LAPORAN KASUS
Anamnesa (autoanamnesa) dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal
10 September 2014
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. M
Umur
: 47 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswata
Alamat
: Nambangan RT 2 RW 4 Gondang
Tgl pemeriksaan
: 10 September 2014
No. CM
: 065145-2014
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama
: (-)
Riwayat Asma
: disangkal
Riwayat Alergi
: disangkal
Riwayat Trauma
: (-)
1
: (-)
R. Asma
: disangkal
R. Alergi
: disangkal
: Baik
Kesadaran
Tanda Vital
: -Tekanan Darah
: 120/80
-Nadi
-RR
-Suhu
: Sawo Matang
: Mesosefal
: 80x/menit
: 20 x/menit, regular
: tidak diperiksa
Kulit
Kepala
Thorak
Jantung
Paru-paru
: DBN
: DBN
Abdomen
Hati
Limpa
Limfe
Ekstremitas
B. Status Oftalmologi
Oculi Dextra
6/12
-
Pemeriksaan
Oculi Sinistra
Visus
6/12
Koreksi
Kacamata 2
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas di
segala arah ortophri,
Trikiasis (-),bulu mata
rontok (-)
Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-),nyeri tekan (-),
massa (-), udem (-),
Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-),nyeri tekan (-),
massa (-), udem (-),
Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-)
Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-)
Injeksi konjungtiva (-),
hiperemis (-), corpal (-),
pterygium (-),secret (-)
Ikterik (-), hiperemis (-)
Jernih (+), defek (-),
neovaskularisasi (-), udem
(-)
Jernih, tindal efek (-),
kedalaman cukup, hifema
(-), hipopion (-)
Coklat,
kripte
(+),
tremulan
(-),
neovaskularisasi (-)
Bulat, central, reguler,
diameter 3 mm, reflek
cahaya (N +)
Jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Lama
AR
Sensus Coloris
Parese/ Paralysis
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas di
segala arah, ortophri,
Supercilia
Trikiasis (-),bulu mata
rontok (-)
Palpebra Superior
Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-),nyeri tekan (-),
massa (-), udem (-),
Palpebra Inferior
Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-),nyeri tekan (-),
massa (-), udem (-),
Conjuctiva Palpebra
Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-)
Conjuctiva Fornices
Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-)
Conjunctiva Bulbi
Injeksi konjungtiva (-),
hiperemis (+), corpal (-),
pterygium (-),secret (-)
Sclera
Ikterik (-), hiperemis (-)
Cornea
keruh, defek (+) pada
bagian sentral berbentuk
uang logam berukuran 2
mm, neovaskularisasi (-),
udem (-)
Camera Oculi Anterior Jernih, tindal efek (-),
kedalaman cukup, hifema
(-), hipopion (-)
Iris
Coklat,
kripte
(+),
tremulan
(-),
neovaskularisasi (-)
Pupil
Bulat, central, reguler,
diameter 3 mm, reflek
cahaya (N +)
Lensa
Jernih
Fundus Reflek
Tidak dilakukan
Corpus Vitreum
Tidak dilakukan
Tensio Oculi
Tidak dilakukan
System
Canalis Tidak dilakukan
Lacrimalis
Tes Flourescin
Tidak dilakukan
Funduscopy
Tidak dilakukan
IV. RESUME
Pasien seorang laki-laki, 47 tahun datang dengan keluhan penglihatan buram pada
mata kiri, sebelumnya mata kiri pasien terkena gabak dan matanya dikucek, mata
merah (-), air mata berlebihan (+), rasa silau (+), gatal (+), nyeri (-), rasa
mengganjal (+). Pasien telah berobat ke puskesmas dan mendapat terapi obat tetes
mata, tetapi tidak ada perubahan.
