Anda di halaman 1dari 30

Pendahuluan

Auksin merupakan istilah yang sering digunakan untuk menjelaskan segala


jenis bahan kimia yang membantu proses pemanjangan koleoptil,
meskipun auksin sesungguhnya mempunyai banyak fungsi baik pada
monokotil maupun dikotil. Auksin alamiah yang diekstraksi dari tumbuhan
merupakan suatu senyawa yang dinamai asam indol asetat IAA (Campbell
2003). Meristem apical suatu tunas merupakan tempat utama sintesis
auksin. Auksin berpengaruh hanya pada kisaran tertentu yaitu sekitar 108 sampai 10-3 M. Pada konsenterasi yang lebih tinggi, auksin justru akan
menghambat pemanjangan sel. Hal ini diduga disebabkan tingginya level
auksin yang menginduksi sintesis hormone lain, yaitu etilen, yang
umumnya bekerja dalam penghambatan pada pertumbuhan akibat
pemanjangsn sel (Galston 1970).

Auksin merupakan salah satu hormon yang dapat meregulasi banyak proses
fisiologis seperti pertumbuhan, pembelahan, dan diferensiasi sel serta
sintesis protein(Darrell 1986). Auksin diproduksi dalam jaringan
meristematik yang aktif yaitu tunas, daun muda dan buah. Pertumbuhan
ujung batang yang dilengkapi daun muda apabila menghadapi hambatan,
maka pertumbuhan tunas akan tumbuh kea rah samping yang di kenal
dengan tunas lateral, misalnya saja terjadi pemotongan pada ujung
batang, maka akan tubuh tunas ketiak daun.

Salah satu efek dari asanya auksin adalah dominasi apikal. Penelitian
Thimann dan Skoog menunjukkan bawa dominasi tunas apikal disebabkan
oleh auksin yang didifusikan tunas pucuk ke bawah dan ditimbun pada
tunas lateral. Hal ini akan menghambat pertumbuhan tunas lateral karena
konsentrasi auksin masih terlalu tinggi. Konsentrasi auksin yang terlaalu
tinggi inilah yang menghambat pertumbuhan tunas lateral yang dekat
dengan pucuk. Dominasi pucuk dapat dikurangi dengan memotong bagian
pucuk tumbuhan yang akan mendorong pertumbuhan tunas lateral.

Auksin diduga mempengaruhi plastisitas dinding sel saja, tetapi akhir-akhir ini
ditemukan bahwa auksin meningkatkan elastisitas dinding sel pada waktu
yang hamper sama dengan laju pertumbuhan awal. Peningkatan
elastisitas kemudian akan segera berhenti, bagaimanapun, dan akan
diikuti oleh sebuah peningkatan plastisitas dinding sel, sekitar 20 menit
setelah aplikasi auksin.

Pembahasan

Tumbuhan umumnya memiliki atau menghasilkan zat pengatur


tumbuh yang dimiliki tumbuhan lainya. Salah satu zat pengatur tumbuh
pada tumbuhan adalah auksin, yang telah lama diidentifikasi adalah
auksin indole-3-aceticacid (Asam Indol Asetat), IAA. IAA diturunkan dari
asam amino triptofan melalui banyak langkah enzimatik. Auksin banyak
dihasilkan pada pucuk apikal batang dan kemudian ditranspor ke bagian
bawah tumbuhan.

