), distensi (+)

:N

: 138 x/menit

RR

: 23 x/menit

: 37,2 oC

BB

: 2750 gr

: atresia ani letak tinggi pro colostomy

: IVFD D10% : NaCl = 4:1 + 4 cc Ca glukonas + 2cc KCl 13 gtt/i


Aminofusin 1 gr/hr

5 Maret 2014
S

: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<

:N

: 136 x/menit

RR

: 22 x/menit

: 36,8 oC

BB

: 2750 gr

: atresia ani letak tinggi post colostomy

: IVFD D10% : NaCl = 4:1 + 4 cc Ca glukonas + 2cc KCl 13 gtt/i


Aminofusin 1 gr/hr
Inj. Ceftazidime 2x100 mg
Inj. Antrain 3x50 mg
Transfuse plasma

25

06 Maret 2014
S

: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<

:N

: 135 x/menit

RR

: 23 x/menit

: 37,1 oC

BB

: 2750 gr

: atresia ani letak tinggi post colostomy

: IVFD D10% : NaCl = 4:1 + 4 cc Ca glukonas + 2cc KCl 13 gtt/i


Aminofusin 1 gr/hr
Inj. Ceftazidime 2x100 mg
Inj. Antrain 3x50 mg
Transfuse plasma

07 Maret 2014
S

: ikterik (+), gerak aktif (<), anus (-), stoma (+), BAB (+), distensi <<

:N

: 136 x/menit

RR

: 22 x/menit

: 37,0 oC

BB

: 2750 gr

: atresia ani letak tinggi post colostomy

: IVFD D10% : NaCl = 4:1 + 4 cc Ca glukonas + 2cc KCl 13 gtt/i


Aminofusin 1 gr/hr
Inj. Ceftazidime 2x100 mg
Inj. Antrain 3x50 mg
Transfuse plasma

VIII. PROGNOSIS
Diagnosis yang cepat, manajemen dari kelainan penyerta dan
pembedahan yang teliti memungkinkan pasien mendapatkan hasil akhir
yang baik.

26

DAFTAR PUSTAKA

1.

Masrochah, S. Invertogram Atresia Ani. Jakarta. 2011

2.

Wagi, Ade. Atresia ani. (diunduh 5 Maret 2014). Diunduh dari URL:
http://www.scribd.com/doc/50259992/jtptunimus-gdl-heldanilag-5416-1.

3.

Anonim. Atresia ani. (diunduh 4 Maret 2014). Diunduh dari URL:


http://www.fkuii.org/tiki-index.php?page=atresia+ani6

4.

Snell RS. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:


EGC; 2006.

5.

Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak, Buku Kuliah Kesehatan Anak I, FKUI, Jakarta, 1985, Hal : 204-5

6.

Amri. Malformasi congenital. (diunduh 5 Maret 2014). Diunduh dari URL:


http://www.scribd.com/doc/12863511/malformasi-kongenital

7.

Elfmori, Agus. Atresia ani Bab II. (diunduh 4 Maret 2014). Diunduh dari
URL: http://www.scribd.com/doc/48354701/atresia-ani-bab-II

8.

FK USU. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Universitas Utara. 2006

9.

Apriani, Dewi. Kelainan pada anus. (diunduh 4 Maret). Diunduh dari URL:
http://www.scribd.com/doc/49827977/kelainan-pada-anus

10. Staf Pengajar Ilmu Bedah FK UI. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian
Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hal 137.
11. Jong, Wime De, Sjamsuhidayat, R, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi Revisi,
EGC, Jakarta, 1998, Hal : 664-670
12. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia
2006.
13. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net
14. Sabiston D.C, Fr, Buku ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta, 1992, Hal : 262
.

27

Anda mungkin juga menyukai