STOVE EXPLODES
A woman of 35 years, 8 months pregnant during the antenatal care (ANC) has done regular to a
gynecologist. During the ANC obtained blood pressure 180/100 mmHg, the second leg swelling.
One day he was taken to the Emergency Unit with burns along his chest and abdomen caused by
the explosion of a stove when she was cooking. Patients are aware of pain in the chest and
abdomen which caught fire. Slightly hoarse voice, his eyebrows on fire. The patient complained
of breathlessness and coughing, black sputum. Blisters were found in the chest and abdomen, but
the patient still feels pain.
At the time of the patient's sudden seizure and tension obtained 200/110 mmHg and a weak but
rapid pulse. On examination DJJ 160 x per minute ..
Laboratory results obtained: proteinuri +3.
STEP 1
-
STEP 2
1. Apakah diagnosis banding pada kasus?
2. Bagaimana klasifikasi luka bakar?
3. Bagaimana tatalaksana luka bakar?
4. Bagaimana klasifikasi hipertensi pada kehamilan?
5. Bagaimana tatalaksana hipertensi pada kehamilan?
6. Komplikasi yang mungkin terjadi pada kasus?
7. Bagaimana patofisiologi kejang pada kasus?
STEP 3
Berdasarkan penyebabnya :
a. Luka bakar akibat api
3
rendam luka bakar di dalam air dingin atau tutupi dengan kompres dingin.
Begitu luka bakar sudah dingin, oleskan losion atau cairan pelembab untuk
menekan luka.
Jangan memecahkan lepuhan berisi cairan yang timbul karena lepuhan tersebut
Pastikan penyebab luka bakar telah dijauhkan atau dimatikan. Jangan melepaskan
pakaian terbakar yang melekat pada kulit, tetapi pastikan korban tidak lagi
bakar.
Jangan memberi salep dan jangan memecahakan lepuhan luka bakar.
medikamentosa.
Aktif-agresif : bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Tatalaksana eklamsi
a. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus
diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau
lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :
Kejang berakhir
Pemberian obat anti kejang terakhir
Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang
meningkat).
Pilihan pertama
Pilihan kedua
oral).
Indikasi pemberian obat antihipertensi :
6. Komplikasi
Sianosis
Aspirasi saliva
Gagal jantung
Gagal napas
Gagal hati dan ginjal
Kematian
7. Patofisiologi kejang
STEP 4
STEP 4
1. Diagnosis banding
a. Eklamsi
Penyakit pada kehamilan lebih dari 20 minggu dengan tanda khas hipertensi, oedem,
proteinuria, dan disertai kejang. Eklamsia dan pre-eklamsia tidak banyak berbeda
pada kelainan anatomik pasien, hal ini dilihat melalui laborat pada pasien yang
meninggal akibat ekalmsia. Untuk menggambarkan perbedaan antara keduanya,
adalah ibaratkan tangga. Eklamsia merupakan stadium lanjut daripada pre-ekalmsia
ringan dan berat. Baik pre-ekalmsia maupun eklamsia keduanya memiliki tanda yang
hampir sama, yang disebut sebagai Trio Pre-Eklamsia, yaitu: hipertensi, oedem, dan
proteinuria. Namun dikatakan menjadi eklamsia apabila disertai dengan kejang.
b. Syok hipovolemik
Suatu keadaan di mana terjadi kehilangan cairan tubuh dengan cepat sehingga
terjadinya multiple organ failure akibat perfusi yang tidak adekuat. Ciri-ciri syok
hipovolemik :
c. Luka bakar
Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari api, matahari, uap, listrik, bahan
kimia, dan cairan atau benda panas. Luka bakar bisa saja hanya berupa luka ringan
8
yang bisa diobati sendiri atau kondisi berat yang mengancam nyawa yang
membutuhkan perawatan medis yang intensif.
rumah saja, kecuali kalau luka bakar itu mengenai sebagian besar dari tubuh.
Grade 2 : luka bakar dimana lapisan kulit pertama terbakar habis dan mengenai
lapisan kulit kedua (hipodermia). Ditandai dengan munculnya lepuhan dan kulit
langsung menjadi merah dan berbercak-bercak. Rasa nyeri hebat dan terjadi
pembengkakan merupakan tanda dan gejala lainnya. Bila diameter luka baka tingkat
dua ini tidak lebih dari 5 7,5 cm, Anda masih bisa merawatnya di rumah. Namun
bila wilayah kulit yang terbakar lebih luas atau apabila luka bakar terjadi di tangan,
kaki, wajah, kemaluan, pantat, atau pada persendian utama, segera pergi ke unit gawat
darurat terdekat.
