FACES TRAUMA
A boy aged 8 years was brought to the Emergency Unit after an accident. He
bounced from the host and his bike hit the pavement and the bottle containing the
liquid battery rupture and the liquid is brought about him. Conscious patient,
suffering from facial and jaw injuries are very severe, the patient also look
crowded. On physical examination the doctor found the patient's difficulty
answering the question being asked by a doctor because of the deformity on the
right cheek and out of the mouth and nose bleeding.
STEP 1
STEP 2
1.
2.
3.
4.
5.
STEP 3
1. Bagaimana penatalaksanaan trauma kimia pada mata?
a. Irigasi
b. Doubel eversi
c. Debridemen
d. Antibiotik
e. Analgesik topical
Prinsip tatalaksana :
a. Mempertahankan struktur mata
b. Mencegah infeksi
c. Memperbaiki penglihatan
2. Apa saja macam-macam trauma kimia pada mata dan manifestasinya?
- Asam
- Basa
Derajat : I : Kornea masih baik
II : Kornea berkabut, iris jelas
III : Kornea hilang total
IV : Kornea Opak
3. Bagaimana penanganan trauma wajah pada kasus?
a. Periksa dan pantau tamda vital
b. Menjaga jalan nafas
c. Mengatasi perdarahan
d. Dilihat kesadaran pasien
e. Tindakan bedah
4. Apa saja derajat trauma wajah dan komplikasinya?
a. Trauma jaringan lunak
- Ekskoriasi
- Luka sayat, robek
- Luka bakar
- Luka tembak
b. Trauma jaringan keras
- Fraktur hidung
- Fraktur mandibula
- Fraktur maxilla
- Fraktur tulang pipi
5. Mengapa pasien sesak dan apa penyebab obstruksi jalan nafas?
a. Lidah menyumbat orofaring
b. Obstruksi karena cairan
- Muntahan
- Darah
- Secret
STEP 4
1. TRAUMA KIMIA MATA
Basa pH > 7
Asam pH <7
pH cairan mata 7,3
sifat kerusakan : Basa > asam
Trauma kimia baik asam maupun basa sama-sama mendenaturasi protein,
namun pada trauma asam bahan asam akan membentuk koagulan pada
permukaan sehingga mencegah asam penetrasi lebih dalam ke jaringan,
sedangkan bahan basa tidak membentuk koagulan melainkan bersifat cair
yang akan mudah menembus jaringan hingga ke bagian dalam.
TRAUMA ASAM
Asam organik; asam citrat,maleat,acetat,dll
As.non.organik: HCl,HNO3,H2SO4 dll
Patofisiologi
Asam lemah dpt merusk dinding sel
Daya tembus asam organic > anorganik
Kadar rendah : kekentalan
Protoplasma koagulasi reaksi:iritasi
Kadar tinggi : denat.protein asam proteinat
Sifat merusaknya asam tergantung dari: pH, affinitas protein dan daya
tembusnya
Klasifikasi keparahan:
1. Mild Injury
erosi epitel kornea
reepitelisasi lambat
kornea sedikit oedem, visus sedikit terganggu
2. Moderatelly severe Burn
kornea keruh
iris kurang berkilat
sianosis / nekrosis conjunctiva
3
TRAUMA BASA
Patofisiologi:
Basa menyebabkan kekentalan protoplasma terbentuk liquid fraction dan
vacuolisasi sehingga terjadi penggumpalan. Mekanisme terbentuknya garam
alkali proteinat : Basa dgn lemak akan membentuk sabun sehingga merusak
dinding sel dengan menambah daya penetrasinya sehingga terjadi nekrosis
fokal.
Kerusakan kornea biasanya terjadi pada pH 11,5.
Berat ringannya trauma basa tergantung pada: pH, lama kontak dan daya
tembus.
Klasifikasi Thoft
-
Tatalaksana
1. Segera
Irigasi dgn air yang mengalir selama 30 menit sebanyak 2 liter
Bawa pasien ke emergency room
Irigasi dgn NaCl 0,9%,beri Pantocain ED
Jika ada benda asing, bersihkan
Pada trauma basa dpt terjadi pelepasan enzim collagenase, beri
EDTA calcium atau cystein 0,2 molar atau acetyl cystein 1,2 molar.
Acetazolamide 500 mg
Vitamin C utk kolagenase
40-50 ml 2x sehari
Mannitol 20% IV (2,5 mg/kg/BB/hr)
Dexamethasone ED atau sistemik utk
Cegah iridocyclitis
wajah
yaitu
tulang
frontal,
temporal,
banyak
faktor
etiologi
yang
menyebabkan
fraktur
pengendara
sepeda
motor.
