Anda di halaman 1dari 5

A.

Latar Belakang Kerahasiaan Data WP di OECD


Akibat adanya kewajiban untuk melindungi kerahasiaan, negara-negara telah
mengembangkan kebijakan dan langkah-langkah domestik untuk secara efisien
mengimplementasikan kewajiban tersbut. Kebanyakan kebijakan dan langkah ini
dibangun untuk memastikan kerahasaan yang berkaitan dengan perpajakan
domestik. Kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah ini juga bermanfaat untuk
perlindungan informasi yang dipertukarkan sehubungan dengan tax treaty.
Negara-negara juga mengembangkan langkah-langkah tertentu yang khusus
dilakukan untuk melindungi kerahasiaan informasi yang dipertukarkan
sehubungan dengan tax treaty dan mekanisme pertukaran informasi lainnya.
B. Keberadaan Kebijakan dan Prosedur yang Diriviu dan Disetujui Manajemen
Puncak
Kerahasiaan informasi merupakan merupakan salah satu perhatian
adminitrasi pajak di berbagai negara. Karena itu, penting bagi otoritas pajak
untuk meastikan bahwa kerangka hukum kerahasiaan ini diimplementasikan
dengan baik. Kebijakan dan prosedur ini perlu diriviu dan didorong kepada
pimpinan otoritas pajak. Selain memiliki kebijakan yang komprehensif, otoritas
pajak harus senantiasa memonitor kesesuaian kebijakan dengan pelaksanaannya
di lapangan, sebagai contoh, pemeriksaan lapangan dapat menjadi cara yang
efektif untuk memastikan bahwa orang yang tidak berhak tidak dapat
mengakses data dan catatan fisiko yang terkunci di kabinet atau tempat lain
yang terkunci.
Langkah-langkah harus dilakukan untuk memastikan bahwa kepada para
pegawai telah dilakukan pengecekan latar belakang untuk membantu
meyakinkan bahwa mereka akan menjadi pegawai yang bertanggungjawab dan
tidak menghasilkan risiko keamanan. Kontrak pegawai harus mengandung
kewajiban bagi pegawai untuk menjaga kerahasiaan informasi pajak dan
menjelaskan sanksi jika kewajiban tersebut dilanggar. Kewajiban tersebut harus
belaku hingga pegawai tersebut pensiun. Konsultan, penyeda jasa, kontraktor
dan pihak lain yang memiliki akses ke informasi yang dirahasiakan juga
merupakan pihak yang harus dicek latar belakannya, dan terikat dengan
kewajiban yang sama dengan pegawai untuk menjaga kerahasiaan informasi.
Peraturan tersebut juga harus memuat sanksi dalam hal kewajiban
merahasiakan dilanggar oleh pegawai yang bersangkutan. Pelatihan yang
memadai harus diberikan kepada pegawai yang diwajibkan menjaga kerahasiaan
informasi.
Otoritas pajak perlu membatasi akses kepada gedung atau tempat bekerja
untuk melindungi informasi perpajakan. Langkah-langkah pembatasan termasuk
penyediaan petugas keamanan, penggunaan kode keamanan, dan juga
pembatasan bagi pegawai untuk memasuki daerah-daerah di mana informasi
sensitif berada. Pembatasan akses juga dilakukan terhadap catatan termasuk
yang tersimpan dalam media elektronik.
Otoritas pajak juga harus memiliki kebijakan terkait dengan pemusnakan
informasi. Perlakuan terhadap informasi yang memiliki nilai kerahasiaan berbeda
dengan perlakuan pada informasi yang tidak memiliki nilai kerahasiaan. Tingkat
kerumitan prosedur pemusnahan bergantung pada tingkat kerahasiaan
informasi.
Ketika
kebocoran
informasi
rahasia
terjadi,
investigasi
harus
dilakukan.Investigasi harus cukup dalam untuk menentukan keadaan yang
mengakibatkan kebocoran informasi, pegawai yang bertanggungjawab, dan
penyebab kebocoran. Investigasi tidak boleh menunda langkah-langkah cepat
dalam meminimalisasi dampak dari kebocoran informasi.
Laporan-laporan berikut harus disiapkan setelah investigasi dilakukan:

