Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

SAINS KEPERAWATAN
PENERAPAN MODEL ADAPTASI ROY (MAR)
PADA AN. B DENGAN CLOSE FRAKTUR FEMUR SINISTRA
1/3 DISTAL DI RUANG BEDAH RUMAH SAKIT TENTARA
PADANG

Disusun oleh:

Jufri Alfajri
1421312043

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
2014

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi rabbil alamin, segala puji bagi-Mu ya Rabb. Tuhan Semesta
Alam, pemberi cinta paling hakiki, yang senantiasa menyiapkan rencana
sempurna untuk hamba-Mu yang Engkau berikan sehingga kelompok dapat
menyelesaikan makalah sains keperawatan ini dengan judul Penerapan Model
Konseptual Adaptasi Roy (MAR) pada An. B dengan Close Fraktur Femur
Sinistra 1/3 Distal di Ruang Bedah Rumah Sakit Tentara Padang
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai pengantar dalam mata kuliah
sains keperawatan sehingga makalah ini dapat digunakan sebagai bahan dalam
mengikuti proses perkuliahan mata kuliah sains keperawatan selanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan penulis pada khususnya, kelompok menyadari bahwa dalam
pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis menerima
saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan kearah kesempurnaan.
Akhir kata penulis sampaikan terimakasih.
Padang, November 2014

Jufri Alfajri

DAFTAR ISI
JUDUL............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A.
B.
C.
D.

Latar Belakang.............................................................................................
Rumusan Masalah........................................................................................
Tujuan..........................................................................................................
Manfaat........................................................................................................

1
2
3
3

BAB II TINJAUAN TEORI


A. Model Konseptual Adaptasi Roy (MAR)..................................................... 5
1. Pengertian Model Adaptasi Roy (MAR)................................................. 5
2. Konsep Mayor Kerangka Konseptual Model Adaptasi ROY (MAR)..... 5
3. Asumsi Dasar Model Adaptasi ROY (MAR).......................................... 7
4. Komponen Sistem dalam Model Adaptasi ROY (MAR)........................ 7
5. Konsep Keperawatan dengan Model Adaptasi ROY (MAR).................. 10
B. Teori-teori Grand.......................................................................................... 16
C. Teori Middle Range..................................................................................... 17
D. Konsep Fraktur Femur................................................................................. 19
1. Defenisi Fraktur Femur........................................................................... 19
2. Etiologi.................................................................................................... 19
3. Tnda dan Gejala...................................................................................... 19
4. Klasifikasi................................................................................................ 19
5. Manifestasi Klinis................................................................................... 20
6. Komplikasi.............................................................................................. 20
7. Pemeriksaan Penunjang........................................................................... 22
8. Penatalaksanaan Secara Umum............................................................... 22

E. Teori Asuhan Keperawatan Model Adaptasi Roy (MAR) .......................... 16


1. Pengkajian Perilaku dan Stimulus.......................................................... 23
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan........................................................ 26
3. Intervensi Keperawatan.......................................................................... 28
4. Implementasi.......................................................................................... 30
5. Evaluasi.................................................................................................. 30
BAB III PENERAPAN MODEL ADAPTASI ROY (MAR)....................... 31
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................... 41
A. Tujuan Asuhan Keperawatan....................................................................... 41
B. Klien............................................................................................................. 41
C. Peran Perawat............................................................................................... 42

D.
E.
F.
G.

Masalah Keperawatan.................................................................................. 43
Fokus Intervensi........................................................................................... 43
Cara Intervensi............................................................................................. 43
Konsekuensi Intervensi................................................................................ 44

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................................. 45
B. Saran............................................................................................................. 46
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari
tentang respon manusia terhadap penyakit, pengobatan dan perubahan
lingkungan yang dapat menimbulkan suatu fenomena. Fenomena tersebut
dapat diatasi perawat dengan mengaplikasikan berbagai konsep model dan
teori keperawatan yang dimilikinya. Selain itu dengan mengaplikasikan teori
dan konsep model keperawatan, perawat dapat mengetahui apa tindakan
keperawatan yang harus dilakukan dan alasan mengapa tindakan keperawatan
tersebut dilakukan (Alligood, 2006).
Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap
profesi yang/kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan

dalam hal finansial. Oleh karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk
menunjukkan pada dunia luar, di luar dunia keperawatan bahwa keperawatan
juga bisa sejajar dengan profesi profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila
perawat-perawat Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan
hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk
menunjukkan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan
terutama pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun
masyarakat. Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan
adalah dengan mengembangkan salah satu model pelayanan keperawatan
yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (Doengoes, 2010).
Aplikasi teori dan konsep model keperawatan dapat diterapkan
diberbagai cabang ilmu keperawatan, baik di keperawatan dasar, keperawatan
klinik, maupun keperawatan komunitas. Di keperawatan sendiri salah satu
teori dan konsep model keperawatan yang dapat diterapkan adalah model
adaptasi Roy. Model adaptasi Roy menggambarkan manusia sebagai sistem
terbuka dan sistem adaptif yang akan merespons terhadap kejadian atau
perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan baik yang internal
maupun external. Respons yang ditimbulkan tersebut dapat berupa respon
adaptif dan maladaptif, sesuai dengan mekanisme koping yang digunakan
pasien dalam menghadapi stressor yang dihadapinya. Roy juga memandang
lingkungan sebagai kondisi internal maupun eksternal yang dapat diatur dan
dimanipulasi perawat dalam rangka membantu pasien memulihkan diri
(Doengoes, 2010).
Model keperawatan Roy (1991), dikenal dengan model adaptasi dimana
Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi untuk dapat
beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun eksternal dan
kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan usia. Penerapan
konsep model praktek bagi para perawat dapat diambil atau diadaptasi dari
berbagai sember model yang telah berkembang sejak dahulu, yang sudah
dikembangkan dan dikombinasikan oleh para pakar keperawatan. Konsep dan
teori dari pakar keperawatan ini bisa dimanfaatkan sebagai panduan dan

acuan dalam dunia keperawatan serta untuk mengetahui bagaimana batasan


dan kewenangan yang diperbolehkan bagi perawat.
Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy (1991), di Rumah
Sakit telah banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui
dan memahami bahwa tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan
perawat melaksanakan asuhan keperawatan tanpa menyadari sebagian
tindakan yang telah dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy.
Oleh karena itu, penulis memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji
tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista
Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy
dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan keperawatan atau asuhan
keperawatan .
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah bagaimanakah kajian filosofi
teori, model konseptual dan generalisasi teori-teori praktek keperawatan ?
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Tujuan Umum
Mempelajari kajian filosofi teori, model konseptual dan generalisasi
teori-teori praktek keperawatan yang terkait dengan 7 elemen utama dan
melakukan penerapan model konsep keperawatan Sister Callista Roy
pada An. B dengan Close Fraktur Femur Sinistra 1/3 Distal.
2. Tujuan Khusus
a. Menguraikan model konseptual keperawatn Roy
b. Menguraikan teori-teori grand.
c. Menguraikan teori middle range.
d. Menguraikan konsep fraktur femur.
e. Menguraikan teori aplikasi dalam keperawatan menurut Roy.
f. Menerapkan dan membahas model konsep Sister Callista Roy
berdasarkan 7 elemen utama.
D. Manfaat
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan (Unand Padang)
Diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan
kurikilum pembelajaran khusunya dalam mengembangkan intervensi-

intervensi keperawatan mandiri untuk meningkatkan askep pada pasien


fraktur berdasarkan evidence based practice.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan di RST
Membantu perawat memahami perilaku keperawatan dan perilaku klien
serta membantu perawat memperkirakan kebutuhan klien dan perilaku
yang diharapkan.
3. Bagi Pasien
Penerapan teori adaptasi Roy pada pasien diharapkan dapat membantu
adaptasi baik fisik maupun psikologis, terutama akibat kasus Close
Fraktur Femur 1/3 Distal, sehingga klien dapat meminimalkan keluhan
yang terjadi dengan perilaku yang adaptif yang akan berimplikasi pada
kesejahteraan pasien.
4. Bagi Mahasiswa
Untuk menambah wawasan serta pengetahuan mengenai teori adaptasi
menurut salah satu para ahli khusnya Sister Calista Roy pada pasien di
lingkungan rumah sakit.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Model Adaptasi Roy (MAR)


1. Pengertian Model Adaptasi Roy
Model
keperawatan

keperawatan
yang

adaptasi

bertujuan

Roy

membantu

adalah

model

seseorang

untuk

beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis, konsep


diri, fungsi peran, dan hubungan interdependensi selama sehat
sakit (Pearson, 200). Teori adaptasi Callista Roy memandang
klien sebagai suatu system adaptasi. Model adaptasi Roy
menguraikan bahwa bagaimana individu mampu meningkatkan
kesehatannya dengan cara memepertahankan perilaku secara
adaptif karena menurut Roy, manusia adalah makhluk holistik
yang memiliki sistem adaptif yang selalu beradaptasi.

