Anda di halaman 1dari 24

BAB I

LAPORAN KASUS

I.1. IDENTITAS PASIEN


Nama

: Ny.SR

Usia

: 47 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Alamat

: Resekan RT 02/RW 02, Bringin

Pekerjaan

: Pegawai Swasta

No. RM

: 065211

Tanggal masuk RS

: 11 September 2014

I.2. ANAMNESA
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 11 September 2014 WIB di
Poli mata RSUD Ambarawa.
Keluhan Utama : Bola mata kiri menonjol
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata kiri
terasa ada benjolan yang semakin besar di belakang rongga mata sehingga, bola mata
tampak menonjol keluar, serta menganggu penglihatannya. Mata kiri terasa kabur
dalam melihat (+), kemeng (+), dan berair (+). Benjolan yang di rasakan di mata kiri,
awalnya kecil, namun makin lama makin membesar, bejolan di mata kiri sudah 4
bulan yang lalu. Pasien segera datang ke poli mata RSUD Ambarawa, setelah
benjolan di mata kirinya sudah mengganggu proses penglihatannya.

Riwayat Penyakit Dahulu : pasien tidak pernah merasakan keluhan yang sama
sebelumnya. Riwayat darah tinggi (-), riwayat DM (-), riwayat alergi (-), riwayat
trauma mata (-), dan riwayat operasi mata (-).
Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang sama. Riwayat darah tinggi (-), riwayat DM (-).
I.3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
a.
b.
c.

d.

e.
f.

g.
h.

Keadaan Umum : tampak sakit ringan


Kesadaran
: compos mentis
Vital Sign :
Tensi
: 110/80 mmHg
Nadi
: 80 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Nafas
: 16 x/menit
Suhu
: afebris
Kepala : mesocephal, rambut merata, tidak mudah dicabut
Telinga : discharge (-), kelainan bentuk (-)
Hidung : simetris, deviasi septum (-), sekret (-/-), keluar darah (-/-), napas
cuping hidung (-),
Mulut : sianosis (-), mukosa normal, gusi berdarah (-), tonsil (T1/T1)
Leher : trakea di tengah, pembesaran KGB (-), JVP tidak meningkat
Thorax : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)
Cor : BJ I, 11, Regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : Vesikular +/+, Ronki -/-, Wheezing -/Abdomen
: tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas
: akral hangat, edema (-), sianosis (-)

STATUS OFTALMOLOGI

Bola mata kiri, menonjol keluar

Oculi Dekstra

Pemeriksaan

6/15

Visus

Tidak dilakukan

Koreksi

Kesan normal, tidak buta

Sensus Coloris

warna

1/60
Tidak dilakukan
Kesan normal, tidak buta
warna

Gerak bola mata bebas di


segala

Oculi Sinistra

arah,

Parese/ Paralysis

ortophori,

eksoftalmos (-)
Trikiasis (-), distikiasis (-),

Supercilia

bulu mata rontok (-), krusta


(-)
Hiperemis (-), spasme (-),

Gerak

bola

bebas

di

mata

tidak

segala

arah,

ortophori, eksoftalmos (+)


Trikiasis (-), distikiasis (-),
bulu mata rontok (-), krusta

Palpebra Superior

(-)
Hiperemis (-), spasme (-),

ptosis (-), nyeri tekan (+),

ptosis (-), nyeri tekan (-),

massa

massa

(-),

udem

(-),

(-),

udem

(-),

entropion (-), ektropion (-),

entropion (-), ektropion (-)

chemosis (+)
Hiperemis (-), spasme (-),

Chemosis (+)
Hiperemis (-), spasme (-),

Palpebra Inferior

ptosis (-), nyeri tekan (-),

ptosis (-), nyeri tekan (-),

massa

massa

(-),

udem

(-),

(-),

udem

(-),

entropion (-), ektropion (-),

entropion (-), ektropion (-)

chemosis (+)
Hiperemis (-), corpal (-),

Chemosis (+)
Hiperemis (-), corpal (-),

Conjunctiva Palpebra

secret (-) mukopurulent,

secret (-), cobelstone (-)

cobelstone (-)

Hiperemis (-), corpal (-),

Conjunctiva Fornices

secret (-) mukopurulent,


cobelstone (-)
Injeksi (-), hiperemis (-),

Hiperemis (+), corpal (-),


secret (-), cobelstone (-)

Conjunctiva Bulbi

Injeksi (-), hiperemis (+),

corpal (-), pterygeum (-),

corpal (-), pterygeum (-),

simblefaron (-), secret (-),

simblefaron (-), secret (-),

chemosis (-)
Ikterik (-), hiperemis (+)

Sclera

chemosis (+)
Ikterik (-), hiperemis (+)

Cornea

Jernih

Jernih

(+),

defek

(-),

(+),

defek

(-),

neovaskularisasi (-), udem

neovaskularisasi (-), udem

(-), corpal (-)


jernih, tyndal

(-), corpal (-)


Jernih, tndal

efek

(-),

Camera Oculi Anterior

efek

(-),

kedalaman cukup, hifema

dangkal,

(-), hipopion (-)


Coklat, kripte (+), sinekia

hipopion (-)
Coklat, kripte (+), sinekia

Iris

(-), neovaskularisasi (-)


Bulat,
diameter

central,
3

mm,

cahaya (N +)
Jernih

regular,

hifema

(-), neovaskularisasi (-).


Pupil

reflek

Bulat,
diameter

Lensa

central,
3

mm,

cahaya (N +)
Keruh

Tidak dilakukan

Fundus Reflek

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Corpus Vitreum

Tidak dilakukan

7/5,5
Tidak dilakukan

(-),

Tensio Oculi

7/5,5

System Canalis Lacrimalis Tidak dilakukan

regular,
reflek

Tidak dilakukan

Tes Fluorescein

Media : dbn

Funduscopi

Tidak dilakukan

Media : keruh

Retina :

Retina :

Perdarahan (-), eksudat (-)

Perdarahan (-), eksudat (-)

Pemeriksaan Penunjang:
Dilakukan pemeriksaan x-foto lateral cranium
Dengan hasil :
Suspct. Fraktur dinding lateral cavum orbita sinistra

I.4. DIAGNOSIS BANDING


1.
2.
3.
4.
5.

Eksoftalmus
Tumor Orbita
Pulsasi Orbita
Grave Disease
Trombosis Sinus Kavernosus

I.5. DIAGNOSIS
Eksoftalmus e.c. Suspct.Tumor Orbita
I.6. PENATALAKSANAAN

1. Eksoftalmus suspct tumor orbita


Terapi

C-Lyteers Eye drop 3 x 1 OS

Edukasi:
- Menjelaskan

ke

pasien

mengenai

kemungkinan

penyakit

eksoftalmus yang di derita oleh pasien serta komplikasi dari


-

penyakit tersebut
Teteskan (C- Lyteers) secara teratur 3x sehari.
Menjaga asupan gizi yang cukup untuk memelihara proses imun

tubuh, agar stamina tetap terjaga.


Menjaga kebersihan mata, terutama bola mata yang mengalami
eksoftalmus.

Pasien dirujuk ke Rs.Kariyadi, untuk mendapatkan modalitas terapi lainnya,


untuk melihat jenis tumor pada pasien tersebut dengan menggunakan pemeriksaan
biopsy sebagai diagnosis standard, seperti menggunakan CT-Scan untuk melihat
proses kalsifikasi serta penonjolan pada tulang lunak tersebut.

PROGNOSIS

Qua ad visam : ad malam


Qua ad sanam : ad malam
Qua ad vitam : ad malam
Qua ad cosmeticam : ad malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

ANATOMI RONGGA ORBITA

Ruang orbita merupakan suatu piramid yang puncaknya di sebelah posterior


dibentuk oleh foramen optikum dan basisnya di bagian anterior di bentuk oleh margo
orbita. Dinding medial dari mata kanan dan kiri sejajar. Dinding lateralnya dari mata
kanan tegak lurus terhadap dinding lateral mata kiri. Pertumbuhan penuh dicapai pada
umur 18-20 tahun dengan volume orbita dewasa 30cc, tinggi 35 mm dan lebar 40
mm. Bola mata hanya menempati sekitar 1/5 bagian ruangannya. Lemak dan otot
menempati bagian terbesarnya. Otot-otot mata terdiri dari m. levator palbebra, m.
rektus superior, m. rektus inferior, m. rektus lateralis, m. rektus medialis, m. obliqus
inferior, m. obliqus superior. 16

Tulang-tulang orbita terdiri dari:

Bagian atas
Bagian medial

lamina papyracea hubungan ke os sphenoidalis. Dinding ini paling tipis.


Bagian bawah
: os maksilaris, os zigomatikum,os palatinum.
Bagian lateral
: os zigomatikum, os sphenoidalis, os frontalis. Dinding ini

: os frontalis, os sphenoidalis
: os maksilaris, os lakrimalis, os sphenoidalis, os ethmoidalis,

paling tebal.
Di ruang orbita terdapat 3 lubang yang dilalui oleh pembuluh darah, serat saraf, yang
masuk ke dalam mata, yang terdiri dari:
1. Foramen optikum yang dilalui oleh N. Optikus, A. Oftalmika.
2. Fisura orbita superior yang dialalui oleh v. Oftalmika, N. III, IV, VI untuk
otot-otot dan N.V (saraf sensibel).
3. Fisura orbita inferior yang dialalui oleh nervus, vena, dan arteri infra orbita. 16
Ruang orbita dikelilingi sinus-sinus, yaitu :
Atas

Sinus frontalis.

Bawah

Sinus maksilaris.