Status Oftalmologi
Oculi Dextra
Oculi Sinistra
Visus
6/12
6/12
Konjungtiva bulbi
Kornea
udem (-)
V. DIAGNOSIS BANDING
-
OS keratitis
OS keratokonjungtivitis
VI. DIAGNOSIS
-
OS keratitis numularis
VII. TERAPI
Tobroson 3 ED dd gtt I OS
Lameson tab 8 mg I dd I
Imbost tab 1 dd 1
IX. PROGNOSIS
OD
Ad vitam
OS
bonam
bonam
Ad sanam
bonam
bonam
Ad kosmetikum
bonam
bonam
Ad fungsionam
bonam
bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. PENDAHULUAN
Keratitis adalah infeksi kornea pada yang ditandai dengan timbulnya
infiltrat pada lapisan kornea, biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea
yang terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau
Bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma Keratitis superfisial adalah radang
kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran Bowman, keratitis dapat
terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Kornea merupakan alat media refraksi
penglihatan dan berperan besar dalam pembiasan cahaya diretina. Oleh karena itu
setiap kelainan pada kornea termasuk infeksi dapat menyebabkan terganggunya
penglihatan. Terganggunya penglihatan biasanya karena terjadi kekeruhan pada
kornea akibat keberadaan infiltrat pada lapisan kornea. Bakteri pada umumnya
tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata
dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang
penyebab kebutaan.Kekeruhan
kornea ini disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan
virus. Dan bila terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan
mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.
II.2. ANATOMI BOLA MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola
mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.1
Gambar 1
Gambar anatomi bola mata.
Dikutip dari kepustakaan no. 3
mencegah
dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan sifat transparan hilang
dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal
sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel1
Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf
siliarislongus, saraf nasosiliaris, Saraf Ke V saraf siliaris longus berjalan supra
koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel kornea edema
terjadi. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.
Gambar
Gambar lapisan kornea.
Dikutip dari kepustakaan no. 3
Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri atas lapis: 1
1.Epitel: Bentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bersifat larut dalam
lemak. Ujung saraf kornea berakhir di epitel oleh karena itu pada kelainan epitel
akan menyebabkan gangguan sensibilatas korena dan rasa sakit dan mengganjal.
Daya regenerasi cukup Besar, perbaikan dalam beberapa hari tanpa membentuk
jaringan parut. Tebalnya 50um, terdiri atas sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel, sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap
dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui desmosom dan
makulaokluden, Ikatan ini menghambat pengaliran udara, elektrolit dan glukosa
yang merupakan pembatas. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat
erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Epitel berasal
dari ektoderm permukaan.1
10
tetapi
mempunyai
kecenderungan
untuk
menyerang kornea.
3. Keratitis sika. Suatu bentuk keratitis yang disebabkan
oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel
goblet yang berada di konjungtiva.
4. Keratitis lepra. Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan
oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis
neuroparalitik.
5. Keratitis nummularis .Bercak putih berbentuk bulat
pada permukaan kornea biasanya multiple dan banyak
didapatkan pada petani.
Interstisial
difus
Profunda
profunda9
1. Keratitis superfisial nonulseratif
12
Gambar 4
Gambar keratitis pungtata superfisial.
Dikutip dari kepustakaan no.4
Gambar 5
Gambar keratitis Numularis
Dikutip dari kepustakaan no.4
13
Gambar 6
Gambar keratitis Disiformis
Dikutip dari kepustakaan no.5
14
Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang
mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada
mata terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan
yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan
kornea. 2,5
Bentuk
ditemukannya
keratitis
infiltrat
dengan
dan
gambaran
neovaskularisasi
bermacam-macam,
pada
kornea.
dengan
Gambaran
15
berkembang menjadi keratitis geografika, hal ini terjadi akibat bentukan ulkus
bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan demikian
gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi
ulkus.
Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes
zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang
dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.
Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus metaherpetik, dalam
hal ini terjadi perobekan membrana basalis. Ulkus metaherpetik bersifat steril,
deepitelisasi meluas sampai stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong
dengan ukuran beberapa milimeter dan bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat
dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan membrana descemet.
Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia. Reflek
lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatif tidak cukup.
Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Untuk penyembuhannya memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6
minggu.
Klasifikasi Diagnosis:
Hogan dkk. (1964) membuat klasifikasi diagnosis keratitis herpes simpleks
sebagai berikut:
1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dan stroma,
geografika.
2. Profunda, dibedakan atas stroma dan disciform, stroma dan penyembuhan,
stroma dan ulserasi.
