Anda di halaman 1dari 22

BAB I

LAPORAN KASUS
Anamnesa (autoanamnesa) dan pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal
10 September 2014
I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. M

Umur

: 47 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Wiraswata

Alamat

: Nambangan RT 2 RW 4 Gondang

Tgl pemeriksaan

: 10 September 2014

No. CM

: 065145-2014

II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama

Penglihatan mata kiri kabur


B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Penglihatan mata kiri kabur kurang lebih sejak 1 bulan yang lalu pasien
mengeluhkan mata kiri pasien kabur akibat terkena gabak yang masuk ke mata
kiri, dan pasien mengucek matanya. Mata merah (-), rasa mengganjal (+), silau
(+), sering berair (+), nyeri (-), sedikit gatal (+), kotoran (-).Pasien telah berobat
ke puskesmas dan mendapat terapi obat tetes mata, tetapi tidak ada perubahan.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
-

Riwayat sakit serupa

: (-)

Riwayat Asma

: disangkal

Riwayat Alergi

: disangkal

Riwayat Trauma

: (-)
1

Riwayat kaca mata

: (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga


-

R. Asma

: disangkal

R. Alergi

: disangkal

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
Keadaan umum

: Baik

Kesadaran

: Compos Mentis (GCS: E4 V5 M6)

Tanda Vital

: -Tekanan Darah

: 120/80

-Nadi
-RR
-Suhu
: Sawo Matang
: Mesosefal

: 80x/menit
: 20 x/menit, regular
: tidak diperiksa

Kulit
Kepala
Thorak
Jantung
Paru-paru

: DBN
: DBN

Abdomen
Hati

: Tidak ada kelainan

Limpa

: Tidak ada kelainan

Limfe

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas

: Tidak ada kelainan

B. Status Oftalmologi

Oculi Dextra
6/12
-

Pemeriksaan
Oculi Sinistra
Visus
6/12
Koreksi
Kacamata 2

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas di
segala arah ortophri,
Trikiasis (-),bulu mata
rontok (-)
Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-),nyeri tekan (-),
massa (-), udem (-),
Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-),nyeri tekan (-),
massa (-), udem (-),
Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-)
Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-)
Injeksi konjungtiva (-),
hiperemis (-), corpal (-),
pterygium (-),secret (-)
Ikterik (-), hiperemis (-)
Jernih (+), defek (-),
neovaskularisasi (-), udem
(-)
Jernih, tindal efek (-),
kedalaman cukup, hifema
(-), hipopion (-)
Coklat,
kripte
(+),
tremulan
(-),
neovaskularisasi (-)
Bulat, central, reguler,
diameter 3 mm, reflek
cahaya (N +)
Jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Lama
AR
Sensus Coloris
Parese/ Paralysis

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Gerak bola mata bebas di
segala arah, ortophri,
Supercilia
Trikiasis (-),bulu mata
rontok (-)
Palpebra Superior
Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-),nyeri tekan (-),
massa (-), udem (-),
Palpebra Inferior
Hiperemis (-), spasme (-),
ptosis (-),nyeri tekan (-),
massa (-), udem (-),
Conjuctiva Palpebra
Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-)
Conjuctiva Fornices
Hiperemis (-), corpal (-),
secret (-)
Conjunctiva Bulbi
Injeksi konjungtiva (-),
hiperemis (+), corpal (-),
pterygium (-),secret (-)
Sclera
Ikterik (-), hiperemis (-)
Cornea
keruh, defek (+) pada
bagian sentral berbentuk
uang logam berukuran 2
mm, neovaskularisasi (-),
udem (-)
Camera Oculi Anterior Jernih, tindal efek (-),
kedalaman cukup, hifema
(-), hipopion (-)
Iris
Coklat,
kripte
(+),
tremulan
(-),
neovaskularisasi (-)
Pupil
Bulat, central, reguler,
diameter 3 mm, reflek
cahaya (N +)
Lensa
Jernih
Fundus Reflek
Tidak dilakukan
Corpus Vitreum
Tidak dilakukan
Tensio Oculi
Tidak dilakukan
System
Canalis Tidak dilakukan
Lacrimalis
Tes Flourescin
Tidak dilakukan
Funduscopy
Tidak dilakukan

IV. RESUME
Pasien seorang laki-laki, 47 tahun datang dengan keluhan penglihatan buram pada
mata kiri, sebelumnya mata kiri pasien terkena gabak dan matanya dikucek, mata
merah (-), air mata berlebihan (+), rasa silau (+), gatal (+), nyeri (-), rasa
mengganjal (+). Pasien telah berobat ke puskesmas dan mendapat terapi obat tetes
mata, tetapi tidak ada perubahan.
Status Oftalmologi