a. Rekomendasi untuk meminimalisasi penolakan,


b. Analisis mengenai apa yang harus dilakukan untuk mencegah peristiwa
serupa,
c. Rekomendasi hukuman bagi yang terlibat dalam bocornya informasi.
C. Langkah-langkah yang dilakukan otoritas pajak untuk melindungi
kerahasiaan informasi pajak selama pengiriman informasi yang berkaitan
dengan tax treaty atau instrumen pertukaran informasi lainnya.
Kerahasiaan informasi yang dipertukarkan harus dijamin melalui berbagai
langkah pertukaran informasi. Berikut ini adalah hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam pengiriman informasi ke otoritas pajak luar negeri.
1. Mengirim informasi ke otoritas pajak luar negeri
Sebelum mengirimkan informasi, kebanyaka otoritas pajak memastikan
bahwa informasi yang mereka kirimkan akan dijaga kerahasiaannya. Hal ini
termasuk mengkonfirmasi bahwa orang yang meminta informasi adalah orang
yang berwenang meminta informasi dan menerimanya. Semua informasi rahasia
harus dilabeli secara jelas.
Untuk memastikan bahwa kerahasiaan informasi yang dipertukarkan, otoritas
pajak dapat memberikan label peringatan kerahasiaan data. Label tersebut
biasanya berbunyi:
THIS INFORMATION IS FURNISHED UNDER THE PROVISIONS OF A TAX
TREATY AND ITS USE AND DISCLOSURE ARE GOVERNED BY THE
PROVISIONS OF SUCH TAX TREATY.
2. Transmisi pertukaran informasi
Dalam hal dilakukan pertukaran data secara otomatis, rekaman/catatan
harus dikirimkan dalam media yang terenkripsi, bentuk yang aman, atau
dikirimkan dalam file yang terenkripsi. Di beberapa negara, file yang besar dapat
dipecah-pecah menjadi file yang lebih kecil.
D. Langkah-langkah yang dilakukan oleh otoritas pajak untuk memastikan
kerahasiaan informasi yang diterima dari treaty partner
1. Klasifikasi informasi yang diterima dari otoritas luar negeri
Informasi yang diperoleh dari otoritas pajak di luar negeri harus
diklasifikasikan sesuai dengan tingkatannya untuk menjamin kerahasiaan
dan pembatasan kegunaannya.
2. Penyimpanan dan akses ke informasi yang diterima dari otoritas luar negeri
Informasi yang diperoleh dari otoritas pajak di luar negeri harus disimpan di
tempat yang aman. Beberapa memasukkannya dalam database yang
terpisah
dari
administrasi
pajak
domestiknya,
namun
beberapa
menggabungkannya, tetapi kewenangan akses data dibatasi.t
3. Transmisi informasi dari otoritas yang berkompeten kepada area administrasi
pajak lain
Adalah penting untuk mengetahui jejak rekam informasi yang diberikan
kepada otoritas negara lain, berupa kepada siapa dilampirkan, berapa
banyak yang digandakan, dan siapa saja yang memiliki penggandaan
tersebut.
E.

Rekomendasi OECD terkait Kerahasiaan Data Wajib Pajak


Dari best practice yang ada, maka didesainlah beberapa prinsip yang
merupakan rekomendasi kepada otoritas pajak untuk menjamin kerahasiaan
data Wajib Pajaknya.
1. Kerangka Hukum