Pengamatn ini bertujuan untuk meneliti pengaruh auksin terhadap


pertumbuhan tunas apikal, dan daerah kecambahlah yang diamati
sebagai penghasil auksin di apikal tajuk. Perlakuan pada praktikum ini
dilakukan dengan tanaman control, tanaman yang di beri pasta lanolin
dan pasta IAA. Tanaman control, batang tanamannya dibiarkan tumbuh
seperti biasa. Panjang rata-rata tunas lateral sebesar 80 mm dan diameter
rata-rata batang adalah 2 mm. Pada tanaman yag tunas apikalnya
dipotong dan dioleskan pasta IAA, jenis dari auksin, memiliki panjang ratarata tunas lateral 40.5 mm dan diameter batangnya adalah 2.5 mm.
Batang tanaman yang pucuknya diberi pasta lanolin setelah dipotong
memiliki panjang tunas lateral adalah 27.5 mm dan diameter batangnya
adalah 3 mm. Batang tunas yang ujungnya diberi IAA tampak lebih
pendek dari pada kontrol. Hal ini diduga karena konsentrasi IAA ynag
diberikan di ujung tunas terlalu tinggi sehingga justru menghambat
pemanjangan sel. Sementara itu diameter batang menjadi lebih besar dari
control karena akumulasi IAA yang tiba-tiba pada batang yang dipotong
menghasilkan kalus atau pengembangan sel. Kalus ini mengandung selsel parenkim hasil perkembangan meristem pusat atau aktivitas meristem
yang ada di batang tersebut.

Batang tanaman yang diberika pasta lanolin menunjukan panjang rata rata
pertumbuha batang lateralnya lebih rendah daripada yang dierikan pasta
IAA. Hasil ini menunjukkan bahwa lanolin hampir tidak memberikan
banyak perubahan pada perkembangan tunas lateral. Selain panjang
tunas lateral dan diameter batang, ada hasil lain yang didapat dari
perlakuan, yaitu pangkal batang utama tunas yang diberi IAA dan lanolin
menjaadi lebih mudah lepas atau rontok dari tanaman. Hali ini diduga
karena konsentrasi IAA yang tinggi memicu pembentukkan etilen
sehingga perkembangan terhambat dan batag mudah rontk. Seluruh
perlakuan di atas dilakukan dengan memotong ujung tunas apikal tempat

dihasilkannya auksin dan diganti dengan pasta IAA atau lanolin, dan
ditutup plastic hitam. Perlakuan ini karena auksin peka dan tidak berfungsi
jika terpapar oleh cahaya.

Kesimpulan

Tanaman kecambah kacang hijau memproduksi auksin di ujung apikal


dari tajuk yang akan menyebabkan dominasi apikal. Auksin IAA dan
Lanolin yang menggantikan auksin alami akan menyebabkan
terhambatnya pertumbuhan jika diberikan pada konsentrasi yang tinggi.
Selain menghambat, konsentrasi auksin yang tinggi pada batang yang
dipotong juga mampu menyebabkan pengembangan jumlah sel di ujung
batang. Auksin akan menghasilkan pertumbuhan optimal pada
konsentrasi tertentu yang rendah.
Filed under fisiologi tumbuhan | Leave a comment
Jun9
UJI BIOLOGI 2,4-D
Posted on June 9, 2011 by puspalarasati
Standard

Tujuan

Menentukan konsentrasi efektif 2,4-D sebagai herbisida dengan


menggunakan kurva respon tumbuh akar terhadap logaritma konsentrasi
2,4-D.

Pendahuluan

Hormon yang berarti menggiatkan pada khususnya dibentuk disuatu tempat,


akan tetapi menunaikan fungsinya di tempat lain. Hormon tumbuhan
adalah senyawa organik yang disintetis di salah satu bagian tumbuhan
dan dipindahkan kebagian lain, dan pada konsenterasi yang sangat
rendah mampu menimbulkan respons fisiologis. Respons pada organ
sasara tidak selalu bersifat mamacu, karena proses seperti pertumbuhan
dan diferensiasi kadang malahan terhambat oleh hormone, terutama oleh
asam absisat (Miftahudin 2010). Pada tumbuhan dikenal fitohormon yaitu
sekumpulan zat-zat yang membantu pertumbuhan. Zat penumbuh

tersebut antara lain, auksin, hetero-auksin, asam indol asetat, kinin,


giberalin, hidrazida malat, asam traumatat dan vitamin (Dwidjoseputro
1980).