Oculi Dextra

Oculi Sinistra

Visus

6/12

6/12

Konjungtiva bulbi

Injeksi konjungtiva (-), Injeksi konjungtiva (-),


hiperemis (-), corpal (-), hiperemis (+), corpal (-),
pterygium (-),secret (-)

Kornea

pterygium (-),secret (-)

keruh, defek (-) pada keruh, defek (+) pada


bagian sentral berbentuk bagian sentral berbentuk
uang logam berukuran 2 uang logam berukuran 2
mm, neovaskularisasi (-), mm, neovaskularisasi (-),
udem (-)

udem (-)

V. DIAGNOSIS BANDING
-

OS keratitis

OS keratokonjungtivitis

VI. DIAGNOSIS
-

OS keratitis numularis

VII. TERAPI

Tobroson 3 ED dd gtt I OS
Lameson tab 8 mg I dd I
Imbost tab 1 dd 1

IX. PROGNOSIS
OD
Ad vitam

OS
bonam

bonam

Ad sanam

bonam

bonam

Ad kosmetikum

bonam

bonam

Ad fungsionam

bonam

bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. PENDAHULUAN
Keratitis adalah infeksi kornea pada yang ditandai dengan timbulnya
infiltrat pada lapisan kornea, biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea
yang terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau

Bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis
parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma Keratitis superfisial adalah radang
kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran Bowman, keratitis dapat
terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Kornea merupakan alat media refraksi
penglihatan dan berperan besar dalam pembiasan cahaya diretina. Oleh karena itu
setiap kelainan pada kornea termasuk infeksi dapat menyebabkan terganggunya
penglihatan. Terganggunya penglihatan biasanya karena terjadi kekeruhan pada
kornea akibat keberadaan infiltrat pada lapisan kornea. Bakteri pada umumnya
tidak dapat menyerang kornea yang sehat, namun beberapa kondisi dapat
menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya, luka atau trauma pada mata
dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang

sangat kering juga dapat

menurunkan mekanisme pertahanan kornea.


Beberapa etiologi yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis
antara lain: perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang
berlebihan, trauma, keracunan obat, infeksi jamur, bakteri, virus, alergi, defisiensi
vitamin A, kekebalan tubuh menurun karena penyakit yang Lain. Keratitis dapat
menimbulkan gejala pada mata berupa tajam penglihatan menurun, tanda radang
pada kelopak mata, rasa nyeri, mata merah, fotofobia, mata berair, sensasi benda
asing didalam mata.
Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata
sebab kelainan ini menempati urutan kedua

penyebab kebutaan.Kekeruhan

kornea ini disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa bakteri, jamur dan
virus. Dan bila terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak tepat akan
mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut yang luas.
II.2. ANATOMI BOLA MATA
Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola
mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda.1

Gambar 1
Gambar anatomi bola mata.
Dikutip dari kepustakaan no. 3

Kornea (latin cornum = seperti Tanduk) adalah selaput bening mata.


Kornea transparan (jernih), bentuknya hampir sebagian lingkaran dengan diameter
vertikal 10-11mm. Dan horisontal 11-12mm, tebal0,6-1mm terdiri dari 5 lapis.
Kemudian indeks bias 1,375 dengan kekutan pembiasan80%. Sifat kornea yang
dapat ditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang seragam,
avaskuler dan diturgesens atau keadaan dehidrasi jaringan kornea relatif yang
dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsisawar
epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripada epitel untuk

mencegah

dehidrasi dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih berat daripada
cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan sifat transparan hilang
dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokal
sesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel1
Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensoris terutama saraf
siliarislongus, saraf nasosiliaris, Saraf Ke V saraf siliaris longus berjalan supra
koroid, masuk kedalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan
selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel dipersarafi sampai kedua lapis terdepan
tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah
limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam
waktu 3 bulan. Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan
sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel kornea edema
terjadi. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi.