2. Konsep Mayor Kerangka Konseptual Model Adaptasi Roy


Konsep Mayor yang membangun kerangka konseptual model
adaptasi roy adalah:
a. Sistem adalah kesatuan dari beberapa unit yang saling berhubungan
dan membentuk satu kesatuan yang utuh dengan ditandai adanya
input, control, proses, output dan umpan balik.

b. Derajat adaptasi adalah perubahan tetap sebagai hasil dari stimulus


fokal, konstektual dan residual dengan standar individual, sehingga
manusia dapat berespon adaptif sendiri.
c. Problem adaptasi adalah kejadian atau situasi yang tidak adekuat
terhadap penurunan atau peningkatan kebutuhan.
d. Stimulus fokal adalah derajat perubahan atau stimulus yang secara
langsung mengharuskan manusia berespon adaptif. Stimulus fokal
adalah presipitasi perubahan tingkah laku.
e. Stimulus konstektual adalah seluruh stimulus lain yang menyertai dan
memberikan konstribusi terhadap perubahan tingkah laku yang
disebabkan atau dirangsang oleh stimulus fokal.
f. Stimulus residual adalah seluruh factor yang mungkin memberikan
konstribusi terhadap perubahan tingkah laku, akan tetapi belum dapat
di validasi.
g. Regulator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon
otomatik melalui neural, cemikal dan proses endokrin.
h. Kognator adalah subsistem dari mekanisme koping dengan respon
melalui proses yang kompleks dari persepsi informasi, mengambil,
keputusan dan belajar.
i. Model efektor adaptif adalah kognator yaitu ; Fisiologikal, fungsi
pean, interdependensi dan konsep diri.
j. Respon adaptif adalah respon yang meningkatkan intergritas manusia
dalam mencapai tujuan manusia untuk mempertahankan kehidupan,
pertumbuhan reproduksi.
k. Fisiologis adalah kebutuhan fisiologis termasuk kebutuhan dasar dan
bagaimana proses adaptasi dilakukan untuk pengaturan cairan dan
elektrolit, aktivits dan istirahat, eliminasi, nutrisi, sirkulasi dan
pengaturan terhadap suhu, sensasi dan proses endokrin.
l. Konsep diri adalah seluruh keyakinan dan perasaan yang dianut
individu dalam satu waktu berbentuk : persepsi, partisipasi, terhadap
reaksi orang lain dan tingkah laku langsung. Termasuk pandangan
terhadap fisiknya (body image dan sensasi diri) Kepribadian yang
menghasilkan konsistensi diri, ideal diri, atau harapan diri, moral dan
etika pribadi.

m. Penampilan peran adalah penampilan fungsi peran yang berhubungan


dengan tugasnya di lingkungan sosial.
n. Interdependensi adalah hubungan individu dengan orang lain yang
penting dan sebagai support sistem. Di dalam model ini termasuk
bagaimana cara memelihara integritas fisik dengan pemeliharaan dan
pengaruh belajar.

3. Asumsi Dasar Model Adaptasi Roy


a Manusia adalah keseluruhan dari biopsikologi dan sosial yang terusmenerus berinteraksi dengan lingkungan.
b Manusia menggunakan mekanisme pertahanan untuk mengatasi
perubahan-perubahan biopsikososial.
c Setiap orang memahami bagaimana individu mempunyai batas
kemampuan untuk beradaptasi. Pada dasarnya manusia memberikan
respon terhadap semua rangsangan baik positif maupun negatif.
d Kemampuan adaptasi manusia berbeda-beda antara satu dengan yang
lainnya, jika seseorang dapat menyesuaikan diri dengan perubahan
maka ia mempunyai kemampuan untuk menghadapi rangsangan baik
positif maupun negatif.
e Sehat dan sakit merupakan adalah suatu hal yang tidak dapat dihindari
dari kehidupan manusia.
4. Komponen System dalam Model Adaptasi Roy
System adalah suatu kesatuan yang dihubungkan karena fungsinya
sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan
dari setiap bagian-bagiannya. System dalam model adaptasi Roy sebagai
berikut (Roy, 1991) :
a.Input
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang

dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu


stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual.
1) Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi.
2) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat
menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia,
isolasi sosial.
3) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan
dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi
kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman
yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya
pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang
tidak.
b.

Kontrol
Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme
koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator
dan kognator yang merupakan subsistem.

1) Subsistem regulator
Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : inputproses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal.
Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin.
Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal
cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem.
Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
2) Subsistem kognator
Stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun
internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi
stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol
proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses

informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi


berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi,
mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi,
reinforcement

(penguatan)

dan

insight

(pengertian

yang

mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan


adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau
analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan,
mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
c.Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt diamati,
diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam
maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem.
Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau
respon

yang

tidak

mal-adaptif.

Respon

yang

adaptif

dapat

meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat


terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang
berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan
keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak
mendukung tujuan ini.
d.

System adaptasi memiliki empat mode adaptasi diantaranya:

1) Fungsi fisiologis, komponen system adaptasi ini yang adaptasi


fisiologis diantaranya oksigenasi, nutrisi, eliminasi, aktivitas dan
istirahat, integritas kulit, indera, cairan dan elektrolit, fungsi
neurologis dan fungsi endokrin.
2) Konsep diri yang mempunyai pengertian bagaimana seseorang
mengenal pola-pola interaksi social dalam berhubungan dengan
orang lain.
3) Fungsi peran merupakan proses penyesuaian yang berhubungan
dengan bagaimana peran seseorang dalam mengenal pola-pola
interaksi social dalam berhubungan dengan orang lain.

4) Interdependent merupakan kemampuan seseorang mengenal polapola tentang kasih sayang, cinta yang dilakukan melalui hubungan
secara interpersonal pada tingkat individu maupun kelompok.
Dalam proses penyesuaian diri individu harus meningkatkan
energi agar mampu melaksanakan tujuan untuk kelangsungan
kehidupan, perkembangan, reproduksi dan keunggulan sehingga proses
ini memiliki tujuan meningkatkan respon adaptasi.
Teori adaptasi suster Callista Roy memandang klien sebagai suatu
system adaptasi. Sesuai dengan model Roy, tujuan dari keperawatan
adalah membantu seseorang untuk beradaptasi terhadap perubahan
kebutuhan fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan hubungan
interdependensi selama sehat dan sakit (Black M dkk, 2010).
Kebutuhan asuhan keperawatan muncul ketika klien tidak dapat
beradaptasi terhadap kebutuhan lingkungan internal dan eksternal.
Seluruh individu harus beradaptasi terhadap kebutuhan berikut:
a)
b)
c)
d)

Pemenuhan kebutuhan fisiologis dasar


Pengembangan konsep diri positif
Penampilan peran sosial
Pencapaian keseimbangan antara kemandirian dan ketergantungan
Perawat menentukan kebutuhan di atas menyebabkan timbulnya
masalah bagi klien dan mengkaji bagaimana klien beradaptasi
terhadap hal tersebut.Kemudian asuhan keperawatan diberikan
dengan tujuan untuk membantu klien beradaptasi.

5. Konsep Keperawatan dengan Model Adaptasi Roy


Empat elemen penting yang termasuk dalam model adaptasi
keperawatan adalah : manusia, lingkungan, kesehatan, keperawatan. Unsur
keperawatan terdiri dari dua bagian yaitu tujuan keperawatan dan aktivitas
keperawatan juga termasuk dalam elememn penting pada konsep adaptasi.
a. Manusia
Roy mengemukakan bahwa manusia sebagai sebuah sistem
adaptif. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara
holistik sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, output,

dan proses umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang
dimanifestasikan dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di
definisikan sabagai sebuah sistem adaptif dengan aktivitas kognator
dan regulator untuk mempertahankan adaptasi dalam empat cara
adaptasi yaitu : fungsi fisiologi, konsep diri, fungsi peran dan
interdependensi.
Dalam model adaptasi keperawatan, manusia dijelaskan sebagai
suatu sistem yang hidup, terbuka dan adaptif yang dapat mengalami
kekuatan dan zat dengan perubahan lingkungan. Sebagai sistem adaptif
manusia dapat digambarkan dalam istilah karakteristik sistem, Jadi
manusia dilihat sebagai menerima masukan dari lingkungan luar dan
lingkungan dalam diri individu itu sendiri. Input atau stimulus
termasuk variable satu kesatuan yang saling berhubungan antar unit
fungsional secara keseluruhan atau beberapa unit fungsional untuk
beberapa

tujuan.

Sebagai

suatu

sistem

manusia

juga

dapat

digambarkan dengan istilah input, proses control dan umpan balik serta
output.
Input pada manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah dengan
satandar yang berlawanan yang umpan baliknya dapat dibandingkan.
Variabel standar ini adalah stimulus internal yang mempunyai tingkat
adaptasi dan mewakili dari rentang stimulus manusia yang dapat
ditoleransi dengan usaha-usaha yang biasanya dilakukan.
Proses control manusia sebagai suatu sistem adaptasi adalah
mekanisme koping yang telah diidentifikasi yaitu : subsistem regulator
dan subsistem kognator. Regulator dan kognator adalah digambarkan
sebagai aksi dalam hubunganya terhadap empat efektor cara adaptasi
yaitu : fungsi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
1) Mode Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan
fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar
fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas,

yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat


dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :

a) Oksigenasi
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu
ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas.
b) Nutrisi
Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk
mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan
mengganti jaringan yang injuri (Servonsky, 1984 dalam Roy
1991).
c) Eliminasi
Ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal
Servonsky (1984) dalam Roy (1991).
d) Aktivitas dan Istirahat
Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang
digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam
memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen
tubuh (Cho,1984 dalam Roy, 1991).
e) Proteksi/ Perlindungan
Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan
struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini
penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan
perubahan suhu (Sato, 1984 dalam Roy 1991).
f) The Sense/Perasaan
Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa

dan

bau

memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan .


Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian
perasaan (Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991).
g) Cairan dan Elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air,
elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi

sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat


menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit (Parly, 1984, dalam
Roy 1991).
h) Fungsi Syaraf/Neurologis
Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari
regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai
fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan
tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk
mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam
Roy, 1991).
i) Fungsi Endokrin
Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi
neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi
tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan
dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping
mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991).
2) Mode Konsep Diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan
penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia.
Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas
psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan.
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
a)

physical self dan the personal self.


The Physical Self
yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan
dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan
pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti

b)

setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas.


The Personal Self
yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik
dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya

kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini.
3) Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola - pola interaksi sosial
seseorang

dalam

hubungannya

dengan

orang

lain,

yang

dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya


pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat
sesuai kedudukannya.
4) Mode Interdependensi
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang
dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling
memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai.

Interdependensi

yaitu

keseimbangan

antara

ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk


dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk
afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh
kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai
ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
Output dari manusia sebagai suatu sistem adaptif adalah
respon inefektif. Respon-respon yang adaptif itu mempertahankan
atau meningkatkan integritas, sedangkan respon yang tidak efektif
atau maladaptif itu mengganggu integritas. Melalui proses umpan
balik respon-respon memberikan lebih lanjut masukan (input) pada
manusia sebagai suatu sistem.
Subsistem regulator dan kognator adalah mekanisme adaptasi
atau koping dengan perubahan lingkungan, dan diperlihatkan
melalui perubahan biologis, psikologis, dan social. Subsistem
regulator adalah gambaran respon yang kaitannya dengan
perubahan pada sistem saraf, kimia tubuh dan organ endokrin serta
subsistem kognator adalah gambaran respon yang kaitannya
dengan perubahan kognitif dan emosi, termasuk didalamnya
persepsi, proses informasi, pembelajaran, dan membuat alasan dan
emosional, yang termasuk didalamnya mempertahankan untuk
mencari bantuan.
b Konsep Sehat

Roy mendefinisikan sehat sebagai suatu continuum dari


meninggal sampai tingkatan tertinggi sehat. Dia menekankan bahwa
sehat merupakan suatu keadaan dan proses dalam upaya dan
menjadikan dirinya secara terintegrasisecara keseluruhan, fisik, mental
dan social. Integritas adaptasi individu dimanifestasikan oleh
kemampuan individu untuk memenuhi tujuan mempertahankan
pertumbuhan dan reproduksi.
Sakit adalah suatu kondisi ketidakmampuan individu untuk
beradapatasi terhadap rangsangan yang berasal dari dalam dan luar
individu.Kondisi sehat dan sakit sangat individual dipersepsikan oleh
individu.

Kemampuan

seseorang

dalam

beradaptasi

(koping)

tergantung dari latar belakang individu tersebut dalam mengartikan


dan mempersepsikan sehat-sakit, misalnya tingkat pendidikan,
pekerjaan, usia, budaya dan lain-lain.
c. Konsep Lingkungan
Roy mendefinisikan lingkungan sebagai semua kondisi yang
berasal dari internal dan eksternal,yang mempengaruhi dan berakibat
terhadap perkembangan dari perilaku seseorang dan kelompok.
Lingkunan eksternal dapat berupa fisik, kimiawi, ataupun psikologis
yang diterima individu dan dipersepsikan sebagai suatu ancaman.
Sedangkan lingkungan internal adalah keadaan proses mental dalam
tubuh

individu

(berupa

pengalaman,

kemampuan

emosioanal,

kepribadian) dan proses stressor biologis (sel maupun molekul) yang


berasal dari dalam tubuh individu.manifestasi yang tampak akan
tercermin dari perilaku individu sebagai suatu respons. Dengan
pemahaman yang baik tentang lingkungan akan membantu perawat
dalam meningkatkan adaptasi dalam merubah dan mengurangi resiko
akibat dari lingkungan sekitar.
d Keperawatan
Keperawatan adalah bentuk pelayanan professional berupa
pemenuhan kebutuhan dasar dan diberikan kepada individu baik sehat

maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan social agar
dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Roy

mendefinisikan

bahwa

tujuan

keperawatan

adalah

meningkatkan respon adaptasi berhubungan dengan empat mode


respon adaptasi. Perubahan internal dan eksternal dan stimulus input
tergantung dari kondisi koping individu. Kondisi koping seseorang
atau keadaan koping seseorang merupakan tingkat adaptasi seseorang.
Tingkat adaptasi seseorang akan ditentukan oleh stimulus fokal,
kontekstual, dan residual. Fokal adalah suatu respon yang diberikan
secara langsung terhadap ancaman/input yang masuk.Penggunaan
fokal pada umumnya tergantung tingkat perubahan yang berdampak
terhadap seseorang. Stimulus kontekstual adalah semua stimulus lain
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi
dan dapat diobservasi, diukur, dan secara subjektif disampaikan oleh
individu. Stimulus residual adalah karakteristik/riwayat dari seseorang
yang ada dan timbul releva dengan situasi yang dihadapi tetapi sulit
diukur secara objektif.
Model adaptasi Roy memberikan petunjuk untuk perawat dalam
mengembangkan proses keperawatan.
B. Teori-teori Grand
Teori Keperawatan diklasifikasikan berdasarkan tingkat keabstrakannya,
dimulai dari meta theory sebagai yang paling abstrak, hingga practice theory.
Level ke tiga dari teori keperawatan adalah Grand Theory yang menegaskan
fokus global dengan board perspective dari praktik keperawatan dan
pandangan

keperawatan

yang

berbeda

terhadap

sebuah

fenomena

keperawatan.
Grand Theory Keperawatan dibedakan dengan Teori Filosofi Keperawatan.
1. Filosofi bersifat abstrak yang menunjukkan keyakinan dasar disiplin
keperawatan dalam memandang manusia sebagai makhluk biologis dan
respon manusia dalam keadaan sehat dan sakit, serta berfokus kepada
respons mereka terhadap suatu situasi.

2. Filosofi belum dapat diaplikasikan langsung dalam praktik keperawatan,


sehingga perlu dijabarkan dan dibuat dalam bentuk yang lebih konkrit.
3. Grand theory keperawatan (Alligood, 2006) menyatakan teori pada level
ini

lebih

fokus

dalam

menjawab

pertanyaan-pertanyaan

praktisi

keperawatan yang spesifik seperti spesifik untuk kelompok usia pasien,


kondisi keluarga, kondisi kesehatan dan peran perawat.
C. Teori Middle Range
Teori Middle Range, merupakan level kedua dari teori keperawatan,
abstraknya pada level pertengahan, inklusif, diorganisasi dalam lingkup
terbatas, memiliki sejumlah varibel terbatas, dapat diuji secara langsung.
Teori Middle-Range memiliki hubungan yang lebih kuat dengan penelitian
dan praktik. Hubungan antara penelitian dan praktik menurut Flood (2009),
menunjukkan bahwa Teori Mid-Range amat penting dalam disiplin praktik,
selain itu

Bell (2010) mempertahankan bahwa mid-range theories

menyeimbangkan kespesifikannya dengan konsep ekonomi secara normal


yang nampak dalam grand teori. Akibatnya mid-range teorimemberikan
manfaat bagi perawat, mudah diaplikasikan dalam praktik dan cukup abstrak
secara ilmiah.
Chinn dan Kramer (1995) mengatakan bahwa mid-range theory sesuai
dengan lingkup fenomena yang relatif luas tetapi tidak mencakup keseluruhan
fenomena yang ada dan merupakan masalah pada disiplin ilmu.Contoh yang
mewakili mid-range teori adalah teori meredakan nyeri dalam keperawatan.
Teori ini lebih luas dari theori neural conduction terhadap rangsangan nyeri
tetapi lebih sempit dari tujuan mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih
tinggi. Jadi fenomena nyeri terkait pada konsep mid-range pada keperawatan,
karena nyeri adalah salah satu dari fenomena yg terdiri dari konsep global
suatu disiplin.
Mid-range theories berfokus pada konsep peminatan perawat dan
mencakup nyeri, empati, berduka, konsep diri, harapan, kenyamanan,
martabat dan kualitas hidup. Contoh dalam keperawatan middle range
theories adalah : Rogers Theory dari akselerasi perubahan, Kings Theory
dari pencapaian tujuan.

Teori chronic sorrow merupakan teori mid-range karena dalam teori ini
membahas tentang fenomena yang spesifik yaitu tentang masalah- masalah
yang timbul dari penyakit kronis mencakup proses berduka, kehilangan,
faktor pencetus dan metoda manajemennya. Karena kespesifikan teori
tersebut, maka teori ini mudah diaplikasikan dalam praktik keperawatan.
D. Konsep Fraktur Femur
1. Definisi Fraktur Femur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya (Sjamsuhidayat, 2005). Fraktur femur atau patah tulang
paha adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat
disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, dan kondisi tertentu,
seperti degenerasi tulang atau osteoporosis (Sjamsuhidayat, 2005).
2. Etiologi
Penyebab fraktur femur adalah trauma. Trauma dibagi menjadi dua,
yaitu trauma langsung, yaitu benturan pada tulang. Biasanya penderita
terjatuh dengan posisi miring dimana daerah trokanter mayor langsung
terbentur dengan benda keras (jalanan). Trauma tak langsung, yaitu titik
tumpuan benturan dan fraktur berjauhan, misalnya jatuh terpeleset di
kamar mandi pada orangtua.
Fraktur patologis; fraktur yang diakibatkan oleh trauma minimal atau
tanpa trauma berupa yang disebabkan oleh suatu proses, yaitu osteoporosis
imperfekta, osteoporosis, penyakit metabolis.
3. Tanda dan Gejala
a.
b.
c.
d.