Hal
ini
dikarenakan
pelindung
kepala
(helm),
kecepatan
dan
tripod,
merupakan
namun
empat
fraktur
fraktur
yang
kompleks
zigomatik
berlainan.
Keempat
3. Fraktur Dentoalveolar
Injuri dento-alveolar terdiri dari fraktur, subluksasi atau
terlepasnya gigi-gigi (avulsi), dengan atau tanpa adanya
hubungan dengan fraktur yang terjadi di alveolus, dan
mungkin terjadi sebagai suatu kesatuan klinis atau
bergabung dengan setiap bentuk fraktur lainnya.
semacam
ini
menghantam
satu
gigi
atau
4. Fraktur Maksila
Klasifikasi fraktur maksilofasial yang keempat adalah
fraktur maksila, yang mana fraktur ini terbagi atas tiga
jenis fraktur, yakni ; fraktur Le Fort I, Le Fort II, Le Fort III.
a. Fraktur Le Fort I
Fraktur Le Fort I dapat terjadi sebagai suatu kesatuan
tunggal atau bergabung dengan fraktur fraktur Le
Fort II dan III.
Pada Fraktur Le Fort I, garis frakturnya dalam jenis
fraktur
transverses
rahang
atas
melalui
lubang
fraktur
Sutura
piramidal
melibatkan
zigomatimaksilaris
dan
sutura-sutura.
nasofrontalis
saat
pemeriksaan.
Derajat
gerakan
ini
biasanya
kranioserebral,
yang
disertai
mana
dengan
bagian
yang
cedera
terkena
5. FrakturMandibula
Fraktur mandibula merupakan akibat yang ditimbulkan
dari trauma kecepatan tinggi dan trauma kecepatan
rendah. Fraktur mandibula dapat terjadi akibat kegiatan
olahraga, jatuh, kecelakaan sepeda bermotor, dan trauma
interpersonal. Di instalasigawat darurat yang terletak di
kota-kota
besar,
setiap
harinya
fraktur
mandibula
fraktur
mandibula
atau
tidak.
Namun,
Kebanyakan
fraktur
simfisis,
badan
mandibula
dan
Pemeriksaaan Klinis
Pemeriksaan klinis dari masing-masing fraktur maksilofasial
dapat dilakukan dalam dua pemeriksaan, yakni pemeriksaan
ekstra oral dan intra oral. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
radiografis
yang
dapat
membantu
dalam
menegakkan
Pada
pemeriksaan
ekstra
oral,
pemeriksaan
bentuk
garis
hidung
yang
tidak
normal.
hidung
yang
bergerak
dan
remuk.
Pada
klinis
pada
fraktur
kompleks
zigoma
mata,
pembengkakan
subkonjungtiva,
mata
juling,
kelopak
asimetris
ekhimosis,
mata,
pupil,
proptosis,
perdarahan
hilangnya
tonjolan
fraktur
komplek
zigomatikus
dilakukan
12
fraktur
dentoalveolar
dilakukan
dengan
d. Fraktur Maksila
Fraktur maksila terbagi atas fraktur Le Fort I, Le Fort II dan
Le Fort III, dimana pemeriksaan klinis pada masing-masing
fraktur Le Fort tersebut berbeda.
Le Fort I
Pemeriksaan klinis pada fraktur Le Fort I dilakukan dalam
dua pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral.
Pada pemeriksaan ekstra oral, pemeriksaan dilakukan
dengan visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi dapat
terlihat adanya edema pada bibir atas dan ekimosis.
Sedangkan secara palpasi terdapat bergeraknya lengkung
rahang atas. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan
dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi
dapat terlihat adanya open bite anterior. Sedangkan
secara
palpasi
terdapat
rasa
nyeri.
Selanjutnya
13
ekstra
pemeriksaan
oral.
Pada
dilakukan
pemeriksaan
dengan
ekstra
visualisasi.
oral,
Secara
tes
mobilitas
pada
maksila
akan
14
e. Fraktur Mandibula
Pemeriksaan klinis pada fraktur mandibula dilakukan dalam dua
pemeriksaan yakni secara ekstra oral dan intra oral. Pada pemeriksaan
ekstra oral, pemeriksaan dilakukan dengan visualisasi dan palpasi. Secara
visualisasi terlihat adanya hematoma, pembengkakan pada bagian yang
mengalami fraktur, perdarahan pada rongga mulut. Sedangkan secara
palpasi terdapat step deformity. Pada pemeriksaan intra oral, pemeriksaan
dilakukan secara visualisasi dan palpasi. Secara visualisasi terlihat
adanya gigi yang satu sama lain, gangguan oklusi yang ringan hingga
berat, terputusnya kontinuitas dataran oklusal pada bagian yang
mengalami fraktur. Sedangkan secara palpasi terdapat nyeri tekan, rasa
tidak enak pada garis fraktur serta pergeseran.