Grade 3 : luka bakar yang paling serius. Luka itu meliputi seluruh lapisan kulit dan
bahkan dapat mencapai jaringan yang lebih dalam lagi. Pada luka bakar tingkat tiga
biasanya terdapat bagian yang menjadi hitam arang. Orang yang bersangkutan
mengalami rasa sakit hebat atau apabila terjadi kerusakan saraf yang luas, ia cuma
merasa sakit sedikit atau tidak sakit sama sekali. Luka bakar ini membutuhkan
perawatan medis darurat.
Berdasarkan penyebabnya :
a. Luka bakar akibat api
Luka bakar yang disebabkan kontak langsung dengan api, seperti saat berada di dekat
api unggun perkemahan atau pada anak-anak yang bermain dengan korek api,
haruslah ditangani sesuai dengan tingkat dan luas wilayah luka bakar tersebut. Luka
bakar tingkat pertama di sebagian kecil tubuh, pada jari tangan misalnya, bisa
9
ditangani sebagai luka bakar ringan. Luka bakar yang luas atau mencapai lapisan
jaringan yang lebih dalam membutuhkan perawatan dokter atau dibawa ke unit gawat
darurat rumah sakit setempat.
b.
c.
rendam luka bakar di dalam air dingin atau tutupi dengan kompres dingin.
Begitu luka bakar sudah dingin, oleskan losion atau cairan pelembab untuk
menekan luka.
Jangan memecahkan lepuhan berisi cairan yang timbul karena lepuhan tersebut
10
Panggil ambulans atau bawa segera ke unit gawat darurat untuk semua kasus luka bakar
berat. Sementara menanti bantuan medis tiba dapat dilakukan :
Pastikan penyebab luka bakar telah dijauhkan atau dimatikan. Jangan melepaskan
pakaian terbakar yang melekat pada kulit, tetapi pastikan korban tidak lagi
bakar.
Jangan memberi salep dan jangan memecahakan lepuhan luka bakar.
kimia tersebut.
Bila luka sudah dicuci korban mengeluh rasa terbakarnya semakin hebat, cucilah
luka bakar itu sekali lagi dengan air selama beberapa menit supaya bahan-bahan
11
cermat
Proteinuria : 300 mg/ 24 jam jumlah urine atau dipstick : 1+
Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali
edema anasarka.
13
Test fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan
BUN
- Pengukuran produksi urine setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap)
Pemeriksaan kesejahteraan janin
- Pengamatan gerakan janin setiap hari
- NST 2 x seminggu
- Profil biofisik janin, bila NST non reaktif
- Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG, setiap 3-4 minggu
- Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina
c. Terapi medikamentosa
Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoir. Bila terdapat perbaikan gejala dan
tanda-tanda pre-eklamsi dan umur kehamilan 37 minggu, ibu masih perlu
diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.
d. Pengelolaan obstetrik
Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan
Pada kehamilan dengan penyulit apapun pada ibunya, dilakukan pengelolaan dasar
sebagai berikut :
c. Pertama adalah rencana terapi pada penyulitnya : yaitu terapi medikamentosa
dengan pemberian obat-obatan untuk penyulitnya
d. Kedua baru menentukan rencana sikap terhadap kehamilannya yang tergantung
pada umur kehamilan. Sikap terhadap kehamilan dibagi 2, yaitu :
Ekspektatif-konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya :
kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa.
Aktif-agresif : bila umur kehamilan 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri
setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.
Tatalaksana eklamsi
d. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus
diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
e. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
f. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau
lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :
Kejang berakhir
Pemberian obat anti kejang terakhir
Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang
meningkat).
15
Pilihan pertama
Pilihan kedua
oral).
Indikasi pemberian obat antihipertensi :
6. Komplikasi
Sianosis
Aspirasi saliva
Gagal jantung
Gagal napas
Gagal hati dan ginjal
Kematian
7. Patofisiologi kejang
LO
16
STEP 5
1.
2.
3.
4.
5.
6.
STEP 6
Belajar Mandiri
17
STEP 7
1. Perbedaan Preeklampsia dan Eklampsia serta impending eklampsia
a. Preeklmapsia
Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan
postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia
ringan dan berat.
Preeklampsia Ringan
Adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang
berakibat terjadinya vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
Diagnosis :
Dua kali hasil pengukuran Tekanan Darah Diastolik berselang 4 jam adalah 90
Preeklampsia Berat
Ialah preeklampsia dengan tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah
diastolik > 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g/24 jam
Diagnosia :
Tekanan darah diastolic sistolik > 160 mmHg dan tekanan darah diastolik > 110
mmHg
Proteinuria > 5 g/24 jam atau 4+ dalam pemeriksaan kualitatif
Nyeri Epigastrium
18
Nyeri kepala
Perubahan pandangan
Hiperrefleksia
Edema Pulmonal
Oliguria
IUGR/PJT
Sindrom HELLP
Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat
Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan
cepat.
19
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan berhenti. Selama beberapa detik
penderita sepertinya meninggal karena henti nafas, namun kemudian penderita bernafas
panjang, dalam dan selanjutnya pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani
dengan baik, kejang pertama ini akan diikuti dengan kejang kejang berikutnya yang
bervariasi dari kejang yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status
epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama beberapa saat. Lamanya koma
setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang yang terjadi jarang, penderita
biasanya segera pulih kesadarannya segera setelah kejang. Namun pada kasus kasus
yang berat, keadaan koma berlangsung lama, bahkan penderita dapat mengalami
kematian tanpa sempat pulih kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi
hanya sekali namun dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
20
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang eklampsia dan dapat mencapai
50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung
derajat hipoksianya. Pada kasus yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi
merupakan keadaan yang jarang terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya
adalah perdarahan pada susunan saraf pusat.
pada luka yang lebih dalam dari superficial partial- thickness. Pemberian krim silver
sulvadiazin untuk penanganan infeksi, dapat diberikan kecuali pada luka bakar
superfisial. Tidak boleh diberikan pada wajah, riwayat alergi sulfa, perempuan hamil,
bayi baru lahir, ibu menyusui dengan bayi kurang dari 2 bulan.
d. Covering : penutupan luka bakar dengan kassa. Dilakukan sesuai dengan derajat luka
bakar. Luka bakar superfisial tidak perlu ditutup dengan kasa atau bahan lainnya.
Pembalutan luka (yang dilakukan setelah pendinginan) bertujuan untuk mengurangi
pengeluaran panas yang terjadi akibat hilangnya lapisan kulit akibat luka bakar. Jangan
berikan mentega, minyak, oli atau larutan lainnya, menghambat penyembuhan dan
meningkatkan risiko infeksi.
e. Comforting : dapat dilakukan pemberian pengurang rasa nyeri. Dapat diberikan
penghilang nyeri berupa : Paracetamol dan codein (PO-per oral)- 20-30mg/kg, Morphine
(IV-intra vena) 0,1mg/kg diberikan dengan dosis titrasi bolus Morphine (I.Mintramuskular) 0,2mg/kg
Circulation
Penilaian terhadap keadaan cairan harus dilakukan. Pastikan luas luka bakar untuk
perhitungan pemberian cairan. Pemberian cairan intravena (melalui infus) diberikan bila luas
luka bakar >10%. Bila kurang dari itu dapat diberikan cairan melalui mulut. Cairan
22
merupakan komponen penting karena pada luka bakar terjadi kehilangan cairan baik melalui
penguapan karena kulit yang berfungsi sebagai proteksi sudah rusak dan mekanisme dimana
terjadi perembesan cairan dari pembuluh darah ke jaringan sekitar pembuluh darah yang
mengakibatkan timbulnya pembengkakan (edema). Bila hal ini terjadi dalam jumlah yang
banyak dan tidak tergantikan maka volume cairan dalam pembuluh darah dapat berkurang
dan mengakibatkan kekurangan cairan yang berat dan mengganggu fungsi organ-organ
tubuh.
Cairan infus yang diberikan adalah cairan kristaloid (ringer laktat, NaCl 0,9%/normal
Saline). Kristaloid dengan dekstrosa (gula) di dalamnya dipertimbangkan untuk diberikan
pada bayi dengan luka bakar. Jumlah cairan yang diberikan berdasarkan formula dari
Parkland : 3-4 cc x berat badan (kg) x %TBSA + cairan rumatan (maintenance per 24 jam).