Nyeri hebat di tempat fraktur.


Tak mampu menggerakkan ekstremitas bawah.
Rotasi luar dari kaki lebih pendek.
Diikuti tanda gejala fraktur secara umum, seperti : fungsi berubah,

bengkak, krepitasi, sepsis pada fraktur terbuka, deformitas.


4. Klasifikasi
Ada 2 type dari fraktur femur, yaitu :

a. Fraktur Intrakapsuler; femur yang terjadi di dalam tulang sendi,


panggul dan kapsula, yaitu melalui kepala femur (capital fraktur, hanya
di bawah kepala femur, melalui leher dari femur.
b. Fraktur Ekstrakapsuler ; terjadi luar sendi dan kapsul, melalui trokanter
femur yang lebih besar/yang lebih kecil /pada daerah intertrokhanter,
terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci
di bawah trokanter kecil.
5. Manifestasi Klinis
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk
bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar
fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada
fraktur tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas yang bisa
diketahui

dengan

membandingkan

dengan

ekstremitas

normal.

Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal


otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain dari 2,5-5 cm (1
sampai 2 inchi).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang/krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
6. Komplikasi
a. Komplikasi awal
1) Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik
kehilangan darah eksterna maupun yang tidak kelihatan) dan
kehilangan cairan ekstrasel ke jaringan yang rusak.

2) Sindom emboli lemak


Setelah terjadi fraktur femur, dapat terjadi emboli lemak
khususnya pada dewasa muda (20-30 tahun) pria. Pada saat terjadi
fraktur, globula lemak dapat masuk ke dalam darah karena tekanan
sumsum tulang lebih tinggi dari tekanan kapiler atau karena
katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres pasien akan
memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula
lemak dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan
trombosit

membentuk

emboli

yang

kemudian

menyumbat

pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru, ginjal dan organ
lain. Awitan gejalanya sangat cepat, dapat terjadi dari beberapa jam
sampai satu minggu setelah cedera, namun paling sering terjadi
dalam 24 sampai 72 jam. Gambaran khasnya berupa hipoksia,
takipnea, takikardia dan pireksia. Gangguan cerebral diperlihatkan
dengan adanya perubahan status mental yang bervariasi dari agitasi
ringan dan kebingungan sampai delirium dan koma yang terjadi
sebagai respon terhadap hipoksia, akibat penyumbatan emboli
lemak di otak.
3) Sindrom kompertemen
Sindrom kompartemen disebabkan karena penurunan ukuran
kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot terlalu ketat
atau gips atau balutan yang menjerat, atau peningkatan isi
kompartemen otot karena edema atau perdarahan sehubungan
dengan berbagai masalah. Pasien mengeluh adanya nyeri dalam,
berdenyut tak tertahankan. Palpasi pada otot akan terasa
pembengkakan dan keras.
b. Komplikasi lambat
1) Penyatuan terlambat atau tidak ada penyatuan
Penyatuan terlambat terjadi bila penyembuhan tidak terjadi dengan
kecepatan normal untuk jenis dan tempat fraktur tertentu.

Penyatuan terlambat mungkin berhubungan dengan infeksi


sistemik atau distraksi fragmen tulang. Tidak ada penyatuan terjadi
karena kegagalan penyatuanujung-ujung patahan tulang.
2) Nekrosis avaskuler tulang
Nekrosis avaskuler terjadi bila tulang kehilangan asupan darah dan
mati, dapat terjadi setelah fraktur khususnya pada kolum femoris.
Tulang yang mati mengalami kolaps atau diabsorbsi dan diganti
dengan tulang baru. Pasien mengalami nyeri dan keterbatasan
gerak.
3) Reaksi terhadap alat fiksasi interna
Alat fiksasi interna biasanya diambil setelah penyatuan tulang telah
terjadi, namun pada kebanyakan pasien alat tersebut tidak diangkat
sampai menimbulkan gejala. Nyeri dan penurunan fungsi
merupakan indikator utama telah terjadi masalah. Masalah tersebut
meliputi pemasangan dan stabilisasi yang tidak memadai, alat yang
cacat atau rusak, berkaratnya alat menyebabkan inflamasi lokal,
respon alergi terhadap campuran logam yang digunakan dan
remodeling osteoporotik di sekitar alat fiksasi.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. X.Ray.
b. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans.
c. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
d. CCT kalau banyak kerusakan otot.
8. Penatalaksanaan Secara Umum
a. Reduksi
Reduksi fraktur (setting tulang) berarti mengembalikan fragmen
tulang pada kesejajarannya dan rotasi anatomis. Reduksi fraktur
dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit dilakukan bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan. Sebelum reduksi dan
imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur,

dan analgetika diberikan sesuai ketentuan, mungkin perlu dilakukan


anastesia. Ekstremitas yang akan dilakukan manipulasi harus ditangani
dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan sementara gips, bidai atau
alat lain dipasang. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang.
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi. Reduksi terbuka digunakan pada fraktur tertentu dengan
memakai alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat,
paku, atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid
terjadi.
b. Imobilisasi
Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi
penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau
interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi
kontinu, pin dan teknik gips sedangkan fiksasi interna dapat digunakan
implan

logam

yang

berperan

sebagai

bidai

internal

untuk

mengimobilisasi fraktur.
c. Rehabilitasi
Segala upaya dilakukan untuk penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan,
gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera bila ada
tanda-tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ketidaknyamanan
dan ansietas dikontrol dengan berbagai pendekatan misalnya dengan
meyakinkan, perubahan posisi, peredaan nyeri, termasuk analgetika.

E. Teori Asuhan Keperawatan Model Adaptasi Roy (MAR)


Elemen dalam proses keperawatan menurut Roy meliputi
pengkajian tahap pertama dan kedua, diagnosa, tujuan, intervensi,
dan evaluasi, langkah-langkah tersebut sama dengan proses
keperawatan secara umum.
1. Pengkajian
Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua
bagian, yaitu pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II.
Pengkajian pertama meliputi pengumpulan data tentang perilaku
klien

sebagai

suatu

system

adaptif

berhubungan

dengan

masing-masing mode adaptasi: fisiologis, konsep diri, fungsi


peran dan ketergantungan. Oleh karena itu pengkajian pertama
diartikan sebagai pengkajian perilaku,yaitu pengkajian klien
terhadap masing-masing mode adaptasi secara sistematik dan
holistik.
Setelah pengkajian pertama, perawat menganalisa pola
perubahan perilaku klien tentang ketidakefektifan respon atau
respon

adaptif

ditemukan

yang

memerlukan

ketidakefektifan

dukungan

respon

perawat.

(mal-adaptif),

Jika

perawat

melaksanakan pengkajian tahap kedua.


Pada

tahap

ini,

perawat

stimulus

fokal,

kontekstual

mengumpulkan

dan

residual

data

yang

tentang

berdampak

terhadap klien. Menurut Martinez, factor yang mempengaruhi


respon

adaptif

meliputi:

genetic;

jenis

kelamin,

tahap

perkembangan, obat-obatan, alcohol, merokok, konsep diri,


fungsi peran, ketergantungan, pola interaksi sosial; mekanisme
koping dan gaya, strea fisik dan emosi; budaya;dan lingkungan
fisik. Hal tersebut dapat dicontohkan sebagaimana berikut:

a. Pengkajian Perilaku

1) Pengakajian Fisiologis
Ada 9 (Sembilan) perilaku respon fisiologis :
a)

Oksigenasi ; berhubungan dengan respirasi dan sirkulasi.

b)

Nutrsisi ; untuk memperbaiki kondisi tubuh dan perkembangan.

c)

Eliminasi ; Pola eliminasi.

d)

Aktivitas dan istirahat ; pola aktivitas, latihan, istirahat dan


tidur.

e)

Intergritas kulit ; Pola fisiologis kulit.

f)

Rasa/senses ; Fungsi sensoris perceptual b.d panca indra.

g)

Cairan dan elektrolit ; Pola fisiologis penggunaan cairan dan


elektrolit.

h)

Fungsi Neurologis ; Pola kontrol neurologis, pengaturan dan


intelektual.

i)

Fungsi endokrin ; Pengaturan system reproduksi termasuk


respon stress.

2) Pengkajian Konsep Diri


Mengidentifikasi

pola

nilai,

kepercayaan

dan

emosi

yang

berhubungan dengan Ide diri sendiri tentang fisik, perasaan, dan


moral-etik.

3) Pengkajian Fungsi Peran


Mengidentifikasi tentang pola interaksi sosial seseorang dengan
orang lain akibat dari peran ganda.
4) Pengkajian Interdpendensi
Mengidentifikasi pola nilai menusia, kehangatan, cinta dan memiliki
melalui hubungan interoersonal terhadap individu dan kelompok.
Roy sudah mengidentifikasikan sejumlah respon yang berkaitan
dengan aktivitas Subsistim regulator dan Subsistem Kognator yang tidak
efektive, seperti pada table berikut :
Gejala

berat

dari

aktivitas Gejala Inefektiv dari Kognator :

Regulator :

peningkatan deyut jantung


dan tekanan darah.

Tegang.

Hilang nafsu makan.

Peningkatan kortisol serum

Gangguan persepsi/ proses


informasi.
Pembelajaran inefektive.
Tidak
mampu
membuat
justifikasi.
Afektive tidak sesuai.
Sumber: Julia B.George, RN,PhD (editor) 1995, Nursing Theories, The
Base for Profesional Nursing Practice. 4th. Appleton & lange Norwalk,
Connecticut.
b. Pengkajian Stimulus
Pengkajian stimulus merupakan tahap dua untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi perilaku yang ditunjukan oleh individu. Faktor yang
mempengaruhi ini disebut juga dengan stimulus dan stimulus dapat
internal dan eksternal yang mencakup semua kondisi, keadaan dan
mempengaruhi sekeliling dan/atau mempengaruhi perkembangan dan
perilaku seseorang. Stimulus umum yang mempengaruhi adaptasi antara
lain kultur (status sosial ekonomi, etnis, dan sistem keyakinan); keluarga
(struktur dan tugas-tugas); tahap perkembangan (faktor usia, jenis, tugas,
keturunan, dan genetik); integritas mode adaptif (fisiologis yang mencakup
patologi penyakit, konsep diri, fungsi peran, dan interdependensi);
efektivitas kognator (persepsi, pengetahuan, ketrampilan); pertimbangan
lingkungan (perubahan lingkungan internal atau eksternal, pengelolaan
medis, menggunakan obat-obat, alkohol, tembakau). Pengkajian stimulus
diarahkan pada stimulus fokal, kontekstual, dan residual
2. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Roy

mendefinisikan

metode

untuk

menyusun

diagnosa

keperawatan:
a. Menggunakan tipologi diagnosa yang dikembangkan oleh Roy
dan

berhubungan

dengan

mengaplikasikan diagnosa.

mode

adaptif

.dalam

b. Menggunakan diagnosa dengan pernyataan/mengobservasi


dari

perilaku

yang

tampak

dan

berpengaruh

tehadap

stimulusnya. Dengan menggunakan metode diagnosa ini


maka diagnosanya adalah nyeri dada disebabkan oleh
kekurangan oksigen pada otot jantung berhubungan dengan
cuaca lingkungan yang panas.
c. Menyimpulkan perilaku dari satu atau lebih adaptif mode
berhubungan dengan stimulus yang sama, misalnya jika
seorang petani mengalami nyeri dada, dimana ia bekerja di
luar pada cuaca yang panas. Pada kasus ini, diagnosa yang
sesuai

adalah

kegagalan

peran

berhubungan

dengan

keterbatasan fisik (myocardial) untuk bekerja di cuaca yang


panas.
Adapun diagnosa yang biasa nya muncul pada teori Roy
adalah sebagai berikut :

FISIOLOGIS MODE
1.

O 6.
ksigenasi

Hipoksia/sy
oks.

Gangguan
ventilasi.

Inadekuat
pertukaran gas.

Inadekuat
transport Gas

Gangguan
perfusi jaringan.

2.

Malnutrisi.
Mual,munta
Anoreksia.

N
utrisi

h.

Senso
ris

Nyeri akut.
Nyeri kronis.
Sensori
overload.
Gangguan
sensori primer.
Potensial injuri.
Kehilangan
kemampuan perawatan diri.
Gangguan
persepsi.
Potensial injuri/
hilang kemam-puan
merawat diri.

7.

Caira
n dan Elektriolit

3.

E
liminasi

Urine.

a urine.

Diare.
Konstipasi.
Kembung.
Retensi

Inkontinensi

4.

A 8.

ktivitas dan Istirahat

Inadekuat
pola aktivitas dan
istirahat.

Intolenransi
aktivitas.

Immobilisas
i.
9.

Gangguan
tidur.
5.

I
ntergritas Kulit

Gatal-gatal.

Kekeringan.

Infeksi.

Dekubitus

Dehidrasi.
Retensi cairan
intra seluler.;
Edema.
Shok
hipo/hipervolemik.
Hyper atau
hipokalsemia.
Ketidakseimban
gan asam basa.

Fungs
i Nerologis

Penurunan
kesadaran.

Defisit memori.

Ketidakstabilan
perilaku dan mood.
Fungs
i Endokrin

Inefektiv
regulator hormon.

Inefektiv
pengembangan reproduksi.

Ketidakstabilan
sikulus ritme stress
internal.

KONSEP DIRI
Pandangan terhadap Fisik

Pandangan terhadap Personal.

Penurunan
konsep
seksual.
Agresi.
Kehilangan.
Seksual disfungtion.
FUNGSI PERAN

Cemas tidak berdaya.


Harga diri rendah.
Merasa bersalah.

INTERDEPENDENSI

Transisi peran.
Peran berbeda.
Konflik peran.
Kegagalan peran.

Kecemasan.
Merasa.
Ditinggalkan/isolasi.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah suatu perencanaan dengan
tujuan merubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual
dan

residual.

Pelaksanaannya

juga

ditujukan

kepada

kemampuan klien dalam koping secara luas, supaya stimulus


secara keseluruhan dapat terjadi pada klien, sehinga total
stimuli berkurang dan kemampuan adaptasi meningkat.
Menurut Roy & Andrews, 1999 dalam Alligood & Tomey,
2006

tujuan

dari

intervensi

keperawatan

mempertahankan dan mempertinggi perilaku


merubah

perilaku

tidak

efektif

menjadi

adalah

adaptif serta

perilaku

adaptif.

Intervensi direncanakan untuk mengelola stimulus. Sebagai


stimulus, intervensi berfokus bagaimana tujuan dapat dicapai.
Fokus intervensi adalah mengarah pada suatu stimulus yang
mempengaruhi suatu perilaku. Pengelolaan stimulus meliputi
merubah,

meningkatkan,

menghilangkan,

dan/atau

menurunkan,

memindahkan,

mempertahankannya.

Merubah

stimulus memperkuat kemampuan mekanisme koping seseorang


untuk berespon secara positif dan hasilnya adalah perilaku
adaptif.

Langkah

dalam

menyusun

intervensi

keperawatan

meliputi penetapan atas empat hal yaitu:


a. apa pendekatan alternatif yang akan dilakukan.
b. apa konsekuensi yang akan terjadi.
c. apakah mungkin tujuan tercapai oleh alternatif tersebut.

d. nilai alternatif itu diterima atau tidak. Intervensi keperawatan


ini dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain (pasien,
keluarga, dan tim kesehatan).
Adapun standar tindakan yang biasa nya muncul pada teori
Roy adalah sebagai berikut :

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN FISIOLOGIS


Memenuhi kebutuhan Oksigen Memenuhi kebutuihan aktivitas
:
dan Istirahat/tidur :
Kriteria:
Kriteria
1.
menyiapkan
tabung 1.
melakukan latihan gerak
oksigen dan flow meter.
pada pasien tidak sadar.
2.
menyiapkan hemodifier 2.
melakukan mobilisasi pad
berisi air.
pasien pasca operasi.
3.
menyiapkan slang nasal 3.
mengatur posisi yg nyama
dan masker.
pada pasien.
4.
memberikan penjelasan 4.
menjaga
kebersihan
pada pasien.
lingkungan.
5.
mengatur posisi pasien. 5.
Mengopservasi reaksi pasien.
6.
memasang slang nasal
dan masker.
Memenuhi kebutuhan Intergritas
7.
memperhatikan
reaksi kulit (kebersihan dan kenyamanan
pasien.
fisik) :
Kriteria
Memenuhi kebutuhan
1.
memandikna pasien yang
Nutrisi:
tidak sadar/ kondisinya lemah.
Kriteria
2.
mengganti alat-alat tenun
1.
menyiapkan
sesuai kebutuhan/ kotor.
peralatan dalam dressing car. 3.
Merapikan alat-alat pasien.
2.
menyeiapkan
cairan infus/makanan/darah.
3.
memberikan
Mencegah dan mengatasi reaksi
penjelasan pada pasien.
fisiologsi :
4.
mencocokan jenis Kriteria
cairan/darah/diet makanan
1.
Mengopservasi tanda-tanda
5.
mengatur posisi
vital sesuai kebutuhan.
pasien.
2.
melakukan tes alergi pada
6.
melakukan
pemberian obat baru.
pemasangan
3.
mengobservasi reaksi pasien.
infus/darah/makana
Memenuhi kebutuhan
Eliminasi :

Kriteria
menyiapkan
alat
pemberian hukmah/gliserin,
dulkolac
&
peralatan
pemasangan kateter
2.
memperhatikan
suhu
cairan/ukuran kateter
3.
menutup dan memasang
selimut.
4.
mengobservasi keadaan
feses dan uerine.
5.
Mengobservasi
rekasi
pasien.
1.

STANDAR TINDAKAN GANGGUAN KONSEP DIRI


Memenuhi kebutuhan emosional dan spiritual.
Kriteria
1.
Melaksnakan Orientasi pada pasien baru.
2.
memberikan penjelasan tentang tindakan yang kan dilakukan.
3.
memberikan penjelasan dangan bahasa sederhana.
4.
memperhatikan setiap keluhan pasien.
5.
memotivasi pasien untuk berdoa.
6.
membantu pasien beribadah.
7.
memperhatikan pesan-pesan pasien.
STANDAR TINDAKAN PAD GANGGUAN PERAN
1.
Menyakinkan kepada pasien bahwa dia adalah tetap sebagai
individu yang berguna bagi keluarga dan msayarakat.
2.
mendukung upaya kegiatan atau kreativitas pasien.
3.
melibatkan pasien dalam setiap kegiatan, terutama dalam
pengobatan dirinya.
4.
Melibatkan pasien dalam setiap mengambil keputusan
menyangkut diri pasien.
5.
bersifat terbuka dan komunikastif pada pasien.
6.
mengijinkan keluarga untuk memberikan dukungan kepada
pasien
7.
perawat dan keluarga selalu memberikan pujian atas sikap
pasien yang dilakukan secara benar dalam perawatan.
8.
Perawat dan keluarga selalu bersikap halus dan meneriman jika
ada sikap yang negatif dari klein.
1.
2.
3.
4.

STANDAR TINDAKAN PADA GANGGUAN INTERDEPENSI


membantu pasien memenuhi kebutuhan makan dan minum.
membantu pasien memenuhi kebutuhan eliminasi.
membantu pasien memenuhi kebutuhan kebesihan diri (mandi).
membantu pasien untuk berhias atau berdandan.

4. Implementasi
Implementasi keperawatan direncanakan dengan tujuan
merubah atau memanipulasi fokal, kontextual dan residual
stimuli dan juga memperluas kemampuan koping seseorang
pada

zona

adaptasi

sehinga

total

stimuli

berkurang

dan

kemampuan adaptasi meningkat.


5. Evaluasi
Penilaian terakhir dari proses keperawatan berdasarkan
tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan keberhasilan
suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan perilaku
dari kriteria hasil yang ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi
pada individu.

BAB III
PENERAPAN MODEL ADAPTASI ROY (MAR)

A. Pengkajian
1. Pengkajian Pola Umum
Tanggal/Jam MRS : 16 November 2014/Jam 08.00 WIB
Ruang
: Ruang Bedah Pria

No. Register
: 55 76 38
Dx. Medis
: Close Fraktur Femur Sinistra 1/3 Distal
Tanggal Pengkajian : 17 November 2014
a. Biodata
An. B umur 11 tahun. jenis kelamin laki laki, beragama islam,
suku/bangsa Minang, bahasa Minang, pendidikan SD, pekerjaan
pelajar, status belum menikah, alamat Jln Jawa Gadut Limau Manih
Padang. An. B adalah Anak Tn. S (bekerja sebagai wiraswasta).
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama Saat Ini
Nyeri Akut
2) Riwayat Penyakit
a) Riwayat Penyakit Saat Ini
Menurut informasi yang didapatkan dari orang tua bahwa klien
jatuh dari motor (pada tanggal 16-11-2014 jam 06.30 WIB).
Klien langsung di bawa ke RST Padang, dapat terapi yang
sudah diberikan adalah: infus PZ 600 cc/24 jam, Injeksi
Ceftriaxon 1x1 gr, Antrain 3x ampul, piracetam 3x1 ampul,
citiculin 3x1 ampul, asam tranexamat 3x250, infuse manitol
4x50 cc, Skin traksi dengan beban 2 Kg, Pro OREF Elektif.
b) Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak pernah
menderita penyakit menular/kronis (-),
herediter(-), Alergi (-) dan riwayat operasi (-).
c) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga klien tidak ada yang mempunyai penyakit herediter,
kelainan kongenetal, penyakit yang berhubungan dengan
asma, penyakit jantung, hipertensi, DM dan penyakit yang
lain.
Genogram:

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan
: Pasien
: Tinggal serumah
Menikah
Ayah An.B anak ke lima dari sepuluh bersaudara, tujuh lakilaki dan tiga perempuan. Sedangkan Ibu An.B anak perempuan ke
tiga dari lima bersaudara, tiga perempuan dan dua anak laki-laki.
An.B anak pertama dari dua bersaudara, Ibu dari An.B mengalami
penyakit asam urat. Orang tua dan anggota keluarganya tidak pernah
mengalami kecelakaan.

2. Pengkajian Konsep Model Sister Callista Roy


Pengkajian merupakan langkah pertama

di

dalam

proses

keperawatan. Model adaptasi Roy mengembangkan pengkajian dengan


dua tahap. Tahap pertama dilakukan dengan melakukan pengkajian
terhadap perilaku pada empat mode yaitu : fisiologis, konsep diri, peran
dan

interdependen.

Tahap

kedua

menganalisis

stimulus

yang

mempengaruhi. Stimulasi ini terdiri dari stimulasi fokal, kontekstual dan


residual. Berikut ini diuraikan pengkajian pada pasien Close Fraktur
Femur Sinistra 1/3 Distal dengan pendekatan model adaptasi Roy
meliputi pengkajian perilaku dan
stimulus
a. Pengkajian Perilaku dan Stimulus
1) Fisiologis
a) Oksigenasi (oxygenation)
Kekurangan oksigen (hypoxia)
Shock
Kelebihan oksigen (overload)
b) Kebutuhan nutrisi (nutrition)
Kekurangan nutrisi (malnutrition)
Mual

(-)
(-)
(-)
(+)
(+)

Muntah (vomiting)
(-)
c) Eliminasi (elimination)
Konstipasi (constipation)
(-)
Diare (diarrhea)
(-)
Buang air besar tidak terasa (incontinence)
Retensi BAK (urinary retention)
d) Aktivitas dan istirahat (activity and rest)
aktivitas fisik tidak adekuat
(+)
Potensial kerusakan jaringan
(+)
Istirahat tidak cukup
(-)
Tidak bisa tidur (insomnia)
(-)
Kurang tidur (sleep deprivation)
(-)
Istirahat yang berlebihan
(-)
e) Integritas kulit (skin integrity)
Gatal (itching)
(-)
Kulit kering (skin dry)
(+)
Luka karena tekanan (pressure sores)
(-)
f) Rasa/Sense
(-)
g) Fungsi Neurologis
(-)
h) Fungsi Endokrin
(-)
2) Model konsep diri (self concept mode)
1) Gambaran diri (physical self)
Penurunan konsep seksual
(-)
Perilaku seksual yang agresif
(-)
Kehilangan anggota badan
(-)
2) Konsep diri (personal self)
Cemas (anxiety)
(-)
Tak berdaya (powerlessness)
(-)
Perasaan bersalah (guilt)
(-)
Rasa rendah diri (low self esteem) (-)
3) Model fungsi peran (role function mode)
Transisi peran (role trantition)
(-)
Kehilangan peran (role distance) (-)
Konflik peran (role conflict)
(-)
Kegagalan peran (role failure)
(-)
4) Model ketergantungan (interdependence mode)
Cemas karenaa perpisahan (separation anxiety)
Kesepian (loneliness)

(-)
(-)

(-)
(-)

b. Analisa Data
Tanggal 17 November 2014 (13.00 WIB)
1) Analisa 1
Data Subyektif : Klien mengatakan nyeri, nyeri bertambah berat
saat bergerak

Data Obyektif : Nyeri skala 6 Bedrest total selama 24 jam,


mobilisasi diatas tempat tidur, seluruh kebutuhan ADL dibantu ibu
dan petugas
kekuatan otot: 4 4 4 4
4 4 4 4
1 1 1 1
4 4 4 4
Masalah :Nyeri Akut
Kemungkinan penyebab :
Kerusakan integritas kulit
2) Analisa 2
Data Subyektif : Klien mengatakan tidak mau makan makanan dari
rumah sakit, mintanya nasi ayam goreng atau sate beli di luar
rumah sakit.
Data obyektif :Makan 1 porsi tidak habis, diet bubur kasar dari
rumah sakit tidak dimakan sama sekali, turgor kurang elastis,
anemis (+), mual (+), muntah (-), BB : 37 Kg
Masalah : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kemungkinan penyebab :Penurunan intake peroral
c. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan integritas kulit.
2) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake peroral.

d. Rencana Keperawatan
Tanggal 17 November 2014 (13.00 WIB)
Diagnosa Keperawatan ke-1
1) Tujuan
Membantu klien beradaptasi terhadap nyerinya dan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nyeri
berkurang.
2) Kriteria hasil
a) Klien menyatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4.
b) Klien tampak rileks, ekspresi wajah tidak tegang, tidak tampak
melokalisir daerah nyerinya.
c) Tanda-tanda vital dalam batas normal:

Suhu 36-37,5 C, N 60-100 x/menit, R 16-24 x/menit, TD


100/70-130/100 mmHg.
3) Rencana Tindakan
a) Tentukan adanya lokasi dan sifat serta skala nyeri.
Rasional:
Sebagai bahan acuan untuk penentuan jenis intervensi yang
selanjutnya akan diberikan
b) Amati dan catat pulsasi pembuluh darah.
Rasional:
Kemajuan hasil pemeriksaan akan mempengaruhi sifat dan
skala nyeri yang dirasakan oleh klien
c) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.
Rasional:
Memberikan efek relaksasi pada klien
d) Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi (teknik napas
panjang dan dalam, mengalihkan perhatian).
Rasional:
Mengelihkan focus klien terhadap nyerinya akan membantu
mengurangi sensansi nyeri klien
e) Kolaborasi pemberian analgesic pada tim medis
Rasional:
Memutuskan jaras nyeri
f) Monitor tanda-tanda vital.
Rasional:
tanda-tanda vital digunakan untuk memonitor nyeri secara
objektif setelah berespon terhadap intervensi yang telah
diberikan sebelumnya
Diagnosa Keperawatan ke-2

1) Tujuan :
Setelah tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan nutrisi
klien terpenuhi secara adekuat
2) Kriteria :
a) Nafsu makan klien meningkat
b) Porsi yang disediakan habis
c) Klien makan 3 kali dengan kalori yang cukup
3) Rencana Tindakan :
a) Kaji pengetahuan klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Rasional:
Pengetahuan yang kurang tentang nutrisi mempengaruhi dalam
pemenuhan kebutuhan nutrisi.

b) Beri penjelasan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat bagi


tubuh.
Rasional:
Penjelasan yang adekuat akan meningkatkan pemahaman
tentang nutrisi.
c) Anjurkan klien makan sedikit sedikit tapi sering.
Rasional:
Meningkatkan asupan makanan.
d) Anjurkan klien membiasakan makan pagi.
Rasional:
Pola yang baik meningkatkan asupan makanan disamping
menghindari kekosongan lambung.
e) Ajarkan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi.
Rasional:
Dengan
mengetahui makanan yang dikonsumsi serta
pentingnya serat akan memperbaiki pencernaan usus/proses
asorbsi.
f) Ciptakan lingkungan tempat makan yang nyaman.
Rasional:
Lingkungan yang nyaman akan meningkatkan selera makan.
g) Dampingi klien saat makan.
Rasional:
Mendeteksi asupan makanan klien.
h) Pantau berat badan klien setiap 2 hari sekali
Rasional:
Dengan pemantauan BB diketahui peningkatan atau penurunan
BB.
i) Kerjasama dengan ahli gizi untuk menu klien l yang adekuat.
Rasional:
Sebagai upaya perbaikan menu agar meningkatkan nafsu
makan.
e. Implementasi
Diagnosa Keperawatan 1
Tanggal 17 November 2014 (13.30 WIB)
1) Menentukan adanya lokasi dan sifat serta skala nyeri.
Respon : Nyeri berada di daerah paha dan tungkai kiri,
menghilang dengan istirahat dan bertambah saat digerakkan.
Nyeri terasa seperti terbakar, cenut-cenut. Skala nyeri 6.
2) Menciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman

Respon : Lingkungan yang nyaman diciptakan. Klien merasa


ingin istirahat
3) Mengajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi (teknik napas
panjang dan dalam mengalihkan perhatian).
Respon : tidak berhasil dilakukan karena klien sangat tidak
kooperatif.
4) Mengkolaborasi pemberian analgesik pada tim medis
Respon : Antrain 3X1 Ampul diberikan melalui injeksi intravena
5) Memonitor tanda-tanda vital.
Respon : TD 90/60 mmHg, N : 86 x/m,RR : 20 x/m, S: 36.6 C

Diagnosa Keperawatan II
Tanggal 17 November 2014 (14.00 WIB)
1) Mengkaji pengetahuan klien tentang pentingnya nutrisi bagi
tubuh
Respon :

terdapat pemahaman yang keliru bahwa pantangan

makan telur jika ada luka. Setelah diberi penjelasan keluarga


dapat mengerti.
2) Memberi penjelasan tentang pentingnya nutrisi yang adekuat bagi
tubuh
Respon :klien menjadi tahu dan bersedia melaksanakan
3) Menganjurkan klien makan sedikit sedikit tapi sering
Respon :keluarga klien mengerti dan melaksanakannya
4) Menganjurkan klien membiasakan makan pagi
Respon :klien biasa minta makan jam 5.30 pagi
5) Mengajarkan jenis-jenis makanan yang harus dikonsumsi
Respon : keluarga klien mengetahui makanan yang harus
dikonsumsi.
6) Menciptakan lingkungan tempat makan yang nyaman
Respon : klien makan sambil duduk diatas tempat tidur.
7) Mendampingi klien saat makan
Respon :1 porsi habis
f. Evaluasi
Diagnosa Keperawatan I
Tanggal 17 November 2014 (17.00 WIB)
Subyektif :
Klien masih mengeluh nyeri pada bekas operasi. Nyeri bertambah saat
bergerak, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri dirasakan di paha menjalar
kebawah dan atas, skala nyeri sedang (5).
Obyektif :

Wajah klien tampak tegang terutama saat bergerak, perilaku sangat


berhati-hati saat bergerak, melokalisir daerah nyerinya. Tekanan darah
90/60 mm Hg, nadi 86 x/menit, pernapasan 20 x/menit, Suhu : 36.6C
Analisa : Nyeri klien masih belum berkurang
Planning : Lanjutkan seluruh intervensi
Diagnosa Keperawatan II
Tanggal 17 November 2014 (17.00 WIB)
Subyektif :
Keluarga klien mengatakan, klien lebih banyak minum susu karna
suka sekali dengan susu.
Obyektif :
Makan 2 kali, 1 porsi dari pagi sampai sore ini, dengan nasi lauk
ayam goreng, tumis wortel dan segelas susu, turgor masih kurang
elastis, anemis (+), mual (-), muntah (-).
Analisa : masalah teratasi sebagian
Planning : Lanjutkan intervensi

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Tujuan Asuhan Keperawatan


Tujuan asuhan keperawatan pada model konseptual Sister Callista Roy
adalah membantu klien untuk beradaptasi terhadap perubahan fisiologis
konsep diri, fungsi peran & hubungan interdependensi selama sehat & sakit.
Tujuan asuhan keperawatan tercapai ketika stimulus fokal berada dalam
suatu area adaptasi yang adaptif. Ketika stimulus fokal berada pada area
tersebut, manusia dapat membuat suatu penyesuaian diri atau berespons
adaptif. Hal tersebut membebaskan individu dari koping yang tidak efektif
dan memungkinkan individu untuk merespon stimulus yang lain. Kondisi

tersebut pada akhirnya dapat mencapai peningkatan penyembuhan dan


kesehatan. Jadi peranan penting adaptasi sangat ditekankan pada konsep ini.
Asuhan keperawatan yang dilakukan oleh penulis juga ditujukan untuk
membantu klien beradaptasi terhadap perubahan fisologisnya yaitu membantu
secara keseluruhan (total care) maupun sebagian (partial care) dengan
mendorong klien untuk beradaptasi terhadap perubahan kebutuhan fisiologis,
konsep diri, fungsi peran dan hubungan interpendensi. Jadi peningkatan
adaptasi dapat dilakukan dalam empat cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologis,
konsep diri,

fungsi peran dan,interdependensi, pada kasus ini penulis

membantu meningkatkan adaptasi fungsi fisiologis klien.


B. Klien
MAR (Model Adaptasi Roy) memandang klien sebagai suatu sistem
adaptasi. Sebagai sistem adaptif, manusia dapat digambarkan secara holistik
sebagai satu kesatuan yang mempunyai input, control, output dan proses
umpan balik. Proses control adalah mekanisme koping yang dimanifestasikan
dengan cara adaptasi. Lebih spesifik manusia di definisikan sabagai sebuah
sistem

adaptif

dengan

aktivitas

kognator

dan

regulator

untuk

mempertahankan adaptasi dalam empat cara adaptasi yaitu : fungsi fisiologi,


konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
Asuhan keperawatan pada An. B dengan Close Fraktur Femur Sinistra
1/3 Distal dengan menggunakan model adaptasi Roy dirasakan tepat. Roy

menekankan pada kemampuan individu dalam beradaptasi terhadap stimulus


yang didapatkan. Kasus Close Fraktur Femur Sinistra 1/3 Distal pada An.B
merupakan kasus yang dapat menimbulkan banyak perubahan pada diri klien,

namun model adaptasi yang dikembangkan oleh Roy, merupakan salah satu
proses yang dapat digunakan oleh individu untuk berada pada kondisi
terkontrol. Sebagai sistem terbuka, An. B akan selalu mendapatkan stimulus
baik fokal, kontekstual maupun residual. Untuk dapat beradaptasi terhadap
stimulus tersebut, maka penulis berupaya meningkatkan koping yang dimiliki
An. B tersebut dengan berbagai intervensi untuk berupaya meningkatkan
regulator dan kognator. Pada akhirnya diharapkan An. B dapat beradaptasi

secara penuh (integrity), compensatory, maupun adaptasi pada tingkat


compromised.
C. Peran Perawat
Perawat dalam Model Adaptasi Roy berperan sebagai fasilitator untuk
meningkatkan penyesuaian diri pasien dalam menghadapi tantangan yang
berhubungan dengan sehat-sakit, meningkatkan penyesuaian diri pasien
menuju adaptasi dan dalam menghadapi stimulus (Roy, 1991).
Peran penulis terhadap An.B Kasus Close Fraktur Femur Sinistra 1/3
Distal adalah memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan

memanipulasi stimulus yang datang dari lingkungan yang akhirnya


menimbulkan koping yang positif sebagai hasil dari adaptasi dan respon
negatif dideskripsikan sebagai respon yang maladaptif.