Auksin berfungsi untuk meregulasi banyak proses fisiologis seperti


pembelahan sel, inisiasi akar, dominasi apikal, senesens daun, absisi
daun, pembungaan, dan lain sebagainya(Davies 1995). Auksin terdiri dari
dua kelompok, yaitu auksin alami, dan auksin sintetik. Contoh auksin
alami adalah indol acetic acid (IAA) dan 2-phenylacetic acid (PAA).
Sedangkan auksin sintetik antara lain indol-3-butire acid (IBA), 2.4dichlorophenoxy acetic acid (2.4-D) dan -Naphtalene acetic acid (-NAA).

Auksin yang lemah dalam zat pengatur tumbuh dapat dikonversi menjadi
auksin kuat dari aksi enzim tumbuhan pada komposisi nutrisinya. Auksin
sintetik 2.4-D akan membahayakan tumbuhan yang mampu melakukan
proses -oksidasi, karena jika tumbuhan melakukan proses -oksidasi,
saat atom karbon pemula genap, auksi 2.4-D akan diubah menjadi
senyawa asam phenilasetat, jika jumlah atom karnon ganjil, hasil oksidasi
akan berupa senyawa fenol yang dapat mengaktifkan atau menghambat
pertumbuhan tanaman. Fenomena ini digunakan untuk memanfaatkan
beberapa senyawa auksin sebagai herbisida pada bidang pertanian
(Galston 1970).

Transpor IAA dalam sel tampaknya diatur oleh pH. Karena IAA- tidak
menembus membran tanpa bantuan, sementara IAA dengan mudah
berdifusi menembus membran, auksin cenderung terakumulasi dalam
ruang sel yang lebih alkalin. Ekitas sepertiga IAA ditemukan dalam
kloroplas, dan sisanya dalam sitosol. Aplikasi dari auksin 2.4-D adalah
melindungi dan meningkatkan hasil panen, mengontrol dan mengurangi

gulma tana merusak tanaman yang dibudidayakan. Auksi 2.4-D digunakan


sebagai herbisida karena termasuk produk yang tidak mahal, dan dalam
konsentrasi penghambatannya sebagai herbisida tidak berbahaya bagi
manusia dan hewan lainya, dan efek residunya cepat hilang. Beberapa
orang berpendapat 2.4 D memiliki efek selektif yaitu membunuh dikotil
berdaun lebar dan tidak berbahaya bagi monokotil.

Hasil Pengamatan

Tabel 1 Data panjang akar dengan berbagai perlakuan konsentrasi 2.4 D

Konsenterasi 2.4 D (mg/L)

Data panjang akar (cm)

Rata-rata panjang akar (cm)

Simpangan baku (S)

Galat Baku (SD)

11.4

11.03

0.55

0.74

11.3

10.4

0.001

12

11.97

0.65

0.80

12.6

11.3

0.01

9.8

8.3

1.55

1.24

6.7

8.5

0.1

3.5

3.26

0.20

0.45

3.1

3.2

1.1

1.13

0.05

0.22

1.1

1.2

10.0

0.107

0.107

0.10

0.32

Tidak diketahui

0.953

0.953

0.79

0.89

Perhitungan :

Konsenterasi 2,4 D = 0 mg/L

Cara manual

Simpangan Baku2

= 0.30

Simpangan Baku

= 0.55

Galat Baku

= 0.74

Cara kalkulator

Simpangan Baku

Shift Mode Reset All(=)

Mode Reg (3) Lin(1) 11.4 M+ 11.3 M+ 10.4 M+ Shift S-Var(2)


n-1 (3) 0.55

Galat Baku

= 0.74

Grafik 1 Hubungan antara Logaritma Konsenterasi dengan Rata-rata Panjang


Akar .