Pada fraktur mandibula dilakukan pemeriksaan foto roentgen proyeksi
oklusal dan periapikal, panoramik tomografi ( panorex ) dan helical CT.
15
16
Dirabakan hawa ekspresi yang keluar dari lubang hidung atau mulut, dan
ada tidaknya getaran di leher waktu bernapas. Adanya getaran di leher
menunjukkan sumbatan parsial ringan. Pada penderita trauma perlu
diraba apakah ada fraktur di daerah maksilofasial, bagaimana posisi
trachea.
Obstruksi jalan napas dapat disebabkan oleh:
1. Lidah menyumbat orofaring
Pada pasien tidak sadar atau dalam keadaan anestesia posisi terlentang,
tonus otot jalan napas atas, otot genioglossus hilang, sehingga lidah akan
menyumbat hipofaring dan menyebabkan obstruksi jalan napas baik total
atau parsial. Keadaan ini sering terjadi dan harus cepat diketahui dan
dikoreksi dengan beberapa cara, misalnya manuver tripel jalan napas
(triple airway maneuver), pemasangan alat jalan napas faring
(pharyngeal airway), pemasangan alat jalan napas sungkup laring
(Laryngeal mask airway), pemasangan pipa trakea (endotracheal tube).
Manuver tripel jalan napas:
a. Kepala di ekstensikan pada sendi atlanto-oksipital
b. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
c. Mulut dibuka
Dengan manuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas,
sehingga gas atau udara lancar masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
17
Berbentuk pipa bulat berlubang tengahnya dibuat dibuat dari bahan karet
lateks lembut. Pemasangan harus hati-hati dan untuk menghindari
trauma mukosa hidung pipa diolesi dengan jelly.
Sungkup laring
Sungkup laring (LMA, laryngeal mask airway) ialah alat jalan napas
berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang ujung menyerupai
sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada
pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa keras dari polivinil atau
lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
a. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.
b. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan
lainnya pipa tambahan yang ujungnya distalnya berhubungan dengan
esofagus.
Cara pemasangan LMA dapat dilakukan dengan atau tanpa bantuan
laringoskop. Sebenarnya alat ini dibuat dengan tujuan diantaranya
supaya dapat dipasanga langsung tanpa bantuan alat dan dapat digunakan
jika intubasi trakea diramalkan bakal mendapat kesulitan. Pemasangan
hendaknya menunggu anestesia cukup dalam atau menggunakan
pelumpuh otot untuk menghindari trauma rongga mulut, faring-laring.
Setelah alat terpasang, untuk menghindari pipa napasnya tergigit, maka
dapat dipasang gulungan kain kasa (bite block) atau pipa napas mulut
faring.
Pipa trakea
Pipa trakea (endotracheal tube) mengantar gas analgetik langsung
kedalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan standar polivinil-klorida.
Ukuran diameter lubang pipa trakea dalam milimeter. Karena penampang
trakea bayi, anak kecil, dan dewasa berbeda, penampang melintang
trakea bayi dan anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat, sedangkan
dewasa seperti huruf D, maka untuk bayi anak digunakan tanpa cuff dan
untuk anak besar dewasa dengan cuff, supaya tidak bocor.
Intubasi trakea
18
posisi
khusus,
19
Penyebab lain terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi
pada susunan saraf pusat.
Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan
nafas yang bebas, kekuatan otot respirasi yang kuat, dinding thoraks yang
utuh, rongga pleura yang negative dan susunan saraf yang baik.
Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik di atas maka akan menyebabkan
volume inspirasi tidak adekuat, sehingga terjadi hipoventiasi yang
mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan
intracranial, yang dapat menurunkan kesadaran dan menekan pusat nafas bila
disertai hipoksemia keadaan akan makin memburuk. Penekanan pusat nafas
akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan
memberikan ventilasi dan oksigenasi.