Cairan rumatan adalah 4cc/kgBB dalam 10 kg pertama, 2cc/kgBB dalam 10 kg ke 2 (1120kg) dan 1cc/kgBB untuk tiap kg diatas 20 kg. Cairan formula parkland (3-4ccx kgBB x
%TBSA) diberikan setengahnya dalam 8 jam pertama dan setengah sisanya dalam 16 jam
berikutnya. Pengawasan kecukupan cairan yang diberikan dapat dilihat dari produksi urin
yaitu 1cc/kgBB/jam.
3. Komplikasi
23
Derajat 1 : Sebatas pada epidermis dimana keluhan yang timbul terdapat eritema, nyeri
Luas luka bakar dan lokasi luka pada tubuh diukur dengan presentase. Pengukuran ini
disebut rule of nines dan pada bayi dan anak anak dilakukan beberapa modifikasi. Rule of
nines membagi tubuh manusia dewasa dalam beberapa bagian dan setiap bagian dihitung
9%.
Kepala = 9%
Punggung = 18%
Setiap tangan = 9%
Selangkangan = 1%
24
Misal, jika luka bakar mengenai kedua kaki (18% x 2 = 36%), selangkangan (1%), dada
depan dan perut depan maka total luasnya luka bakar adalah 55%.
25
a. Derajat 1: mengenai lapisan luar epidermis, kulit merah, sedikit oedem, dan nyeri
Penampilan : Kering tidak ada gelembung, oedem minimal atau tidak ada, pucat
bila ditekan dengan ujung jari, berisi kembali bila tekanan dilepas.
Perasaan : Nyeri
Penyebab : Kontak dengan bahan air atau bahan padat, jilatan api kepada pakaian,
jilatan langsung kimiawi, sinar ultra violet.
Penampilan : Blister besar dan lembab yang ukurannya bertambah besar, pucat bila
ditekan dengan ujung jari, bila tekanan dilepas berisi kembali.
Warna : Berbintik-bintik yang kurang jelas, putih, coklat, pink, daerah merah coklat.
Penyebab : Kontak dengan bahan cair atau padat, nyala api, kimia, kontak dengan
arus listrik.
Perasaan : Tidak sakit, sedikit sakit, rambut mudah lepas bila dicabut.
28
Anak-anak (dihitung menurut rumus Lund dan Browder : dalam %), sedangkan dewasa
(dihitung menurut rumus Rule of Nine). American college of surgeon membagi dalam:
a. Parah critical:
Tingkat II
: 30% atau lebih.
Tingkat III
: 10% atau lebih.
Tingkat III pada tangan, kaki dan wajah.
Dengan adanya komplikasi penafasan, jantung, fraktur, soft tissue yang luas.
b. Sedang moderate:
Tingkat II
Tingkat III
c. Ringan minor:
Tingkat II
Tingkat III
: 15 30%
: 1 10%
: kurang 15%
: kurang 1%
30
Rujukan
Keadaaan dimana luka bakar perlu untuk dirujuk :
Luka bakar Partial thickness (superficial) dengan luas daerah >10%, kecuali luka bakar
perineum (sekitar anus) sekalipun daerah luka bakar kurang dari 5-10%
Luka bakar yang melingkar
Luka bakar oleh cairan kimia
Luka bakar akibat aliran listrik (termasuk petir), disebabkan kerusakan jaringan dalam
tubuh dapat terjadi akibat aliran listrik yang masuk ke dalam tubuh
Luka bakar yang mencederai saluran napas
Luka bakar pada usia kurang dari 12 bulan
Luka bakar kecil pada pasien dengan permasalahan sosial, termasuk pada anak yang
berisiko tinggi
5. Patofisiologi Kejang
Kejang adalah manifestasi klinis khas yang berlangsung secara intermitten dapat berupa
gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik, dan atau otonom yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak. Status epileptikus
adalah kejang yang terjadi lebih dari 30 menit atu kejang berulang lebih dari 30 menit tanpa
disertai pemulihan kesadaran. Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan
31
aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan
merangsang sel neuron lain secara bersama-sama melepaskan muatan listriknya. Hal
tersebut diduga disebabkan oleh;
a. Kemampuan membran sel sebagai pacemaker neuron untuk melepaskan muatan listrik
yang berlebihan;
b. Berkurangnya inhibisi oleh neurotransmitter asam gama amino butirat [GABA];
c. Meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmiter asam glutamat dan aspartat melalui jalur
eksitasi yang berulang. Status epileptikus terjadi oleh karena proses eksitasi yang
berlebihan berlangsung terus menerus, di samping akibat ilnhibisi yang tidak sempurna.
Kriteria Kejang
Diagnosis kejang ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang, sangat
penting membedakan apakah serangan yang terjadi adalah kejang atau serangan yang
menyerupai kejang. Setelah diyakini bahwa serangan ini adalah kejang, selanjutnya perlu
ditentukan jenis kejang. Saat ini klasifikasi kejang yang umum digunakan adalah
berdasarkan Klasifikasi International League Against Epilepsy of Epileptic Seizure [ILAE]
1981, yaitu
Klasifikasi kejang
I. Kejang parsial (fokal, lokal)
A. Kejang fokal sederhana
B. Kejang parsial kompleks
C. Kejang parsial yang menjadi umum
II. Kejang umum
A. Absens
B. Mioklonik
C. Klonik
D. Tonik
E. Tonik-klonik
F. Atonik
III. Tidak dapat diklasifikasi
Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu singkat terjadi difusi ion kalium dan natrium melalui membran tersebut dengan akibat
teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat
32
meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmiter dan terjadi kejang. Kejang demam yang terjadi singkat pada umumnya tidak
berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama ( lebih
dari 15 menit ) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang
disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak
teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya
aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting
adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan
permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan kerusakan sel neuron otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang
berlangsung lama dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan
anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tujuan pengobatan :
1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang
2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pengobatan Konservatif
1. MgSO4 :
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)
Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurang - kurangnya
20 menit setelah pemberian terakhir. Bila setelah diberikan dosis tambahan masih
tetap kejang dapat diberikan Sodium Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.
33
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
7. Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.
8. Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan:
Syarat pemberian Magnesium Sulfat:
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ).
Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan
diurese.
Pengobatan Obstetrik
1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan atau tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu.
Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya
eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 4
hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 8
minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan
penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.
Dalam standar tata laksana eklampsia, digunakan antikonvulsan (antikejang) untuk
mengontrol bangkitan kejang (fit) awal dan mencegah terjadinya kejang susulan.
35
Diazepam (valium), fenitoin, dan lytic cocktail telah digunakan untuk menatalaksana
eklampsia. Walau demikian, dari berbagai penelitian terbukti bahwa Magnesium sulfat
(MgSO4) adalah yang paling efektif untuk tata laksana eklampsia.
Penelitian telah menunjukkan bahwa untuk tata laksana eklampsia, MgSO4 jauh jauh
lebih efektif daripada antikonvulsan lainnya, di samping harganya yang relatif lebih
murah dan lebih mudah digunakan. Oleh karena itu, MgSO4 direkomendasikan untuk
digunakan secara rutin dalam tata laksana eklampsia.
Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya
dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta
caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti
hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya
preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang
menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N.
Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai
mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia
pada kasus risiko tinggi.
36
DAFTAR PUSTAKA
Angsar, M.D dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia. Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI.
Cuningham FG, Mac Donald PC, Gant NF, et al. Hypertensive Disorders in Pregnancy. In :
William Obstetrics. 22th ed. Conecticut : Appleton and Lange, 2007 : 443 452.
Dekker GA, Sibai BM. Ethiology and Pathogenesis of Preeclampsia : Current Concept. AmJ
Obstet Gynecol 1998 ; 179 : 1359 75.
Duley L, Henderson-Smart D. Magnesium sulphate versus diazepam for eclampsia (Cochrane
Review). In: The Coc hrane Library. Issue 2, 2001.Oxford: Update Software.
Duley L, Gulmezoglu AM. Magnesium sulphate versus lytic coctail for eclampsia (Cochrane
Review). In: The Cochrane Librar y. Issue 2, 2001.Oxford: Update Software.
37
Lockwood CJ dan Paidas MJ. Preeclampsia and Hypertensive Disorders In Wayne R. Cohen
Williams and Wilkins. 2000. Complications of Pregnancy. 5th ed. Philadelphia : Lippicott: 207
-26.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan Ed. 4. Jakarta : PT. Bina Pustaka.
Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood
Pressure in Pregnancy. AmJ. Obstet Gynecol, 2000 ; 183 : S1 S22.
Sibai BM. Hypertension in pregnancy. In : Obstetrics normal and problem pregnancies. 4 th
edition, Churchill Livingstone USA, 2002 : 573-96.
http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/03/patofisiologi-kejang.html
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2010/02/kejang_pada_anak.pdf)
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/310
38