Pembahasan

Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang memiliki banyak ragam, mulai
dari keaktifannya, bentuk molekulnya dan asal pembentuknnya. Auksin
berdasarkan asal pembentukan ada yang berasal dari tumbuhan atau
disebut juga sebagai auksin alami, dan ada auksin yang dibuat manusia
ataun auksin sintetis. Pengamatan ini menggunakan 2.4-D (2.4dichlorophenoxyacetic acid). Senyawa ini merupakan senyawa dengan
keaktifan tinggi. Pada tanaman yang mampu melakukaan reaksi reaksi oksidatif akan mengalami keracunan karena tanaman tersebut mampu

mengoksidasi butirat menjadi derivate asetat atau fenol. Fenol bersifat


mengahambat atau menonaktifkan tumbuhan. Sifat dari zat pengatur
tumbuh ini menjadikannya herbisida yang efektif dan spesifik hanya pada
tanamaan tertentu.

Biji mentimun (Cucumis sativus) yang diberi konsetrasi 2.4-D yang berbeda
menghasilkan pertumbuhan akar yang berbeda-beda juga. Bji mentimun
yang tidak diberikan 2.4-D pada hari pengamatan panjang akar
tanamannya adalah 11.03cm. Pada konsentasi 0.001 mg/L panjang ratarata akar sebesar 11.97 cm. Hal ini menandakan bahwa pemberian 2.4D
dalam jumlah sedikit akan memacu pemanjangan akar suatu tanaman.
Panjang akar tanaman pada konsentrasi 2.4-d sebesar 0.01 mg/L, 0.1
mg/L, 1 mg/L, dan 10 mg/L berturut-turut adalah 8.3cm, 3.26cm, 1.13cm,
dan 0.107 cm. Dari hasil ini terlihat bahwa peningkatan konsentrasi 2.4-D
mempengaruhi penurunan panjang rata-rata akar. Konsentrasi 2.4-D yang
tinggi terbukti menghambat pertumbuhan tanaman mentimun (Cucumis
sativus). Selain menjadi senyawa beracun, 2.4-D diduga menghambat
pertumbuhan tanaman melalui perubahan jumlah kromosom dalam sel.

Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam induksi embrio somatik, seperti 2.4D dalam konsentrasi tinggi, kemungkinan dapat menghambat
terbentuknya benang gelondong selama proses mitosis, menyebabkan
benang gelondong berbentuk tidak normal atau selama proses pembelaha
sel, sel yang seha

rusnya memasuki proses tahapan istirahat

sementara tiba-tiba memasuki pembelahan sel berikutnya sebelum inti


sempat bermitosis.

Penghitungan panjang akar mentimun dilakukan dengan tiga kali ulangan.


Dengan menghitung rata-rata tiap perlakuan yang kemudian dilakukan

perhitungan menggunakan simpangan baku. Simpangan baku merupakan


besarnya simpangan dari data-data yang tersedia. Simpangan baku
terkecil menunjukkan data yang terkumpul merupakan data yang paling
baik dan bisa dipercaya. Hasil perhitungan simpangan baku pada
pengamatan ini masih terbilang kecil dan menandakan data yang
diperoleh baik dan dapat dipercaya.

Kesimpulan

Senyawa 2,4-D merupakan auksin sintetik yang mampu bekerja sebagai


herbisida pada kondisi tertentu. Konsentrasi penghambatan minimal pada
tanaman mentimun (Cucumis sativus) oleh 2.4-D adalah 0.1 mg/L, karena
mulai dari konsenterasi tersebut pertumbuhan akar mulai terhambat atau
mengalami penurunan. Semakin tinggi konsentrasi 2.4-D yang digunakan
semakin rendah pertumbuhan suatu tanaman. Hasil perhitungan
simpangan baku pada pengamatan ini masih terbilang kecil dan
menandakan data yang diperoleh baik dan dapat dipercaya.
Filed under fisiologi tumbuhan | Leave a comment
Feb24

KURVA SIGMOID PERTUMBUHAN


Posted on February 24, 2011 by puspalarasati
Standard

Tujuan

Meneliti laju tumbuh daun sejak dari embrio dalam biji sampai daun
mencapai ukuran tetap pada tanaman kacang jogo.