Pusat nafas bekerja secara otomatis dan menurut kendali. Oleh karena itu,
pada penderita dengan gangguan ventilasi dimana penolonbg belum mampu
mnguasai ventilasinya dan masih memerlukan kooperasi dengan pendirita,
sebaiknya penderita tidak ditidurkan, tetap dalam keadaan sadar.
Gangguan ventiasi dan oksigenasi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru
dan kegagalan fungsi paru
Parameter ventilasi:
Parameter oksigenasi
STEP 5
1.
2.
3.
4.
20
STEP 6
1. Higles Adams Boies. 1997. Trauma Rahang Wajah : Buku Ajar Penyakit THT
Ed. 6. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2. Ilyas, S. (2000). Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta.
3. Khan,
A.N.
2011.
Thoracic
Trauma
Imaging.
http://emedicine.medscape.com/article/357007-overview. Diakses tanggal 3
November 2012.
4. Moe, K.S. 2012. Maxillary and Le Fort Fractures Treatment and
Management.
http://emedicine.medscape.com/article/1283568-treatment.
Penetrating
Chest
http://emedicine.medscape.com/article/425698-overview#showall.
Trauma.
Diakses
21
7. Vaughan D.G., Taylor A, and Paul R.E. 2000. Oftalmologi Umum. Widya
Medika. Jakarta.
8. Wijana, Na. (1983). Ilmu Penyakit Mata. FKUI. Jakarta.
STEP 7
1. Apa saja komplikasi trauma kimia pada mata?
Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,
dan jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus
trauma basa pada mata antara lain:
a. Simblefaron, adalah. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia,
lagoftalmus, sehingga kornea dan penglihatan terganggu.
b. Kornea keruh
2. Apa saja trauma lain yang merupakan kegawatdaruratan pada mata?
Anatomi dan Fisiologi Mata
Secara garis besar anatomi mata dapat dikelompokkan menjadi empat bagian,
dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan diuraikan secara terpadu. Keempat
kelompok ini terdiri dari :
1. Palpebra
Dari luar ke dalam terdiri dari: kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot,
tarsus, vasia dan konjungtiva. Fungsi dari palpebra adalah untuk
melindungi bola mata, bekerja sebagai jendela memberi jalan masuknya
22
Dinding bola mata yang teriri dari: sclera dan kornea. Kornea kecuali
sebagai dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk jalannya sinar.
Saluran air mata yang menyalurkan air mata dari fornik konjungtiva
ke dalam rongga hidung
Definisi
Trauma mata adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan
perlukaan mata. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata, dan
dapat juga sebagai kasus polisi. Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan
sampai berat atau menimbulkan kebutaan bahkan kehilangan mata. Alat
rumah tangga sering menimbulkan perlukaan atau trauma mata.
Macam-macam bentuk trauma:
1. Fisik atau Mekanik
a. Trauma Tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis, atau shutlecock,
membuka tutup botol tidak dengan alat, ketapel.
23
24
atau retina
7. Kunjungtiva kemotis
Patofiliologi
Trauma pada mata dapat mengenai organ mata dari yang terdepan sampai
yang terdalam. Trauma tembus bola mata bisa mengenai :
1. Palpebra
Mengenai sebagian atau seluruhnya jika mengenai levator apaneurosis
dapat menyebabkan suatu ptosis yang permanen
2. Saluran Lakrimalis
Dapat merusak sistem pengaliran air mata dai pungtum lakrimalis sampai
ke rongga hidung. Hal ini dapat menyeabkan kekurangan air mata.
3. Congjungtiva
Dapat merusak dan ruptur pembuluh darah menyebabkan perdarahan sub
konjungtiva
4. Sklera
Bila ada luka tembus pada sklera dapat menyebabkan penurunan tekana
bola mata dan kamera okuli jadi dangkal (obliteni), luka sklera yang lebar
dapat disertai prolap jaringan bola mata, bola mata menjadi injury.
5. Kornea
Bila ada tembus kornea dapat mengganggu fungsi penglihatan karena
fungsi kornea sebagai media refraksi. Bisa juga trauma tembus kornea
menyebabkan iris prolaps, korpusvitreum dan korpus ciliaris prolaps, hal
ini dapat menurunkan visus
25
6. Lensa
Bila ada trauma akan mengganggu daya fokus sinar pada retina sehingga
menurunkan daya refraksi dan sefris sebagai penglihatan menurun karena
daya akomodasi tisak adekuat.
7. Iris
Bila ada trauma akan robekan pada akar iris (iridodialisis), sehingga pupil
agak kepinggir letaknya, pada pemeriksaan biasa teerdapat warna gelap
selain pada pupil, tetapi juga pada dasar iris tempat iridodialisis.