Gambar
Gambar lapisan kornea.
Dikutip dari kepustakaan no. 3

Kornea merupakan lapis jaringan yang menutup bola mata sebelah depan
dan terdiri atas lapis: 1
1.Epitel: Bentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk. Bersifat larut dalam
lemak. Ujung saraf kornea berakhir di epitel oleh karena itu pada kelainan epitel
akan menyebabkan gangguan sensibilatas korena dan rasa sakit dan mengganjal.
Daya regenerasi cukup Besar, perbaikan dalam beberapa hari tanpa membentuk
jaringan parut. Tebalnya 50um, terdiri atas sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih, satu lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal
sering terlihat mitosis sel, sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap
dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat dengan sel
basal disampingnya dan sel poligonal didepannya melalui desmosom dan
makulaokluden, Ikatan ini menghambat pengaliran udara, elektrolit dan glukosa
yang merupakan pembatas. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat
erat kepadanya. Bila terjadi gangguan akan menjadi erosi rekuren. Epitel berasal
dari ektoderm permukaan.1

2.Membrana Bowman terletak di bawah membran basal epitel kornea yang


merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Ia mempertahankan bentuk kornea. Lapis ini tidak
mempunyai daya regenerasi.Kerusakan akan berakhir dengan terbentuknya
jaringan parut.
3.Stroma : Lapisan yang paling tebal dari kornea. Bersifat larut dalam air.
Terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun atas lamel-lamel, pada permukaan
terlihat anyaman yang teratur. Sedang dibagian perifer Ssrat kolagen bercabang.
Stroma bersifat higroskopis yang menarik udara, kadar air diatur oleh fungsi
pompa sel endotel dan penguapan oleh sel epitel. Gangguan dari susunan serat
kornea terlihat keruh.Terbentuknya serat kolagen memakan waktu lam. Kadangkadang sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea Yang merupakan
fibroblast terletak di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk
bahan dasar dan serat kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran tipis Descemet : Lapisan yang bersifat kenyal, kuat, tidak
berstruktur dan bening terletak di bawah stroma dan pelindung atau penghalang
infeksi dan masuknya pembuluh darah. Merupakan membran Selular dan
merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan. Sel endotel merupakan
membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup,
mempunyai Tebal 40um.
5.Endotel : Satu lapis sel terpenting untuk mempertahankan kejernihan
kornea, mengatur cairan di dalam stroma kornea, tidak mempunyai daya
regenerasi, pada kerusakan bagian ini tidak akan lagi yang normal. Dapat rusak
atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intra okuler dan usia
lanjut. Berasal dari mesotalium, berlapis satu bentuk heksagonal besar 20-40um.
Endotel melekat pad amebran descemet melalui hemi desmosom dan zonula
okluden.1
II.3. PATOFISIOLOGI

Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tidak


dapat segera datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat di dalam stroma
segera bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah
yang terdapat di limbus dan tampak sebagi Injeksi perikornea. Sesudahnya baru
terjadi infiltrat, yang tampak sebagai bercak bewarna kelabu, keruh, dan
permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel kornea dan timbul
ulkus yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma. Pada peradangan yang
hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan badan siliar dengan melalui
membran descemet dan endotel kornea. Baru demikian iris dan Badan siliar
meradang dan timbullah kekeruhan dicairan COA, disusul dengan terbentuknya
hipopion. Bila peradangan terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran
descemet dapat timbul tonjolan membran descement yang disebut mata lalat atau
descementocele. Pada peradangan dipermukaan kornea, penyembuhan dapat
berlangsung tanpa pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang lebih
dalam, penyembuhan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat
berupa nebula, makula, atau leukoma. Bila ulkusnya lebih mendalam Lagi dapat
timbul perforasi yang dapat mengakibatkan endoftalmitis, panoftalmitis, dan
berakhir dengan ptisis bulbi.
II.4. GEJALA UMUM
Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau, epiforia, nyeri,
kelilipan, dan penglihatan menjadi sedikit kabur. Jika penyebabnya adalah sinar
ultraviolet, maka gejala-gejala biasanya muncul lambat dan berlangsung selama 12 hari. Jika penyebabnya adalah virus, maka kelenjar getah bening di depan
telinga akan membengkak dan nyeri bila ditekan. Gejala lain yang mungkin
ditemukan adalah mata terasa perih, gatal dan mengeluarkan kotoran.
II.5.KLASIFIKASI
Keratitis dapat dibagi menjadi :
a. Keratitis Subepitelial