Pendahuluan

Salah satu ciri organisme adalah tumbuhdan berkembang. Tumbuhan tumbuh


dari kecil menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embr
io kemudian menjadi individu dewasa (Campbell 2002). Pertumbuhan
diartikan sebagai suatu proses pertambahan ukuran atau volume serta
jumah sel secara irreversible, yaitu tidak dapat kembali ke bentuk semula
(Syamsuri 2004). Pertambahan volume sel merupakan hasil sintesa dan
akumulasi protein, sedangkan pertambahan jumlah sel terjadi dengan
pembelahan sel (Kaufman 1975). Proses tumbuh dapat dilihat pada selang
waktu tertentu, di mana setiap pertumbuhan tanaman akan menunjukkan
suatu perubahan dan dapat dinyatakan dalam bentuk kurva atau diagram
pertumbuhan.

Kurva sederhana sering berguna dalam perujukan berbagai data yang terukur
(Salisbury 1995). Kurva sigmoid yaitu kurva pertumbuhan cepat pada fase

vegetatif sampai titik tertentu akibat pertambahan sel tanaman kemudian


melambat dan akhirnya menurun pada fase senesen. Kurva menunjukkan
ukuran kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Tiga fase utama biasanya
mudah dikenali, yaitu fase logaritmik, fase linier dan fase penuaan. Pada
fase logaritmik ini berarti bahwa laju pertumbuhan lambat pada awalnya,
tapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan ukuran
organisme. Semakin besar organisme, semakin cepat ia tumbuh. Pada
fase linier, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan. Fase
penuaan dicirikan oleh laju pertumbuhan yang menurun, saat tumbuhan
sudah mencapai kematangan dan mulai menua.

Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian berangsur-angsur lebih


cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya laju tumbuh menurun.
Apabila digambarkan dalam grafik, dalam waktu tertentu maka akan
terbentuk kurva sigmoid (bentuk S). Bentuk kurva sigmoid untuk semua
tanaman kurang lebih tetap, tetapi penyimpangan dapat terjadi sebagai
akibat variasi-variasi di dalam lingkungan. Ukuran akhir, rupa dan bentuk
tumbuhan ditentukan oleh kombinasi pengaruh faktor keturunan dan
lingkungan (Solin 2009). Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat
biasanya tumbuhan mengalami fase adaptasi terhadap lingkungan
tumbuhnya.

Hasil Pengamatan

Tabel 1 Data panjang rata-rata daun pengamatan

Umur Tanaman

Panjang rata-rata daun (cm)

0.75

2.5

4.183

7.025

10.37

12

12.29

15

12.62

18

12.94

21

13.01

24

13.42

28

13.6

Gambar 1 Phaseolus vulgaris tampak samping.

Gambar 2 Phaseolus vulgaris tampakatas.

Grafik 1 Hubungan umur tanaman terhadap panjang rata-rata daun.

Pembahasan

Praktikum kali ini melakukan pengamatan laju tumbuh daun sejak dari
embrio dalam biji sampai daun mencapai ukuran tetap pada tanaman
kacang jogo. Setiap hari dilakukan penyiraman tanaman tersebut dengan
akuades namun pada hari tertentu yang telah disepakati bersama
dilakuan pengukuran panjang rata-rata daun Phaseolus vulgaris ini.