8. Pupil
Bila ada trauma akan menyebabkan melemahnya otot-otot sfinter pupil
sehingga pupil menjadi midriasis
9. Retina
Dapat menyebabkan perdarahan retina yang dapat menumpuk pada
rongga badan kaca, hal ini dapat muncul fotopsia dan ada benda melayang
dalam badan kaca bisa juga teri oblaina retina.
Komplikasi
1. Galukoma sekunder, di sebabkan oleh adanya penyumbatan oleh darah
pada sudut kamera okuli anterior.
2. Imhibisi kornea, yaitu masuknya darah yang terurai ke dalam lamellamel kornea, sehingga kornea menjadi berwarna kuning tengguli dan
visus sangat menurun.
Manifestasi Klinis
a. Hematoma palpebra
Adanya hematoma pada satu mata merupakan keadaan yang ringan,
tetapi bila terjadi pada kedua mata , hati-hati kemungkinan adanya
fraktur basis kranii.
Penanganan: kompres dingin 3 kali sehari.
b. Ruptura kornea
Kornea pecah, bila daerah yang pecah besar dapat terjadi prolapsus iris,
merupakan suatu keadaan yang gawat dan memerlukan operasi segera.
c. Ruptura membran descement
Di tandai dengan adanya garis kekeruhan yang berkelok-kelok pada
kornea, yang sebenarnya adalah lipatan membran descement, visus
sangat menurun dan kornea sulit menjadi jernih kembali.
26
27
struktur
28
terdapatnya
benda
asing
intraokular
adalah
indoftalmitis,
29
2.
reaksi.
Trauma periorbital dapat menyebabkan luka pada okular secara langsung
maupun tdak langsung yang dapat dilihat dari ukuran pupil, kontur, dan
respon yang dapat mengaburkan pemeriksaan neurologis pada pasien
3.
Nila
i
4
3
30
apapun
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Bingung, disorientasi waktu, tempat,
dan orang
Respon Verbal
(V)
1
6
5
Penilaian ini dilakukan terhadap respon motorik (1-6), respon verbal (1-5),
dan respon membuka mata (1-4), dengan interval GCS 3-15. Berdasarkan
beratnya, cedera kepala dikelompokkan menjadi :
1. Cedera kepala ringan dengan nilai GCS 14-15
2. Cedera kepala sedang dengan nilai GCS 9-13
3. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8
Glasgow Coma Scale ditujukan untuk menilai koma pada trauma kepala dan
sebagian tergantung pada respon verbal sehingga kurang sesuai bila
diterapkan pada bayi baru lahir, bayi, dan anak kecil. Oleh karena itu,
diajukan beberapa modifikasi untuk anak. Anak dengan kesadaran normal
31
Nilai
Rewel, Bingung
jelas
Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun
Bagaimana kejadiannya?
Kapan kejadiannya?
Spesifikasi luka, termasuk tipe objek yang terkena, arah terkena, dan alat
4.
5.
33
34
semakin lama luka dibiarkan terbuka dan tidak ditangani, semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya infeksi dan malunion. Perawatan fraktur
dengan menggunakan intermaxillary fixation (IMF) disebut juga reduksi
tertutup karena tidak adanya pembukaan dan manipulasi terhadap area fraktur
secara langsung. Teknik IMF yang biasanya paling banyak digunakan ialah
penggunaan arch bar.
Perawatan fraktur dengan reduksi terbuka ialah perawatan pembukaan dan
reduksi terhadap area fraktur secara langsung dengan tindakan pembedahan.
Reduksi terbuka dilakukan bila diperlukan reduksi tulang secara adekuat.
Indikasi perawatan reduksi terbuka ialah berpindahnya segmen tulang secara
lanjut atau pada fraktur unfavorable, seperti fraktur angulus, dimana tarikan
otot masseter dan medialis pterygoid dapat menyebabkan distraksi segmen
proksimal mandibula.
9. Trauma Thoraks (diagnosis, penatalaksanaan, pemeriksaan, jenis)?
Pengertian Trauma Thorak
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thoraks yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thoraks ataupun isi dari cavum
thoraks yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dan dapat
menyebabkan keadaan gawat thoraks akut.
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thoraksyang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thoraks ataupun isi dari cavum
thoraks yang disebabkan oleh benda tajam atau bennda tumpul dandapat
menyebabkan keadaan gawat thoraks akut.
Trauma thoraks kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul dinding thoraks. Dapat juga disebabkanoleh
karena trauma tajam melalui dinding thoraks.