10

Biasanya terjadi sekunder karena keratitis epitel, misalnya lesi numuler


keratokonjungtivitis epidemic yang disebabkan adenovirus 8 dan 19.
Contoh :
1. Keratitis Numular
2. Keratokonjungtivitis Epidemik
3. Keratitis Numular pada pemakaian contact lens
4. Kekeruhan numular pada Keratitis Zoster.
5. Kekeruhan numular pada keratitis sifilis congenital (keratitis
interstitial)8
b. Keratitis Epitel
Pada hampir semua kasus konjungtivitis, epitel kornea biasanya ikut
terkena, lesi-lesi epitel kornea ini dapat dilihat dengan fluorosensi bentuk
dan lokasi dari lesi epitel ini berbeda-beda dan mempunyai arti diagnostic
yang sangat bernilai.
Misalnya pada :
1. Keratitis Stafilokokus
Erosi kecil kornea terutama di sepertiga kornea bawah.
2. Keratitis Herpes
Khas dendrite (bercabang) kadang-kadang bulat/lonjong dengan
sembab dan degenerasi kornea
3. Keratitis Adenovirus
Lesi difus lebih nyata didaerah pupil.
4. KPS (Keratitis Pungtata Superfisial)8
c. Keratitis Interstitial (IK)
Merupakan inflamasi nonsupuratif dari stroma kornea dengan infiltrasi dan
vaskularisasi tanpa mengenai epitel atau endotel secara primer. Umumnya
karena reaksi hipersensitifitas tipe IV terhadap infeksi mikroorganisme
atau antigen lain di stromakornea.
Penyebabnya antara lain :
o Bakteri: sifilis congenital, M.Tuberkulosis, M.Lepra, Rubella,
Limfogranuloma Venereum
o Virus : HSV I, HSV II, Variola, Vaccinia, Mumps, Rubella,
Rubeol, Influenza
o Protozoa
o Cacing
o Penyakit yang tidak diketahui seperti Hodgkin Disease dan
Sarcoidosis, dan lain-lain8
11

Klasifikasi kelainan kornea berdasarkan lokasi ini, dapat juga sebagai


berikut :
Superfisial

: mengenai epitel dan struma superficial. Bentuk-bentuk


klinik keratitis superfisialis antara lain adalah :
1. Keratitis punctata superfisialis. Berupa bintik-bintik
putih pada permukaan kornea yang dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit infeksi virus antara lain virus
herpes simpleks, herpes zoster dan vaksinia.
2. Keratitis flikten. Benjolan putih yang yang bermula di
limbus

tetapi

mempunyai

kecenderungan

untuk

menyerang kornea.
3. Keratitis sika. Suatu bentuk keratitis yang disebabkan
oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau sel
goblet yang berada di konjungtiva.
4. Keratitis lepra. Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan
oleh gangguan trofik saraf, disebut juga keratitis
neuroparalitik.
5. Keratitis nummularis .Bercak putih berbentuk bulat
pada permukaan kornea biasanya multiple dan banyak
didapatkan pada petani.
Interstisial

: mengenai struma baik anterior atau posterior, local atau

difus
Profunda

: terutama mengenai Descemet dan endotel serta stroma

profunda9
1. Keratitis superfisial nonulseratif

1.1 Keratitis Pungtata superfisial

12

Merupakan suatu peradangan akut, yang mengenai satu, kadang-kadang


dua mata, mulai dengan konjungitivitis kataral, disertai dengan infeksi dari
traktusrespiratorius bagian atas. Disusul dengan pembentukan infiltrat
yang berupa titik-titik pada kedua permukaan membran Bowman. Infiltrat
tersebut dapat besar atau kecil dan dapat timbul hingga berratus-ratus.
Infiltrat ini di dapatkan di bagian superfisialdari stroma, sedang epitel di
atasnya tetap licin sehingga tes fluoresin (-) Oleh karena letaknya di
subepitelial. Penyebabnya adalah infeksi virus, bakteri, parasit,8

Gambar 4
Gambar keratitis pungtata superfisial.
Dikutip dari kepustakaan no.4

1.2 Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer


Keratitis numularis bentuk keratitis dengan ditemukan infiltrat yang
bundar berkelompok dengan inti jernih dan warna putih disekelilingnya berbatas
tegas sehingga memberikan gambaran halo. Tes fluoresen (-). Bila sembuh akan
menyebabkan sikatrik ringan

Gambar 5
Gambar keratitis Numularis
Dikutip dari kepustakaan no.4

13

1.3 Keratitis Disiformis


Disebut juga sebagai keratitis sawah, karena merupakan peradangan
kornea yang banyak di negeri persawahan basah. Penyebabnya adalah virus yang
berasal daris ayuran dan binatang. Pada umumnya anamnesa ada riwayat trauma
dari lumpur sawah. Pada mata tanda radang tidak jelas, mungkin terdapat Injeksi
silier. Apabila disertai dengan infeksi sekunder, mungkin timbul tanda-tanda
konjungtivitis. Pada kornea tampak infiltrat yang Bulat-Bulat, di tengahnya lebih
Padat bahasa

di daripada tepi dan terletak subepitelial. Tes Fluoresin (-).