Kurva sigmoid merupakan kurva pertumbuhan cepat pada fase vegetatif


sampai titik tertentu akibat pertambahan sel tanaman kemudian
melambat dan akhirnya menurun pada fase senesen. Kurva menunjukkan
ukuran kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Tiga fase utama biasanya
mudah dikenali, yaitu fase logaritmik, fase linier dan fase penuaan. Pada
fase logaritmik ini berarti bahwa laju pertumbuhan lambat pada awalnya,
tapi kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan ukuran
organisme. Pada hasil pengamatan fase ini terjad dari hari pertama
pengamatan sampai pada hari ke lima sampai panjang daun rata-rata
mencapai 4.183 cm. Semakin besar organisme, semakin cepat ia
tumbuh. Kemudia pertumbuhan dengan meningkat tajam spade hari ke
tujuh dan Sembilan, yang berturut-turut panjang rata-ratan daunnya
mencapai 7.025 cm dan 10.37 cm. Pada fase linier, pertambahan ukuran
berlangsung secara konstan. Jika dilihat hasil pengamatan fase ini terjadi
setelah hari ke duabelas sampai pada akhir pengamatan yaitu hari ke
duapuluh delapan, hal ini dapat dikatakan fase linier karena penambahan

panjang rata-rata tak terlalu drastis hampir stabil. Fase penuaan dicirikan
oleh laju pertumbuhan yang menurun, saat tumbuhan sudah mencapai
kematangan dan mulai menua. Pada pengamatan fase ini belum terlihat,
kemungkinan jika wktu pengamatan diperpanjang, fase ini dapat dilihat.

Data hasil pengamatan panjang daun rata-rata terhadap umur tumbuhan


kemudian tergambar dalam sebuah grafik, kurva yang dihasilkan sedikit
menyerupai huruf S. fase adaptasi tanaman tersebut dengan
lingkungannya berlangsung cepat karena pada pengamatan ketiga sudah
dimulai fase logaritmik, ditandai dengan pertambahan panjang yang
meningkat. Kurva menunjukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi dari
waktu.Kenaikan panjang rata-rata daun ini menunjukkan ukuran kumulatif
dari waktu ke waktu, dimana tanaman pada saat ini berada pada fase
logaritmik. Hal ini sesuai dengan literatur, yang menyatakan bahwa kurva
menunujukkan ukuran kumulatif sebagai fungsi dari waktu. Fase
logaritmik berarti bahwa laju pertumbuhan lambat pada awalnya, tapi
kemudian meningkat terus. Laju berbanding lurus dengan ukuran
organisme.

Simpulan

Tiga fase utama biasanya mudah dikenali, yaitu fase logaritmik, fase linier
dan fase penuaan. Pertumbuhan tanaman mula-mula lambat, kemudian
berangsur-angsur lebih cepat sampai tercapai suatu maksimum, akhirnya
laju tumbuh menurun. Apabila digambarkan dalam grafik, dalam waktu
tertentu maka akan terbentuk kurva sigmoid (bentuk S).
Filed under fisiologi tumbuhan | Leave a comment
Blog Stats

35,565 hits

Meta

Register
Log in
Entries RSS
Comments RSS
WordPress.com

Calendar
October 2013 M

Dec
1

10

11

12

13

14 15 16

17

18

19

20

21 22 23

24

25

26

27

28 29 30

31

Categories

biokimia
biologi cedawan
fisiologi tumbuhan
genetika molekuler
kultur jaringan
lain-lain
penerapan komputer

Bogor Agricultural University


IPB Badge
Blogroll

bio45 ipb puspa


bio45ipb agus H
bio45ipb amar
bio45ipb andri
bio45ipb azizah
bio45ipb dewi
bio45ipb issanto

bio45ipb raka
bio45ipb siti sulfiah
bio45ipb traya
bio45ipb whendi
Bogor Agricultural University
Bogor Agriculture University
Department of Biology ipb
facebook
Faculty of Mathematics and Natural Sciences ipb
HAYATI Journal of Biosciences
himabio ipb
ilkom44ipb Fani Wulandari
ilkom44ipb Fanny Risnuraini
perpustakaan ipb
WordPress.com News

Categories

biokimia
biologi cedawan

fisiologi tumbuhan
genetika molekuler
kultur jaringan
lain-lain
penerapan komputer

Blog at WordPress.com. | The Matala Theme.

Anda mungkin juga menyukai