a. Negara-negara harus memastikan bahwa instrumen yang memungkinkan


pertukaran informasi data pajak menyatakan bahwa kerahasiaan
informasi harus dijaga.
b. Negara-negara harus memiliki undang-undang pajak sendiri yang
memastikan
bahwa
informasi
yang dipertukarkan dalam perjanjian pajak atau pertukaran informasi lain
akan dijaga kerahasiaannya sesuai dengan perjanjian kewajibannya.
kewajiban.
c. Undang-undang dalam negeri tidak harus mengizinkan pemberian
informasi
yang
diperoleh berdasarkan perjanjian pajak atau pertukaran lainnya
mekanisme
informasi
dengan cara yang tidak konsisten dengan kewajiban kerahasiaan dalam
mekanisme tersebut.
d. Harus ada sanksi yang cukup di tempat ketika kewajiban merahasiakan
data
WP
telah dilanggar untuk memberikan efek jera dan memastikan
bahwa pelanggaran akan ditangani dengan efektif.
2. Kebijakan Administratif dan Praktik untuk Menjaga Kerahasiaan Data WP
e. Kebijakan dan prosedur kerahasiaan data WP harus tepat, diriviu secara
berkala dan disahkan pada tingkat atas dalam administrasi perpajakan.
Selanjutnya, harus jelas siapa yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan kebijakan tersebut.
f. Pemeriksaan keamanan harus diperketat untuk yang akan mengakses ke
data WP yang rahasia.
g. Kontrak kerja harus berisi ketentuan-ketentuan yang berhubungan
dengan kewajiban karyawan sehubungan dengan kerahasiaan pajak
informasi dan kewajiban tersebut harus terus pasca kerja.
h. Pemberi kerja harus memberikan pelatihan secara teratur yang
menjelaskan tanggung jawab karyawan sehubungan dengan informasi
pajak yang bersifat rahasia termasuk pemahaman yang jelas tentang di
mana mereka dapat memperoleh bantuan jika mereka memiliki
pertanyaan atau saran.
i. Bangunan atau wilayah yang mengandung informasi pajak harus aman
dan tidak dapat diakses oleh orang yang tidak berwenang.
j. Ketika dokumen yang berisi informasi rahasia (baik kertas atau
elektronik) disimpan, diedarkan, diakses atau dijual, maka harus
dilakukan dengan cara yang aman untuk menjamin kerahasiaan
dokumen
dipertahankan.
k. Kebijakan
dan
prosedur
harus
dibuat
untuk
mengelola
pengungkapan informasi rahasia. Jika pengungkapan yang tidak sah
membutuhkan waktu maka investigasi harus dilakukan dan laporan
lengkap
termasuk rekomendasi harus siap.
l. Administrasi pajak harus memastikan bahwa informasi yang dikirim oleh
yang berkompeten, kewenangan secara elektronik atau melalui pos
ditransmisikan dengan aman dan dalam kasus transmisi elektronik
dengan tingkat yang sesuai enkripsi.
m. Semua permintaan yang masuk untuk informasi dan semua informasi
yang diterima harus disimpan dengan cara yang aman. Akses harus
dikontrol
secara
ketat
dan
pada kebutuhan untuk mengetahui dasar. Dimana sistem IT yang

digunakan, akses harus dengan login dan password masing-masing.


Sebuah sistem yang meninggalkan sidik jari elektronik yang
memungkinkan
identifikasi
petugas
pajak
yang
mengakses file yang diinginkan. Bila informasi yang disimpan dalam
kertas
Format harus ditempatkan dalam lemari yang terkunci dengan akses
terbatas.
n. Pihak yang berwenang harus mengambil tindakan pencegahan ketika
menyimpan atau mengirim informasi EOI kepada orang lain dalam
administrasi pajak.
STUDI KASUS
KERAHASIAAN DATA WAJIB PAJAK KEMBALI DISOAL
JAKARTA: DPR meminta agar ketentuan mengenai kerahasiaan data wajib pajak
dicabut, karena hal itu dinilai sebagai penyebab terjadinya praktik mafia pajak
dan menyulitkan transparansi dalam sistem perpajakan nasional.
Anggota Komisi XI DPR dari FPDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari mengatakan
praktik mafia pajak selalu muncul karena ketentuan tentang kerahasiaan data
wajib pajak itu memberikan ruang bagi petugas pajak untuk bermain.
"Permasalahan perpajakan yang muncul belakangan ini terjadi karena adanya
ruang gelap di Ditjen Pajak, di mana ada ketentuan yang mengatur soal
kerahasiaan wajib pajak," katanya dalam rapat dengar pendapat Komisi XI DPR
kemarin.
Menurut dia, pembukaan akses data wajib pajak sudah dipraktikkan di negaranegara lain seperti Swedia, Cile, dan Amerika Serikat. Pembukaan data wajib
pajak di negara-negara tersebut berhasil mencegah terjadinya praktik mafia
pajak.
"Mafia pajak itu selalu bekerja di ruang gelap, karena menguasai informasi gelap
itu maka memunculkan permainan," katanya.
Dalam Pasal 34 UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) diatur tentang rahasia
jabatan, di mana pejabat maupun tenaga ahli dilarang memberitahukan datadata tentang wajib pajak kepada pihak lain yang tidak berkepentingan, kecuali
untuk keperluan pengadilan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebenarnya sudah sejak lama mempersoalkan
keberadaan pasal tersebut. Bahkan BPK pernah mengajukan uji materiel ke
Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan pasal tersebut karena dinilai
menghambat proses audit penerimaan negara yang dilakukan BPK. Namun,
upaya tersebut ditolak oleh MK.
Kasus pajak
Munculnya beberapa kasus perpajakan belakangan ini, kembali mendorong
semangat untuk mencabut keberadaan pasal tersebut.

Direktur Utama PT Permata Hijau Sawit (PHS) Jhony Virgo mengaku sangat setuju
apabila keberadaan pasal tersebut dicabut karena dapat memberikan kepastian
hukum di bidang perpajakan.
"Sebagai wajib pajak, kami setuju [kerahasiaan data wajib pajak dicabut]. Perlu
ada kejelasan terhadap masalah perpajakan yang dihadapi. Mungkin di
perusahaan lain juga terjadi," ujarnya saat ditanya mengenai ide pencabutan
pasal kerahasiaan data wajib pajak itu.
Namun, pengamat pajak dari Tax Center Universitas Indonesia Darussalam
menilai pasal kerahasiaan data wajib pajak tidak boleh dicabut karena itu
merupakan salah satu hak dasar wajib pajak yang harus dilindungi oleh UU.
"Tata cara pengungkapan kerahasiaan data wajib pajak kepada pihak ketiga
harus diatur secara tegas dengan UU. Jadi harus ada pasal dalam UU yang
mengatur kerahasiaan wajib pajak dan bagaimana tata cara pengungkapannya
kepada pihak ketiga," katanya.
Oleh Achmad Aris
Bisnis Indonesia
Sumber : Bisnis Indonesia
Tanggal : 19 Mei 2010
Tanggapan
Menurut kelompok kami, kerahasiaan data wajib pajak harus tetap dijaga
karena hal tersebut menyangkut kepercayaan dari Wajib Pajak bahwa datadata perusahaan atau data pribadinya tetap terlindungi dari pihak ketiga
atau pihak lain yang tidak memiliki kepentingan. Apabila kewajiban
kerahasiaan data dicabut, WP tentu tidak akan merasa aman dalam
melaporkan kewajiban pajak yang sebenarnya. Hal ini tentu akan
berpengaruh kepada pencapaian target penerimaan pajak. Untuk hal terkait
praktik mafia pajak, dalam tubuh DJP sendiri sudah dibentuk suatu direktorat
yang khusus menangani tentang kepatuhan internal, yaitu Direktorat Kitsda.
Bahkan di setiap unit KPP, terdapat seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan
Internal yang bertugas untuk mengawasi agar pekerjaan fiskus dilaksanakan
sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Selain itu terdapat pengawasan
melekat juga dari atasan. Itjen Kemenkeu juga berperan dalam mengawasi
pegawai dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Maka, untuk memberantas
praktik mafia pajak, struktur pengawasan inilah yang dipertegas fungsinya.
Referensi
https://id.scribd.com/doc/238808898/Kerahasiaan-Data-Wajib-Pajak
http://www.ikpi.or.id/content/kerahasiaan-data-wajib-pajak-kembali-disoal

Anda mungkin juga menyukai