Terletak terutama dibagian tengah kornea.Umumnya menyerang orang-orang


berumur 15-30 tahun1

2.Keratitis Superfisial Ulseratif

Gambar 6
Gambar keratitis Disiformis
Dikutip dari kepustakaan no.5

2.1 Keratokonjungtivitis Flikten

Gambar 7. Keratokonjungtivitis flikten


(Sumber: dikutip dari kepustakaan 6)

14

Merupakan radang kornea dan konjungtiva akibat dari reaksi imun yang
mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah sensitif terhadap antigen. Pada
mata terdapat flikten yaitu berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan
yang terdapat pada lapisan superfisial kornea dan menonjol di atas permukaan
kornea. 2,5
Bentuk
ditemukannya

keratitis
infiltrat

dengan
dan

gambaran

neovaskularisasi

bermacam-macam,
pada

kornea.

dengan
Gambaran

karakteristiknya adalah dengan terbentuknya papul dan pustula pada kornea


ataupun konjungtiva. Pada mata terdapat flikten pada kornea berupa benjolan
berbatas tegas berwarna putih keabuan, dengan atau tanpa neovaskularisasi yang
menuju kearah benjolan tersebut. Biasanya bersifat bilateral yang dimulai dari
daerah limbus.
Pada gambaran klinis akan terlihat suatu keadaan sebagai hiperemia
konjungtiva, kurangnya air mata, menebalnya epitel kornea, perasaan panas
disertai gatal dan tajam penglihatan yang berkurang. Pada limbus di dapatkan
benjolan putih kemerahan dikelilingi daerah konjungtiva yang hyperemia. Bila
terjadi penyembuhan akan terjadi jaringan parut dengan noevaskularisasi pada
kornea.
Pada anak-anak keratitis flikten disertai gizi buruk dapat berkembang
menjadi tukak kornea karena infeksi sekunder. Tukak flikten sering ditemukan
berbentuk sebagai benjolan abu-abu, yang pada kornea terlihat sebagai:
- Ulkus fasikular, berbentuk ulkus yang menjalar melintas kornea dengan
-

pembuluh darah jelas dibelakangnya.


Flikten multipel di sekitar limbus
Ulkus cincin, yang merupakan gabungan ulkus.

2.3 Keratitis Herpetika


Keratitis herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan oleh
infeksi virus herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Kelainan mata akibat infeksi
herpes simpleks dapat bersifat primer dan kambuhan. lnfeksi primer ditandai oleh
adanya demam, malaise, limfadenopati preaurikuler, konjungtivitis folikutans,
bleparitis, dan 2/3 kasus terjadi keratitis epitelial. Kebanyakan kasus bersifat
unilateral, walaupun dapat terjadi bilateral khususnya pada pasien-pasien atopi.

15

Berat ringannya gejala-gejala iritasi tidak sebanding dengan luasnya lesi


epitel, berhubung adanya hipestesi atau insensibilitas kornea. Dalam hal ini harus
diwaspadai terhadap keratitis lain yang juga disertai hipestesi kornea, misalnya
pada: herpes zoster oftalmikus, keratitis akibat pemaparan dan mata kering,
pengguna lensa kontak, keratopati bulosa, dan keratitis kronik. Gejala spesifik
pada keratitis herpes simpleks ringan adalah tidak adanya fotofobia.
Infeksi herpes simpleks laten terjadi setelah 2-3 minggu paska infeksi
primer dengan mekanisme yang tidak jelas. Virus menjadi inaktif dalam neuron
sensorik atau ganglion otonom. Dalam hal ini ganglion servikalis superior,
ganglion nervus trigeminus, dan ganglion siliaris berperan sebagai penyimpan
virus. Namun akhir-akhir ini dibuktikan bahwa jaringan kornea sendiri berperan
sebagai tempat berlindung virus herpes simpleks2.

Gambar 8. Keratitis dendritik


(sumber : dikutip dari kepustakaan 8)
Keratitis superfisial dapat berupa pungtata, dendritik, dan geografik.
Keratitis dendritika merupakan proses kelanjutan dari keratitis pungtata yang
diakibatkan oleh perbanyakan virus dan menyebar sambil menimbulka kematian
sel serta membentuk defek dengan gambaran bercabang. Keratitis dendritika dapat
16

