Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Adaptasi Roy (MAR)


1. Pengertian Model Adaptasi Roy
Model
keperawatan

keperawatan
yang

adaptasi

bertujuan

Roy

membantu

adalah

model

seseorang

untuk

beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep


diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat
sakit (Pearson, 200). Teori adaptasi Callista Roy memandang
klien sebagai suatu system adaptasi. Model adaptasi Roy
menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara
adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistik
yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi.

2. Konsep Mayor Kerangka Konseptual Model Adaptasi Roy


Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual model
adaptasi roy adalah:
a. Sistem adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan
dan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan ditandai adanya
input, control, proses, output dan umpan balik.
b. Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus
fokal, konstektual dan residual dengan standar individual, sehingga
manusia dapat berespon adaptif sendiri.
c. Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat
terhadap penurunan atau peningkatan kebutuhan.
d. Stimulus fokal adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara
langsung mengharuskan manusia berespon adaptif. Stimulus fokal
adalah presipitasi perubahan tingkah laku.

e. Stimulus konstektual adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan


memberikan konstribusi terhadap perubahan tingkah laku yang
disebabkan atau dirangsang oleh stimulus fokal.
f. Stimulus residual adalah seluruh factor yang mungkin memberikan
konstribusi terhadap perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat
di validasi.
g. Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon
otomatik melalui neural, cemikal dan proses endokrin.
h. Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon
melalui proses yang kompleks dari persepsi informasi, mengambil,
keputusan dan belajar.
i. Model efektor adaptif adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi
pean, interdependensi dan konsep diri.
j. Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia
dalam mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan reproduksi.
k. Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan
bagaimana proses adaptasi dilakukan untuk pengaturan cairan dan
elektrolit, aktivits dan istirahat, eliminasi, nutrisi, sirkulasi dan
pengaturan terhadap suhu, sensasi dan proses endokrin.
l. Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut
individu dalam satu waktu berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap
reaksi orang lain dan tingkah laku langsung. Termasuk pandangan
terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri) Kepribadian yang
menghasilkan konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan
etika pribadi.
m. Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan
dengan tugasnya di lingkungan sosial.
n. Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain yang
penting dan sebagai support sistem. Di dalam model ini termasuk
bagaimana cara memelihara integritas fisik dengan pemeliharaan dan
pengaruh belajar.

3. Asumsi Dasar Model Adaptasi Roy


a Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terusmenerus berinteraksi dengan lingkungan.
b Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi
perubahan-perubahan biopsikososial.
c Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas
kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan
respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.
d Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik
positif maupun negatif.
e Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari
dari kehidupan manusia.
4. Komponen System dalam Model Adaptasi Roy
System adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya
sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan
dari setiap bagian-bagiannya. System dalam model adaptasi Roy sebagai
berikut (Roy, 1991) :
a.Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang
dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu
stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
1) Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi.
2) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat

menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia,


isolasi sosial.
3) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan
dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi
kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman
yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya
pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang
tidak.
b.

Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme
koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator
dan kognator yang merupakan subsistem.

1) Subsistem regulator
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : inputproses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal.
Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin.
Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal
cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem.
Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
2) Subsistem kognator
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun
internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi
stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol
proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses
informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi
berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi,
mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi,
reinforcement

(penguatan)

dan

insight

(pengertian

yang

mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan


adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau

analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan,


mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
c.Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt diamati,
diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam
maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem.
Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau
respon

yang

tidak

mal-adaptif.

Respon

yang

adaptif

dapat

meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat


terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang
berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan
keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak
mendukung tujuan ini.
d.

System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:

1) Fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi


fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan
istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi
neurologis dan fungsi endokrin.
2) Konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang
mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan
orang lain.
3) Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan
dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola
interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.
4) Interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal polapola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan
secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.
Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan
energi agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan
kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses
ini memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.