Medial

Sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan ruang hidung. 16

facies
orbitais os
frontalis
facies
orbitais

os
ethmoidale
os
lakrimale

facies
orbitais

crista
lacrimalis
crista
lacrimalis

os
zygomaticum
8

pars orbitais os
maksilaris
pars frontalis os
maksilaris

Gambar 1. Tulang orbita


(Sumber Sobotta : Atlas Anatomi Manusia ed. 22)

os
ethmoidale

Facies orbitaes
os frontale

Os lacrimale

Proc
orbitais

Facies
orbitaes

Gambar 2. Dinding orbita


(Sumber Sobotta : Atlas Anatomi Manusia ed. 22)
Dinding Orbita :
Atap

facies orbitais ossis frontalis

Ala parva ossis sphenoidalis (bgn posterior) mengandung


kanalis optikus

Dasar

pars orbitais ossis maksilaris (bgn sentral yang luas)

pars frontalis ossis maksilaris (medial)

os zygomaticum (lateral)

processus orbitais ossis palatini (daerah segitiga kecil di


posterior)

Lateral

anterior : facies orbitais ossis zygomatici (malar)

Medial

os ethmoidale

os lakrimale

korpus sphenoidale

crista lacrimalis anterior : dibentuk oleh processus frontalis ossis


maksilaris

crista lacrimalis posterior yg dibentuk oleh :


Atas

: processus angularis ossis frontalis

Bawah : os lacrimale
Diantara kedua crista lacrimalis terdapat sulkus lakrimalis dan berisi
sakus lakrimalis. 16
Vaskularisasi Orbita
Arteri utama : Arteri Oftalmika yang bercabang menjadi :
1.
2.
3.
4.

Arteri retina sentralis memperdarahi nervus optikus


Arteri lakrimalis memperdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas
Cabang-cabang muskularis berbagai otot orbita
Arteri siliaris posterior brevis memperdarahi koroid dan bagian-bagian

5.
6.
7.
8.
9.

nervus optikus
Arteri siliaris posterior longa memperdarahi korpus siliare
Arteri siliaris anterior memperdarahi sklera, episklera,limbus, konjungtiva
Arteri palpebralis media ke kedua kelopak mata
Arteri supraorbitais
Arteri supratrokhlearis
Arteri-arteri siliaris posterior longa saling beranastomosis satu dengan yang

lain serta dengan arteri siliaris anterior membentuk circulus arterialis mayor iris.

10

Vena utama : Vena Oftalmika superior dan inferior. Vena Oftalmika Superior dibentuk
dari :
Vena supraorbitais
Vena supratrokhlearis

mengalirkan darah dari kulit Satu

cabang vena angularis

di daerah periorbita

Vena ini membentuk hubungan langsung antara kulit wajah dengan sinus kavernosus
sehingga dapat menimbulkan trombosis sinus kavernosus yang potensial fatal akibat
infeksi superfisial di kulit periorbita.mempercepat penguapan. Air mata tidak meleleh
melalui pipi juga, karena isi dari glandula meibom, menjaga margo palpebra tertutup
rapat pada waktu berkedip. 16
2.2

EKSOFTALMUS

Eksoftalmus (proptosis, protrusio bulbi) merupakan keadan dimana bola mata


menonjol keluar. Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita.
Penyebabnya bisa bermacam-macam, diantaranya:
1.
2.
3.
4.

Kavum orbita terlalu dangkal.


Edema, radang, tumor, perdarahan di dalam orbita.
Pembesaran dari bola mata.
Dilatasi dari ruangan di sinus-sinus di sekitar mata dengan berbagai sebab,

5.
6.
7.
8.
9.

radang, tumor, dan sebagainya.


Trombosis dari sinus kavernosus.
Paralisis mm. Rekti.
Eksoftalmus goiter.
Pulsating eksoftalmus.
Intermiten eksoftalmus.

Semua penyebab di atas mengakibatkan timbul bendungan di palpebra dan


konjungtiva, gerak mata terganggu, diplopia, rasa sakit bila bengkak hebat,
lagoftalmus karena mata tidak bisa menutup sempurna sehingga menyebabkan
epifora. Tarikan pada N. II menyebabkan gangguan visus. 1,2,3,9,15

11

Pemeriksaan pada eksoftalmus yang harus dilakukan adalah:


1. Riwayat penyakit.
2. Pemeriksaan mata secara sistematis dan teliti, dapat dilakukan dengan
penyinaran oblik, slit lamp, funduskopi, tonometri, eksoftalmometer, dimana
normal penonjolan mata sekitar 12-20 mm. Selain itu dapat pula dilakukan tes
lapangan pandang dan pemeriksaan visus. Protrusi dari mata merupakan gejala
klinik yang penting dari penyakit mata. Eksoftalmometer Hertel adalah sebuah
alat yang telah diterima secara umum untuk menilai kuantitas proptosis.
Eksoftalmometer adalah alat yang dipegang tangan dengan dua alat pengukur
yang identik (masing-masing untuk mata satu), yang dihubungkan dengan balok
horizontal. Jarak antara kedua alat itu dapat diubah dengan menggeser saling
mendekat atau saling menjauh, dan masing-masing memiliki takik yang pas
menahan tepian orbita lateral yang sesuai. Bila terpasang tepat, satu set cermin
yang terpasang akan memantulkan bayangan samping masing-masing mata di
sisi sebuah skala pengukur, terbagi dalam milimeter. Jarak dari kornea ke tepian
orbita biasanya berkisar dari 12 sampai 20 mm, dan ukuran kedua matanya
biasanya berselisih tidak lebih dari 2 mm. Jarak yang lebih besar terdapat pada
eksoftalmus, bisa uni atau bilateral.
3. Pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan laboratorium, USG, CT-Scan,
arteriografi, dan venografi dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.
Pemeriksaan laboratorium dapat berupa uji antibodi (anti-tiroglobulin,
anti-mikrosomal, dan anti-tirotropin reseptor) dan kadar hormon-hormon

tiroid (T3, T4 dan TSH).


Pemeriksaan Ultrasound merupakan suatu penilaian terhadap jaringan
lunak dengan menggunakan getaran suara. Ada 2 cara pemeriksaan yaitu
A scan dan B scan. A scan adalah penilaian hasil ekho, untuk mengetahui
struktur jaringan, sedangkan B scan memberikan penilaian topografis,
untuk mengetahui besar, bentuk, dan lokalisasi jaringan. USG dapat
digunakan untuk mendeteksi secara cepat dan awal orbitopati Graves
pada pasien tanpa gejala klinik. Yang dapat ditemukan adalah penebalan
otot atau pelebaran vena oftalmica superior.

12

CT-Scan dan MRI dibutuhkan jika dicurigai keikutsertaan nervus optic.


CT-Scan sangat bagus untuk menilai otot ekstraokular, lemak intraconal,
dan apeks orbital. Sedangkan untuk MRI lebih baik dalam menilai
kompresi nervus optik dibandingkan CT-Scan. Dengan bantuan kontras
dapat membedakan tumor ganas dari yang jinak, dimana tumor ganas
akan meningkatkan densitas akibat adanya pertambahan vaskularisasi,

2.3

sedang pada tumor jinak tidak ada pertambahan vaskularisasi.


Arteriografi bisa dilakukan dengan penyuntikan kontras melalui a.

Karotis dapat dilihat bentuk dan jalannya arteri oftalmika.


Venografi untuk melihat bentuk dan kaliber vena oftalmika superior.

TUMOR MATA
Tumor mata merupakan penyakit dengan multifactor yang terbentuk dalam

jangka waktu lama dan mengalami kemajuan melalui stadium berbeda-beda. Faktor
nutrisi merupakan satu aspek yang sangat penting, komplek, dan sangat dikaitkan
dengan proses patologis tumor
2.3.1 Etiologi
Penyebab dari tumor mata adalah faktor genetik, contohnya pada
retinoblastoma (tumor ganas pada retina) terjadi karena mutasi kromosom 13.
Penyebab lain dari tumor mata adalah faktor nutrisi, secara umum total asupan
berbagai lemak (tipe yang berbeda-beda dari

makanan yang berlemak) bisa

dihubungkan dengan peningkatan insiden tumor mata. Disamping itu obesitas juga
meningkatkan risiko tumor dan aktivitas fisik merupakan determinan utama dari
pengeluaran energi untuk menurunkan risiko tumor mata. Faktor gaya hidup antara
lain merokok, diet, konsumsi alkohol diduga sebagai kontributor utama dalam
pertumbuhan tumor mata. Dari kajian literatur didapatkan bahwa asupan lemak jenuh
dan alkohol akan meningkatkan kejadian penyakit tumor.5,8

13

Faktor lain yang mempengaruhi tumor mata adalah kesehatan mental. Orang
dengan mental disorder (khususnya yang berkaitan dengan mood seperti depresi
klinis dan bipolar) akan meningkatkan risiko kejadian tumor pada usia muda. Pada
wanita 43%

dengan mental disorder akan menjadi sakit kurang dari 2 tahun

setelah didiagnosa menderita masalah dengan mood5.


2.3.2

Patofisiologi

Gen dan zat karsinogenik Perubahan sel abnormalSel membelah tidak terkontrol

Tumor mata Menginvasi dan merusak jaringan sehat


2.3.3

Jenis-jenis tumor mata


Tumor mata bisa

pembelahan sel abnormal

terjadi
dan

di

semua bagian mata

kematian

sel

yang

yang mengalami

menurun.

Berdasarkan

posisinya, tumor mata dikelompokkan sebagai berikut9:


1.

Tumor eksternal, yaitu tumor yang tumbuh di bagian luar mata seperti tumor

palpebra dan tumor konjungtiva


2. Tumor intraokuler, yaitu tumor yang tumbuh di dalam bola mata
3. Tumor retrobulbar, yaitu tumor yang tumbuh di belakang bola mata

2.4

Tumor retrobulbar

2.4.1

Retinoblastoma
Retinoblastoma adalah tumor ganas pada retina yang sering terjadi pada anak-

anak. Kasus retinoblastoma meningkat dalam 60 tahun terakhir. Ada 1 kasus dari
15.000 kelahiran bayi. Dua ratus lima puluh sampai 350 kasus baru setiap tahun
terjadi di Amerika Serikat, dimana 90% kasus terjadi pada anak dibawah 5 tahun.

14

Retinoblastoma terjadi pada sel multipoten, mutasi dari kromosom 13 yang


berkembang menjadi bagian dalam dan luar retina. Pada kasus baru, retinoblastoma
dapat didiagnosis pada saat anak berumur dibawah 5 tahun. Pada anak dengan
retinoblastoma bilateral biasanya dapat didiagnosa rata-rata pada umur 13 sampai 15
bulan, sedangkan pada anak dengan retinoblastoma unilateral biasanya dapat
didiagnosa rata-rata pada umur 24 bulan. Tidak ada predileksi jenis kelamin dan ras.
Enam puluh persen kasus terjadi pada bilateral, 40% kasus terjadi unilateral15,16.
Tanda dan gejalanya adalah leukoria (reflek putih pada pupil atu disebut reflek
mata kucing) adalah tanda yang sering terlihat pada retinoblastoma, yaitu 56,1% dari
seluruh kasus yang ada. Kemudian gejala yang lain adalah strabismus yang terjadi
karena gangguan visus, nistagmus (pergerakan bola mata yang abnormal),
heterekromia (perubahan warna iris), dan proptosis (penonjolan bola mata) sering
terjadi pada negara tidak berkembang. Retinoblastoma juga bisa menyebabkan
perubahan sekunder pada mata, seperti glaukoma, ablasio retina, dan inflamasi
padamata (pseudouveitis dan selulitis)15,16.

Pemeriksaan darah rutin, urinalisis, elektrolit, dan tes fungsi hati


(SGOT/SGPT) sangat berguna untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Tes
DNA (darah) pada pasien dan orang tuanya untuk melihat faktor genetik. Penilaian
enzim pada akuos humor

(Lactate Dehidrogenase (LDH)), pada retinoblastoma

15

enzim ini meningkat dan rasio antara produksi akuos humor dan LDH adalah lebih
besar dari 1. Computed Tomografi (CT-Scan) kepala dan mata bisa dilakukan untuk
melihat anatomi SSP dan nervus optikus serta menilai kalsifikasi. Selain itu, Ultra
Sonografi (USG) juga bisa digunakan untuk menilai kalsifikasi. Pada pemeriksaan
imaging yang lain, MRI bisa digunakan untuk menilai derajat retinoblastoma tetapi
tidak spesifik seperti CT- Scan karena kurang peka dalam mendeteksi kalsium. Foto
rontgen bisa dilakukan pada daerah yang tidak mempunyai fasilitas imaging lain.
Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan adalah pemeriksaan imunohistopatologi untuk
melihat sumber sel yang mengalami ganguan dan pemeriksaan biopsi serta aspirasi
tulang belakang sebagai diagnosis awal untuk melihat sejauh mana penyebaran
tumor15,16.
Pengobatan pada retinoblastoma adalah untuk mengontrol tumor dan
memperoleh penglihatan yang bisa terlihat oleh penderita. Tindakan yang bisa
dilakukan adalah enukleasi (pengangkatan bola mata), radioterapi, potokoagulasi
(laser treatment), krioterapi (freezing treatment), dan kemoterapi15,16.
Prognosis pada penderita yang retinoblastoma unilateral adalah bagus pada
mata yang tidak terkena, sedangkan pada penderita yang bilateral prognosisnya
tergantung lokasi yang terkena dan keefektivan pengobatan15,16.
3.1

TIROID OFTALMOPATI

3.1.1 DEFINISI
Tiroid oftalmopati (Graves thyroid-associated atau dysthyroid orbitopathy) adalah
suatu kelainan inflamasi autoimun yang menyerang jaringan orbital dan periorbital
mata, dengan karakteristik retraksi kelopak mata atas, edema, eritem, konjungtivitis,
dan penonjolan mata (proptosis). 24

16

3.1.2. GAMBARAN KLINIS


Tanda mata penyakit Graves mencakup retraksi palpebra, pembengkakan palpebra
dan konjungtiva, eksoftalmos dan oftalmoplegia. Pasien datang dengan keluhan
nonspesifik misalnya mata kering, rasa tidak enak, atau mata menonjol.
The American Thyroid Association membuat penentuan derajat tanda okular
berdasarkan peningkatan keparahan
Kelas
0

Tanda
Tidak ada gejala atau tanda

Hanya tanda, yang mencakup retraksi kelopak mata atas, dengan atau tanpa lid
lag, atau proptosis sampai 22 mm. Tidak ada gejala

Keterlibatan jaringan lunak

Proptosis > 22 mm

Keterlibatan otot ekstraokuler

Keterlibatan kornea

Kehilangan penglihatan akibat keterlibatan saraf optikus

Tabel 1. Derajat keparahan tiroid oftalmopati


(Sumber Graves Oftalmopati )
A. Eksoftalmos
Kelainan ini biasanya asimetrik dan mungkin unilateral, dan secara klinis perlu
dilakukan perkiraan resistensi terhadap retropulsi bola mata secara manual.
Peningkatan isi orbita yang menimbulkan eksoftalmos sebagian besar disebabkan
oleh peningkatan massa otot-otot okular. 14,24
B. Oftalmoplegia
Kelainan ini lebih sering dijumpai pada penyakit Graves oftalmik, biasanya mengenai
orang tua dan asimetrik. Keterbatasan elevasi adalah kelainan yang paling sering
dijumpai, terutama disebabkan oleh adhesi antara otot rektus inferior dan oblikus
inferior. Kelainan ini dapat dikonfirmasi dengan mengukur tekanan intraokular

17

sewaktu

elevasi,

di

mana

terjadi

peningkatan

tekanan

intraokular

yang

mengisyaratkan adanya pertautan. Sering terjadi pembatasan-pembatasan gerakan


mata pada semua posisi menetap. Pasien mengeluhkan diplopia. 14,24
C. Kelainan Saraf Optikus dan Retina
Kompresi bola mata oleh isi orbita dapat menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular dan strie retina atau koroid. Diskus optikus dapat membengkak dan
menyebabkan gangguan penglihatan akibat atrofi optikus. Neuropati optikus yang
berkaitan dengan penyakit Graves kadang-kadang terjadi akibat penekanan dan
iskemia saraf optikus sewaktu saraf ini menyeberangi orbita yang tegang, terutama di
apeks orbita. 14,24

D. Kelainan Kornea
Pada sebagian pasien, dapat ditemukan keratokonjungtivitis limbik superior. Pada
eksoftalmos yang parah, dapat terjadi pemajanan dan ulserasi kornea. 14,24
E. Tanda Spesifik
1. Tanda dari Von Graef : Palpebra superior tak dapat mengikuti gerak bola mata,
bila penderita melihat ke bawah palpebra superior tertinggal dalam
pergerakannya.
2. Tanda dari Dalrymple : Sangat melebarnya fisura palpebra, sehingga mata
menjadi melotot.
3. Tanda dari Stellwag : Frekwensi kedipan berkurang dan tak teratur.
4. Tanda Mobius : Kekuatan kkonvergensi menurun.
5. Tanda dari Gifford : Timbulnya kesukaran untuk mengangkat palpebra superior
karena menjadi kaku. 22

18

Gambar 1.

Gambar 2.

Gambar 1. Proptosis berat dan retraksi kelopak mata dari tiroid oftalmopati. Pasien
ini

juga

memiliki

kerusakan

saraf

penglihatan

dari

tiroid

oftalmopati.

(sumber Ophtalmic Pathology)


Gambar 2. CT scan potongan axial dari orbital. Tampak pembesaran perut otot
yang memisahkan perlekatan otot dari bola mata. (sumber . Ophtalmic Pathology)
4.1.1

Pulsating eksoftalmus
4.1.2
Definisi
Pulsating eksoftalmus adalah eksoftalmus yang disertai pulsasi bola mata.
24

4.1.3

Etiologi
Paling sering disebabkan oleh arterio venous aneurysma antara a.carotis

interna dan sinus cavernosus biasanya akibat trauma tembus, pukulan yang keras
atau jatuh di kepala yang menyebabkan kerusakan dasar tengkorak terutama os.
Sfenoid. Jarang disebabkan oleh karena degenerasi dinding pembuluh darah.
Juga dapat disebabkan oleh tumor vaskular. Penyakit ini jarang sembuh spontan,
biasanya disertai dengan gejala-gejala serebral dan perdarahan yang dapat
berakibat fatal. 24
4.1.4

Gejala Klinis
Dengan palpasi atau dengan pemeriksaan stetoskop akan teraba dan

terdengan gemuruh di mata, di dahi, dan di kepala yang sesuai dengan denyut
nadi. Terdapat edema di palpebra, konjungtiva dan juga di papil nervus II.

19

Pembuluh darah di palpebra, konjungtiva, dan retina melebar. Juga terdapat rasa
sakit. Penekanan terhadap arteri carotis komunis sisi yang sama akan
menyebabkan pulsasi dan suara gemuruh berkurang. 24
4.1.5

Penatalaksanaan
Sementara penekanan dengan jari atau dengan alat pada a. carotis

comunis pada sisi yang sama. Kemudian dilakukan pengikatan dari a. carotis
comunis atau vena oftalmika pada sisi yang sama. 24

5.1

Trombosis sinus kavernosus

Definisi
Trombosis Sinus Kavernosis adalah penyumbatan vena besar di dasar otak (sinus
kavernosus). Trombosis sinus kavernosus sangat jarang terjadi. 30% penderitanya
meninggal dan yang bertahan hidup mengalami cacat mental atau cacat saraf yang
serius meskipun telah menjalani pengobatan. 4
Penyebab
Penyumbatan ini biasanya disebabkan oleh penyebaran infeksi bakteri dari sinus
atau di sekitar hidung. Infeksi menyebar dari sinus atau kulit di sekitar hidung ke
otak secara langsung maupun melalui vena. 24

Gejala- Gejalanya berupa:

Penonjolan bola mata


sakit kepala hebat
koma
kelainan sistem saraf lainnya

20

Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Untuk menentukan bakteri penyebab infeksi dilakukan pemeriksaan terhadap
darah dan contoh cairan, lendir maupun nanah dari tenggorokan dan hidung.
Biasanya juga dilakukan CT scan sinus, mata dan otak. 24
Pengobatan
Segera diberikan antibiotik dosis tinggi secara intravena (melalui pembuluh
darah). Jika dalam waktu 24 jam keadaan penderita tidak membaik, dilakukan
pembedahan untuk mengeringkan sinus (drainase). 24

BAB III

21

Analisa Kasus

III.1. S (Subjektif)
Pasien datang ke poli mata dengan keluhan mata kiri yang menonjol keluar,
semakin besar, dan menganggu penglihatannya. Mata kiri terasa kabur dalam melihat,
berair (+), kemeng (+), dan berair (+). Benjolan yang di rasakan di mata kiri, awalnya
kecil, namun makin lama makin membesar, bejolan di mata kiri sudah 4 bulan yang
lalu. Pasien segera datang ke poli mata RSUD Ambarawa, setelah benjolan di mata
kirinya sudah mengganggu proses penglihatannya.

Dari keluhan yang dialami pasien, benjolan yang dialami pasien merupan
eksoftalmus, yaitu berupa penonjolan bola mata, benjolan tersebut dapat
disebabkan oleh penyakit tertentu: Grave disease, peradangan bola mata,
perdarahan di belakang bola mata serta tumor orbita. Pada kasus di atas
benjolan di mata kirinya membutuhkan perjalanan waktu yang lama, curiga
eksoftalmus e.c.suspct tumor orbita

III.2. O (Objektif)
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya klinis lain yang mengarahkan
terhadap penyakit grave disease, seperti adanya pembesaran tymus dan lympa,
adanya kulit kemerahan serta adanya kulit kemerahan disertai pengeluaran keringat
yang berlebih. Dinilai dari perjalanan waktu yang lama serta adanya penonjolan bola
mata unilateral eksoftalmus yang didapatkan lebih mengarah pada eksoftalmus e.c.
suspct. Tumor orbita. Untuk memastikannya tetap diperlukan pemeriksaan penunjang
lainnya dan pemeriksaan biopsy, sebagai golden diagnosis untuk penetapan jenis
tumor yang di derita oleh pasien tersebut.

III.3. A (Assesment)
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat ditegakkan diagnosis pada
Ny. SR, ditegakan diagnosis eksoftalmus e.c. suspct. Tumor orbita.

22

III.4. P (Planning)
Cendo Lyteers
CENDO LYTEERS Tetes Mata Untuk Softlens (Natrium Klorida, Kalium
Klorida) komposisi kandungan tiap 1 ml Cendo Lyteers tetes mata mengandung
Natrium Klorida 8,64 mg dan Kalium Klorida 1,32 mg.
Indikasi dan penggunaan Indikasi Cendo Lyteers : melunakkan dan melicinkan
atau sebagai pengganti air mata pada kontak lensa / softlens, mata buatan atau mata.
Terapi medis disesuaikan dengan diagnosis yang diperoleh dengan biopsi atau
eksisi. Situasi tertentu tidak memerlukan biopsi atau eksisi untuk memulai
perawatan. Kondisi seperti selulitis orbita sering diperlukan secara medis dengan
berbagai atimikro agen. Intervensi badah diperlukan jika tidak ada respon terhadap
pengobatan atau memburuk klinis terbukti pada pemeriksaan. Pseudotumor biasanya
ditangani secara medis dengan steroid sistemik.
Pengobatan pada retinoblastoma adalah untuk mengontrol tumor dan
memperoleh penglihatan yang bisa terlihat oleh penderita. Tindakan yang bisa
dilakukan adalah enukleasi (pengangkatan bola mata), radioterapi, potokoagulasi
(laser treatment), krioterapi (freezing treatment), dan kemoterapi.
.

Daftar Pustaka
1. Ilyas S, Sri RY. Ilmu Penyakit Mata Edisi keempat. 2012. Badan Penerbit
FKUI.Jakarta
2. Kanski JJ. Clinical Ophtalmologi A Sinopsis. 2009. Elsevier. UK

23

3. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Keenam. 2006.
EGC.Jakarta
4. Ishihara S. The series of Plates designed As a test for colour deficiency. 2005.
Kanehara Trading Inc. Tokyo
5. Oemiati R, Ekowati R, Antonius YK. Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang
mempengaruhi di Indonesia. 2011. Badan Penelitian
Pengembangan
Kesehatan.Jakarta
6. Depkes RI. Profil Kesehatan Indonesia 2008. 2009. Depkes RI. Jakarta
7. Mercandetti M. Orbital tumors. http:/emedicine.medscape com/ article/
1222849follow
up#showall diakses pada tgl. 14 Desember 2012
8. Isidro MA. Retinoblastoma clinical presentation. http:/emedicine.medscape com/
article/ 1222849-follow up#showall diakses pada tgl. 14 Desember 2012
9. Klinik mata nusantara. Tumor mata. http/ Klinik mata nusantara com file/8591. Pdf
diakses pada tgl. 14 Desember 2012
10. Eyewiki org. Conjunctival Papilloma. http:/ eyewiki.aao.org/conjunctival
papilloma
diakses pada tgl. 14 Desember 2012

24

Anda mungkin juga menyukai

  • Ut 6 R 5
    Ut 6 R 5
    Dokumen1 halaman
    Ut 6 R 5
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • PORTOFOLIO CKB Fiki
    PORTOFOLIO CKB Fiki
    Dokumen5 halaman
    PORTOFOLIO CKB Fiki
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Ut 6 R 5
    Ut 6 R 5
    Dokumen1 halaman
    Ut 6 R 5
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • PORTOFOLIO CKB Fiki
    PORTOFOLIO CKB Fiki
    Dokumen5 halaman
    PORTOFOLIO CKB Fiki
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Case Report
    Case Report
    Dokumen4 halaman
    Case Report
    Kenzo Adhi Wiranata
    Belum ada peringkat
  • Proposalbnvh
    Proposalbnvh
    Dokumen1 halaman
    Proposalbnvh
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Laporan Kasus Dewi BKB
    Laporan Kasus Dewi BKB
    Dokumen7 halaman
    Laporan Kasus Dewi BKB
    Asiah Abdillah
    Belum ada peringkat
  • 754 Yfg
    754 Yfg
    Dokumen5 halaman
    754 Yfg
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • SUSUNANyutyit
    SUSUNANyutyit
    Dokumen1 halaman
    SUSUNANyutyit
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Mata Dewi
    Lapsus Mata Dewi
    Dokumen22 halaman
    Lapsus Mata Dewi
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Skizofrenia: Laporan Kasus
    Skizofrenia: Laporan Kasus
    Dokumen10 halaman
    Skizofrenia: Laporan Kasus
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Latar Belakang
    Latar Belakang
    Dokumen1 halaman
    Latar Belakang
    hanifanirham
    Belum ada peringkat
  • Cover Referat
    Cover Referat
    Dokumen1 halaman
    Cover Referat
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Cover Lapsus 2
    Cover Lapsus 2
    Dokumen1 halaman
    Cover Lapsus 2
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Kulit
    Lapsus Kulit
    Dokumen19 halaman
    Lapsus Kulit
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Cover Lapsus 1
    Cover Lapsus 1
    Dokumen1 halaman
    Cover Lapsus 1
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Translate Jurding
    Translate Jurding
    Dokumen6 halaman
    Translate Jurding
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • FUNNGI
    FUNNGI
    Dokumen28 halaman
    FUNNGI
    MartinGani
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Neuro
    Lapsus Neuro
    Dokumen21 halaman
    Lapsus Neuro
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Lapsus Kista Ovarium Aftercare
    Lapsus Kista Ovarium Aftercare
    Dokumen24 halaman
    Lapsus Kista Ovarium Aftercare
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Bab I Peritonitis
    Bab I Peritonitis
    Dokumen17 halaman
    Bab I Peritonitis
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Lembar Pengesahan Lapsus PERITONITIS
    Lembar Pengesahan Lapsus PERITONITIS
    Dokumen3 halaman
    Lembar Pengesahan Lapsus PERITONITIS
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Vulvo, Vaginitis, Vulvovagin
    Vulvo, Vaginitis, Vulvovagin
    Dokumen59 halaman
    Vulvo, Vaginitis, Vulvovagin
    MartinGani
    Belum ada peringkat
  • Isi Jurnal
    Isi Jurnal
    Dokumen22 halaman
    Isi Jurnal
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Impetigo Sempal
    Impetigo Sempal
    Dokumen23 halaman
    Impetigo Sempal
    MartinGani
    Belum ada peringkat
  • Karsinoma Sel Basal Pengobatan
    Karsinoma Sel Basal Pengobatan
    Dokumen27 halaman
    Karsinoma Sel Basal Pengobatan
    nashqonash
    Belum ada peringkat
  • Tabel Mann Whitney
    Tabel Mann Whitney
    Dokumen2 halaman
    Tabel Mann Whitney
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Absensi MP
    Absensi MP
    Dokumen1 halaman
    Absensi MP
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat
  • Cover Jurnal MB
    Cover Jurnal MB
    Dokumen3 halaman
    Cover Jurnal MB
    Muhammad Fiki Fauzan
    Belum ada peringkat