berkembang menjadi keratitis geografika, hal ini terjadi akibat bentukan ulkus
bercabang yang melebar dan bentuknya menjadi ovoid. Dengan demikian
gambaran ulkus menjadi seperti peta geografi dengan kaki cabang mengelilingi
ulkus.
Keratitis herpes simpleks bentuk dendrit harus dibedakan dengan keratitis herpes
zoster, pada herpes zoster bukan suatu ulserasi tetapi suatu hipertropi epitel yang
dikelilingi mucus plaques; selain itu, bentuk dendriform lebih kecil.
Keratitis epitelial dapat berkembang menjadi ulkus metaherpetik, dalam
hal ini terjadi perobekan membrana basalis. Ulkus metaherpetik bersifat steril,
deepitelisasi meluas sampai stroma. Ulkus ini berbentuk bulat atau lonjong
dengan ukuran beberapa milimeter dan bersifat tunggal. Pada kasus ini dapat
dijumpai adanya edema stroma yang berat disertai lipatan membrana descemet.
Reaksi iritasi konjungtiva bersifat ringan akibat adanya hipestesia. Reflek
lakrimasi berkurang, sehingga produksi tear film menjadi relatif tidak cukup.
Ulkus metaherpetik dapat menetap dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan. Untuk penyembuhannya memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6
minggu.
Klasifikasi Diagnosis:
Hogan dkk. (1964) membuat klasifikasi diagnosis keratitis herpes simpleks
sebagai berikut:
1. Superfisial, dibedakan atas bentuk dendritika, dendritika dan stroma,
geografika.
2. Profunda, dibedakan atas stroma dan disciform, stroma dan penyembuhan,
stroma dan ulserasi.
3. Uveitis, dibedakan atas kerato uveitis dan uveitis; dalam hal ini
keratouveitis dibedakan atas bentuk ulserasi dan non ulserasi.
Klasifikasi tersebut ternyata kurang sempurna, karena bentuk keratitis
pungtata yang merupakan awal keratitis dendnitik tidak dimasukkan. Selain itu,
pada beberapa kasus yang berat ternyata dijumpai glaukoma sekunder yang
diakibatkan oleh radang jaringan trabekulum.8
Untuk membuat diagnosis, sekarang ini dianut kiasifikasi yang dibuat
oleh Pavan-Langston (1983) sebagai berikut:
1. Ulserasi epitelial, dibedakan atas bentuk pungtata, dendritika,
dendrogeografika, geografika.
17

2. Ulserasi trophik atau meta herpetika.


3. Stroma, dibedakan atas bentuk keratitis disciform, keratitis
interstitialis.
4. Uveitis anterior dan trabekulitis.8
Klasifikasi menurut Pavan-Langston inipun belum sempurna, mengingat
sangat jarang ditemukan kasus uveitis anterior maupun trabekulitis yang berdiri
sendiri tanpa melibatkan adanya keratitis.
2.4 Keratokonjungtivitis Sika

Gambar 9. Keratokonjungtivitis sika


(sumber : dikutip dari kepustakaan 6)
Keratokonjungtivitis sika adalah suatu keadaan keringnya permukaan kornea
dan konjungtiva. Kelainan ini terjadi pada penyakit yang mengakibatkan :
1. Defisiensi komponen lemak air mata. Misalnya: blefaritis menahun,
distikiasis dan akibat pembedahan kelopak mata.
2. Defisiensi kelenjar air mata: sindrom Sjogren, sindrom Riley Day,
alakrimia congenital, aplasi congenital saraf trigeminus, sarkoidosis
limfoma kelenjar air mata, obat-obat diuretik kimia, atropin dan usia tua.
3. Defisiensi komponen musin: benign ocular pemphigoid, defisiensi vitamin
A, trauma kimia, sindrom Stevens Johnson, penyakit-penyakit yang
mengakibatkan cacatnya konjungtiva.
4. Akibat penguapan yang berlebihan seperti pada keratitis neroparalitik,
hidup di gurun pasir, keratitis lagoftalmus.
5. Karena parut pada kornea atau menghilangnya mikrovili kornea.
Pada keratokonjungtivitis sika terdapat rasa gatal pada mata. Pada mata
didapatkan sekresi mukus yang berlebihan. Sukar menggerakkan kelopak mata.
Mata kering karena dengan erosi kornea.
18

Pada pemeriksaan lama celah didapatkan miniskus air mata pada tepi kelopak
mata bawah hilang, edema konjungtiva bulbi, filamen (benang-benang) melekat di
kornea.1
2.5 Rosasea Keratitis