3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini
keratouveitis dibedakan atas bentuk ulserasi dan non ulserasi.
Klasifikasi tersebut ternyata kurang sempurna, karena bentuk keratitis
pungtata yang merupakan awal keratitis dendnitik tidak dimasukkan. Selain itu,
pada beberapa kasus yang berat ternyata dijumpai glaukoma sekunder yang
diakibatkan oleh radang jaringan trabekulum.8
Untuk membuat diagnosis, sekarang ini dianut kiasifikasi yang dibuat
oleh Pavan-Langston (1983) sebagai berikut:
1. Ulserasi epitelial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendritika,
dendrogeografika, geografika.
17
Pada pemeriksaan lama celah didapatkan miniskus air mata pada tepi kelopak
mata bawah hilang, edema konjungtiva bulbi, filamen (benang-benang) melekat di
kornea.1
2.5 Rosasea Keratitis
19
II.6. Penatalaksanaan
Keratitis superfisial nonulseratif
1.Keratitis Pungtata superfisial :Pengobatan yang dapat diberikan Pada keratitis
pungtata superfisial adalah pengobatan lokal, yaitu salep antibiotik atau sulfa
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, dapat ikombinasi dengan
kortikosteroid.
2.Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap penyakit ini. Obat-obatan
hanya diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk terapi lokal diberikan
salep
antibiotika
yang
dapat
dikombinasi
dengan
kortikosteroid.
3 Keratitis Disiformis
Untuk keratitis Disiformis dapat diberikan salep mata antibiotik yang dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada keratitis ini, biasanya perjalanan
penyakit lama hingga berbulan-bulan.
Keratitis Superfisial Ulseratif
Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa
Salep antibiotika atau sulfa yang sesuai dengan kumannya yang
didapatkan atau memakai obat antibiotika yang berspektrum luas.
Keratokonjungtivitis Flikten
Pengobatan keratokonjungtivitis flikten adalah dengan memberi steroid
lokal maupun sistemik. Flikten kornea dapat menghilang tanpa bekas namun
apabila telah terjadi ulkus akibat infeksi sekunder dapat terjadi parut kornea.
Dalam keadaan yang berat dapat terjadi perforasi kornea.
Keratitis Herpetika
Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh spontan
atau dapat sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga dengan
20
memberikan obat antivirus topikal dan antibiotika topikal. Antivirus seperti IDU
0.1% diberikan setiap 1 jam atau asiklovir.
Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement
sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan
spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral
lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial
"ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan
debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial sehingga reaksi
radang akan cepat berkurang.
Keratokonjungtivitis Sika
Pengobatan harus langsung bertujuan untuk mempertahankan lapisan air
mata dengan menggantinya dengan air mata buatan. Pada keratokonjungtivitis
yang berhubungan dengan Sjogren sindrom pemberian kortikosteroid dosis rendah
dan topikal siklosporin menunjukkan keefektifan.
Pengobatan juga tergantung dari penyebabnya:
a. Pemberian air mata tiruan bila yang kurang adalah komponen air mata
b. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang
c. Penutupan pungtum lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan
Rosasea Keratitis
Pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari makan makanan
pedas dan panas serta minuman beralkohol yang dapat menyebabkan dilatasi dari
pembuluh darah di wajah. Adanya infeksi stafilokokus harus diobati dengan oral
tetrasiklin atau doksisiklin. Dosis maintenen dapat diadministrasikan untuk
mengontrol penyakit ini1.
DAFTAR PUSTAKA
1. ILyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam : Ilyas S.
Ilmu Penyakit Mata edisi 3; 2004. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal ; 149
21
4.
5.
6.
7.
8.
9.
http//optometricarticle.com
http//Sarawakeyecare.com/atlasofopthalmology/anteriorsegment/.htm
http://www.nyee.edu/digitalatlas.html
http://odlarmed.com/?p=3709
Khurana AK. ComprehensiveOpthamology.Disease of Cornea.Chapter 5,2007
Lang G.Infectious Keratitis dalam Opthamology.A textbook Atlas.2nd Edition
2006.
22