Kerangka rongga thoraks,meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucut
terdiri dari sternum, 12vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di
anterior dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang yang melayang. Kartilago
dari 6 iga memisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai
35
blast injuries.
Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi.
36
37
terdorong
ke
sisi
berlawanan
dan
menghambat
subklavia
atau
vnea
jugularis
interna.
38
mengubah
tension
pneumothoraks
menjadi
pneumothoraks
volume
darah
yang
dilakukan
bersamaan
dengan
39
dari garis puting susu dan luka di daerah posterior, medial dari skapula
harus di sadari oleh dokter bahwa kemungkinan dibutuhkan torakotomi,
oleh karena kemungkinan melukai pembuluh darah besar, struktur hilus
dan jantung yang potensial menjadi tamponade jantung.
4. Flail Chest
Terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas
dengan keseluruhan dinding dada. Keadaan tersebut terjadi karena fraktur
iga multipel pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau lebih garis
fraktur. Adanya semen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru
di bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius.
Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim
paru yang mungkin terjadi (kontusio paru). Walaupun ketidak-stabilan
dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada
inspirasi dan ekspirasi, defek ini sendiri saja tidak akan menyebabkan
hipoksia.
Penyebab timbulnya hipoksia pada penderita ini terutama disebabkan
nyeri yang mengakibatkan gerakan dinding dada yang tertahan dan
trauma jaringan parunya. Flail Chest mungkin tidak terlihat pada
awalnya, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada. Gerakan
pernafasan menjadi buruk dan toraks bergerak secara asimetris dan tidak
terkoordinasi. Palpasi gerakan pernafasan yang abnormal dan krepitasi
iga atau fraktur tulang rawan membantu diagnosisi. Dengan foto toraks
akan lebih jelas karena akan terlihat fraktur iga yang multipel, akan tetapi
terpisahnya sendi costochondral tidak akan terlihat. Pemeriksaan analisis
gas darah yaitu adanya hipoksia akibat kegagalan pernafasan, juga
membantu dalam diagnosis Flail Chest. Terapi awal yang diberikan
termasuk pemberian ventilasi adekuat, oksigen yang dilembabkan dan
resusitasi cairan. Bila tidak ditemukan syok maka pemberian cairan
kristoloid intravena harus lebih berhati-hati untuk mencegah kelebihan
pemberian cairan. Bila ada kerusakan parenkim paru pada Flail Chest,
maka akan sangat sensitif terhadap kekurangan ataupun kelebihan
40
operasi,
atau
infeksi,
pemasangan
pacu
jantung,
cairan
pada
pericardium
yang
dapat
menyebakan
41
42
mencederai
jaringan
sekitarnya
atau
bahkan
organ
43
44
ahli
membagi
ruptur
diafragma
berdasarkan
waktu
mendiagnosisnya menjadi :
a. Early diagnosis
Diagnosis biasanya tidak tampak jelas dan hanpir 50% pasien
pernapasan
Pemeriksaan fisik yang menudukung : adanya suara bising usus
di dinding thorak dan perkusi yang redup di dinding thorak yang
terkena
b. Delayed diagnosis
Bila tidak terdiagnosa dalam 4 jam pertama, biasanya diagnosa
akan muncul beberapa bulan bahkan tahun kemudian
Sekitar 80-90% ruptur diafragma terjadi akibat kecelakaan
sepeda motor. Mekanisme terjadinya ruptur berhubungan
dengan perbedaan tekanan yang timbul antara rongga pleura dan
rongga peritoneum. Trauma dari sisi lateral menyebabkan ruptur
diafragma 3 kali lebih sering dibandingkan trauma dari sisi
lainnya oleh karena langsung dapat menyebabkan robekan
diafragma pada sisi ipsilateral. Trauma dari arah depan
menyebabkan peningkatan tekan intra abdomen yang mendadak
45
Keadaan ini dikaitkan dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi dan
berakibat fatal pada ketiadaan terapi. Kadang-kadang gejala non spesifik
dapat
menyebabkan
keterlambatan
dalam
diagnosis
dan
dapat
trauma
47
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura.
Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of
breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura
sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.
2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti
verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang
menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu
menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit
yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang
dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien,
yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
Latihan napas dalam.
Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan
batuk waktu slang diklem.
Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc.
Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan
torakotomi.
Jika
banyaknya
hisapan
bertambah/berkurang,
48
paru-paru.
g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa
radiologi.
Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
Tidak ada pus dari selang WSD.
49