Gambar 10. Keratitis rosasea


(sumber : dikutip dari kepustakaan 7)
Didapat pada orang yang menderita akne rosasea, yaitu penyakit dengan
kemerahan dikulit, disertai akne diatasnya, yang merupakan komplikasi dari akne
rosasea dan lebih sering terjadi pada orang dengan kulit putih. Hiperemi yang
terjadi berlangsung beberapa lama dan diikuti dengan dilatasi pembuluh darah
kecil yang tetap, terutama di daerah hidung. Bagian dalam dari kulit menebal,
terutama di daerah hidung. Hipertrofi kulit hidung menimbulkan lipatan yang
disebut rinofima. Penyakit ini timbul pada dewasa muda dan hilang pada usia
lanjut. Penyebabnya tidak diketahui dengan jelas, namun mungkin ada hubungan
dengan makanan, kelainan pencernaan, kebanyakan alkohol, dan gastric
achlorida.
Lebih dari 50% menunjukkan blefaritis, konjungtivitis, yang mungkin
disebabkan oleh infeksi sekunder, dengan stafilokok. Dapat terjadi kerusakan
kornea apabila akne mengenai kornea. Pada pemeriksaan mikroskopik, perifer
kornea dapat mengalami ulserasi dan vaskularisasi, dan keratitis memiliki dasar
yang sempit pada daerah limbus dan infiltrat yang luas pada bagian sentral.4

19

Penyakit rosasea adalah penyakit yang menahun dan sering menimbulkan


kekambuhan serta memberikan respon yang jelek terhadap pengobatan. Pada
setiap serangan penglihatan bertambah buruk.

II.6. Penatalaksanaan
Keratitis superfisial nonulseratif
1.Keratitis Pungtata superfisial :Pengobatan yang dapat diberikan Pada keratitis
pungtata superfisial adalah pengobatan lokal, yaitu salep antibiotik atau sulfa
untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder, dapat ikombinasi dengan
kortikosteroid.
2.Keratitis Numularis atau Keratitis Dimmer
Tidak ada pengobatan yang spesifik terhadap penyakit ini. Obat-obatan
hanya diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Untuk terapi lokal diberikan
salep

antibiotika

yang

dapat

dikombinasi

dengan

kortikosteroid.

3 Keratitis Disiformis
Untuk keratitis Disiformis dapat diberikan salep mata antibiotik yang dapat
dikombinasikan dengan kortikosteroid. Pada keratitis ini, biasanya perjalanan
penyakit lama hingga berbulan-bulan.
Keratitis Superfisial Ulseratif
Keratitis Pungtata Superfisial Ulserativa
Salep antibiotika atau sulfa yang sesuai dengan kumannya yang
didapatkan atau memakai obat antibiotika yang berspektrum luas.
Keratokonjungtivitis Flikten
Pengobatan keratokonjungtivitis flikten adalah dengan memberi steroid
lokal maupun sistemik. Flikten kornea dapat menghilang tanpa bekas namun
apabila telah terjadi ulkus akibat infeksi sekunder dapat terjadi parut kornea.
Dalam keadaan yang berat dapat terjadi perforasi kornea.
Keratitis Herpetika
Pengobatan kadang-kadang tidak diperlukan karena dapat sembuh spontan
atau dapat sembuh dengan melakukan debridement. Dapat juga dengan
20

memberikan obat antivirus topikal dan antibiotika topikal. Antivirus seperti IDU
0.1% diberikan setiap 1 jam atau asiklovir.
Sebagian besar para pakar menganjurkan melakukan debridement
sebelumnya. Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan
spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial sehingga antiviral
lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk mengurangi subepithelial
"ghost" opacity yang sering mengikuti keratitis dendritik. Diharapkan
debridement juga mampu mengurangi kandungan virus epithelial sehingga reaksi
radang akan cepat berkurang.
Keratokonjungtivitis Sika
Pengobatan harus langsung bertujuan untuk mempertahankan lapisan air
mata dengan menggantinya dengan air mata buatan. Pada keratokonjungtivitis
yang berhubungan dengan Sjogren sindrom pemberian kortikosteroid dosis rendah
dan topikal siklosporin menunjukkan keefektifan.
Pengobatan juga tergantung dari penyebabnya:
a. Pemberian air mata tiruan bila yang kurang adalah komponen air mata
b. Pemberian lensa kontak apabila komponen mukus yang berkurang
c. Penutupan pungtum lakrimal bila terjadi penguapan yang berlebihan
Rosasea Keratitis
Pengobatan penyakit ini adalah dengan menghindari makan makanan
pedas dan panas serta minuman beralkohol yang dapat menyebabkan dilatasi dari
pembuluh darah di wajah. Adanya infeksi stafilokokus harus diobati dengan oral
tetrasiklin atau doksisiklin. Dosis maintenen dapat diadministrasikan untuk
mengontrol penyakit ini1.