D. Masalah Keperawatan
MAR memandang masalah keperawatan adalah ketika seseorang tidak
mampu beradaptasi dengan baik terhadap stimulus yang datang. Berdasarkan
pengkajian tahap I dan pengkajian tahap II yang dilakukan pada An. B
dengan kasus Close Fraktur Femur Sinistra 1/3 Distal ditemukan dua masalah
keperawatan yaitu nyeri akut yang berhubungan dengan kerusakan integritas

kulit, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan


intake peroral. Maka langkah penulis selanjutnya adalah dengan menetapkan
tujuan dan intervensi sesuai dengan kondisi klien.
E. Fokus Intervensi
Menurut Roy & Andrews (1999) dalam Alligood & Tomey (2006) tujuan
dari intervensi keperawatan adalah mempertahankan dan mempertinggi
perilaku adaptif serta merubah perilaku tidak efektif menjadi perilaku adaptif.
Intervensi direncanakan untuk mengelola stimulus. Sebagai stimulus,
intervensi berfokus bagaimana tujuan dapat dicapai. Fokus intervensi adalah
mengarah pada suatu stimulus yang mempengaruhi suatu perilaku. Pada
kasus An. B, penulis melakukan pengelolaan stimulus meliputi merubah,

meningkatkan,

menurunkan,

memindahkan,

menghilangkan

masalah

keperawatan klien seperti yang tertulis pada bab sebelumnya. Penulis


berusaha untuk merubah stimulus, memperkuat kemampuan mekanisme
koping An.B untuk berespon secara positif dan hasil yang penulis harapkan
adalah perilaku adaptif.
F. Cara Intervensi
Menurut MAR, langkah dalam menyusun intervensi keperawatan
meliputi penetapan atas empat hal yaitu 1) apa pendekatan alternatif yang
akan dilakukan; 2) apa konsekuensi yang akan terjadi; 3) apakah mungkin
tujuan tercapai oleh alternatif tersebut; dan 4) nilai alternatif itu diterima atau
tidak. Intervensi keperawatan ini dilakukan melalui kerjasama dengan orang
lain (pasien, keluarga dan tim kesehatan).
Pada kasus yang dialami An. B, penulis mencoba mengaplikasikan
langkah dalam melakukan intervensi dengan beberapa metode yang telah
disebutkan, namun antara intervensi dan implementasi terdapat kesenjangan,
tidak semua intervensi yang telah ditetapkan dapat dilakukan, penulis tidak
dapat mencapai hasil yang maksimal oleh karena ketersediaan waktu penulis
yang tidak memadai. Namun pada dasarnya jika langkah tersebut dilakukan
oleh perawat yang bekerja di rumah sakit, penulis meyakini perawat akan
mendapatkan hasil yang maksimal dari intervensi yang telah dilaksanakan
karena perawat ruangan dapat selalu berdampingan dengan klien dan
keluarga.
G. Konsekuensi Intervensi
Menurut MAR, jika pengkajian, diagnosa, intervensi dan implementasi
keperawatan dapat dilakukan secara benar dan komprehensif maka akan
berdampak pada meningkatnya kemampuan adaptasi klien dan begitu juga
sebaliknya.
An.B dengan kasus Close Fraktur Femur Sinistra 1/3 Distal dalam masa
perawatannya merupakan masa yang cenderung susah beradaptasi terhadap
perubahan fisiologisnya, jika intervensi tidak dilakukan secara benar dan
komprehensif maka akan berdampak pada penurunan kemampuan adaptasi
klien, karena pada masa ini selain timbulnya rasa nyeri akibat fraktur, klien

tidak mampu bergerak sebagaimana selayaknya. Oleh karena itu kondisi ini
memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan untuk mengarahkan kedalam
proses adaptasi sesuai dengan konsep sehat dan sakit yang dianjurkan.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
An.B dengan kasus Close Fraktur Femur Sinistra 1/3 Distal dalam masa
perawatannya merupakan masa yang cenderung susah beradaptasi terhadap
perubahan

fisiologisnya,

konsep

diri,

interpendensi selama sakit. Sehingga

fungsi

peran

dan

hubungan

klien dapat menunjukkan sikap

kooperatif dalam penatalaksanaan medis selama menjalani perawatan.


Hasil analisa pengkajian pada An. B didapatkan bahwa klien dinilai
tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan fisiologisnya hal ini ditandai
dengan klien mengatakan nyeri, nyeri bertambah berat saat bergerak, klien
juga mengatakan tidak mau makan makanan dari rumah sakit, mintanya nasi
ayam goreng atau sate beli di luar rumah sakit.
Hasil evaluasi setelah diberikan tindakan keperawatan menunjukkan
bahwa adaptasi An. B adalah sudah makan 2 kali, 1 porsi dihabiskan dari
pagi sampai sore, dengan nasi lauk ayam goreng, tumis wortel dan segelas
susu dengan skala nyeri 6.
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan dengan menerapkan
MAR pada klien, penulis dapat menggambarkan bahwa MAR merupakan
salah satu model asuhan keperawatan yang dapat dilakukan secara holistik.

Pengkajian yang dilakukan pada empat mode telah mencakup masalah bio,
psiko, sosial dan kultural. Pengkajian tidak hanya pada perilaku yang dapat
dilihat, diukur dan diobsevasi, namun MAR menggali lebih lanjut penyebab
dari timbulnya setiap perilaku, yaitu melalui pengkajian tahap dua.
Pengkajian yang komprehensif akan menentukan intervensi yang tepat. MAR
mengarahkan bahwa penetapan intervensi keperawatan dengan mengurangi
stimulus yang ada sebagai sumber penyebab perilaku maladaptif /inefektif
dan keberhasilan intervensi ditunjukan dengan perubahan perilaku kearah
adaptif.
Kelemahan dari MAR yang penulis rasakan adalah pola pengkajian yang
tidak dapat dilakukan secara utuh pada kasus kegawatan terutama di unit
gawat darurat dan pada unit rawat jalan. Pada unit gawat darurat, pengkajian
utama yang kita lakukan lebih kepada mode fisiologi yang saat itu dirasakan
oleh pasien, sehingga pengkajian untuk mode yang lain sulit untuk dilakukan.
Selain karena masalah fisiologi yang harus segera diatasi, pasien akhirnya
akan dipindahkan ke unit lain. Begitu juga dengan pasien di poli rawat jalan.
Singkatnya waktu yang digunakan untuk melakukan asuhan keperawatan
menyulitkan MAR ini digunakan.
Masukan yang dapat penulis usulkan berhubungan dengan penerapan
MAR di unit gawat darurat, format pengkajian hingga intervensi dibuat
dengan model Check list. Pada mode adaptasi yang belum terkaji dapat
ditindaklanjuti di tempat pasien tersebut menjalani perawatan.
B. Saran
1. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan (Unand Padang)
Diharapkan pihak institusi pendidikan keperawatan (Unand Padang)
dapat memberikan waktu yang lebih lama lagi kepada mahasiswa untuk
menerapkan MAR dilahan praktek, sehingga mahasiswa benar-benar
memberikan kontribusi dalam pengembangan kurikilum pembelajaran.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan di RST
Diharapkan perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat
lebih memahami tentang proses adaptasi yang terjadi pada individu, yang
dimulai dari adanya stimulus/stressor yang dapat menjadikan individu

mengalami stress, proses mekanisme koping (kognator dan regulator) dan


effektor sebagai upaya individu mengatasi stressor.
3. Bagi Pasien
Diharapkan pasien dapat kooperatif kepada perawat yang sedang
memberikan asuhan keperawatan, sehingga hasil yang ingin dicapai dapat
maksimal.
4. Bagi Mahasiswa
Diharapakan kepada mahasiswa yang telah menerapkan MAR dapat
mengaplikasikannya di lahan praktek tempat bekerja, sehingga dapat
menambah wawasan serta pengetahuan perawat mengenai teori adaptasi
menurut salah satu para ahli khusnya Sister Calista Roy pada pasien di
lingkungan rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing theorist and their work (6th
edition) USA: Mosby Elsevier

Bell,C. & McCarthy. (2010). The assessment and treatment of wound pain at
dressing change. British Journal of Nursing. Vol. 19 (11)
Black M. J.& Hawks H. J. (2010). Medical surgical nursing. Clinical
management for positive outcome. Volume 1. Eight Edition. Saunders
Elsevier. St. Louis. Missouri.
Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C. (2010). Nursing care plans.
Guidelines for individualizing client care across the life span. Eight
Edition. Philadelphia: F.A. Davis Company.
Flood,L.S (2009). Nurse-patient interactions related to sick. USA: Mosby
Elsevier.
Pearson, A. Dkk. (2000) Nursing Models For Practice. Planta Three. Oxford
Roy, Callista. (1991) The Roy adaptation model / Callista Roy. Planta Three. Los
Angeles
Sjamsuhidayat, R. Wim de Jong (2005), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Jakarta: EGC.

SISTER CALLISTA ROY


ROY ADAPTATION MODEL

Anda mungkin juga menyukai