10

Teori adaptasi suster Callista Roy memandang klien sebagai suatu


system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan
adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan
kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan hubungan
interdependensi selama sehat dan sakit (Black M dkk, 2010).
Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat
beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal.
Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut:
a)
b)
c)
d)

Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar


Pengembangan konsep diri positif
Penampilan peran sosial
Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan
Perawat menentukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya
masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi
terhadap hal tersebut.Kemudian asuhan keperawatan diberikan
dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi.

5. Konsep Keperawatan dengan Model Adaptasi Roy


Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi
keperawatan adalah : manusia, lingkungan, kesehatan, keperawatan. Unsur
keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan juga termasuk dalam elememn penting pada konsep adaptasi.
a. Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem
adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara
holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, output,
dan proses umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di
definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator
dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara
adaptasi yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi.

11

Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai


suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami
kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif
manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi
manusia dilihat sebagai menerima masukan dari lingkungan luar dan
lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus
termasuk variable satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit
fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk
beberapa

tujuan.

Sebagai

suatu

sistem

manusia

juga

dapat

digambarkan dengan istilah input, proses control dan umpan balik serta
output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan
satandar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan.
Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat
adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat
ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasanya dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah
mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator
dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah digambarkan
sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
1) Mode Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan
fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar
fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas,
yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat
dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

12

a) Oksigenasi
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu
ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas.
b) Nutrisi
Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan
mengganti jaringan yang injuri (Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
c) Eliminasi
Ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal
Servonsky (1984) dalam Roy (1991).
d) Aktivitas dan Istirahat
Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang
digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam
memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen
tubuh (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
e) Proteksi/ Perlindungan
Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan
struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini
penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan
perubahan suhu (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
f) The Sense/Perasaan
Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa

dan

bau

memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan .


Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian
perasaan (Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
g) Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air,
elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi
sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (Parly, 1984, dalam
Roy 1991).
h) Fungsi Syaraf/Neurologis
Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai
fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan

13

tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk


mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam
Roy, 1991).
i) Fungsi Endokrin
Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi
tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan
dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping
mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991).
2) Mode Konsep Diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan
penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia.
Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
a)

physical self dan the personal self.


The Physical Self
yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan
dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan
pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti

b)

setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.


The Personal Self
yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik
dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya

kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
3) Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola - pola interaksi sosial
seseorang

dalam

hubungannya

dengan

orang

lain,

yang

dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya


pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat
sesuai kedudukannya.
4) Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang
dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling
memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling

14

menghargai.

Interdependensi

yaitu

keseimbangan

antara

ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk


dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk
afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh
kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai
ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah
respon inefektif. Respon-respon yang adaptif itu mempertahankan
atau meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif
atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan
balik respon-respon memberikan lebih lanjut masukan (input) pada
manusia sebagai suatu sistem.
Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi
atau koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan
melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem
regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan
perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan organ endokrin serta
subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya
persepsi, proses informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan
emosional, yang termasuk didalamnya mempertahankan untuk
mencari bantuan.
b Konsep Sehat
Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari
meninggal sampai tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa
sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya dan
menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik, mental
dan social. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh
kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan
pertumbuhan dan reproduksi.

15

Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk


beradapatasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar
individu.Kondisi sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh
individu.

Kemampuan

seseorang

dalam

beradaptasi

(koping)

tergantung dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan


dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan,
pekerjaan, usia, budaya dan lain-lain.
c. Konsep Lingkungan
Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang
berasal dari internal dan eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat
terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok.
Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis
yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman.
Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam
tubuh

individu

(berupa

pengalaman,

kemampuan

emosioanal,

kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang


berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi yang tampak akan
tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat
dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko
akibat dari lingkungan sekitar.
d Keperawatan
Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa
pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik sehat
maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan social agar
dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Roy

mendefinisikan

bahwa

tujuan

keperawatan

adalah

meningkatkan respon adaptasi berhubungan dengan empat mode


respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input
tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang
atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang.

16

Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal,


kontekstual, dan residual. Fokal adalah suatu respon yang diberikan
secara langsung terhadap ancaman/input yang masuk.Penggunaan
fokal pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang berdampak
terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi
dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh
individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang
yang ada dan timbul releva dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit
diukur secara objektif.
Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam
mengembangkan proses keperawatan.
B. Teori-teori Grand
Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya,
dimulai dari meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory.
Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand Theory yang menegaskan
fokus global dengan board perspective dari praktik keperawatan dan
pandangan

keperawatan

yang

berbeda

terhadap

sebuah

fenomena

keperawatan.
Grand Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi Keperawatan.
1. Filosofi bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin
keperawatan dalam memandang manusia sebagai makhluk biologis dan
respon manusia dalam keadaan sehat dan sakit, serta berfokus kepada
respons mereka terhadap suatu situasi.
2. Filosofi belum dapat diaplikasikan langsung dalam praktik keperawatan,
sehingga perlu dijabarkan dan dibuat dalam bentuk yang lebih konkrit.
3. Grand theory keperawatan (Alligood, 2006) menyatakan teori pada level
ini

lebih

fokus

dalam

menjawab

pertanyaan-pertanyaan

praktisi

keperawatan yang spesifik seperti spesifik untuk kelompok usia pasien,


kondisi keluarga, kondisi kesehatan dan peran perawat.
C. Teori Middle Range

17

Teori Middle Range, merupakan level kedua dari teori keperawatan,


abstraknya pada level pertengahan, inklusif, diorganisasi dalam lingkup
terbatas, memiliki sejumlah varibel terbatas, dapat diuji secara langsung.
Teori Middle-Range memiliki hubungan yang lebih kuat dengan penelitian
dan praktik. Hubungan antara penelitian dan praktik menurut Flood (2009),
menunjukkan bahwa Teori Mid-Range amat penting dalam disiplin praktik,
selain itu

Bell (2010) mempertahankan bahwa mid-range theories

menyeimbangkan kespesifikannya dengan konsep ekonomi secara normal


yang nampak dalam grand teori. Akibatnya mid-range teorimemberikan
manfaat bagi perawat, mudah diaplikasikan dalam praktik dan cukup abstrak
secara ilmiah.
Chinn dan Kramer (1995) mengatakan bahwa mid-range theory sesuai
dengan lingkup fenomena yang relatif luas tetapi tidak mencakup keseluruhan
fenomena yang ada dan merupakan masalah pada disiplin ilmu.Contoh yang
mewakili mid-range teori adalah teori meredakan nyeri dalam keperawatan.
Teori ini lebih luas dari theori neural conduction terhadap rangsangan nyeri
tetapi lebih sempit dari tujuan mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih
tinggi. Jadi fenomena nyeri terkait pada konsep mid-range pada keperawatan,
karena nyeri adalah salah satu dari fenomena yg terdiri dari konsep global
suatu disiplin.
Mid-range theories berfokus pada konsep peminatan perawat dan
mencakup nyeri, empati, berduka, konsep diri, harapan, kenyamanan,
martabat dan kualitas hidup. Contoh dalam keperawatan middle range
theories adalah : Rogers Theory dari akselerasi perubahan, Kings Theory
dari pencapaian tujuan.
Teori chronic sorrow merupakan teori mid-range karena dalam teori ini
membahas tentang fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah- masalah
yang timbul dari penyakit kronis mencakup proses berduka, kehilangan,
faktor pencetus dan metoda manajemennya. Karena kespesifikan teori
tersebut, maka teori ini mudah diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
D. Konsep Fraktur Femur
1. Definisi Fraktur Femur

18

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai


jenis dan luasnya (Sjamsuhidayat, 2005). Fraktur femur atau patah tulang
paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Sjamsuhidayat, 2005).
2. Etiologi
Penyebab fraktur femur adalah trauma. Trauma dibagi menjadi dua,
yaitu trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung, yaitu titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di
kamar mandi pada orangtua.
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau
tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu osteoporosis
imperfekta, osteoporosis, penyakit metabolis.
3. Tanda dan Gejala
a.
b.
c.
d.

Nyeri hebat di tempat fraktur.


Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah.
Rotasi luar dari kaki lebih pendek.
Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,

bengkak, krepitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.


4. Klasifikasi
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :
a. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi,
panggul dan kapsula, yaitu melalui kepala femur (capital fraktur, hanya
di bawah kepala femur, melalui leher dari femur.
b. Fraktur Ekstrakapsuler ; terjadi luar sendi dan kapsul, melalui trokanter
femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter,
terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trokanter kecil.
5. Manifestasi Klinis

19

a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada
fraktur tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa
diketahui

dengan

membandingkan

dengan

ekstremitas

normal.

Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal


otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain dari 2,5-5 cm (1
sampai 2 inchi).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang/krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak.
2) Sindom emboli lemak
Setelah terjadi fraktur femur, dapat terjadi emboli lemak
khususnya pada dewasa muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi
fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula

20

lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan


trombosit

membentuk

emboli

yang

kemudian

menyumbat

pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ
lain. Awitan gejalanya sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam
sampai satu minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi
dalam 24 sampai 72 jam. Gambaran khasnya berupa hipoksia,
takipnea, takikardia dan pireksia. Gangguan cerebral diperlihatkan
dengan adanya perubahan status mental yang bervariasi dari agitasi
ringan dan kebingungan sampai delirium dan koma yang terjadi
sebagai respon terhadap hipoksia, akibat penyumbatan emboli
lemak di otak.
3) Sindrom kompertemen
Sindrom kompartemen disebabkan karena penurunan ukuran
kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat
atau gips atau balutan yang menjerat, atau peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam,
berdenyut tak tertahankan. Palpasi pada otot akan terasa
pembengkakan dan keras.
b. Komplikasi lambat
1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu.
Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi
sistemik atau distraksi fragmen tulang. Tidak ada penyatuan terjadi
karena kegagalan penyatuanujung-ujung patahan tulang.
2) Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan
mati, dapat terjadi setelah fraktur khususnya pada kolum femoris.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorbsi dan diganti

21

dengan tulang baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan


gerak.
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah
terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat
sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi
merupakan indikator utama telah terjadi masalah. Masalah tersebut
meliputi pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, alat yang
cacat atau rusak, berkaratnya alat menyebabkan inflamasi lokal,
respon alergi terhadap campuran logam yang digunakan dan
remodeling osteoporotik di sekitar alat fiksasi.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. X.Ray.
b. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans.
c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. CCT kalau banyak kerusakan otot.
8. Penatalaksanaan Secara Umum
a. Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit dilakukan bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan
imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur,
dan analgetika diberikan sesuai ketentuan, mungkin perlu dilakukan
anastesia. Ekstremitas yang akan dilakukan manipulasi harus ditangani
dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau
alat lain dipasang. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang.

22

Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan


imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Reduksi terbuka digunakan pada fraktur tertentu dengan
memakai alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
b. Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips sedangkan fiksasi interna dapat digunakan
implan

logam

yang

berperan

sebagai

bidai

internal

untuk

mengimobilisasi fraktur.
c. Rehabilitasi
Segala upaya dilakukan untuk penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda-tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ketidaknyamanan
dan ansietas dikontrol dengan berbagai pendekatan misalnya dengan
meyakinkan, perubahan posisi, peredaan nyeri, termasuk analgetika.

E. Teori Asuhan Keperawatan Model Adaptasi Roy (MAR)


Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi
pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi,
dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama dengan proses
keperawatan secara umum.
1. Pengkajian

23

Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua


bagian, yaitu pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II.
Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku
klien

sebagai

suatu

system

adaptif

berhubungan

dengan

masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi


peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama
diartikan sebagai pengkajian perilaku,yaitu pengkajian klien
terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematik dan
holistik.
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola
perubahan perilaku klien tentang ketidakefektifan respon atau
respon

adaptif

ditemukan

yang

memerlukan

ketidakefektifan

dukungan

respon

perawat.

(mal-adaptif),

Jika

perawat

melaksanakan pengkajian tahap kedua.


Pada

tahap

ini,

perawat

stimulus

fokal,

kontekstual

mengumpulkan

dan

residual

data

yang

tentang

berdampak

terhadap klien. Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi


respon

adaptif

meliputi:

genetic;

jenis

kelamin,

tahap

perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri,


fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi sosial; mekanisme
koping dan gaya, strea fisik dan emosi; budaya;dan lingkungan
fisik. Hal tersebut dapat dicontohkan sebagaimana berikut:

a. Pengkajian Perilaku
1) Pengakajian Fisiologis
Ada 9 (Sembilan) perilaku respon fisiologis :
a)

Oksigenasi ; berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.

b)

Nutrsisi ; untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.

c)

Eliminasi ; Pola eliminasi.

d)

Aktivitas dan istirahat ; pola aktivitas, latihan, istirahat dan


tidur.

24

e)

Intergritas kulit ; Pola fisiologis kulit.

f)

Rasa/senses ; Fungsi sensoris perceptual b.d panca indra.

g)

Cairan dan elektrolit ; Pola fisiologis penggunaan cairan dan


elektrolit.

h)

Fungsi Neurologis ; Pola kontrol neurologis, pengaturan dan


intelektual.

i)

Fungsi endokrin ; Pengaturan system reproduksi termasuk


respon stress.

2) Pengkajian Konsep Diri


Mengidentifikasi

pola

nilai,

kepercayaan

dan

emosi

yang

berhubungan dengan Ide diri sendiri tentang fisik, perasaan, dan


moral-etik.

3) Pengkajian Fungsi Peran


Mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang dengan
orang lain akibat dari peran ganda.
4) Pengkajian Interdpendensi
Mengidentifikasi pola nilai menusia, kehangatan, cinta dan memiliki
melalui hubungan interoersonal terhadap individu dan kelompok.
Roy sudah mengidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan
dengan aktivitas Subsistim regulator dan Subsistem Kognator yang tidak
efektive, seperti pada table berikut :
Gejala berat dari aktivitas Gejala Inefektiv dari Kognator :
Regulator :
Gangguan persepsi/ proses

peningkatan deyut jantung


informasi.
dan tekanan darah.
Pembelajaran inefektive.

Tegang.
Tidak
mampu
membuat

Hilang nafsu makan.


justifikasi.

Peningkatan kortisol serum


Afektive tidak sesuai.
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The
Base for Profesional Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk,
Connecticut.
b. Pengkajian Stimulus

25

Pengkajian stimulus merupakan tahap dua untuk mengetahui faktor yang


mempengaruhi perilaku yang ditunjukan oleh individu. Faktor yang
mempengaruhi ini disebut juga dengan stimulus dan stimulus dapat
internal dan eksternal yang mencakup semua kondisi, keadaan dan
mempengaruhi sekeliling dan/atau mempengaruhi perkembangan dan
perilaku seseorang. Stimulus umum yang mempengaruhi adaptasi antara
lain kultur (status sosial ekonomi, etnis, dan sistem keyakinan); keluarga
(struktur dan tugas-tugas); tahap perkembangan (faktor usia, jenis, tugas,
keturunan, dan genetik); integritas mode adaptif (fisiologis yang mencakup
patologi penyakit, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi);
efektivitas kognator (persepsi, pengetahuan, ketrampilan); pertimbangan
lingkungan (perubahan lingkungan internal atau eksternal, pengelolaan
medis, menggunakan obat-obat, alkohol, tembakau). Pengkajian stimulus
diarahkan pada stimulus fokal, kontekstual, dan residual
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Roy

mendefinisikan

metode

untuk

menyusun

diagnosa

keperawatan:
a. Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy
dan

berhubungan

dengan

mode

adaptif

.dalam

mengaplikasikan diagnosa.
b. Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi
dari

perilaku

yang

tampak

dan

berpengaruh

tehadap

stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosa ini


maka diagnosanya adalah nyeri dada disebabkan oleh
kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan
cuaca lingkungan yang panas.
c. Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode
berhubungan dengan stimulus yang sama, misalnya jika
seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di

26

luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosa yang
sesuai

adalah

kegagalan

peran

berhubungan

dengan

keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang


panas.
Adapun diagnosa yang biasa nya muncul pada teori Roy
adalah sebagai berikut :

FISIOLOGIS MODE
1.

O 6.
ksigenasi

Hipoksia/sy
oks.

Gangguan
ventilasi.

Inadekuat
pertukaran gas.

Inadekuat
transport Gas

Gangguan
perfusi jaringan.

2.

ris

N
utrisi

h.

3.

Malnutrisi.
Mual,munta
7.

Anoreksia.
E

liminasi

Urine.

a urine.

Diare.
Konstipasi.
Kembung.
Retensi
Inkontinensi

Senso
Nyeri akut.
Nyeri kronis.
Sensori
overload.
Gangguan
sensori primer.
Potensial injuri.
Kehilangan
kemampuan perawatan diri.
Gangguan
persepsi.
Potensial injuri/
hilang kemam-puan
merawat diri.

Caira
n dan Elektriolit

Dehidrasi.

Retensi cairan
intra seluler.;

Edema.

Shok
hipo/hipervolemik.

Hyper atau
hipokalsemia.

Ketidakseimban
gan asam basa.

27

8.
4.

Fungs
i Nerologis

Penurunan
kesadaran.

Defisit memori.

Ketidakstabilan
perilaku dan mood.

A
ktivitas dan Istirahat

Inadekuat
pola aktivitas dan
istirahat.

Intolenransi
aktivitas.

Immobilisas 9.
i.

Gangguan
tidur.

5.

Fungs
i Endokrin

Inefektiv
regulator hormon.

Inefektiv
pengembangan reproduksi.

Ketidakstabilan
sikulus ritme stress
internal.

I
ntergritas Kulit

Gatal-gatal.

Kekeringan.

Infeksi.

Dekubitus
KONSEP DIRI

Pandangan terhadap Fisik

Pandangan terhadap Personal.

Penurunan
konsep
seksual.
Agresi.
Kehilangan.
Seksual disfungtion.
FUNGSI PERAN

Transisi peran.
Peran berbeda.
Konflik peran.
Kegagalan peran.

Cemas tidak berdaya.


Harga diri rendah.
Merasa bersalah.

INTERDEPENDENSI

Kecemasan.
Merasa.
Ditinggalkan/isolasi.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan
tujuan merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual
dan

residual.

Pelaksanaannya

juga

ditujukan

kepada

28

kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus


secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total
stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
Menurut Roy & Andrews, 1999 dalam Alligood & Tomey,
2006

tujuan

dari

intervensi

keperawatan

mempertahankan dan mempertinggi perilaku


merubah

perilaku

tidak

efektif

menjadi

adalah

adaptif serta

perilaku

adaptif.

Intervensi direncanakan untuk mengelola stimulus. Sebagai


stimulus, intervensi berfokus bagaimana tujuan dapat dicapai.
Fokus intervensi adalah mengarah pada suatu stimulus yang
mempengaruhi suatu perilaku. Pengelolaan stimulus meliputi
merubah,

meningkatkan,

menghilangkan,

dan/atau

menurunkan,

memindahkan,

mempertahankannya.

Merubah

stimulus memperkuat kemampuan mekanisme koping seseorang


untuk berespon secara positif dan hasilnya adalah perilaku
adaptif.

Langkah

dalam

menyusun

intervensi

keperawatan

meliputi penetapan atas empat hal yaitu:


a. apa pendekatan alternatif yang akan dilakukan.
b. apa konsekuensi yang akan terjadi.
c. apakah mungkin tujuan tercapai oleh alternatif tersebut.
d. nilai alternatif itu diterima atau tidak. Intervensi keperawatan
ini dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain (pasien,
keluarga, dan tim kesehatan).
Adapun standar tindakan yang biasa nya muncul pada teori
Roy adalah sebagai berikut :

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS


Memenuhi kebutuhan Oksigen Memenuhi kebutuihan aktivitas
:
dan Istirahat/tidur :
Kriteria:
Kriteria

29

1.
2.
3.
4.
5.
6.

menyiapkan
tabung
oksigen dan flow meter.
menyiapkan hemodifier
berisi air.
menyiapkan slang nasal
dan masker.
memberikan penjelasan
pada pasien.
mengatur posisi pasien.
memasang slang nasal
dan masker.
memperhatikan
reaksi
pasien.

1.
2.
3.
4.
5.

melakukan latihan gerak


pada pasien tidak sadar.
melakukan mobilisasi pad
pasien pasca operasi.
mengatur posisi yg nyama
pada pasien.
menjaga
kebersihan
lingkungan.
Mengopservasi reaksi pasien.

Memenuhi kebutuhan Intergritas


kulit (kebersihan dan kenyamanan
fisik) :
Kriteria
Memenuhi kebutuhan
1.
memandikna pasien yang
Nutrisi:
tidak sadar/ kondisinya lemah.
Kriteria
2.
mengganti alat-alat tenun
1.
menyiapkan
sesuai kebutuhan/ kotor.
peralatan dalam dressing car. 3.
Merapikan alat-alat pasien.
2.
menyeiapkan
cairan infus/makanan/darah.
3.
memberikan
Mencegah dan mengatasi reaksi
penjelasan pada pasien.
fisiologsi :
4.
mencocokan jenis Kriteria
cairan/darah/diet makanan
1.
Mengopservasi tanda-tanda
5.
mengatur posisi
vital sesuai kebutuhan.
pasien.
2.
melakukan tes alergi pada
6.
melakukan
pemberian obat baru.
pemasangan
3.
mengobservasi reaksi pasien.
infus/darah/makana
7.

Memenuhi kebutuhan
Eliminasi :
Kriteria
1.
menyiapkan
alat
pemberian hukmah/gliserin,
dulkolac
&
peralatan
pemasangan kateter
2.
memperhatikan
suhu
cairan/ukuran kateter
3.
menutup dan memasang
selimut.
4.
mengobservasi keadaan
feses dan uerine.
5.
Mengobservasi
rekasi
pasien.

30

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI


Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual.
Kriteria
1.
Melaksnakan Orientasi pada pasien baru.
2.
memberikan penjelasan tentang tindakan yang kan dilakukan.
3.
memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana.
4.
memperhatikan setiap keluhan pasien.
5.
memotivasi pasien untuk berdoa.
6.
membantu pasien beribadah.
7.
memperhatikan pesan-pesan pasien.
STANDAR TINDAKAN PAD GANGGUAN PERAN
1.
Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai
individu yang berguna bagi keluarga dan msayarakat.
2.
mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.
3.
melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam
pengobatan dirinya.
4.
Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan
menyangkut diri pasien.
5.
bersifat terbuka dan komunikastif pada pasien.
6.
mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada
pasien
7.
perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap
pasien yang dilakukan secara benar dalam perawatan.
8.
Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika
ada sikap yang negatif dari klein.
1.
2.
3.
4.

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENSI


membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.
membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.
membantu pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi).
membantu pasien untuk berhias atau berdandan.

4. Implementasi
Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan
merubah atau memanipulasi fokal, kontextual dan residual
stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang
pada

zona

adaptasi

sehinga

kemampuan adaptasi meningkat.

total

stimuli

berkurang

dan

31

5. Evaluasi
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan
tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan
suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku
dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi
pada individu.

Anda mungkin juga menyukai