DAFTAR PUSTAKA
1. ILyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam : Ilyas S.
Ilmu Penyakit Mata edisi 3; 2004. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal ; 149

21

2. Zorab R A, Straus H,Dondrea, et.al. Fundamental and Principles of


Ophtalmology. Section 2. International ophtalmology american academy of
ophtalmology. The Eye M.D;2008-2009. p.43
3. Vaughan & (2008) Asbury General Ophthalmology, edisi ke-17, United Statesof
America:. McGraw-Hill

4.
5.
6.
7.
8.
9.

http//optometricarticle.com
http//Sarawakeyecare.com/atlasofopthalmology/anteriorsegment/.htm
http://www.nyee.edu/digitalatlas.html
http://odlarmed.com/?p=3709
Khurana AK. ComprehensiveOpthamology.Disease of Cornea.Chapter 5,2007
Lang G.Infectious Keratitis dalam Opthamology.A textbook Atlas.2nd Edition
2006.

22

Anda mungkin juga menyukai

  • PORTOFOLIO CKB Fiki
    PORTOFOLIO CKB Fiki
    Dokumen5 halaman
    PORTOFOLIO CKB Fiki
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Case Report
    Case Report
    Dokumen4 halaman
    Case Report
    Kenzo Adhi Wiranata
    Belum ada peringkat
  • Ut 6 R 5
    Ut 6 R 5
    Dokumen1 halaman
    Ut 6 R 5
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • PORTOFOLIO CKB Fiki
    PORTOFOLIO CKB Fiki
    Dokumen5 halaman
    PORTOFOLIO CKB Fiki
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Ut 6 R 5
    Ut 6 R 5
    Dokumen1 halaman
    Ut 6 R 5
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • 754 Yfg
    754 Yfg
    Dokumen5 halaman
    754 Yfg
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Dewi BKB
    Laporan Kasus Dewi BKB
    Dokumen7 halaman
    Laporan Kasus Dewi BKB
    Asiah Abdillah
    Belum ada peringkat
  • Skizofrenia: Laporan Kasus
    Skizofrenia: Laporan Kasus
    Dokumen10 halaman
    Skizofrenia: Laporan Kasus
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Cover Lapsus 1
    Cover Lapsus 1
    Dokumen1 halaman
    Cover Lapsus 1
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat
    Cover Referat
    Dokumen1 halaman
    Cover Referat
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Kulit
    Lapsus Kulit
    Dokumen19 halaman
    Lapsus Kulit
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Cover Lapsus 2
    Cover Lapsus 2
    Dokumen1 halaman
    Cover Lapsus 2
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • SUSUNANyutyit
    SUSUNANyutyit
    Dokumen1 halaman
    SUSUNANyutyit
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Proposalbnvh
    Proposalbnvh
    Dokumen1 halaman
    Proposalbnvh
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Neuro
    Lapsus Neuro
    Dokumen21 halaman
    Lapsus Neuro
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Dokumen1 halaman
    Latar Belakang
    hanifanirham
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Mataaa
    Laporan Kasus Mataaa
    Dokumen24 halaman
    Laporan Kasus Mataaa
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan Lapsus PERITONITIS
    Lembar Pengesahan Lapsus PERITONITIS
    Dokumen3 halaman
    Lembar Pengesahan Lapsus PERITONITIS
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Kista Ovarium Aftercare
    Lapsus Kista Ovarium Aftercare
    Dokumen24 halaman
    Lapsus Kista Ovarium Aftercare
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Translate Jurding
    Translate Jurding
    Dokumen6 halaman
    Translate Jurding
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Bab I Peritonitis
    Bab I Peritonitis
    Dokumen17 halaman
    Bab I Peritonitis
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Karsinoma Sel Basal Pengobatan
    Karsinoma Sel Basal Pengobatan
    Dokumen27 halaman
    Karsinoma Sel Basal Pengobatan
    nashqonash
    Belum ada peringkat
  • Vulvo, Vaginitis, Vulvovagin
    Vulvo, Vaginitis, Vulvovagin
    Dokumen59 halaman
    Vulvo, Vaginitis, Vulvovagin
    MartinGani
    Belum ada peringkat
  • Impetigo Sempal
    Impetigo Sempal
    Dokumen23 halaman
    Impetigo Sempal
    MartinGani
    Belum ada peringkat
  • FUNNGI
    FUNNGI
    Dokumen28 halaman
    FUNNGI
    MartinGani
    Belum ada peringkat
  • Tabel Mann Whitney
    Tabel Mann Whitney
    Dokumen2 halaman
    Tabel Mann Whitney
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Isi Jurnal
    Isi Jurnal
    Dokumen22 halaman
    Isi Jurnal
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Absensi MP
    Absensi MP
    Dokumen1 halaman
    Absensi MP
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurnal MB
    Cover Jurnal MB
    Dokumen3 halaman
    Cover Jurnal MB
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat