Anda di halaman 1dari 42

Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia

Edisi 17 | April 2014

Menggerakkan Orang di Jakarta


n Tinjauan Transportasi Umum
n TransJakarta
n Tarif dan Tiket
n Membiayai Transportasi Perkotaan

n Transportasi Umum dan Peran Swasta


n Ramah Bagi Pejalan Kaki
n Penyandang Disabilitas dan Mobilitas

Prakarsa April 2014


ISI

ARTIKEL UTAMA
Sistem Transportasi Umum Jakarta: Sebuah Tinjauan
Sistem transportasi umum Jakarta terdiri dari beragam moda yang meliputi sepeda motor, mobil angkutan kota, taksi,
dan bus berbagai ukuranh.4

TransJakarta: Janji Kinerja

TransJakarta belum memenuhi potensinya. Namun, fokus terhadap perencanaan yang tepat, pembangunan kapasitas,
investasi, keterlibatan sektor swasta, dan strategi terkait dapat mendorong TransJakarta untuk memenuhi janjinyah.10

Jadi, Mau Jalan-Jalan?

Banyak rintangan yang harus dihadapi oleh pejalan kaki di Jakarta. Namun, penelitian mengenai walkability
(ukuran keramahan suatu daerah untuk berjalan kaki) dapat mendukung pembuat kebijakan dalam menangani
persoalan inih.14

Memahami Struktur Tarif dan Sistem Tiket Transportasi Umum di Jakarta


Sebagian besar moda transportasi umum di Jakarta memiliki sistem tarif flat yang tidak efisien, yang dapat
ditingkatkan dengan menggunakan sistem tiket elektronik yang canggihh.17

Melibatkan Sektor Swasta dalam Penyediaan Layanan Transportasi Umum


Gabungan operator penyelenggara transportasi umum di Jakarta, pemerintah dan swasta, formal maupun informal,
yang tidak terorganisir dengan baik perlu direformasi untuk menjamin bahwa masyarakat memiliki akses terhadap
layanan yang aman, menarik, dengan tarif terjangkauh.20

Berjuang untuk Mobilitas: Bagaimana Penyandang Disabilitas


Mengakses Sistem Transportasi Jakarta
Orang-orang yang berdesak-desakan, tangga dengan undakan tinggi, audio yang rusak, dan jarak lebar untuk dilangkahi
merupakan tantangan yang sangat besar bagi para penyandang disabilitas.dalam menggunakan transportasi umumh.23

Mengelola Pembiayaan Transportasi Perkotaan: Tantangan bagi


Pemimpin Daerah
Kendala di sektor transportasi perkotaan dan ketersediaan pendanaan Pemerintah Pusat berarti Pemerintah Daerah
perlu mencari cara-cara inovatif untuk mendanai program transportasinyah.27

31

Uraian Kegiatan

37

Menyediakan Air Minum


di Klaten

40

Pandangan Para Ahli

42

Hasil & Prakarsa


Edisi Mendatang
Foto sampul atas perkenan IndII

Jurnal triwulanan ini diterbitkan oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia, sebuah proyek yang didanai Pemerintah Australia
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan meningkatkan relevansi, mutu, dan jumlah Investasi di
bidang infrastruktur. Pandangan yang dikemukakan belum tentu mencerminkan pandangan Kemitraan Australia Indonesia
maupun Pemerintah Australia. Apabila ada tanggapan atau pertanyaan mohon disampaikan kepada Tim Komunikasi IndII
melalui telepon nomor +62 (21) 72780538, fax +62 (21) 72780539, atau email enquiries@indii.co.id. Alamat situs web
kami adalah www.indii.co.id

Prakarsa April 2014

Pesan Editor
Dalam dunia ekonomi, rantai perekonomian bisa bersifat
kejam atau bisa merupakan lingkaran kebajikan. Apa pun itu,
rantai perekonomian ibarat sebuah lingkaran sehingga bila kita
memperbesar A akan berakibat pada membesarnya B, yang
kemudian memperbesar A, selanjutnya memperbesar B, dan begitu
seterusnya. Contoh lingkaran semacam ini ada di mana-mana salah
satunya dapat dilihat di Prakarsa edisi Transportasi Udara (Januari
2012) yang menunjukkan bagaimana pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa berakibat pada peningkatan penerbangan bisnis/hiburan,
yang berakibat pada rute dan jaringan penerbangan yang lebih baik,
sehingga menjadikan suatu kawasan lebih menarik untuk bisnis dan
pariwisata, yang berakibat pada pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
Secara teori, lingkaran seperti ini terus-menerus berlangsung
dengan sendirinya (perpetuate themselves). Umpan baliknya terjadi
terus-menerus tanpa batas, mengarahkan pada terjadinya situasi
yang akan selalu membaik atau selalu memburuk. Kuncinya adalah
mengidentifikasi keadaan eksternal yang akan memulai lingkaran
kebajikan atau menghentikan lingkaran setan.
Seperti artikel-artikel Prakarsa edisi ini menunjukkan banyak
lingkaran-lingkaran tersebut terjadi pada transportasi perkotaan
Jakarta. Sayangnya terlihat lebih banyak lingkaran setan daripada
lingkaran kebajikan. Misalnya kualitas layanan bus. Bus-bus yang
tidak nyaman dan tidak terpelihara dengan baik adalah pengalaman
tidak menyenangkan bagi penumpang, sehingga mereka lebih
memilih kenyamanan mobil pribadi atau ojek yang relatif cepat dan
mudah. Akibatnya pendapatan dari tarif bus kemudian menurun,
operator tidak mampu merawat busnya dengan baik menyebabkan
kualitas pengalaman naik bus merosot, sehingga penumpang
memilih untuk tidak naik bus, selanjutnya pendapatan menurun lagi.
Lingkaran umpan balik serupa terjadi dengan kemacetan. Ketika
perjalanan sehari-hari menjadi semakin lama hingga berjam-jam,
penumpang yang memiliki pilihan lebih suka bertahan dalam
perjalanan tanpa akhir tersebut di dalam kenyamanan kendaraan
pribadi. Ini menambah kemacetan, yang memperlambat perjalanan,
yang menjadikan mobil pribadi terlihat sebagai pilihan yang lebih
menarik, yang menambah kemacetan.
Apakah situasi di Jakarta sudah tidak bisa diperbaiki? Bisa, apabila
para perencana kota menciptakan keadaan yang memecah lingkaran
setan tersebut dan mudah-mudahan menghasilkan lingkaran baru
yang membawa kebajikan. Solusinya tersedia: Sistem tarif yang lebih
canggih yang memungkinkan penarikan tarif yang lebih adil dan di
saat bersamaan bisa dijadikan sarana untuk mengumpulkan data
pergerakan penumpang. Armada bus dengan ukuran dan rancangan
yang sesuai dengan panjang trayek dan permintaan pelayanan.
Pembatasan terhadap penggunaan kendaraan pribadi.
Berikut ini sebuah lingkaran bagi para pembaca Prakarsa: Setiap
hari, warga merasakan kemacetan Jakarta yang parah. Dari bukti
ini, mereka menyimpulkan bahwa situasi ini sudah tidak memiliki
harapan untuk diperbaiki, maka mereka pun tidak melakukan upaya
apa-apa untuk memperjuangkan perubahan. Situasinya semakin
memburuk. Dan warga merasakan kemacetan Jakarta yang lebih
parah, namun tetap bersikap pasif. Namun ada lingkaran kebajikan
yang dapat menggantikan lingkaran setan ini. Bacalah artikel-artikel
dalam edisi ini, dan Anda mungkin dapat membayangkan sebuah
kota yang warganya mulai menggunakan transportasi umum;
omongan mulai menyebar bahwa itu sarana yang efektif dan nyaman
untuk bergerak di dalam kota; lebih banyak orang melakukannya;
kemauan politik meningkat; pendapatan mengalir masuk; dan
sumber daya dikhususkan bagi transportasi umum yang aman,
nyaman, dan terjangkau. Itu adalah lingkaran kebajikan yang layak
dijadikan cita-citakan. CSW

Infrastruktur Dalam

Angka
Rp 1,4 triliun

Total biaya proyek jalur layang busway yang


diusulkan, atau Koridor 12 TransJakarta, yang
menghubungkan Ciledug dengan Blok M,
berdasarkan perkiraan tahun 2013.

9,9 juta

Jumlah mobil, sepeda motor, truk, dan


kendaraan lainnya yang menjelajahi jalan raya
di ibu kota pada setiap hari kerja, menurut
Dinas Perhubungan Jakarta.

10 km

Rata-rata kecepatan kendaraan per jam di


Jakarta di tahun 2013, turun dari 16,8 km di
tahun 2012, menurut Dinas Perhubungan Jakarta.

Rp 400 miliar

Besaran dana yang dialokasikan oleh


Pemerintah pada tahun 2014 untuk
pengembangan moda transportasi massal
bus rapid transit (BRT) di enam kota besar
(Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Bali,
dan Makassar).

Rp 12,8 triliun/tahun

Biaya kemacetan lalu-lintas di Jakarta, menurut


Kementerian Perhubungan.

Rp 1 juta

Denda yang dikenakan pada pengendara mobil


yang mengambil lajur bus TransJakarta.

65%

Berdasarkan penelitian yang diadakan ADB


2011, persentase trotoar di Jakarta yang dilewati
pejalan kaki yang sangat sedikit dimanfaatkan
(dengan kata lain, pejalan kaki memilih
menyeberang jalan sembarangan daripada
menggunakan jembatan penyeberangan)
disebabkan buruknya pemeliharaan, kurangnya
kebersihan, tangga yang sulit dicapai, dan
kurang terjaminnya keselamatan.

Prakarsa April 2014

Sistem Transportasi Umum Jakarta: Sebuah Tinjauan

Pengemudi ojek dan angkot menunggu penumpang di jalan raya yang ramai di Jakarta ini.
Atas perkenan Richard Iles

Sistem transportasi umum Jakarta terdiri dari beragam moda yang meliputi sepeda motor, mobil angkutan kota,
taksi, dan bus berbagai ukuran. Masing-masing moda memiliki peran yang tepat untuk mengangkut orang secara
aman, dengan harga terjangkau, dan dengan mudah ke seluruh penjuru kota. Sistem yang ada saat ini tidak efisien,
namun langkah-langkah sedang diambil untuk mengubahnya. Oleh Richard Iles dan Rudi Wahyu Setiaji
Sistem transportasi umum Jakarta sangat beragam. Sistem ini
meliputi ojek (transportasi sepeda motor), bajaj (becak bermotor,
berpenutup, dengan tiga roda), taksi, dan angkot/mikrolet (mobil
dengan 914 tempat duduk); dan juga bus dalam berbagai
ukuran, konfigurasi, dan standar; serta kereta api. Semua ini akan
dilengkapi di masa depan dengan layanan Mass Rapid Transit
(MRT) dan monorel. Moda-moda ini memiliki karakteristik,
kelebihan, dan kekurangan masing-masing. Namun, pelayanan
transportasi tidak selalu disediakan oleh moda yang paling tepat.
Ojek menjadi semakin umum di Jakarta. Transportasi ini memiliki
keunggulan dapat bergerak lebih cepat dan mudah melalui lalu
lintas yang padat, serta murah untuk diperoleh dan mudah
dioperasikan. Kendaraan ini memberikan manfaat yang berguna
dalam mengangkut penumpang untuk perjalanan jarak dekat
ke dan dari pemberhentian bus atau stasiun kereta api, serta
melalui jalan sempit dan kecil yang tidak dilayani oleh moda
transportasi umum lainnya. Di Jakarta, ojek lebih banyak digunakan
sebagai pengganti bus dan taksi di jalan utama, terutama karena

keunggulan kendaraan ini bisa bergerak cepat menyusuri jalanan


kota yang mengalami kemacetan.
Ojek tidak diatur oleh pemerintah, dan tidak tersedia angka resmi
mengenai jumlahnya. Meski demikian, terdapat beberapa ribu unit
transportasi ini, dan angka ini terus meningkat secara teratur. Ojek
sering dikendarai dengan sembarangan dan berbahaya (termasuk
di trotoar ketika jalan raya mengalami kemacetan). Dengan
basis perhitungan per penumpang, moda ini berkontribusi tinggi
terhadap polusi atmosfer dan suara, serta kemacetan lalu lintas.
Meski dapat berkontribusi dalam pemenuhan kebutuhan mobilitas
perkotaan, perannya yang tepat terbatas, dan beberapa cara harus
ditemukan untuk menyingkirkan mereka dari sektor pasar dengan
moda lain yang lebih cocok.
Bajaj, yang berbasis respon-terhadap-permintaan dan dapat
mengangkut sampai dengan tiga penumpang seperti halnya
taksi, banyak digunakan di Jakarta, terutama untuk menempuh
perjalanan jarak dekat. Seperti taksi, bajaj dapat bergerak mencari
penumpang atau menunggu di tempat tertentu. Diperkirakan ada
sekitar 13.000 unit bajaj beroperasi di DKI Jakarta (Daerah Khusus

Prakarsa April 2014

Ibu Kota Jakarta). Kebanyakan bajaj, yang dicat oranye, sudah


berusia lebih dari 20 tahun, dan menggunakan mesin bensin dua
tak dengan tingkat emisi yang tinggi. Banyak bajaj yang berada
dalam kondisi yang sudah sangat buruk, bahkan berbahaya.
Bajaj yang lebih baru dan bercat biru memakai bahan bakar gas.
Ada rencana untuk secara bertahap mengganti semua bajaj dengan
kendaraan bertenaga listrik yang bersih. Bajaj mempunyai peran
berguna dalam mengangkut kelompok kecil orang untuk jarak
dekat di sepanjang jalan yang sempit di daerah pemukiman, tetapi
kurang sesuai digunakan di jalan utama, di mana kecepatannya
yang rendah dan desain yang terbuka menjadikan kendaraan dan
penumpangnya rentan. Apabila tersedia layanan transportasi
umum yang lebih formal dan dengan kualitas lebih baik, khususnya
layanan bus, besar kemungkinan permintaan akan bajaj menjadi
sangat berkurang.
Taksi (sedan yang membawa sampai empat penumpang, selain
sopir) merupakan komponen yang signifikan dalam sistem
transportasi publik di seluruh Jakarta. Semua dilengkapi dengan
argo, dan bergerak untuk mencari penumpang atau menunggu di

tempat tertentu, seperti stasiun kereta api, terminal bus, pusat


perbelanjaan, hotel, dan gedung perkantoran.
Terdapat lebih dari 12.000 taksi yang beroperasi di DKI Jakarta,
yang dioperasikan oleh hampir 50 perusahaan, dengan berbagai
ukuran. Beberapa perusahaan besar, seperti taksi Blue Bird dan
Express, masing-masing mengoperasikan beberapa ribu unit
kendaraan. Seperti halnya di kota-kota besar, peran utama taksi di
Jakarta adalah mengangkut penumpang hingga empat orang dari
satu tempat ke tempat lainnya, terutama bila tidak ada koneksi
transportasi umum yang mudah atau langsung.
Meski demikian, sebagian besar kebutuhan yang ada terhadap
taksi dipastikan disebabkan oleh kurangnya alternatif transportasi
umum yang memenuhi syarat. Apabila layanan MRT dan
monorel diperkenalkan, dan peningkatan diterapkan pada
layanan Bus Rapid Transit (BRT) dan layanan bus lainnya, ada
kemungkinan permintaan terhadap taksi akan berkurang secara
substansial. Khususnya, jika kondisi lalu lintas ditingkatkan untuk
memungkinkan kecepatan operasional bus yang lebih tinggi, ini
dapat memicu munculnya layanan bus yang handal dan nyaman

Poin-Poin Utama:
Sistem transportasi umum di Jakarta sangat beragam. Sistem ini meliputi ojek (transportasi sepeda motor), bajaj (becak bermotor,
berpenutup, dengan tiga roda), taksi, dan angkot/mikrolet dengan 914 tempat duduk); dan juga berbagai jenis bus dan kereta api berat,
dan di masa mendatang, layanan Mass Rapid Transit (MRT) dan monorel. Masing-masing moda ini memainkan peran, baik yang lebih
penting maupun yang kurang penting, namun moda-moda tersebut pada saat ini sering digunakan secara tidak efisien.
Baik ojek maupun bajaj berguna untuk perjalanan jarak dekat dan di jalan sempit. Tapi kedua moda ini cenderung berbahaya dan merusak
lingkungan, dan seharusnya peran mereka dikurangi dalam sistem transportasi umum.
Taksi merupakan komponen penting dari sistem transportasi umum di Jakarta. Besarnya permintaan untuk layanan taksi pada saat ini
hampir pasti disebabkan karena kurangnya alternatif yang layak.
Angkot atau mikrolet paling cocok untuk trayek-trayek pendek yang menghubungkan daerah pemukiman dengan pusat komersial
di dekatnya dan terminal-terminal bus. Namun, banyak mikrolet beroperasi pada trayek-trayek panjang di jalan utama, dan
menduplikasi layanan bus.
Bus-bus dalam berbagai ukuran, konfigurasi, dan standar beroperasi dalam jaringan ekstensif di seluruh pelosok Jakarta. Unggulan dari
sistem bus Jakarta adalah Bus Rapid Transit (BRT). Jenis layanan bus lain, dengan berbagai ukuran dan tingkat kenyamanan, meliputi sektor
pasar dan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda.
Tidak ada bus yang beroperasi di Jakarta saat ini yang memenuhi standar internasional untuk desain bus perkotaan, namun kebutuhan
untuk mengganti kendaraan yang semakin tua membuka kesempatan untuk mengatasi persoalan ini. Bus yang lebih besar daripada yang
saat ini beroperasi di kebanyakan trayek dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan, serta mengurangi dampak
lingkungan. Sekali lagi, proses penggantian kendaraan membuka kesempatan untuk meningkatkan keadaan ini. Transisi menuju armada
kendaraan yang lebih kecil dan efisien harus dikelola secara sensitif untuk meminimalisir dampak sosial yang merugikan, berhubung
banyak operator kecil/sopir mengandalkan bus kecil untuk mata pencaharian mereka.
Layanan komuter yang dioperasikan oleh penyelenggara kereta api nasional, dilengkapi dengan sistem monorel dan MRT, yang akan mulai
beroperasi pada tahun 2016 dan 2017, akan meningkatkan kapasitas dan daya tarik transportasi umum. Namun, moda-moda yang sudah
ada akan terus berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar penglaju di seluruh DKI Jakarta.

Prakarsa April 2014

Peran BRT
Bus Rapid Transit (BRT) adalah moda transportasi penumpang
bervolume tinggi, yang menggunakan bus yang dioperasikan di
sepanjang jalur khusus (busway), yang secara fisik terpisah dari lalu
lintas jalan raya lainnya. Di tempat busway bersinggungan dengan
jalan berlalu lintas lainnya, sinyal lalu lintas umum mulai dipakai
untuk memberikan prioritas kepada bus untuk meminimalisir
waktu perjalanan bus. Di persimpangan yang sangat ramai, busway
mungkin bisa dipisahkan lintasannya dengan menggunakan flyover
atau underpass; perangkat tambahan seperti itu tidak diaplikasikan
di Jakarta pada saat ini, namun beberapa telah dimasukkan dalam
rencana pemutakhiran koridor.
Semakin tinggi kecepatan operasional yang dimungkinkan oleh
hak eksklusif penggunaan lahan dan langkah prioritas, ditambah
dengan penggunaan bus berkapasitas tinggi, memungkinkan volume
penumpang yang semakin besar yang dapat diangkut: lebih dari
10.000 penumpang dapat diangkut per jam di setiap arah, jauh lebih
banyak daripada yang bisa dilakukan pada layanan bus konvensional
yang harus berbagi ruang jalan dengan lalu lintas lainnya, atau dengan
mobil pribadi atau sepeda motor.
Namun volume sebesar itu dapat dicapai hanya apabila eksklusivitas
busway ditegakkan dengan efektif, apabila ada prioritas yang efektif
untuk bus di persimpangan, apabila bus berkapasitas tinggi dan
spesifikasi tepat dioperasikan, dan apabila operasional layanan
berjalan secara efisien.
Kapasitas busway memang bukan tidak terbatas, namun: sebagai
patokan, sebuah busway dengan jalur tunggal di setiap arah tidak
bisa mengakomodasi lebih dari 100 bus (tanpa memperhatikan
ukuran) per jam di setiap arah. Oleh sebab itu, untuk kapasitas
penumpang maksimal, perlu dioperasikan bus-bus berukuran
maksimal, yang biasanya berarti mengerahkan bus gandeng
berukuran besar. Di beberapa kota di negara lain, telah digunakan
bus gandeng dobel (bi-articulated bus) yang masing-masing
mengangkut lebih dari 250 penumpang. Penggunaan bus yang lebih
kecil akan mengurangi total kapasitas yang tersedia, dan ini akan
sangat merugikan ketika volume penumpang besar. Juga harus ada
peraturan bahwa pada beberapa perhentian yang memungkinkan
satu bus untuk mendahului yang lain, sehingga dibutuhkan jalur
ganda busway pada bentangan tertentu dari suatu koridor.

dengan kualitas premium, yang menarik tarif lebih tinggi dari bus
yang ada, tetapi lebih rendah dari taksi. Ini akan secara signifikan
memperlemah bisnis taksi, sementara pada saat yang sama
menyediakan bisnis menguntungkan bagi operator bus.
Angkot atau mikrolet beroperasi di seluruh pelosok Jakarta.
Sekitar 16.500 unit beroperasi di kota, pada sekitar 150 trayek.
Pada umumnya pemilik adalah perorangan atau usaha kecil, yang
banyak di antaranya hanya memiliki satu kendaraan. Angkot
dan mikrolet paling cocok digunakan untuk trayek pendek yang
menghubungkan daerah pemukiman dengan pusat komersial di
dekatnya dan terminal bus, di sepanjang jalan yang tidak sesuai
untuk kendaraan-kendaraan yang lebih besar. Meski demikian,
sejumlah besar mikrolet beroperasi pada trayek panjang di jalan

Layanan BRT, terutama di mana konfigurasi bus yang dipilih memerlukan


penyediaan platform yang ditinggikan untuk menaikkan penumpang,
membutuhkan banyak infrastruktur di setiap halte. Ini memerlukan
interval antar-pemberhentian yang lebih panjang daripada yang praktis
untuk layanan bus konvensional. Layanan konvensional membutuhkan
infrastruktur minim, sehingga pemberhentian bus biasanya diberi
jarak yang lebih berdekatan; ini memberi kenyamanan yang lebih bagi
penumpang, dan terutama bermanfaat bagi penumpang jarak pendek.
Peningkatan jarak dari pemberhentian BRT akan memungkinkan
kecepatan pengoperasian yang lebih tinggi, tetapi juga memperpanjang
jarak rata-rata berjalan kaki ke pemberhentian bus, dengan efek buruk
pada kenyamanan penumpang. Oleh karenanya, sampai pada batas
tertentu, layanan BRT dan layanan bus konvensional saling melengkapi
dalam hal melayani sektor-sektor pasar yang berbeda, dengan BRT
melayani penumpang untuk jarak yang lebih jauh dan bus konvensional
melayani mereka yang menempuh jarak yang lebih dekat.
Untuk volume penumpang yang sangat tinggi, yang tidak dapat secara
memadai ditampung oleh layanan BRT, moda dengan kapasitas yang
lebih besar, misalnya kereta api ringan atau berat, harus disediakan.
Layanan kereta api komuter yang dioperasikan oleh perusahaan
kereta api nasional telah memainkan peran penting, yang akan segera
ditingkatkan oleh layanan MRT dan monorel. Pengaturan jarak antara
stasiun kereta api biasanya lebih jauh dibandingkan dengan pengaturan
jarak layanan BRT, dan oleh karena itu, besar kemungkinan akan tetap
ada peran baik bagi BRT maupun layanan bus konvensional, bahkan pada
koridor yang akan dilayani kereta api.
Oleh karena itu, sementara BRT memiliki peran yang penting untuk
dimainkan, peran ini tidak boleh dirancukan dengan peran moda
transportasi umum lainnya. Layanan BRT dan kereta api sangat penting
untuk melayani pergerakan volume tinggi pada koridor utama, namun
layanan-layanan ini harus dilengkapi dengan bus konvensional, mikrolet,
taksi, bajaj, dan bahkan ojek untuk memenuhi permintaan volume yang
lebih kecil, dan di tempat-tempat di mana terdapat pola perjalanan
yang kompleks dan tidak mengikuti koridor-koridor utama. Namun,
setiap moda harus dibatasi pada layanan yang sanggup mereka berikan
secara paling baik, dan untuk itu, langkah-langkah efektif diperlukan
untuk menjamin koordinasi dan integrasi layanan. Persyaratan minimal
untuk pertukaran antar moda, dan pertukaran yang mulus harus dapat
dipenuhi untuk mengatasi hal-hal yang tidak dapat dihindari.

utama, sehingga menimbulkan duplikasi layanan yang dioperasikan


oleh bus yang lebih besar. Trayek-trayek seperti itu akan lebih
efisien jika dioperasikan oleh kendaraan yang lebih besar dalam
yang lebih sedikit, sehingga memerlukan ruang jalan raya yang
lebih kecil per penumpang, dengan biaya operasional yang lebih
rendah, dan menimbulkan lebih sedikit polusi.
Bus dalam berbagai ukuran, konfigurasi, dan standar merupakan
komponen yang paling jelas terlihat dari sistem transportasi
umum, dan beroperasi dengan jaringan trayek yang ekstensif di
seluruh penjuru Jakarta. (Lihat Gambar 1: Infrastruktur Sistem Bus
Jakarta Permasalahan dan Solusi.)
Unggulan dari sistem bus Jakarta adalah sistem BRT yang
dioperasikan oleh TransJakarta (lihat Boks, Peran BRT). Sistem

Prakarsa April 2014

ini terdiri dari busway eksklusif pada 12 koridor trayek, dengan


dua koridor baru akan ditambahkan tidak lama lagi. Koridor yang
pertama (koridor 1, dari Kota ke Blok M) mulai beroperasi pada
tahun 2004, dan sistem Jakarta sekarang mempunyai jarak tempuh
busway tertinggi (170km) di antara busway khusus di dunia.
Terdapat 579 bus terartikulasi dan tunggal dalam armada busway
pada akhir bulan Desember 2013, dan 300 bus lagi akan dikirimkan
pada tahun 2014.
Busway tersebut umumnya berada di sepanjang lajur tengah
dari jalur lalu lintas ganda. Oleh karena itu, sebagian besar
pemberhentian bus berada di tengah jalan, dan diakses melalui
jalur bawah tanah, penyeberangan pejalan kaki sejajar yang diatur
secara sederhana, atau dalam kebanyakan kasus melalui
jembatan. Trayek inti BRT beroperasi sepenuhnya sepanjang jalur
busway, namun semakin lama semakin banyak layanan langsung
yang diperkenalkan, yang beroperasi sebagian di jalur busway dan
sebagian di jalan biasa atau jalan tol. Beberapa dari layanan ini
beroperasi dari dan ke titik-titik di luar DKI Jakarta.
Terdapat sekitar 500 trayek bus non-BRT yang beroperasi di
Jakarta; lebih dari 70 trayek beroperasi di sepanjang koridor
tersibuk, Jalan Sudirman dan Jalan Thamrin, berdampingan dengan
BRT Koridor 1. Masing-masing trayek dioperasikan oleh operator
tunggal (yang mungkin merupakan sebuah perusahaan atau
koperasi yang terdiri dari banyak pemilik perorangan), biasanya
menggunakan satu jenis kendaraan. Menurut sebuah studi JICA,
pada tahun 2010 ada sekitar 1.000 bus berukuran besar dan
2.500 bus berukuran sedang yang beroperasi di DKI Jakarta, tidak
termasuk yang dioperasikan pada sistem BRT. Angka pastinya
sulit diketahui karena beberapa bus berlisensi tidak dioperasikan,
sementara beberapa yang lain dioperasikan secara ilegal tanpa
izin, meski persoalan-persoalan ini sedang ditangani oleh badan
pengatur transportasi daerah (Dinas Perhubungan, atau Dishub).
Jenis-jenis layanan bus yang berbeda di Jakarta itu meliputi sektor
pasar dan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda. Jenis layanan
yang ada termasuk BRT, Patas (yang dilengkapi layanan dengan
perhentian terbatas, baik yang ber-AC maupun yang tidak ber-AC,
umumnya melayani trayek yang lebih panjang), dan bus reguler
(kendaraan dengan standar dasar yang melayani semua perhentian
bus, walaupun dalam praktiknya tidak berhenti di semua
perhentian, dan bus cenderung berhenti di mana saja). Bus reguler
dapat dibagi menjadi bus besar (biasanya dengan badan sepanjang
12 meter, membawa 5070 penumpang) dan bus ukuran sedang
(dengan panjang 89 meter, mengangkut 3050 penumpang).
Beberapa bus ukuran sedang yang baru sudah dilengkapi AC,
namun sebagian besar tidak.
Masing-masing layanan bus dan jenis kendaraan yang berbeda
diperlukan untuk memenuhi berbagai jenis kebutuhan. Saat ini,
penugasan peran tidak selalu tepat: Misalnya, mayoritas layanan
yang disediakan oleh bus ukuran sedang akan lebih efisien bila
disediakan oleh bus ukuran besar. Meski demikian, semua jenis
layanan bus yang saat ini beroperasi diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan sektor-sektor pasar yang berbeda, dan peran masingmasing yang tepat harus diakui.

Apa yang Dilakukan IndII


untuk Membantu
IndII telah dan sedang mendukung DKI Jakarta untuk
meningkatkan standar pelayanan transportasi umum di
provinsi ini melalui Program Peningkatan TransJakarta
(TransJakarta Improvement Program), yang dimulai
pada tahun 2012. Program ini dibagi menjadi dua subkegiatan. Yang pertama difokuskan pada peningkatan
pengelolaan, operasional, dan kinerja keuangan dari
sistem BRT TransJakarta, dengan satu tim ahli bekerja
sama dengan manajemen TransJakarta di kantor
pusat mereka di Cawang. Tim ini memberi saran dan
dukungan praktis dalam operasional sehari-hari serta
memberi dukungan dengan perencanaan strategis
jangka panjang.
Sub-kegiatan kedua lebih luas. Intinya, sub-kegiatan
ini terutama bertujuan untuk meningkatkan pelayanan
transportasi umum non-BRT, khususnya layanan bus
konvensional dan mikrolet yang ada di seluruh Jakarta.
Satu tim tersendiri, yang terdiri dari spesialis dalam
perencanaan transportasi umum, regulasi, operasional
dan perekayasaan, ditempatkan di kantor pusat badan
pengatur transportasi Jakarta (Dishub) dan memberi
dukungan dan saran kepada petugas-petugas kunci
mengenai berbagai persoalan jangka panjang, termasuk
formalisasi sektor transportasi umum, perencanaan
jaringan trayek, desain dan pemeliharaan bus, tarif dan
urusan tiket, serta regulasi.
Dalam waktu dekat tim ini juga memberi dukungan
dengan tugas-tugas yang mendesak, seperti
perencanaan dalam mengerahkan armada sebanyak
346 unit bus yang dibeli oleh Gubernur DKI Jakarta, dan
perencanaan trayek baru yang diusulkan. Tantangan
utamanya adalah untuk mengatasi gangguan terhadap
lalu lintas pada saat berlangsungnya pembangunan
MRT, dan kemudian perlunya melakukan koordinasi
moda-moda transportasi umum jalan dan kereta api
ketika MRT sudah mulai dioperasikan.

Bus yang digunakan untuk layanan reguler memberikan


kenyamanan dan fasilitas yang mendasar. Bus Patas biasanya
memberikan standar kenyamanan yang lebih tinggi; beberapa
di antaranya ber-AC, dan dalam kasus bus ber-AC tarif yang
dibebankan juga lebih tinggi. Beberapa bus, yang diperoleh dalam
keadaan bekas dari Jepang, dikonfigurasi sebagai bus kota dengan
lantai yang relatif rendah untuk menyediakan akses mudah dan
mengakomodasi penumpang berdiri dalam jumlah banyak. Tetapi,
sebagian besar dari bus yang digunakan di Jakarta, selain bus
TransJakarta, lebih cocok untuk perjalanan jarak jauh antarkota,
daripada untuk operasional dalam kota.
Standar internasional yang berlaku saat ini untuk desain bus
perkotaan didasarkan pada konfigurasi lantai yang rendah dengan

Prakarsa April 2014

Transportasi Pribadi Lingkaran Setan yang Harus Dipatahkan


Masalah kemacetan di Jakarta sudah sangat terkenal.
Kemacetan terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa,
kapasitas sistem jalan yang telah ada tidak memadai untuk
volume lalu lintas yang menggunakannya. Dan volume
ini meningkat dari hari ke hari: dilaporkan bahwa jumlah
sepeda motor saja bertambah sekitar 1.000 unit setiap hari.
Mobil pribadi dan sepeda motor, dalam hal ruang jalan yang
dibutuhkan per orang, mempunyai tuntutan yang jauh lebih
besar dibandingkan dengan transportasi umum, khususnya
bus berkapasitas tinggi. Sayangnya, pengalaman di seluruh
dunia menunjukkan bahwa meningkatkan ruang jalan dengan
membangun jalan baru atau melebarkan jalan yang telah ada
hanya menimbulkan lalu lintas baru yang akan mengisi ruang
tambahan tersebut, dan hasilnya jalan justru menjadi lebih
macet daripada sebelumnya. Oleh karena itu, langkah ini bukan
solusi jangka panjang yang layak; bagaimanapun, penyediaan
ruang jalan baru sangat mahal dan juga sangat merusak
lingkungan hidup.
Jakarta dihadapkan pada sebuah lingkaran setan. Layanan
transportasi umum yang tidak menarik menyurutkan minat
pengguna: mereka yang mampu akan beralih ke kendaraan
pribadi, terutama sepeda motor dan mobil. Kendaraan pribadi
tambahan ini menambah kemacetan, memperpanjang waktu
perjalanan bagi semua orang. Transportasi umum menjadi
semakin tidak menarik apabila seorang komuter harus
menghabiskan waktu berjam-jam per minggu dalam kemacetan
lalu lintas, akan jauh lebih menyenangkan baginya untuk
berada dalam kenyamanan dan privasi sebuah mobil pribadi
daripada berdiri di bus komuter yang penuh sesak. Selain itu,
beralihnya penumpang transportasi umum ke transportasi
pribadi juga berarti penurunan pendapatan bagi operator
transportasi, dan lebih sedikit uang untuk dibelanjakan pada
pemeliharaan atau peremajaan armada sehingga kondisi
kendaraan memburuk dan terjadi penurunan kapasitas
sistem secara keseluruhan. Jika harga tiket dinaikkan untuk
mengkompensasi penurunan penumpang, bahkan lebih banyak
orang akan mencari transportasi alternatif. Singkatnya, kualitas
dan daya tarik transportasi umum akan menurun, dan biayanya
akan meningkat.
Diperkenalkannya sistem BRT telah banyak membantu dalam
menangani masalah ini, dan baru-baru ini Gubernur telah
memprakarsai pembelian sejumlah besar armada bus baru
untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas sistem transportasi
umum. Dalam jangka panjang akan ada MRT dan monorel.
Namun, meningkatkan transportasi umum saja tidak akan
cukup. Sebuah bus, sesenyaman apapun, tidak akan pernah
lebih menarik daripada mobil, apabila bus tersebut terjebak
diam di tengah kemacetan. Bahkan BRT masih mengalami
penundaan serius di persimpangan lalu lintas. MRT dan monorel
tidak akan terjebak kemacetan lalu lintas, tetapi tersedia
hanya untuk jumlah penglaju yang relatif kecil, dan mereka
yang bertempat tinggal jauh dari stasiun, yang tidak dengan

mudah terjangkau hanya dengan berjalan kaki, tetap harus


menggunakan jalan yang berlalu lintas padat untuk mengakses
sistem tersebut.
Pemerintah telah lama mengakui bahwa langkah-langkah positif
diperlukan untuk mengurangi penggunaan kendaraan pribadi
dan mendorong penggunaan transportasi umum, dan telah
mengambil tindakan untuk mengatasi masalah tersebut. Aturan
3-in-1 di Jakarta merupakan langkah berani untuk mendorong
tingkat okupansi kendaraan yang tinggi, dan oleh karenanya,
menjadikan pemakaian ruang jalan lebih efektif, meski
dampaknya telah dilemahkan oleh praktik umum membayar
joki untuk ikut naik mobil, hanya agar jumlah penumpang
terpenuhi. Terdapat usul dan rencana untuk membatasi lebih
jauh kendaraan pribadi, termasuk jalan berbayar yang diatur
secara elektronik dan pembatasan penggunaan sepeda motor di
bagian-bagian kota tertentu yang kesemuanya harus disambut
baik. Langkah-langkah lain harus mencakup pembatasan atau
pelarangan parkir yang tegas di jalan tertentu, dan penegakan
atas semua hukum dan peraturan lalu lintas secara tegas.
Beberapa jalan mungkin harus diberi pelarangan untuk
transportasi pribadi, dan hanya dapat diakses oleh transportasi
umum atau ditempuh dengan berjalan kaki.
Prioritas yang lebih banyak juga harus diberikan kepada
transportasi umum, melalui metode seperti pemisahan jalur
bus di jalan di mana bus lain, akan tertunda oleh kemacetan
lalu lintas (ini dilakukan sebagai tambahan atas jalur busway
BRT, dan pada beberapa koridor akan bergerak paralel dengan
busway); dengan mengizinkan bus untuk berbelok kanan, di
mana hal ini dilarang untuk kendaraan lain; dan mengizinkan
bus untuk beroperasi melawan arus lalu lintas di jalan satuarah pada jalur bus yang dipisahkan. Pemberhentian bus
khusus, dengan naungan atap bila perlu, harus disediakan
pada lokasi-lokasi yang nyaman, dengan pengaturan jarak
yang sesuai, di sepanjang jalan yang dilayani oleh bus,
tidak hanya pada koridor-koridor utama. Selain itu, akses
atas layanan transportasi umum harus difasilitasi dengan
menegakkan peraturan mengenai penggunaan trotoar,
sehingga semua pejalan kaki, termasuk pengguna transportasi
umum, dapat memakai semua trotoar yang tersedia di kota
dengan aman dan tanpa hambatan.
Paket tindakan seperti itu dapat membalikkan lingkaran
setan yang terjadi. Layanan bus akan menjadi lebih cepat,
lebih menyenangkan, dan lebih nyaman; menjadikan waktu
perjalanan lebih singkat dan meningkatkan pendapatan per
kilometer, sehingga memungkinkan harga tiket untuk tetap
rendah sementara meningkatkan tingkat keuntungan dengan
subsidi minimal atau tanpa subsidi sama sekali. Orang akan
bepergian lebih cepat, lebih aman di seluruh penjuru kota yang
lebih bersih, lebih sehat, dan lebih menyenangkan.
Pesan utamanya sudah jelas: peningkatan transportasi
umum harus berjalan seiring dengan langkah positif untuk
mengendalikan penggunaan kendaraan pribadi. Jika tidak,
bepergian di Jakarta akan terasa tidak tertahankan.

Prakarsa April 2014

Gambar 1: Infrastruktur Sistem Bus Jakarta Permasalahan dan Solusi


Masalah

Layanan yang menyulitkan

Layanan tidak nyaman

Sebab utama

Penanggulangannya

Sistem pengoperasian yang informal dan struktur tarif rata


mendorong terbentuknya trayek-trayek pendek

Jaringan trayek yang menyediakan lebih banyak sambungan


langsung, mensyaratkan adanya struktur tarif yang lebih
kompleks; diperlukan struktur yang lebih formal

Penyediaan pemberhentian bus dan halte bus khusus yang


tidak konsisten

Penyediaan pemberhentian bus dan halte bus dalam jarak yang


sesuai sepanjang semua trayek, dan penegakan penggunaannya

Kendaraan dengan desain dan spesifikasi buruk

Penyediaan kombinasi jenis kendaraan yang sesuai dalam


jumlah yang memadai

Kombinasi armada bus yang tidak sesuai


Kapasitas yang tidak memadai berakibat pada kelebihan
kapasitas penumpang

Peningkatan penggunaan kendaraan melalui praktik


pengoperasian yang lebih baik

Kemacetan lalu lintas: kapasitas jalan tidak memadai untuk


volume lalu lintas; pengelolaan lalu lintas yang buruk; penegakan
peraturan lalu lintas yang buruk

Prioritas bagi transportasi umum


Pembatasan pemakaian sarana transportasi pribadi

Armada transportasi umum dalam kondisi buruk dan tidak aman

Sediakan fasilitas pemeliharaan bus resmi; hapus praktik


pengoperasian tidak efisien yang membatasi penghasilan
dana untuk pemeliharaan dan penggantian; tingkatkan
penegakan peraturan

Biaya transportasi tinggi bagi masyarakat


berpenghasilan rendah

Praktik pengoperasian yang tidak efisien mengakibatkan


peningkatan biaya

Formalkan industri bus

Kondisi bagi pejalan kaki yang sulit dan tidak


aman, sehingga tidak mendorong orang untuk
berjalan kaki dan membatasi akses terhadap
transportasi umum*

Fasilitas buruk bagi pejalan kaki


Buruknya penegakan peraturan; buruknya desain dan
pemeliharaan infrastruktur

Tingkatkan standar dan penegakan hukum

Layanan yang tidak dapat diandalkan


Kecepatan layanan rendah, waktu perjalanan
yang berlebihan
Standar keselamatan rendah
Tingkat emisi gas buangan yang berlebihan

*Keadaan seperti ini sangat sulit untuk penyandang disabilitas. Lihat artikel di h. 23 mengenai topik ini lebih lanjut.

pintu penumpang yang lebar (biasanya dua atau tiga pintu pada
kendaraan dengan ukuran paling besar) yang menyediakan
akses yang cepat, nyaman, dan aman saat naik dan turun bagi
semua penumpang. Kemudahan akses ini relevan untuk semua
penumpang, tetapi terutama bagi mereka yang menyandang
gangguan mobilitas atau yang membawa barang atau anak kecil.
Tidak ada bus yang beroperasi di Jakarta saat ini yang memenuhi
standar ini, namun kebutuhan untuk mengganti kendaraan yang
sudah tua memberikan kesempatan untuk mengatasi persoalan ini.
Yang juga menjadi perhatian adalah campuran ukuran bus, dengan
dominasi bus ukuran sedang. Sebagai aturan umum, untuk layanan
bus perkotaan dengan volume penumpang yang tinggi, kendaraan
yang paling efisien adalah yang berukuran terbesar yang dapat
dengan aman dan mudah digunakan dalam batasan sistem jalan
yang ada. Pada beberapa trayek di Jakarta, termasuk banyak yang
digunakan oleh angkutan kota atau bus berukuran sedang, bus
terartikulasi yang menampung hingga 200 penumpang, termasuk
penumpang berdiri, dapat digunakan dengan aman, bahkan di
jalan biasa; di sebagian besar trayek, bus standar dengan dektunggal sepanjang 12 meter praktis untuk dipakai. Bus yang
lebih besar menggunakan ruang jalan secara lebih ekonomis dan
memerlukan jumlah sopir yang lebih sedikit. Selain itu, modal
dan biaya operasional per penumpang/km selama masa pakai
kendaraan, serta emisi gas buangnya, lebih rendah daripada busbus yang lebih kecil.
Sekali lagi, proses penggantian kendaraan akan memungkinkan
bus-bus yang lebih kecil untuk secara bertahap digantikan
dengan bus-bus yang lebih besar, sehingga memungkinkan
berkurangnya jumlah keseluruhan bus. Akan terus ada
kebutuhan terbatas untuk bus-bus berukuran lebih kecil,
misalnya pada trayek di mana permintaan rendah atau kondisi
jalan tidak cocok untuk bus yang lebih besar. Banyak orang
menggantungkan mata pencaharian mereka pada bus kecil, dan

transisi menuju armada kendaraan yang lebih kecil dan lebih


efisien penting untuk dikelola secara sensitif dan bertahap,
untuk meminimalisir dampak sosial yang merugikan.
Peran yang dimainkan layanan komuter yang dioperasikan
oleh penyelenggara kereta api nasional juga cukup besar.
Layanan kereta api ini akan dilengkapi dengan sistem
monorel dan MRT, yang masing-masing akan mulai
beroperasi pada tahun 2016 dan 2017. Layanan-layanan baru
ini akan meningkatkan kapasitas dan daya tarik transportasi
umum pada masing-masing koridor, namun moda-moda
yang sudah ada akan terus berlangsung untuk memenuhi
kebutuhan sebagian besar penglaju di seluruh DKI Jakarta. n
Tentang para penulis:
Richard Iles adalah spesialis dalam perencanaan, organisasi, dan
pengelolaan sistem transportasi umum, dengan pengalaman
hampir 50 tahun di industri transportasi jalan, baik sebagai manajer
maupun konsultan. Berasal dari Inggris, ia telah bekerja di lebih
dari 30 negara, terutama di negara-negara berkembang. Ia pernah
terlibat dalam beberapa proyek konsultasi transportasi di Indonesia,
dimulai dengan studi logistik nasional pada tahun 1975, dan saat
ini bekerja pada sebuah proyek IndII untuk mendukung DKI dalam
meningkatkan pelayanan transportasi umum berbasis jalan di
Jakarta. Bukunya Transportasi Umum di Negara Berkembang
diterbitkan pada tahun 2005.
Menyebut dirinya sendiri sebagai penggemar pendidikan transportasi
umum, Rudi Wahyu Setiaji adalah konsultan IndII. Ia memulai
karirnya sebagai asisten peneliti di Laboratorium Rekayasa Jalan
dan Lalu Lintas di Institut Teknologi Bandung, di mana ia mengambil
spesialisasi dalam bidang manajemen lalu lintas, operasional dan
manajemen kereta api, dan perencanaan transportasi umum. Ia juga
mengajar perencanaan transportasi di Departemen Perencanaan
Perkotaan dan Wilayah, Universitas Diponegoro, sebelum bergabung
dengan program IndII.

Prakarsa April 2014

TransJakarta: Janji Kinerja

Jumlah penumpang yang menggunakan TransJakarta tidak bertambah sesuai dengan


penambahan koridor, malah menurun dalam beberapa tahun terakhir ini.
Atas perkenan IndII

TransJakarta belum memenuhi potensinya untuk memberikan pelayanan yang aman, nyaman,
dan dapat diandalkan, yang terintegrasi baik dengan moda transportasi lain dan yang
berkontribusi terhadap pengurangan kemacetan di Jakarta. Namun, fokus pada perencanaan
yang tepat, pembangunan kapasitas, investasi, keterlibatan sektor swasta, dan strategi terkait
dapat mendorong TransJakarta untuk memenuhi janjinya. Oleh Tom Elliott

Angka ini mewakili proporsi sangat kecil dari jutaan


perjalanan yang dilakukan orang di Jakarta setiap hari
ke segala penjuru kota. Bagi yang tidak bepergian
naik mobil atau sepeda motor, tersedia ojek, bajaj,
angkot, dan lebih dari 500 trayek bus lainnya serta

Gambar 1: Penumpang Busway TransJakarta 20042013


(Termasuk penumpang dengan tiket gratis tetapi tidak
termasuk bulan Desember 2013)
140.000.000
120.000.000

Tiket Penumpang Terjual

Di dalam sistem transportasi umum Jakarta, sistem


busway TransJakarta atau bus rapid transit (BRT)
sepanjang 170km menawarkan solusi parsial
terhadap permasalahan kemacetan Jakarta. Pada
tahun 2013, lebih dari 360.000 orang bepergian
menggunakan busway setiap harinya, menurut
penghitungan manual yang dilakukan di 270 halte
TransJakarta (lihat Gambar 1).

100.000.000
80.000.000
60.000.000
40.000.000
20.000.000
0

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

2013

15,926 20,799 38,811 61,439 74,619 82,377 86,937 114,78 111,250 101,950

10

Prakarsa April 2014

kereta api, dan pada 2018, MRT dan monorel (lihat


Sistem Transportasi Umum Jakarta: Sebuah Tinjauan
di halaman 4). Meski demikian, TransJakarta masih
menuai lebih banyak perhatian media daripada
sebagian besar moda transportasi lain di Jakarta, dan
seringkali dengan alasan yang negatif.
Busway kini berusia sepuluh tahun. Jumlah
penumpang terus bertambah dari 2004 hingga
2011, tapi hanya karena dibukanya koridor. Belum
ada pertumbuhan yang signifikan pada jumlah
penumpang yang melalui Koridor 19. Selain
itu, belum ada pergeseran nyata dari pengguna
mobil atau motor ke TransJakarta. Malah, jumlah
penumpang menurun dari 2011 hingga 2013
meski ada tiga koridor baru yang dibuka. Hal ini
mengindikasikan adanya persoalan dengan sistem
busway itu sendiri, pengelolaannya, dan kinerjanya
dalam hal memenuhi perannya dalam transportasi
umum untuk salah satu kota termacet di dunia.

Tanggung jawab untuk mengelola dan menjalankan


sistem jatuh pada badan pengawas transportasi
daerah (Dinas Perhubungan, atau Dishub). Biaya
operasional meningkat secara signifikan karena
perluasan koridor, naiknya biaya pemeliharaan
tahunan, dan biaya tenaga kerja. Pada tahun 2014,
setelah proyeksi penjualan tiket, lebih dari 75 persen
biaya operasional TransJakarta akan disubsidi. Jika
jumlah penumpang masih statis di angka 360.000
pada tahun 2014, setiap perjalanan penumpang
akan disubsidi di tingkat hampir dua kali lipat harga
perjalanan standar (Rp 3.500). Ini akan menciptakan
posisi keuangan yang tidak berkelanjutan untuk
masa mendatang.
Mengapa TransJakarta tidak menarik minat lebih
banyak penumpang? Alasan utama adalah karena
Standar Pelayanan Minimal1 (SPM) untuk busway
tidak terpenuhi. Selama jam-jam padat, bus dan halte
kelebihan kapasitas dan hal itu membuat pengalaman

Poin-Poin Utama:
TransJakarta hanya melayani proporsi kecil dari jutaan perjalanan yang dilakukan orang-orang di Jakarta. Jumlah penumpang terus
bertambah dari 2004 hingga 2011, tapi itu hanya karena dibukanya koridor-koridor baru. Belum ada pergeseran yang signifikan dari
pengguna mobil dan motor menjadi penumpang TransJakarta. Malah, jumlah penumpang menurun dari tahun 2011 hingga 2013. Hal
ini sebagian besar disebabkan oleh masalah kenyamanan dan keterandalan.
Tanggung jawab untuk mengelola dan menjalankan sistem jatuh pada badan pengawas transportasi daerah (Dinas Perhubungan,
atau Dishub). Sistem ini disubsidi terlalu besar, menciptakan posisi keuangan yang tak berkelanjutan untuk masa depan.
Tidak ada perbaikan cepat untuk meningkatkan kinerja operasi TransJakarta. Upaya untuk membeli lebih banyak bus hanya akan
membantu jika dilakukan dalam konteks perencanaan yang baik dengan investasi memadai pada infrastruktur dan sistem tiket
modern bagi penumpang.
Proposal untuk perbaikan kinerja meliputi strategi kelembagaan, perencanaan dan investasi, penumpang, dan pembangunan
kapasitas. Solusinya sederhana dari segi perencanaan, tapi sulit untuk diterapkan.
Target sekitar 650.000 penumpang per hari dan pengurangan besar subsidi mungkin dilakukan sebelum tahun 2018 jika
pendekatan pemasaran, investasi, dan kinerja yang mendukung naskah Rencana Usaha TransJakarta diadopsi. Keputusan untuk
membentuk perusahaan negara baru untuk mengawasi pelayanan dan pengembangan masa depan TransJakarta merupakan awal
yang menjanjikan untuk tahun 2014.
Badan TransJakarta baru harus: berinvestasi pada depot bus milik pemerintah dan sarana pengisian bahan bakar layak yang
berlokasi strategis; mengembangkan alternatif untuk menggunakan dana modal yang langka untuk membeli bus-bus milik
pemerintah; berinvestasi pada infrastruktur koridor; melakukan perencanaan yang tepat; mengembangkan kemampuan dan
keterampilan teknis di dalam organisasi baru TransJakarta; dan mengatur lalu lintas mobil dan motor dengan memungut denda
untuk menggunakan koridor busway dan meningkatkan biaya parkir di pusat-pusat niaga kota.

11

Prakarsa April 2014

Mengapa TransJakarta tidak menarik minat lebih banyak penumpang?


Alasan pokoknya adalah karena Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
busway tidak terpenuhi.
buruk bagi para penumpang. TransJakarta secara
konsisten tidak dapat diandalkan untuk membawa
penumpang sampai ke tempat kerja secara tepat
waktu. TransJakarta jarang, kalaupun pernah,
memenuhi sasaran untuk tiba di halte secara tepat
waktu dan teratur. Janji kedatangan bus setiap dua
menit antara pukul 6 hingga 10 pagi pada hari Senin
hingga Jumat di Koridor 1, misalnya, tidak menjadi
kenyataan. Pada akhirnya, sepeda motor merupakan
pilihan yang lebih baik.
Yang Dapat Dilakukan
Tidak ada perbaikan cepat untuk meningkatkan
kinerja operasional TransJakarta. Upaya saat ini
untuk membeli lebih banyak bus akan meningkatkan
kapasitas bus, tapi tanpa intervensi lain, peningkatan
keseluruhan mungkin akan minimal. Bus ukuran kecil
dan besar digunakan di busway tanpa perencanaan
yang tepat. Investasi yang memadai pada infrastruktur
dan sistem tiket penumpang (lihat Memahami
Struktur Tarif dan Sistem Tiket Transportasi Umum di
Jakarta di halaman 17) diperlukan jika penambahan
bus diharapkan memberi pengaruh yang diinginkan.
Strategi yang disarankan untuk peningkatan
kinerja memiliki rancangan sederhana, namun
sulit untuk diterapkan. Strategi-strategi tersebut
memerlukan kepemimpinan kuat dari pemangku
kepentingan utama Jakarta. Empat strategi
telah diusulkan untuk mengembangkan kinerja
berkelanjutan bagi TransJakarta:
Strategi Kelembagaan: Mendirikan perusahaan yang
dimiliki dan dijalankan pemerintah berdasarkan
konsep pengelolaan sistem busway, hubungan
antarlembaga, dan kebijakan peraturan yang kuat.
Strategi Perencanaan dan Investasi: Mengembangkan
dan melaksanakan rencana usaha lima tahun yang
didukung oleh investasi modal yang kuat dari
pemerintah pada koridor, depot, dan teknologi transit,

12

dengan sasaran kinerja dan sistem pengukuran untuk


akuntabilitas umum.
Strategi Penumpang: Penegakan SPM yang menangani
enam bidang kebutuhan utama penumpang:
Keterandalan/Keteraturan; Keamanan; Keselamatan;
Keterjangkauan; Kenyamanan dan Kemudahan
Penggunaan; dan Kesetaraan.
Strategi Pembangunan Kapasitas: Mengembangkan
sistem pengelolaan dan operasional. Memutakhirkan
kapasitas tim di dalam TransJakarta untuk
merencanakan dan mengelola layanan bagi
penumpang, dan menjamin agar mereka dapat
mengendalikan kinerja operasional harian busway.
Target kinerja konservatif berupa sekitar 650.000
penumpang per hari dan pengurangan subsidi hingga
Rp 20 miliar per tahun (dari tingkat proyeksi jumlah
saat ini yang sekitar Rp 83 miliar pada tahun 2014)
merupakan sasaran yang mungkin tercapai pada
tahun 2018 jika pendekatan pemasaran, investasi,
dan kinerja yang mendukung naskah Rencana
Usaha TransJakarta diadopsi. Mengkaji pendekatan
untuk kontrak-kontrak operator bus juga dapat
menguntungkan penumpang.
Awal Baru yang Menjanjikan
Keputusan membentuk perusahaan pemerintah baru
untuk mengawasi pelayanan dan pengembangan
masa depan TransJakarta merupakan awal yang
menjanjikan untuk 2014. Badan baru ini diharapkan
akan mengambil alih organisasi pada pertengahan
2014. Namun, Badan ini akan menghadapi tantangantantangan sulit terkait harapan jangka pendek
masyarakat dan pengembangan jangka panjang
yang berkelanjutan. Di bawah ini adalah beberapa
prioritas yang harus dipertimbangkan oleh Badan baru
bersama-sama dengan Dishub:
Melakukan investasi pada depot bus milik
pemerintah dan fasilitas pengisian bahan
bakar layak yang berlokasi strategis. Ini akan

Prakarsa April 2014

meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan


busway, dan penting bagi kinerja operasional.
Diperkirakan, lebih dari 200 jam pelayanan hilang
setiap harinya saat operator TransJakarta berusaha
mengisi bahan bakar bus CNG. Operator harus
menyewa kembali fasilitas depot sebagai bagian dari
revisi model kontrak untuk pelayanan.
Mengembangkan alternatif untuk menggunakan
dana modal yang langka untuk membeli bus milik
pemerintah. Layanan bus dapat dikontrakkan ke
industri bus besar di sektor swasta di Indonesia tapi
menyertakan komponen modal untuk memungkinkan
pembelian bus sektor swasta (dengan spesifikasi yang
memastikan model bus cocok untuk panjang trayek,
jumlah penumpang yang diperkirakan, dan sebagainya)
merupakan pilihan yang lebih baik. Efeknya, akan
ada lebih banyak modal untuk dibelanjakan untuk
halte, perbaikan jalur busway, dan sistem informasi
penumpang. Selain itu, operator akan memiliki lebih
banyak kepentingan untuk menjamin agar bus mereka
lebih terawat dan lebih dapat diandalkan.
Melakukan investasi pada infrastruktur koridor. Ini
penting untuk pencapaian kinerja jangka panjang
dan peningkatan kapasitas layanan. Langkah-langkah
yang harus diambil termasuk menambah jumlah
bus gandeng yang ditentukan secara tepat, yang
mampu membawa banyak penumpang dengan cepat;
meningkatkan kualitas aspal busway; melebarkan jalur
busway agar bus dapat lewat; menyediakan prioritas
bus di persimpangan; dan perbaikan halte.
Melakukan perencanaan yang tepat. Perencanaan
yang dilakukan secara berhati-hati terhadap sasaran
investasi dan peningkatan pelayanan sangat
penting demi peningkatan yang berkesinambungan.
Perencanaan harus dilakukan bersama Dishub guna
menjamin terjadinya integrasi dengan layanan bus dan
moda transportasi umum lainnya.
Mengembangkan kemampuan dan keterampilan
teknis dalam organisasi baru TransJakarta. Ini akan
menjamin hubungan antarlembaga yang lebih baik,
perencanaan yang lebih baik, dan pada akhirnya
kendali yang lebih baik terhadap layanan busway yang
teratur dan dapat diandalkan.

Atur lalu lintas mobil dan sepeda motor dengan


memungut denda untuk penggunaan jalan sepanjang
koridor busway dan meningkatkan biaya parkir
di pusat-pusat niaga kota. Ini akan meneruskan
kemajuan yang telah dicapai melalui peraturan/
peningkatan denda untuk mensterilkan jalur
busway. Merencanakan waktu dijalankannya langkahlangkah ini dengan meningkatkan kapasitas busway,
dan bekerja bersama lembaga pemerintah lain dan
industri bus sektor swasta juga sangat penting bagi
peningkatan jangka panjang.
Keberhasilan itu Mungkin Dicapai
Kinerja TransJakarta bukanlah tentang di mana
TransJakarta diposisikan dibandingkan dengan
sistem-sistem BRT lain di dunia. Melainkan tentang
menetapkan sasaran penumpang, sasaran keuangan,
dan standar pelayanan dan mengembangkan sistem
kelola dan operasional untuk mencapai sasaran kinerja
yang diatur pemerintah.
TransJakarta dapat memberikan kinerja yang
diinginkan para pemangku kepentingan dan warga
Jakarta, dan memenuhi perannya sebagai bagian dari
sistem transportasi kota yang lebih luas. Diperlukan
waktu dan kesabaran, serta kepemimpinan yang
kuat dari perusahaan baru, perencana dan pengatur
transportasi, dan partisipasi yang terus-menerus dari
komunitas TransJakarta. n

CATATAN
1. Standar Pelayanan Minimal (SPM) sudah ada sejak beberapa
waktu lalu. Namun, baru-baru ini SPM ditulis ulang dengan konteks
peraturan provinsi baru yang didasarkan pada UU nasional. Standar
yang baru kini digunakan untuk mendukung kualitas pelayanan
yang diperoleh penumpang. Standar ini merupakan dokumen resmi
dengan definisi, langkah, dan sasaran yang sangat ditentukan.
Tentang penulis:
Tom Elliott adalah pimpinan program IndII untuk Peningkatan
TransJakarta. Artikel ini ditulis berdasarkan pekerjaan yang dilakukan
oleh tim konsultan lapangan IndII untuk mengembangkan strategi
peraturan dan kinerja, serta rencana implementasi lima tahun yang
dikembangkan bersama TransJakarta antara bulan November 2012
hingga Maret 2014.

13

Prakarsa April 2014

Jadi, Mau Jalan-Jalan?

Kendaraan, pedagang kaki lima, dan pejalan kaki saling berebut menggunakan jalan yang
sempit merupakan pemandangan khas jalanan di Jakarta.

Foto oleh Rahmad Gunawan

Banyak rintangan yang harus dihadapi oleh pejalan kaki di Jakarta. Namun, penelitian mengenai
walkability (ukuran keramahan suatu daerah untuk berjalan kaki) dapat mendukung pembuat
kebijakan dalam menangani persoalan ini. Oleh Peter Midgley
Berjalan kaki di sebagian besar kota-kota terutama di Asia
Tenggara bukan hal yang mudah, Tetapi, di Jakarta ini hampir
mustahil dilakukan. Dengan nilai lahan jalan yang sangat
tinggi, sebagian besar dialokasikan untuk lalu lintas, sehingga
lahan untuk trotoar hanya sedikit dan berjauhan serta terlalu
sempit (lebar kurang dari dua meter) atau bahkan sama
sekali tidak tersedia.

jalan). Di sebagian besar lokasi di Jakarta, sepertinya terdapat


aturan tak tertulis bahwa trotoar jelas bukan untuk digunakan
oleh pejalan kaki tetapi merupakan tempat yang dimaksudkan
untuk memarkir sepeda motor dan mobil, atau mendirikan
warung kaki lima. Semua orang melakukannya dan banyak
orang mendapatkan penghasilan dari penarikan biaya atas hak
parkir kendaraan atau mendirikan warung.

Jumlah trotoar yang tidak memadai di Jakarta dibuktikan oleh


fakta bahwa Jakarta memiliki jalan sepanjang 7.200 kilometer,
sedangkan panjang trotoar hanya 900 kilometer. Trotoar
yang cukup lebar untuk berjalan kaki masih jarang, dan hanya
ditemui di sepanjang jalan raya utama dan di kawasan bisnis
yang baru dibangun. Sayangnya, itu merupakan daerah yang
jarang dilewati pejalan kaki.

Lebih parah lagi, ketika lalu lintas macet total (dan ini sering
terjadi) di sepanjang jalan yang memiliki trotoar yang memadai,
pejalan kaki harus berbagi trotoar dengan motor (dan bahkan
mobil) yang naik dan melaju di sepanjang trotoar untuk
menghindari macet.

Di tempat lain, yang memang dilewati pejalan kaki, trotoar yang


tersedia hanya sedikit seringkali terhalang oleh motor-motor
yang diparkir dan pedagang kaki lima (PKL), sehingga orang
terpaksa berjalan di jalan (yang mengurangi kapasitas lajur

14

Banyak jalur pejalan kaki yang rusak akibat kurangnya


pemeliharaan atau hilangnya papan beton penutup selokan,
menjadikannya berbahaya untuk berjalan kaki, terutama saat
gelap. Terdapat juga tiang-tiang tidak berguna dan trotoar
yang rusak sehingga pengendara motor pun bahkan enggan
menggunakannya untuk parkir atau untuk menghindari
kemacetan tetapi tetap saja tidak bisa digunakan untuk
berjalan kaki.

Prakarsa April 2014

Gambar 1: Parameter Survei Lapangan Walkability


Clean Air Asia
No

Parameter

Keterangan

Konflik Sarana Jalur


Pejalan Kaki

Tingkat konflik antar pejalan kaki dan moda lain di


jalan seperti sepeda, sepeda motor, dan mobil

Ketersediaan Jalur
Pejalan Kaki

Kebutuhan, ketersediaan, dan kondisi jalur pejalan


kaki. Parameter ini merupakan perubahan dari
parameter Pemeliharaan dan Kebersihan dalam
Global Walkability Index (Indeks Walkability Global)

Ketersediaan Jalur
Penyeberangan

Ketersediaan dan panjang jalur penyeberangan untuk


menjelaskan apakah pejalan kaki cenderung untuk
jaywalk (menyeberang di sembarang tempat ) ketika
tidak ada jalur penyeberangan atau jarak antara jalur
penyeberangan yang ada terlalu jauh

Nilai Keselamatan Jalur


Penyeberangan

Paparan moda lain saat menyeberang jalan waktu


yang diperlukan untuk menunggu dan menyeberang
jalan, dan waktu yang diberikan bagi pejalan kaki
untuk menyeberang dengan lampu penyeberangan

Perilaku Pengendara
Kendaraan Bermotor

Perilaku para pengendara kendaraan bermotor


terhadap pejalan kaki sebagai indikator jenis
lingkungan pejalan kaki

Fasilitas

Ketersediaan fasilitas pejalan kaki, seperti bangku,


lampu jalan, toilet umum, dan pepohonan, yang
secara signifikan meningkatkan daya tarik dan
kenyamanan lingkungan pejalan kaki, dan juga,
lingkungan sekitarnya

Infrastruktur untuk
Penyandang Difabel/
Disabilitas

Ketersediaan, penempatan, dan pemeliharaan


infrastruktur bagi penyandang difabel/disabilitas

Penghalang

Adanya penghalang permanen dan temporer


pada jalur pejalan kaki. Ini sangat berpengaruh
pada lebar efektif jalur pejalan kaki dan dapat
mengakibatkan ketidaknyamanan bagi pejalan kaki

Keamanan dari Tindak


Kriminal

Perasaan secara umum terhadap keamanan dari


tindak kriminal pada bagian-bagian tertentu dari jalan

Jelas berjalan kaki sangat penting dan semua orang bahkan


pengguna mobil dan motor pasti juga berjalan kaki di tempattempat tertentu dalam perjalanan mereka di Jakarta maupun
di seputar Jakarta. Berjalan kaki juga memberikan akses ke
dan dari layanan transportasi umum. Juga sangat penting
bagi perempuan yang sangat mengandalkan transportasi
umum. Selain itu juga menjadi sarana mobilitas satu-satunya
bagi warga kurang mampu yang seringkali tidak punya
alternatif lain. Oleh karena itu, jalur pejalan kaki adalah sarana
transportasi yang sangat penting dan harus dipenuhi. Lihat Boks
1 mengenai sebuah prakarsa yang mendorong terwujudnya
walkability (kenyamanan berjalan kaki) dan menganjurkan
kegiatan berjalan kaki di Indonesia, www.jalan-kaki.org.
Dan sepertinya Gubernur Jakarta, Joko Jokowi Widodo,
sependapat. Menurut pemberitaan The Jakarta Post1, ia
menggambarkan kondisi trotoar sebagai tidak manusiawi
dan gagal menyediakan keselamatan yang memadai bagi
pejalan kaki, serta menambahkan bahwa perbaikan dan
konstruksi akan segera dimulai. Pemerintah selama masa
jabatannya telah menetapkan target untuk membuat trotoar
dengan paving sepanjang semua jalan raya di seluruh Jakarta
hingga akhir 2014 dalam upaya memberikan keamanan dan
kenyamanan bagi pejalan kaki. Ini merupakan target yang

Sebuah Prakarsa untuk


Walkability Indonesia
Program Alumni of the Australia Awards orang Indonesia
penerima beasiswa dari Australia yang sangat kompetitif
untuk melanjutkan pendidikan mereka yang berkaitan
dengan pembangunan Indonesia di universitas-universitas
Australia telah membangun sebuah pusat informasi dan
dukungan bagi semua orang di Indonesia untuk terlibat
dalam isu-isu terkait walkability. Situs mereka, www.jalankaki.org, merupakan sumber artikel dan berbagi informasi
penelitian dan mempromosikan manfaat berjalan kaki
yang menggunakan bahasa Indonesia. Selain penelitian
dan artikel, situs tersebut memberikan dorongan kepada
para pejalan kaki, menjelaskan manfaat kesehatan dan
memberikan kiat mengenai cara menghindari kebosanan
selama berjalan kaki.
Situs ini dibuat oleh Tim Infrastruktur dari Alumni
Reference Group (ARG) Australia Awards. Ini merupakan
salah satu dari beberapa kegiatan yang mereka lakukan,
kegiatan lainnya antara lain kajian, yang dirancang
untuk melengkapi penelitian serupa oleh Bank
Pembangunan Asia di kota-kota lain, terkait walkability
dan sarana pejalan kaki di Padang, Yogyakarta, dan
Mataram. (Kajian tersebut mengungkapkan bahwa
masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan
situasi di ketiga lokasi tersebut.)
Sebagaimana disinggung di situs Web ARG, Alumni
Reference Group (ARG) Indonesia Australia Awards
diresmikan pada bulan Juni 2010 dan mewakili lebih
dari 10.000 alumni Penghargaan Pemerintah Australia di
Indonesia. ARG memberikan masukan kepada Pemerintah
Indonesia dan Australia untuk mendukung dalam
perumusan kebijakan masa mendatang.

ambisius, terutama karena trotoar yang diajukan sepertinya


akan selebar delapan meter, dengan pohon-pohon di tepi
jalan, termasuk pembangunan toko-toko kecil dan penyediaan
bangku-bangku.
Dinas Pertamanan dan Pemakaman Jakarta memiliki
rencana untuk melaksanakan peningkatan tersebut (lihat
Boks 2). Namun, merupakan tugas yang berat untuk
membangun trotoar baru, meningkatkan yang sudah
ada, dan menjamin bahwa trotoar tidak dilanggar oleh
pengendara sepeda motor dan PKL.
Survei komprehensif mengenai kondisi trotoar saat ini dengan
mempertimbangkan walkability merupakan alat yang berharga
dalam memenuhi tujuan-tujuan tersebut. Walkability adalah
pengukuran seberapa bersahabatnya sebuah kawasan untuk
dipakai berjalan kaki. Ini dapat diperoleh dengan melakukan

15

Prakarsa April 2014

Strategi Jakarta untuk


Jalur Pejalan Kaki
Sebuah dokumen yang dikeluarkan oleh Dinas
Pertamanan dan Pemakaman Jakarta, Upaya Pemda
DKI Jakarta dalam Meningkatkan Fasilitas Pejalan
Kaki di Jakarta (dapat diunduh dari www.jalan-kaki.
org) memberikan wawasan terhadap peningkatan
jalur pejalan kaki yang telah direncanakan dan
diselesaikan. Dokumen itu mencantumkan strategi
pembangunan menyeluruh atas lima komponen:
1. Membangun dan menambah jalur pejalan kaki
baru setiap tahunnya.
2. Melebarkan jalur pejalan kaki yang ada, idealnya
berukuran 48 m.
3. Melibatkan peran serta masyarakat, terutama
pemilik lahan yang berbatasan langsung dengan
jalur pejalan kaki.
4. Meningkatkan kualitas jalur pejalan kaki dengan
menambahkan fasilitas pendukung seperti ramburambu, bangku, dan tiang bollard (tiang pendek
untuk menjaga pejalan kaki di trotoar dari bahaya
yang bisa diakibatkan oleh kendaraan bermotor).
5. Meningkatkan lanskap sepanjang jalur pejalan kaki
dengan penanaman pohon peneduh dan tanaman
semak untuk meningkatkan estetika.
Menurut dokumen ini, upaya yang dilakukan saat ini dan
nantinya mencakup:
1. Membangun jalur pejalan kaki yang memadai baik
dari sisi fungsi, estetika, dan ekologis.
2. Melanjutkan kegiatan pembangunan jalur pejalan
kaki di kawasan strategis, lengkap dengan akses
bagi penyandang disabilitas.
3. Pemasangan rambu untuk penyandang
disabilitas sepanjang jalan Thamrin-Sudirman
dan daerah sekitarnya dimulai dari sisi barat
dan dilanjutkan sisi timur.
4. Melaksanakan pemeliharaan jalur pejalan kaki
yang sudah ada.

audit walkability yang mengumpulkan data kuantitatif


maupun kualitatif pada lingkungan pejalan kaki. Metode audit
semacam itu telah dikembangkan oleh Clean Air Asia2 (CAA).
CAA menggunakan survei walkability lapangan untuk menilai
infrastruktur pejalan kaki yang memiliki volume pejalan kaki
tinggi berdasarkan survei persiapan dan konsultasi dengan
pemangku kepentingan lokal. Penilaian jalur lengkap (meliputi
angka pejalan kaki, panjang jalur survei, kondisi infrastruktur,

16

lebar jalan raya, karakteristik lalu lintas kendaraan bermotor,


dsb.) dilakukan untuk memberikan tinjauan komprehensif atas
kondisi jalur pejalan kaki, dan survei lapangan ini menggunakan
sistem peringkat walkability yang seragam berdasarkan
sembilan parameter kualitatif (lihat Gambar 1).
Petugas survei lapangan diminta untuk menilai rentang jalan
yang terpilih dengan nilai 1 sampai 5 untuk setiap parameter
(1 yang terendah, 5 yang tertinggi) di setiap jenis kawasan.
Nilai rata-rata setiap parameter diterjemahkan menjadi sistem
peringkat dari 0 (nilai terendah) hingga 100 (nilai tertinggi).
Pendekatan CAA juga menggunakan Survei Wawancara Pejalan
Kaki dan Survei Pemangku Kepentingan. Survei pertama menilai
perjalanan (moda, waktu perjalanan, tujuan perjalanan, dsb.),
preferensi (kebutuhan dan keinginan serta keprihatinan), dan
karakteristik sosial pejalan kaki yang menggunakan trotoar dan
sarana pejalan kaki di dalam kawasan audit walkability. Survei
Pemangku Kepentingan menilai rintangan-rintangan utama
dalam peningkatan sarana pejalan kaki.
CAA mengembangkan Aplikasi Walkability3 untuk
memungkinkan siapa saja untuk menjalankan audit walkability
dan menyampaikan hasilnya kepada pihak berwenang. Aplikasi
ini dapat digunakan di sistem operasi Android dan iPhone serta
hasilnya dipetakan menggunakan GPS.
Hasil dari Audit Walkability ini memberikan informasi
yang tak ternilai bagi pembuat keputusan mengenai apa,
di mana, dan bagaimana meningkatkan kondisi pejalan
kaki dan memberi dukungan dalam menetapkan prioritas
investasi perbaikan dan konstruksi. Saatnya berjalan kaki dan
melakukan audit walkability! n

CATATAN
1. Pedestrians to enjoy city sidewalks next year, The Jakarta Post, 13
Oktober, 2013.
2. http://cleanairinitiative.org/portal/sites/default/files/documents/18_
Walkability_Survey_Tool_2011.pdf
3. http://walkabilityasia.org/2012/10/03/walkability-mobile-app/#
Tentang penulis:
Peter Midgley adalah Advisor untuk Mobilitas Perkotaan IndII dan
Ketua Tim untuk Proyek Mobilitas Perkotaan Surabaya yang didanai
IndII. Ia juga penerima penghargaan untuk kategori Mobilitas
Perkotaan (Urban Mobility Theme Champion) dari global Transport
Knowledge Partnership (gTKP). Peter telah berpengalaman dalam
transportasi perkotaan selama lebih dari 40 tahun. Ia sebelumnya
seorang staf Bank Dunia selama 25 tahun. Ia menyusun makalah
strategi transportasi perkotaan regional untuk Bank Dunia yang
pertama (Transportasi Perkotaan di Asia: Agenda Operasional untuk
tahun 1990-an [Urban Transport in Asia: An Operational Agenda
for the 1990s]) dan merupakan anggota tim inti yang merancang
serta menjalankan strategi manajemen pengetahuan Bank Dunia.
Sepanjang karirnya, ia mendukung kebutuhan mobilitas perkotaan
yang berkelanjutan.

Prakarsa April 2014

Memahami Struktur Tarif dan Sistem Tiket


Transportasi Umum di Jakarta

Transjakarta memperkenalkan e-ticket untuk penumpang pada bulan Januari 2013. Penumpang harus
menempelkan e-ticket-nya di pintu putar ini untuk masuk halte.
Atas perkenan Richard Iles

Sebagian besar moda transportasi umum di Jakarta memiliki sistem tarif flat yang
tidak efisien. Sistem tiket elektronik yang canggih membuka kemungkinan untuk
memperkenalkan struktur tarif yang lebih baik dan membuat transportasi umum lebih
mudah bagi penumpang. Oleh Richard Iles dan Rudi Wahyu Setiaji
Tarif transportasi umum dapat menjadi isu emosional. Para
penumpang sering berpikir bahwa mereka membayar lebih dari
yang seharusnya, terutama jika kualitas layanan dianggap buruk
sebagaimana sering terjadi. Warga berpenghasilan rendah
mungkin benar-benar merasa terbebani karena biaya untuk
perjalanan penting menguras sebagian besar penghasilan mereka
keluarga besar yang memiliki beberapa anak usia sekolah,
khususnya, sangat dirugikan.

Subsidi sering dipandang sebagai solusi, tapi sebenarnya memiliki


kekurangan juga. Selain biaya yang dibebankan kepada wajib
pajak, dan pengalihan dana dari hal-hal lain yang layak, subsidi
dapat mengurangi dorongan apa pun yang dimiliki operator
untuk menekan biaya operasional mereka: tanpa peraturan yang
efektif maka subsidi dapat mendorong ketidakefisienan dan ada
kecenderungan bahwa pengeluaran subsidi meningkat sementara
kualitas layanan menurun. Ini bukanlah praktik berkelanjutan.

Di sisi lain, para operator transportasi sering mengeluh bahwa


penghasilan mereka tidak cukup untuk menutup biaya dan
memberi hasil yang memadai. Mereka menyatakan bahwa
tingkat kenaikan tarif tidak sebanding dengan tingkat kenaikan
biaya operasional, dan menyampaikan bahwa mereka tidak bisa
memperoleh pendapatan yang cukup untuk bertahan tanpa
memangkas hal-hal penting, seperti pemeliharaan. Sebagian
besar dari mereka bahkan tidak bisa mempertimbangkan untuk
mengganti kendaraan mereka yang sudah tua dan usang dengan
yang baru, sehingga kendaraan-kendaraan yang sudah tua dan
tampak berbahaya yang mengeluarkan kepulan asap hitam,
menjadi pemandangan umum di Jakarta.

Di Jakarta, layanan bus cepat (Bus Rapid Transit [BRT]) Transjakarta


disubsidi, tapi layanan transportasi umum berbasis jalan lainnya
tidak. Kenyataan bahwa transportasi umum lain masih terus
beroperasi menunjukkan bahwa mereka pasti mampu menutup
biaya operasional: tapi harga yang harus dibayar adalah kualitas
layanan yang buruk. Namun, faktor lain di dalam perhitungan ini
adalah efisiensi operasional. Produktivitas rendah: di banyak rute
terdapat terlalu banyak bus atau angkot, sehingga menimbulkan
antrean panjang kendaraan di terminal yang menunggu
muatan penuh sebelum berangkat. Penjadwalan layanan sesuai
permintaan, sehingga hanya perlu mengoperasikan bus dalam
jumlah secukupnya, akan mengurangi kebutuhan armada lebih

17

Prakarsa April 2014

Poin-Poin Utama:
Tarif transportasi umum dapat menjadi isu emosional. Para penumpang sering berpikir bahwa mereka membayar lebih dari yang
seharusnya, terutama jika kualitas layanan dianggap buruk. Para operator transportasi sering mengeluh bahwa penghasilan mereka
tidak cukup untuk menutup biaya dan memberi hasil yang memadai.
Apabila tarif tidak dinaikkan sebanding dengan tingkat kenaikan biaya operasional, maka pemeliharaan menyangkut hal-hal penting yang
ditangguhkan.
Subsidi sering dipandang sebagai solusi, tetapi subsidi dapat menghilangkan insentif di pihak pengusaha untuk menekan biaya, dan oleh
sebab itu justru mendorong terjadinya ketidakefisienan. Di Jakarta, layanan bus cepat (Bus Rapid Transit [BRT]) Transjakarta disubsidi,
tetapi layanan angkutan umum berbasis jalan tidak. Mereka masih mampu menutup biaya operasional, tetapi harga yang harus dibayar
adalah kualitas layanan yang buruk. Keefisienan operasional pun dikorbankan.
Faktor lain adalah cara pemungutan tarif. Pada sebagian besar rute bus di Jakarta, diberlakukan satu tarif tanpa memperhitungkan jarak
perjalanan, meski jumlah yang dipungut beragam sesuai dengan jenis layanan, dan terkadang berbeda dari rute ke rute.
Sistem satu tarif atau flat fare tersebut memiliki kelebihan dari segi kesederhanaan, mengurangi waktu penumpang menaiki angkutan,
serta mencegah penumpang melakukan perjalanan lebih jauh dari jarak yang mereka bayar. Namun sistem ini memiliki kelemahan juga.
Penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek dikenakan biaya per kilometer lebih tinggi, sedangkan mereka yang menempuh
perjalanan dengan jarak lebih jauh sering kali harus berganti bus karena bagi operator bus tidak ekenomis untuk melayani rute jarak panjang.
Jika tarif yang dipungut lebih mendekati perhitungan jarak yang ditempuh, akan dapat disediakan jaringan rute yang lebih nyaman, dan
para pengusaha dapat mengoptimalkan pendapatan dari tarif mereka. Namun demikian, semakin rumit struktur tarifnya, pada gilirannya
akan diperlukan sistem pengendalian pendapatan atau sistem pengaturan tiket yang lebih rumit. Sistem pengaturan tiket elektronik
yang canggih tidak hanya memungkinkan penerapan struktur tarif yang rumit, melainkan dapat membuat penggunaan layanan angkutan
umum jauh lebih mudah. Sistem e-ticketing atau pengaturan tiket secara elektronik juga dapat menyediakan data berharga tentang
pergerakan penumpangan yang dapat bermanfaat untuk tujuan perencanaan.

lanjut, dengan pengurangan yang sepadan dalam hal biaya.


Selain itu, kebanyakan bus yang beroperasi di Jakarta tidak sesuai
untuk layanan yang diberikan. Sebagian besar terlalu kecil: hanya
beberapa bus lebih besar yang menyediakan kapasitas yang sama,
dengan modal dan biaya operasional per penumpang yang lebih
sedikit; bus-bus ini juga hanya menggunakan ruang jalan yang
lebih sempit per penumpangnya.
Faktor lain adalah cara pemungutan tarif. Di sebagian besar rute
bus di Jakarta, ongkosnya tidak berbeda-beda, terlepas dari jarak
perjalanan, meski jumlah yang dipungut beragam sesuai dengan
jenis layanan, dan terkadang berbeda dari rute ke rute.
Contoh tarif yang dipungut di Jakarta adalah:



Angkot atau Mikrolet Rp 2.500


BRT Transjakarta Rp 3.500
Bus biasa (ukuran sedang atau besar) Rp 3.000
Bus dengan pengatur suhu udara/AC ( ukuran sedang atau
besar) Rp 5.000

Ini dikenal sebagai sistem tarif flat. Sistem ini memiliki kelebihan
tertentu. Penumpang tidak bisa menumpang secara gratis (override), atau melakukan perjalanan lebih jauh dari jarak yang
mereka bayar. Tugas kernet dapat disederhanakan dan waktu
menaikkan penumpang berkurang jika penumpang membayar

18

saat masuk. Sistem ini dapat meniadakan kebutuhan sistem


pertiketan dan biaya petugas.
Tetapi sistem ini juga memiliki kelemahan. Jika semua atau
sebagian besar penumpang melakukan perjalanan dengan jarak
yang kurang-lebih sama, tarif tersebut dapat ditetapkan sesuai
dengan rata-rata biaya perjalanan, dan akan mirip dengan tarif
yang dikenakan berdasarkan sistem tarif bertingkat berbasis
jarak. Situasi ini mungkin muncul bila semua penumpang
melakukan perjalanan dengan jarak penuh dari ujung ke ujung
rute, atau bila semua menempuh jarak pendek yang kira-kira
sama, dengan tingkat pergantian penumpang yang tinggi di
sepanjang rute. Namun, bila jarak perjalanan masing-masing orang
berbeda jauh, sebagaimana umumnya terjadi, penumpang yang
bepergian dengan jarak pendek akan membayar lebih mahal per
kilometernya daripada mereka yang bepergian dengan jarak lebih
jauh, dan kesenjangan itu menjadi jauh lebih besar ketika panjang
rute bertambah.
Oleh karena itu, khususnya untuk rute panjang, tarif flat
dapat dianggap tidak adil. Selain itu, rute-rute yang rata-rata
jarak perjalanan penumpangnya panjang dapat menjadi tidak
ekonomis untuk dilayani dengan sistem tarif flat, kecuali tarif
ditetapkan pada tingkat tertinggi untuk rute tersebut. Tapi hal ini
mungkin akan menghalangi penumpang jarak pendek yang harus
membayar tarif tinggi untuk perjalanan singkat dan mereka
akan memilih layanan alternatif yang lebih murah, seperti yang
disediakan oleh ojek.

Prakarsa April 2014

Sistem tarif flat sering menyebabkan para operator terdorong


untuk memilih rute pendek, dengan tujuan memaksimalkan
potensi pendapatan. Penumpang jarak pendek umumnya
senang-senang saja dengan tarif rendah, tapi penumpang jarak
jauh terpaksa harus berganti kendaraan sebanyak dua rute
atau lebih, sehingga pada dasarnya mereka membayar tarif
berbasis jarak, tapi juga mengalami ketidaknyamanan karena
harus berganti kendaraan. Bagaimanapun sistem itu diterapkan,
kecuali ada subsidi besar, sistem tarif flat pasti menjadi kendala
terhadap pilihan jaringan rute, dan sering mengakibatkan
layanan yang tidak nyaman.
Jika tarif yang dipungut lebih mendekati perhitungan jarak yang
ditempuh, akan dapat disediakan jaringan rute yang lebih nyaman,
dan para operator dapat mengoptimalkan pendapatan tarif
mereka. Namun, semakin rumit struktur tarif pada gilirannya akan
memerlukan sistem pengaturan pendapatan atau sistem tiket
yang lebih rumit. Tetapi hal ini juga akan memberikan peluang
peningkatan. Sistem tiket elektronik (e-Ticket) yang canggih tidak
hanya memungkinkan pengenalan struktur tarif yang rumit tetapi
juga membuat penggunaan layanan transportasi umum menjadi
lebih mudah. Sebagai contoh, penumpang dapat menggunakan
tiket yang sama untuk perjalanan menggunakan bus, kereta,
atau taksi mana pun di dalam wilayah yang besar, hanya dengan
menggesek tiket saat masuk dan meninggalkan stasiun, dan saat
naik atau turun bus. Tidak perlu mengeluarkan uang tunai, dan
peluang penipuan juga sangat berkurang.
Sistem e-ticket juga dapat memberikan data yang berharga
tentang pergerakan penumpang, yang dapat digunakan oleh
operator dan pembuat kebijakan untuk merencanakan dan secara
terus-menerus melakukan pemantauan dan menyempurnakan
layanan, demi kepentingan semua pihak. Sistem semacam ini
menjadi semakin umum di seluruh dunia: contoh-contoh terdekat
dapat ditemukan di Hong Kong dan Singapura.
Kesimpulannya, dengan kendaraan yang tepat, dioperasikan
secara efisien, dan dengan struktur tarif yang pantas serta
sistem tiket yang efektif, mayoritas layanan transportasi umum
di Jakarta seharusnya dapat beroperasi tanpa subsidi, dengan
tingkat tarif yang tidak jauh berbeda dari tarif yang ditetapkan saat
ini. Namun, penting diperhatikan bahwa tarif harus dikaji ulang
secara teratur dan disesuaikan untuk menutup setiap kenaikan
biaya operasional. Penting untuk menetapkan kenaikan tarif
secara sedikit dan sering daripada jarang-jarang sebagaimana
terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Semakin lama kenaikan
tarif ditunda, semakin besar kenaikannya ketika sudah tidak
bisa ditunda lagi dan itu yang selalu menciptakan kegelisahan.
Manfaat lain dari sistem tiket elektronik adalah bahwa tarif tidak
perlu terikat pada denominasi uang koin atau kertas: nilai berapa
pun dapat diterapkan jika tidak perlu lagi menangani uang tunai
atau memberikan kembalian. Jadi kenaikan atau variasinya bisa
kecil dan sering, dengan dampak minimal.
Ada potensi besar untuk peningkatan dengan merombak sistem
kendali pendapatan, yang saat ini sebagian besar dilakukan
berdasarkan prinsip kasar setoran (lihat boks teks). Sistem

Sistem Setoran
Saat ini, layanan bus non-BRT dan angkot dioperasikan
berdasarkan prinsip setoran, yaitu sopir diharuskan membayar
sejumlah uang tetap kepada operator bus setiap harinya;
setelah pengeluaran-pengeluaran tertentu terpenuhi (umumnya
termasuk biaya bahan bakar, dan gaji kernet, jika ada), kelebihan
yang ada diambil oleh sopir sebagai penghasilannya. Ini adalah
sistem pengoperasian yang ditemukan di sebagian besar
negara berkembang yang memiliki kapasitas pengaturan dan
pengelolaan terbatas.
Sistem setoran menyederhanakan pengendalian pendapatan bagi
pemilik atau operator bus, karena penghasilan terjamin sesuai
jumlah yang telah ditetapkan, tanpa harus mengawasi layanan
yang diberikan. Khususnya, sistem ini menghilangkan masalah
pencurian uang tarif, yang selalu dihadapi oleh operator yang
lebih resmi, dan yang memerlukan langkah-langkah kuat untuk
mengendalikannya. Keharusan sopir membayar biaya bahan
bakar dari pendapatan tarif menghilangkan masalah umum
operator lainnya yaitu pencurian bahan bakar.
Namun, setoran memiliki kelemahan-kelemahan yang serius.
Tanpa menggunakan tiket, sistem tarif flat menjadi hampir
wajib; tidak ada informasi tentang permintaan penumpang dan
pola perjalanan yang dapat diambil dari sistem tiket; dan sopir,
yang memiliki dorongan untuk memaksimalkan pendapatannya,
mungkin tergoda untuk mengemudi dengan cara yang berbahaya
(ugal-ugalan) dan terlibat dalam praktik yang tidak diinginkan,
seperti merintangi kendaraan pesaing atau mengusir penumpang
sebelum mencapai akhir rute agar bisa berbalik dan mengambil
penumpang yang menunggu di arah sebaliknya.
Kecuali layanan dikendalikan secara ketat, akan ada kecender
ungan terjadi pasokan yang berlebihan pada jam-jam tertentu,
dan tingkat layanan yang terlalu rendah ketika permintaan juga
rendah. Dengan menggunakan sistem setoran, tidak mungkin
terlaksana prosedur penjadwalan yang rumit, dengan frekuensi
pengoperasian direncanakan bervariasi dalam satu hari, pada harihari yang berbeda dalam sepekan, dan di ruas-ruas yang berbeda
dalam suatu rute guna mengoptimalkan pemanfaatan kendaraan
(dan meminimalkan biaya), karena para sopir tidak akan mau
menerima pengaturan yang dapat mengakibatkan beberapa bus
memperoleh pendapatan lebih banyak dari yang lain.
Sistem setoran tidak memiliki tempat di dalam sistem
transportasi umum resmi dan terorganisasi.

e-ticket dasar sudah terpasang pada sistem Transjakarta dan


kereta penumpang (commuter rail). Pada akhirnya, mengganti
sistem ini dan sistem setoran dengan sistem tiket canggih untuk
semua jaringan moda, dengan skala tarif dan struktur yang lebih
fleksibel, akan memainkan peran penting dalam proses membawa
sistem transportasi umum Jakarta ke abad 21. n
Tentang para penulis:
Informasi biografi tentang para penulis dapat dilihat di halaman 9.

19

Prakarsa April 2014

Melibatkan Sektor Swasta dalam Penyediaan Layanan


Transportasi Umum

Kopaja merupakan salah satu operator bus swasta di Jakarta.


Atas perkenan Richard Iles

Layanan transportasi di Jakarta disediakan oleh gabungan antara operator pemerintah


dan swasta, baik yang formal maupun informal, yang tidak terorganisir dengan baik.
Untuk menjamin bahwa masyarakat memiliki akses terhadap layanan yang aman, menarik,
dengan tarif terjangkau, Pemerintah harus mengubah lingkungan yang saat ini diregulasi
dengan buruk. Oleh Richard Iles dan Rudi Wahyu Setiaji
Banyak organisasi pemerintah dan swasta, dan individu
yang terlibat dalam penyediaan layanan transportasi
umum di Jakarta, terkadang secara tumpang tindih.
Contohnya, layanan bus di Jakarta dioperasikan baik
oleh perusahaan pemerintah maupun swasta, dan
Pemerintah Daerah (Pemda) DKI telah terlibat dalam
pengadaan kendaraan yang akan dioperasikan oleh
perusahaan swasta.
Beberapa fungsi diakui secara internasional paling
efektif bila dijalankan oleh pemerintah, sementara
yang lain lebih efektif dijalankan oleh sektor
swasta. Dibutuhkan waktu puluhan tahun untuk
mengidentifikasi peran yang paling tepat bagi
kedua sektor tersebut. Sejak pertama kali layanan
transportasi umum diadakan, di banyak negara,

20

pendulum dominasi mengayun di antara kedua sektor


tersebut. Ini masih terjadi, namun sebuah konsensus
telah kurang-lebih dicapai terkait peran paling tepat
untuk masing-masing sektor.
Umumnya diakui bahwa fungsi seperti perencanaan
dan regulasi layanan transportasi umum perkotaan dan
penyediaan infrastruktur paling baik dilakukan oleh
badan pemerintah. Fungsi lainnya, seperti kepemilikan
kendaraan dan penyediaan layanan itu sendiri, lebih
tepat diserahkan kepada sektor swasta. Namun
pembedaan ini tidak selalu jelas. Contohnya, beberapa
fungsi pemerintah, seperti inspeksi kendaraan atau
perencanaan jaringan trayek, dapat dialihdayakan
ke sektor swasta, sementara beberapa infrastruktur
(seperti garasi bus) dapat dikuasai oleh pemerintah
maupun swasta. Namun secara umum, pemerintah

Prakarsa April 2014

harus bertanggung jawab untuk melakukan regulasi


terhadap layanan transportasi yang disediakan oleh
operator swasta.
Apabila kapabilitas sektor swasta terbatas, pemerintah
seringkali tergoda untuk melakukan intervensi dan
menyediakan layanan secara langsung, namun ini
jarang berhasil. Perusahaan transportasi milik negara
di seluruh dunia, terutama perusahaan bus, jarang
mampu menutupi biaya, dan cenderung menyediakan
layanan yang rendah dibandingkan perusahaan sejenis
dari sektor swasta.

karena infrastruktur tersebut merupakan investasi


jangka panjang, terkadang disediakan oleh pemerintah,
yang mendanai konstruksinya menyediakannya untuk
operator berdasarkan ketentuan komersial.
Terminal bus di Jakarta disediakan dan didanai oleh
Pemda DKI. Hanya terdapat beberapa garasi bus atau
bengkel, dan semuanya dimiliki oleh operator bus yang
lebih besar, baik di sektor swasta maupun pemerintah.

Iidealnya, pemerintah, melalui regulasi yang tepat


yang ditegakkan secara efektif, akan memberikan
lingkungan yang memungkinkan usaha swasta dapat
beroperasi secara efisien dan menguntungkan.
Pemerintah dapat menyediakan beberapa atau semua
infrastruktur, namun sektor swasta biasanya akan
bertanggung jawab atas pengadaan dan pendanaan
seluruh kendaraan dan peralatan.

Saat ini ada dua perusahaan bus milik pemerintah,


yaitu PPD (Pengangkutan Penumpang Djakarta),
yang dimiliki oleh Pemda DKI, dan DAMRI (Djawatan
Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia), yang dimiliki
oleh Pemerintah Pusat. PPD menjalankan bus besar
di trayek umum; DAMRI menjalankan layanan Lintas
Bus Cepat (BRT, Bus Rapid Transit) di bawah kontrak
dengan TransJakarta, yang akan menjadi perusahaan
bus kota pada tahun 2014 berdasarkan peraturan yang
dikembangkan oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia
(IndII) yang didanai Pemerintah Australia.

Terminal bus umumnya didanai oleh sektor publik,


seperti halnya di Jakarta. Garasi dan bengkel seringkali
didanai oleh operator yang menggunakannya; tetapi

Selama bertahun-tahun, PPD memonopoli layanan


bus di Jakarta. PPD pernah beroperasi di ratusan
trayek dengan armada sejumlah lebih dari 2.000 bus.

Poin-Poin Utama:
Banyak organisasi pemerintah dan swasta dan individu yang terlibat dalam penyediaan layanan transportasi
umum di Jakarta. Terminal bus disediakan dan didanai oleh Pemda DKI. Bengkel dan garasi dimiliki oleh
operator bus yang lebih besar.
Dua perusahaan bus di Jakarta dimiliki pemerintah. Pemda DKI menjalankan PPD, yang mengoperasikan bus besar di
trayek umum. DAMRI, dimiliki oleh Pemerintah Pusat, mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT) berdasarkan kontrak
dengan TransJakarta, yang akan menjadi perusahaan bus kota pada tahun 2014. Pangsa pasar PPD menurun sejak
operator swasta memasuki pasar, dan armada busnya sudah tua.
Ada beberapa operator bus swasta, beberapa di antaranya berbentuk koperasi. Beberapa operator swasta itu
menjalankan BRT di bawah kontrak dengan TransJakarta, biasanya sebagai anggota konsorsium.
Di dalam sektor swasta, sebagian besar industri transportasi umum bersifat informal dan tidak selalu memberikan
layanan yang aman dan efisien.
Peran-peran ini harus didefinisikan ulang dan dilakukan penugasan ulang peran, jika diperlukan, sehingga baik sektor
formal maupun informal bertanggung jawab atas layanan yang paling sesuai bagi masing-masing pihak. Pemerintah harus
mengubah lingkungan informal dengan regulasi yang buruk saat ini menjadi lingkungan yang mendorong pengembangan
sektor transportasi swasta yang efisien yang dapat memberikan layanan yang aman, menarik, dengan tarif terjangkau.

21

Prakarsa April 2014

Saat kapabilitas sektor swasta terbatas, pemerintah seringkali tergoda untuk melakukan
intervensi dan menyediakan layanan secara langsung, namun ini jarang berhasil.
Sejak operator swasta memasuki pasar, PPD lebih
berkonsentrasi pada layanan dasar untuk kelompok
berpendapatan lebih rendah; pangsa pasarnya terus
menurun. Saat ini, PPD memiliki 370 bus berusia tua,
yang diantaranya terdapat sekitar 250 diantaranya
dioperasikan setiap hari di 32 trayek. Usia rata-rata
armada adalah 15 tahun, dan bus yang tertua sudah
berusia lebih dari 20 tahun.
Ada beberapa operator bus swasta, yang utama
adalah Mayasari Bhakti, Metro Mini, Kopaja, Kopami,
Steady Safe, Ratax, Pahala Kencana, Primajasa
Perdanarayautama, Ekasari Lorena, dan Bianglala.
Mayasari Bhakti merupakan operator terbesar untuk
bus besar; Metro Mini dan Kopaja adalah koperasi yang
mengoperasikan sejumlah besar bus ukuran menengah.
Beberapa dari operator ini juga terlibat dalam
pengoperasian layanan BRT di bawah kontrak dengan
TransJakarta, biasanya sebagai anggota konsorsium.
Di dalam sektor swasta, sejumlah besar industri
transportasi umum dapat diklasifikasikan sebagai
informal: individu dan usaha kecil yang memiliki satu
atau dua kendaraan, yang disewakan ke pengemudi dan
dioperasikan dengan cara yang relatif tidak terorganisir
dengan baik. Kelemahan dalam penjadwalan dan
sistem setoran (dalam sistem ini pengemudi membayar
jumlah tertentu kepada operator bus setiap hari
dan mengantongi kelebihannya setelah menutupi
biaya operasional tertentu; lihat boks di halaman 18
untuk perinciannya) menjadikan perencanaan dan
pengendalian layanan yang sesuai tidak mungkin
dilakukan, dan bertentangan dengan penyediaan
layanan yang aman dan efisien yang selaras dengan
kebutuhan penumpang. Meski demikian, sektor
informal ini memiliki peran untuk dimainkan, terutama
dalam penyediaan layanan yang memenuhi kebutuhan
mendadak (demand-responsive) seperti yang diberikan
oleh taksi, bajaj, dan ojek.
Peran-peran ini harus didefinisikan ulang dan dilakukan
penugasan ulang peran, jika diperlukan, sehingga
baik sektor formal maupun informal bertanggung

22

jawab atas layanan yang paling sesuai bagi masingmasing pihak. Pengurangan peran sektor informal
dan formalisasi layanan bus akan diperlukan. Seluruh
layanan terjadwal (terutama yang dioperasikan oleh
bus, tetapi juga termasuk angkot atau mikrolet) harus
dioperasikan oleh organisasi formal yang terstruktur
dan dikelola dengan sesuai (seperti perusahaan atau
koperasi). Layanan demand-responsive individu seperti
taksi, bajaj, dan ojek dapat disediakan oleh operator
informal, meskipun tidak ada alasan bagi perusahaan
formal untuk tidak menyediakan layanan tersebut bila
mereka menginginkannya.
Selain bus yang dioperasikan untuk BRT, mayoritas bus
dan angkot sudah sangat tua dan dalam kondisi buruk,
dan sudah melampaui batas waktu untuk diganti. Salah
satu alasan kurangnya investasi untuk bus dari operator
swasta di Jakarta adalah lingkungan operasionalnya
tidak memungkinkan mereka untuk mendapatkan
cukup penghasilan untuk mendanai pemeliharaan dan
penggantian bus dengan tepat.
Sebagai solusi jangka pendek, Pemda DKI memilih
untuk menangani masalah kekurangan bus dengan
membeli bus baru sendiri: ini akan dioperasikan
oleh TransJakarta, sebuah operator sektor publik.
Namun, dalam jangka panjang, solusinya adalah agar
pemerintah menangani penyebab masalah itu, yaitu
mengubah lingkungan informal dengan regulasi yang
buruk saat ini menjadi lingkungan yang mendorong
pengembangan sektor transportasi swasta yang layak
dan dijalankan secara efisien yang menyediakan
layanan yang aman, menarik, dengan tarif terjangkau.
Ini jauh lebih sulit untuk dilakukan dibandingkan
dengan membeli bus, tetapi akan menghasilkan
manfaat yang dapat bertahan lebih lama. Tantangan
yang dihadapi pemerintah adalah untuk mengelola
transisi ini namun ini tantangan yang sangat layak
untuk diambil. n
Tentang para penulis:
Informasi biografi mengenai para penulis dapat dilihat di halaman 9.

Prakarsa April 2014

Berjuang untuk Mobilitas: Bagaimana Penyandang


Disabilitas Mengakses Sistem Transportasi Jakarta
Orang-orang yang berdesak-desakan, tangga dengan
undakan tinggi, audio yang rusak, dan jarak lebar
untuk dilangkahi adalah gangguan kecil bagi mereka
yang bukan penyandang disabilitas. Namun bagi para
penyandang disabilitas, hal-hal tersebut merupakan
tantangan yang sangat besar dalam penggunaan
transportasi umum. Oleh Eleonora Bergita
Jika Anda pernah merasa frustrasi ketika mencoba
menggunakan fasilitas transportasi umum di Jakarta,
bayangkan bagaimana bila Anda mempunyai kesulitan
melihat, mendengar, atau bergerak. Bagi penyandang
disabilitas, bepergian di Jakarta untuk keperluan
sehari-hari seperti bekerja dan rekreasi tentu bisa
menjadi kesulitan tersendiri. Dibutuhkan keberanian
untuk menghadapi tantangan dalam menggunakan
bus, kereta api, dan sarana transportasi umum lainnya.
Prakarsa berbincang dengan beberapa penyandang
disabilitas yang menghadapi kesulitan-kesulitan
tersebut secara rutin, untuk mendapatkan wawasan
mengenai pengalaman mereka dan mencari informasi
perubahan pada sistem seperti apa yang akan
menjadikan perjalanan mereka lebih mudah.
Dari Bus ke Kereta Api
Ferry Jansen Situngkir, 41 tahun, bekerja di Biro
Pelayanan Penyandang Cacat (BPPC), yang didirikan
oleh Keuskupan Agung Jakarta. Ia melakukan
perjalanan setiap hari dari rumahnya di Bekasi ke
kantornya di Pasar Baru. Selama bertahun-tahun ia
bepergian menggunakan bus kota, meskipun banyak
kesulitan dan ketidaknyamanan yang dialaminya
sebagai seorang tunanetra, karena setidaknya ia
sudah akrab dengan rutinitas tersebut. Setelah
14 tahun mengalami banyak permasalahan, dan
dorongan dari orang lain yang juga tunanetra, ia
memutuskan untuk beralih ke kereta api komuter
(KRL, Kereta Rel Listrik) Kini ia senang dengan
keputusan yang telah diambilnya.
Ferry naik bus kota dari Bekasi sampai ke
pemberhentian sekitar 100m dari kantornya. Waktu
perjalanan yang tidak pasti kadang membuatnya
terlambat sampai di tempat kerja hingga empat jam.
Kadang ia harus berdiri di sepanjang perjalanannya,
jika tidak ada penumpang yang dapat melihat
memberitahukan kepadanya bahwa ada kursi kosong

Berjalan kaki di Jakarta dapat memakan waktu jauh lebih


lama bagi seorang tunanetra, yang tidak dapat melihat
halangan dan bahaya yang harus dihindari.
Atas perkenan Eleonora Bergita

yang tersedia. Setelah turun dari bus, perjalanan kaki


ke kantornya yang hanya akan membutuhkan sekitar
10 menit bagi orang yang bisa melihat baginya
memakan waktu 30 sampai 40 menit dengan susah
payah. Kadang ia menabrak bus atau benda lain yang
menghalangi ketika mencoba untuk mencapai trotoar;
ini selalu merupakan sebuah tantangan baginya karena
busnya tidak berhenti di tempat yang sama setiap
hari. Ia menelusuri pinggiran trotoar di sisi kanan jalan
raya dengan tongkat bantu putihnya; di sebelah kiri
ada berbagai macam kendaraan bermotor (mikrolet,
bajaj, dan ojek) yang tengah berhenti untuk menunggu
penumpang. Sebagai pejalan kaki di jalan raya, ia selalu
berisiko disambar kendaraan. Kenangannya yang paling
tidak menyenangkan adalah ketika jalan tergenang
banjir dan ia harus berjalan melewatinya.
Secara keseluruhan, peralihan ke kereta api komuter
merupakan suatu kemajuan besar. Ferry mempunyai
ojek langganan yang diperbolehkan masuk ke tempat

23

Prakarsa April 2014

parkir tanpa dikenai biaya melalui pintu masuk bagi


penyandang disabilitas, yang menjadikan jarak baginya
untuk berjalan kaki ke kereta menjadi lebih pendek
dan lebih aman. Ia menaiki tangga, dan kemudian
diantar ke peron kereta api oleh petugas KRT yang
ramah. Petugas tersebut biasanya bertanya kepada
Ferry mengenai rencana perjalanannya, kemudian
menyampaikan informasi ini kepada petugas di
gerbong kereta api, yang selanjutnya memastikan ia
duduk di tempat yang dikhususkan bagi perempuan
hamil, orang lanjut usia, dan penyandang disabilitas.
Menurut Ferry penumpang kereta api sepertinya
lebih ramah daripada mereka yang naik bus. Ia sering
menerima tawaran bantuan pada saat menggunakan
tangga di Stasiun Juanda, di mana ia turun untuk
pergi bekerja.

Meski demikian, beberapa tantangan lain dihadapinya


saat menggunakan kereta api. Di beberapa stasiun,
seperti stasiun Klender, terdapat lantai peron sangat
tinggi, sehingga orang tidak bisa keluar dari pintu
meskipun dalam keadaan terbuka. Jika ia berada di
salah satu gerbong belakang, tidak mungkin baginya
untuk keluar, sehingga ia dan penumpang lainnya
harus berjalan ke gerbong depan. Selama jam sibuk,
kereta api sangat ramai, sehingga sulit untuk berjalan
melalui gerbong.
Untuk keluar dari kereta api juga sulit di stasiun Kranji
di Bekasi dalam perjalanan pulang. Jarak berjalan
kaki yang jauh harus dicapai melalui beberapa tangga
untuk mencapai pintu keluar stasiun. Di depan stasiun
terdapat ruang terbuka yang luas dengan banyak
rintangan dan kendaraan yang bergerak. Pengaturan

Poin-Poin Utama:
Bagi penyandang disabilitas, bepergian di Jakarta untuk keperluan sehari-hari, seperti bekerja dan rekreasi, bisa menjadi sulit.
Ferry Jansen Situngkir, seorang tunanetra, melakukan perjalanan setiap hari dari rumahnya di Bekasi ke kantornya di Pasar
Baru. Selama 14 tahun ia bepergian naik bus, kadang berdiri di sepanjang perjalanannya jika tidak ada penumpang lain yang
bisa melihat memberitahunya ada kursi kosong yang tersedia, kemudian berjalan kaki selama 30 sampai 40 menit, menabrak
rintangan dan menghadapi risiko tersambar oleh kendaraan bermotor. Keputusan beralih ke kereta api komuter telah
membawa kemajuan besar, karena ia diperbolehkan masuk stasiun melalui pintu masuk khusus dan kemudian dibantu oleh
petugas kereta api. Meski demikian, ia masih menghadapi kesulitan, seperti keluar dari kereta api yang ramai, menaiki tangga
berundakan tinggi, dan berjalan melalui ruang luas yang hampir tidak menawarkan petunjuk tentang lokasi keberadaannya. Ia
merekomendasikan lebih banyak pengumuman audio mengenai stasiun pemberhentian, pengaturan tempat duduk prioritas
yang lebih efektif bagi penyandang disabilitas, dan lajur serta tiang khusus yang dapat membantu penyandang tunanetra untuk
mengidentifikasi posisi tempat mereka berada.
Ignatius Tuntas Wijaya (Wiwid), juga seorang tunanetra dan pengguna bus TransJakarta secara rutin. TransJakarta secara aktif
melakukan peningkatan sehingga busnya menjadi lebih ramah bagi penyandang disabilitas dan ini membantu Wiwid merasa nyaman
menggunakan bus TransJakarta karena ia biasanya dapat menemukan arah di dalam halte bus dan petugasl sering membantu dalam
mengawalnya ke tempat duduk atau keluar menuju moda transportasi berikutnya setelah ia turun dari bus. Namun sering tidak
adanya pengumuman audio menimbulkan lebih banyak stres dalam perjalanannya.
Cucu Saidah, yang menggunakan kursi roda, adalah anggota Jakarta Barriers Free Tourism (JBFT), yang melakukan advokasi untuk
transportasi yang lebih mudah diakses dan menjalankan edukasi publik mengenai isu terkait disabilitas. Cucu melihat ada banyak
bus baru yang telah mengakomodasi kursi roda dan merasa bahwa sikap para personil bus TransJakarta sering positif. Tetapi, ia juga
mempunyai pengalaman negatif, seperti kursi roda yang tersangkut.
Bagi penyandang disabilitas, transportasi umum tidak hanya bisa menjadi sulit, tapi juga lebih mahal, karena mereka harus
lebih mengandalkan taksi dan moda transportasi serupa. Ferry memperkirakan bahwa ia menghabiskan sekitar sepertiga dari
penghasilannya untuk biaya transportasi. Ia berharap bahwa Indonesia akan mencapai tahap di mana desain yang ramah disabilitas,
subsidi, dan masyarakat yang berpendidikan memunculkan fasilitas transportasi umum yang terjangkau, mudah diakses, nyaman, dan
aman bagi semua.

24

Prakarsa April 2014

seperti ini rumit bagi penyandang tunanetra. Seperti


dijelaskan Ferry, Kami jago kalau melewati lorong,
karena kami bisa meraba sisi kanan dan kiri dengan
tongkat, tetapi menjadi sangat bermasalah ketika
berada di tempat yang terbuka, karena kami jadi
kehilangan arah.
Saran untuk Peningkatan
Ferry, yang istrinya juga tunanetra dan yang
mempunyai rasa frustrasi yang sama terhadap
transportasi umum, mengetahui apa yang akan
membuat perjalanannya lebih aman dan lebih mudah.
Salah satu pilihan adalah lajur khusus yang ditandai
dengan tiang atau benda serupa untuk membantu
penyandang tunanetra masuk dan keluar dari stasiun
kereta api dengan aman dan secara mandiri. Tanpa
alat-alat bantu tersebut, ia kadang mengalami
disorientasi dan kepalanya terbentur. Terkadang ia
meminta sesama penumpang untuk memberitahu di
mana letak beberapa benda penanda; tetapi karena
penumpang seringkali bergegas ke tujuan mereka, hal
ini tidak selalu dimungkinkan.
Menurut Ferry pengumuman audio mengenai
pemberhentian selanjutnya sangat penting,
dengannyaia tidak harus menghitung jumlah stasiun
pemberhentian untuk memastikan agar stasiun yang
hendak ditujunya tidak terlewatkan. Meskipun ia
cukup puas dengan layanan dari petugas kereta api, ia
menyatakan bahwa masih ada ruang untuk peningkatan
di berbagai bidang seperti komunikasi antara petugas
di kereta api dan di stasiun untuk menyampaikan
informasi kepada petugas bahwa ada penyandang
tunanetra atau penyandang disabilitas lain di gerbong
kereta api tertentu. Ini akan memfasilitasi mereka
untuk turun dari gerbong kereta sedang sangat ramai.
Menurut Ferry, sebagai penyandang tunanetra yang
bertubuh sehat tidak mudah baginya untuk turun
dari kereta; apalagi untuk penyandang disabilitas
lain yang misalnya menggunakan kruk (alat bantu
berjalan) terutama jika penumpang mendorong dan
menekan dari belakang tanpa menyadari ada seorang
penyandang disabilitas yang berada di depan mereka.
Ferry berharap bahwa di masa depan perusahaan
kereta api akan mempertimbangkan pemisahan
gerbong khusus untuk para penyandang disabilitas,
seperti gerbong yang dikhususkan untuk perempuan.
Ferry senang ketika ia bisa berbagi pengetahuan
mengenai bagaimana cara menggunakan transportasi
umum dengan orang lain yang juga tunanetra. Nasihat
dari sesama penyandang tunanetra lebih berguna
daripada saran dari orang yang bisa melihat, Sesama

penyandang tunanetra dapat memberikan informasi


yang diperlukan penyandang tunanetra lainnya, seperti
mencatat adanya delapan pot bunga antara tempat
kereta api berhenti dan pintu keluar; orang yang bisa
melihat tidak akan mengetahui hal itu. Saat ini, Ferry
tengah membantu saudara iparnya untuk belajar
bagaimana berangkat bekerja dengan kereta api.
Menggunakan TransJakarta
Ignatius Tuntas Wijaya, 30 tahun, yang dikenal sebagai
Wiwid, adalah pengguna transportasi umum lain
yang juga tunanetra. Sejak ia mulai bekerja sebagai
karyawan di beberapa kantor di daerah Pecenongan
dan Kuningan, Wiwid telah menggunakan sistem Bus
Rapid Transit Jakarta, TransJakarta yang secara aktif
melakukan peningkatan layanan sehingga busnya
menjadi lebih ramah terhadap penyandang disabilitas.
Wiwid aktif di BPPC dan kini tengah bekerja dengan
media online. Ia merasa nyaman menggunakan bus
TransJakarta karena, ketika ia perlu untuk berpindah
koridor bus, selalu ada fasilitas yang menghubungkan
pemberhentian bus tersebut, sehingga ia dapat
menemukan arahnya. Ia juga menghargai bantuan dari
personil bus, meskipun tidak selalu ada cukup banyak
petugas yang bertugas di loket untuk mengawalnya.
Tapi mereka sering membantunya untuk mendapatkan
ojek atau moda transportasi lainnya untuk melanjutkan
perjalanan setelah ia turun dari bus.
Di dalam bus, seorang petugas sering membantunya
mendapatkan kursi. Ini berguna karena, meskipun
ia bisa berdiri dengan mudah, ia selalu membawa
sejumlah barang, termasuk tongkat berjalannya. Orang
yang tidak dapat melihat juga lebih mudah kehilangan
keseimbangan badan ketika berdiri di bus yang
bergoyang, karena mereka tidak bisa mengandalkan
isyarat visual untuk tetap stabil.
Wiwid senang dengan sebagian besar fasilitas-fasilitas
TransJakarta, dengan beberapa pengecualian seperti
kurangnya informasi audio mengenai pemberhentian
bus. Alat audio sering rusak atau tidak dipakai,
digantikan oleh musik, yang sangat membuat frustrasi
dan dapat menimbulkan masalah. Suatu hari Wiwid
naik bus yang salah, mengira ia menuju ke Kampung
Rambutan; padahal busnya sedang dalam perjalanan
ke Cibinong. Akibatnya ia baru sampai ke rumah ketika
sudah hampir tengah malam.
Berwisata Tanpa Hambatan
Cucu Saidah adalah Koordinator Teknis dari AIPJ
(Kemitraan Australia Indonesia untuk Keadilan) dan

25

Prakarsa April 2014

anggota Jakarta Barriers Free Tourism (JBFT). JBFT,


yang didirikan pada bulan Maret 2012, melakukan
advokasi untuk transportasi yang lebih mudah
diakses dan menjalankan edukasi publik mengenai
isu disabilitas. Kelompok ini menyelenggarakan acara
jalan-jalan bulanan yang menarik puluhan peserta
termasuk, pada bulan Juli 2013, Gubernur DKI Jakarta,
Joko Widodo, yang menemani kelompok ini dalam
perjalanan menggunakan TransJakarta. Kegiatan
lainnya antara lain, JBFT memberikan pelatihan kepada
personil transportasi umum (untuk informasi lebih
lanjut tentang JBFT, lihat halaman Facebook mereka).
Cucu, yang menggunakan kursi roda, melihat bahwa
banyak bus baru telah mengakomodasi kursi roda.
Ia juga merasa bahwa sikap banyak personil bus
TransJakarta positif ketika melayani penyandang
disabilitas. Misalnya, ada seorang petugas di loket
tiket yang mau membantu dan akan bertanya kepada
kami bagaimana mereka dapat membantu, kata Cucu.
Namun, ia juga memiliki pengalaman negatif, seperti
contoh menakutkan ketika kursi roda dari seorang
peserta JBFT tersangkut ketika mencoba untuk keluar
dari halte bus.
Bukan hanya penyandang tunanetra, atau mereka yang
mempunyai gangguan mobilitas, yang menghadapi
masalah. Kadang personil di loket penjualan tiket tidak
terlihat dengan jelas sehingga mempersulit penumpang
tunarungu untuk memperoleh informasi dengan
membaca gerak bibir.
Dalam kasus lain, fasilitas yang sebenarnya bermanfaat
dibangun namun berada dalam keadaan rusak, tidak
dipakai, atau dirancang secara kurang memadai,
misalnya lift di beberapa pemberhentian bus yang
sulit untuk dijangkau. Beberapa pemberhentian bus
mempunyai pintu masuk yang sesuai untuk kursi roda,
namun pintu tersebut ditutupi oleh mesin penjual
minuman. Demikian juga, ketika pintu masuk untuk
pengguna kursi roda tidak digunakan, beberapa
penumpang harus diangkat dan dibawa melintasi
gerbang masuk, dan ini merupakan pengalaman yang
tidak menyenangkan.
Dalam kasus lain lagi, tangga memiliki undakan
yang tinggi dan sulit. Jalur khusus berbidang miring
(ramp) kursi roda yang sesuai akan memberi solusi,
namun beberapa dari ramp yang ada terlalu curam
dan/atau licin.

26

Biaya Bepergian Tinggi


Bagi penyandang disabilitas, transportasi umum tidak
hanya dapat menyulitkan, tetapi juga mahal. Banyak
waktu terbuang dan perjalanan menjadi lebih lambat.
Ketika sebuah pemberhentian terlewatkan, dan
penumpang harus berbalik arah, biaya yang lebih tinggi
harus dikeluarkan. Kebutuhan untuk menggunakan ojek
atau kendaraan pribadi lain karena tidak praktisnya
berjalan kaki menambah biaya.
Cucu menegaskan bahwa para penyandang disabilitas
membayar lebih banyak ketika melakukan perjalanan
dibandingkan orang lain, karena kalaupun mereka
menggunakan bus atau kereta api yang sama seperti
orang lain, mereka bergantung lebih banyak pada
penggunaan kendaraan transportasi pengumpan,
seperti taksi, untuk menyelesaikan perjalanan mereka.
Menurut Cucu, Kami ingin menjadi produktif dan
berkontribusi kepada masyarakat. Para penyandang
disabilitas juga membayar pajak, dan kami juga berhak
atas pelayanan publik yang baik.
Ferry memperkirakan bahwa ia menghabiskan
sekitar sepertiga dari penghasilannya untuk biaya
transportasi. Ini terjadi karena, meskipun ia
menggunakan KRL setiap hari untuk perjalanan pergipulang, ia harus menggunakan ojek pada kedua ujung
perjalanan tersebut.
Ferry berharap bahwa suatu hari Indonesia akan
meniru keadaan di negara lain yang pernah
didengarnya, di mana desain yang ramah disabilitas,
subsidi, dan masyarakat yang berpendidikan
memunculkan fasilitas transportasi umum yang
terjangkau, mudah diakses, nyaman, dan aman.
Ini mendukung mobilitas dan kemandirian bagi
penyandang disabilitas, untuk membantu mereka
berpartisipasi secara penuh dan memberikan
sumbangsih bagi masyarakat. n

Tentang penulis:
Eleonora Bergita (Gite) adalah Senior Program Officer dan Event
Manager IndII. Ia adalah seorang penulis dan pengatur acara
(event organizer) yang berpengalaman dengan lebih dari 10
tahun pengalaman di bidang jurnalisme dan manajemen kegiatan.
Pengalamannya meliputi pekerjaan dengan organisasi non-pemerintah
Jerman, beberapa majalah nasional, dan sebuah perusahaan PR. Gite
adalah lulusan Sastra Jerman Universitas Indonesia.

Prakarsa April 2014

Mengelola Pembiayaan Transportasi Perkotaan:


Tantangan bagi Pemimpin Daerah

Pengeluaran yang sangat besar diperlukan untuk sepenuhnya merasionalisasi sistem transportasi umum
di Jakarta. Pemandangan di dekat terminal bus ini menunjukkan beberapa moda transportasi yang
diandalkan oleh warga saat ini, termasuk sepeda motor, bemo, bajaj, Kopaja, dan ojek.
Atas perkenan Annetly Ngabito

Para pemimpin daerah berada di bawah tekanan untuk membiayai berbagai program
infrastruktur dan untuk meningkatkan pelayanan kota. Kendala di sektor transportasi
perkotaan dan ketersediaan pendanaan Pemerintah Pusat berarti Pemerintah Daerah perlu
mencari cara-cara inovatif untuk mendanai program transportasinya. Oleh Danang Parikesit
Transportasi merupakan sektor pembangunan
yang sering mendapat sorotan dari media dan
analis dari para pakar. Dari kota besar hingga kota
kecil, isu transportasi terus-menerus muncul dan
masyarakat memberikan tekanan besar bagi pemimpin
daerah (Pemda) untuk merespon. Sejalan dengan
meningkatnya ketersediaan informasi, dan SDM
pemerintah yang lebih terlatih (dengan dibukanya
program S2 transportasi di berbagai universitas dalam
1015 tahun terakhir); walikota, bupati, dan gubernur
seharusnya memiliki wawasan yang cukup untuk
mulai menyusun kebijakan dan program di bidang
infrastruktur. Organisasi profesi seperti Masyarakat
Transportasi Indonesia (MTI, Indonesia Transportation
Society), dan komunitas pengguna transportasi
dapat memberi dukungan kepada pemerintah dalam

mengidentifikasi isu kebijakan dan menyusun rencana


aksi yang diperlukan. Sebagian besar kota besar dan
kota kecil telah memiliki Tataran Transportasi Wilayah
(Tatrawil) dan Tataran Transportasi Lokal (Tatralok)
sebagai dokumen pedoman transportasi umum di
tingkat provinsi/daerah. Melalui regulasi daerah,
sebagian Pemda menjadikan dokumen tersebut sebagai
dasar hukum dalam merencanakan program atau
kegiatan; sementara sebagian lagi menjadikannya
sebagai acuan. Ini merupakan kemajuan yang signifikan
pasca reformasi 1998. Dengan berbagai revisi UU
desentralisasi dan terbitnya PP 38/2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan, sekarang menjadi
jelas bagaimana Pemda harus mengelola dan mendanai
program daerah.

27

Prakarsa April 2014

Melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub),


Pemerintah Pusat telah memberi dukungan
kepada kajian Tatrawil dan Tatralok, serta telah
mengalokasikan hibah untuk bus umum bagi kotakota tertentu. Program Kemenhub mendorong
strategi-strategi transportasi perkotaan seperti
Trans Jogja, Trans Musi, Trans Kawanua dan Trans
lainnya. Kesuksesan TransJakarta telah menginspirasi
kebangkitan transportasi umum di area perkotaan.
Beberapa dari program ini mengalami hambatan
birokrasi dan sebagian lain tidak terencana dengan
baik, sehingga masyarakat tidak menggunakannya
secara penuh. Meski demikian, program ini jelas
menunjukkan dukungan masyarakat terhadap
alokasi anggaran oleh DPR/DPRD bagi program

transportasi perkotaan. Konsep kewajiban pemerintah


dalam penyelenggaraan transportasi umum telah
mengakibatkan Pemda yang memiliki program Trans
mengalokasikan 23 persen dari APBD (Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah) mereka untuk subsidi
operasional transportasi perkotaan.
Kajian survei belanja publik oleh Bank Dunia
menunjukkan bahwa sektor infrastruktur memperoleh
alokasi dana sebesar 57 persen dari APBD. Sekitar35
persen digunakan untuk mendanai sektor jalan raya.
Transportasi umum memperoleh bagian yang lebih
kecil. Jelas, daerah memiliki insentif kuat untuk
mendorong kepemilikan kendaraan, daripada menekan
pertumbuhan tersebut demi transportasi umum.

Poin-Poin Utama:
Perundang-undangan, pengawasan publik, dokumen perencanaan, pendidikan lebih tinggi di sektor transportasi, dan masukan dari asosiasi
transportasi telah membantu memperjelas bagaimana Pemerintahan Daerah (Pemda) seharusnya mengelola dan mendanai program daerah.
Kajian survei belanja publik menunjukkan bahwa infrastruktur memperoleh 57 persen dari dana yang teralokasi dari anggaran daerah.
Sekitar 35 persen digunakan untuk mendanai sektor jalan. Daerah memiliki dorongan kuat untuk mendorong kepemilikan kendaraan. Tidak
mudah untuk merespon tantangan ini.
Belanja pembangunan untuk sektor transportasi sangat kecil. Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral)/Bina Sistem Transportasi
Perkotaan (BSTP) telah memperkirakan bahwa anggaran yang dibutuhkan untuk transportasi perkotaan di Indonesia setidaknya empat kali
lebih besar dari yang telah direncanakan oleh Kementerian Perhubungan.
Beberapa daerah mencoba untuk berbagi beban biaya infrastruktur dan layanan transportasi umum dengan sektor swasta, contohnya
Terminal Giwangan di Yogyakarta dan dua koridor monorel yang sedang dibangun di Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta dan warga Jakarta
telah menunggu 24 tahun untuk dimulainya pembangunan Mass Rapid Transit (MRT). Diperkirakan MRT Jakarta akan menjadi sistem
perkeretaapian perkotaan termahal di dunia.
Terbukanya ruang fiskal yang diperoleh karena pengurangan subsidi BBM pada bulan Juli 2013 seharusnya menjadi momentum untuk
mendorong desentralisasi fiskal di sektor transportasi. Pemerintah Pusat harus berfokus pada penyusunan pedoman kebijakan dan panduan
penerapan untuk transportasi perkotaan. Desentralisasi pendanaan untuk transportasi perkotaan akan memperkuat kapasitas Pemda untuk
membiayai sendiri program-programnya.
Pengurangan belanja pegawai melalui alih daya dan membuka celah fiskal baru harus menjadi tugas Pemda. Apabila fleksibilitas anggaran
ini diperoleh, maka angka 515 persen anggaran sektor transportasi di APBD akan memberikan ruang gerak bagi Dinas Perhubungan dan
Pekerjaan Umum untuk mendanai infrastruktur seperti fasilitas pejalan kaki, terminal, dan halte bus, bersamaan dengan keselamatan jalan dan
langkah pengendalian kemacetan.
Restrukturisasi pendapatan daerah untuk meningkatkan kontribusi property-related taxes (pajak terkait properti) dan mengurangi
ketergantungan pada vehicle-related taxes (pajak terkait kendaraan) harus menjadi prioritas jangka panjang. Bisa diadakan juga pembiayaan
hibah bersaing (competitive grants) untuk transportasi yang berkelanjutan yang memberi penghargaan kota-kota yang berkomitmen terhadap
pembangunan yang berkelanjutan.
Pemerintah perlu mengembangkan skema penjaminan risiko bagi prakarsa sektor swasta di sektor transportasi. Bank Pembangunan Daerah
harus didorong untuk memanfaatkan simpanan yang tidak hanya untuk menyalurkan pinjaman konsumsi (misalnya untuk sepeda motor dan
mobil), tetapi juga untuk jenis pinjaman yang mendorong pembangunan infrastruktur lokal.

28

Prakarsa April 2014

Tidak mudah untuk bisa merespon tantangan ini.


Belanja pembangunan untuk sektor transportasi
sangat kecil dan seringkali menerima tekanan
kebutuhan sektor prioritas lain yang juga memerlukan
pendanaan. Sementara itu, sumber utama dari
pendanaan pembangunan masih dibebankan pada
Dana Alokasi Umum (DAU), yang berfokus pada
belanja rutin pegawai dan pelayanan pemerintahan,
serta Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk kebutuhan
spesifik. Saat ini, DAK infrastruktur hanya digunakan
untuk sektor jalan Sepertinya DAK untuk transportasi
perkotaan, yang digagas Kemenhub di tahun 2008
2009, akan mengalami kemajuan dalam waktu dekat.
Mengenai kebutuhan belanja pembangunan, Pusat
Studi Transportasi dan Logistik (PUSTRAL)/Bina Sistem
Transportasi Perkotaan (BSTP) pernah memperkirakan
bahwa kebutuhan anggaran transportasi perkotaan
di Indonesia setidaknya empat kali lebih besar dari
rencana yang disusun Kemenhub saat ini. Sebagian
besar Dinas Perhubungan menyusun anggaran di
bawah kebutuhan sebenarnya karena menyadari
bahwa keterbatasan dana akan menjadikannya tidak
mungkin bagi DPRD untuk mengalokasikan anggaran
yang cukup bagi sektor ini.
Beberapa daerah seperti Yogyakarta, dan tentu
saja Jakarta, melakukan inovasi untuk berusaha
melibatkan pihak swasta untuk turut menanggung
biaya infrastruktur dan layanan transportasi umum.
Pemerintah Yogyakarta telah mengundang sektor
swasta untuk mendanai pembangunan Terminal
Giwangan di bagian selatan Yogyakarta, sementara
Pemerintah DKI Jakarta mengizinkan inisiatif sektor
swasta untuk membangun dua koridor monorel di
tengah pusat bisnis Jakarta.

Membangun Terminal dan Monorel

Pemerintah Yogyakarta telah memutuskan untuk


membangun Terminal Tipe A dengan pendekatan
Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS), yang
memungkinkan sektor swasta untuk mengelola
terminal dan bangunan komersial yang ada di dalam
area terminal dalam bentuk konsesi Build, Operate,
and Transfer (BOT). Gedung terminal dibangun dengan
biaya yang lebih murah dibandingkan perkiraan
pemerintah (OE, owner estimate) dan dengan
produktivitas yang lebih tinggi. Pemegang konsesi
tersebut sukses membangun infrastruktur, namun
sayangnya mengalami kerugian finansial. Pihak Pemda
dan sektor swasta gagal mengelola risiko pengurangan
pendapatan karena kebijakan pemerintah lainnya yang
berada di luar kendali mereka.

PT Jakarta Monorail (JM) belum lama ini mulai kembali


berinvestasi setelah bertahun-tahun terhenti. Dengan
bekerjasama dengan investor baru, yaitu ORTUS,
JM dapat merancang ulang pengelolaan pendapatan
perusahaan karena dengan izin baru, perusahaan tidak
lagi harus menjamin angka minimum pendapatan
penumpang, seperti keharusan di perjanjian awal.
Perusahaan mengakui bahwa pendapatan tarif tidak
akan menutup biaya investasi, pemeliharaan, serta
modal yang dikeluarkan. JM akan memanfaatkan area
stasiun sebagai properti komersial, yang diharapkan
memberi pendapatan lebih besar dibandingkan
pendapatan dari penumpang. Semangat kewirausahaan
investor ini patut diapresiasi, karena sektor swasta
tidak memperoleh jaminan apapun dari pemerintah.
Pemerintah DKI Jakarta dan masyarakat Jakarta telah
menunggu 24 tahun untuk dimulainya pembangunan
Mass Rapid Transit (MRT). Diperkirakan MRT Jakarta
akan menjadi sistem perkeretaapian perkotaan
termahal di dunia. Meskipun Pemerintah Indonesia,
dalam kasus ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu),
secara hukum yang memiliki kewajiban pembayaran
pinjaman lunak ke Pemerintah Jepang, Pemprov
DKI Jakarta berkewajiban membayarkan 51 persen
pinjaman ke pemerintah pusat. Meski pemerintah
DKI Jakarta terlihat tidak memiliki risiko, namun
sebenarnya mereka harus menanggung subsidi apabila
tarif dikendalikan oleh pemerintah dan DPRD.

Pendesentralisasian Pendanaan

Pengawasan belanja sektor publik merupakan


intervensi kebijakan yang penting. Saya termasuk yang
percaya bahwa penguatan Pemda dalam perencanaan
dan implementasi pembangunan, termasuk di sektor
transportasi, harus disertai dengan alokasi pendanaan
yang memadai dan sesuai. Terbukanya ruang fiskal
yang diperoleh karena pengurangan subsidi BBM pada
bulan Juli 2013 seharusnya menjadi momentum untuk
mendorong desentralisasi fiskal di sektor transportasi.
Pemerintah Pusat, sesuai dengan tanggung jawab yang
dimilikinya, harus lebih berfokus pada penyusunan
pedoman kebijakan dan penerapan untuk transportasi
perkotaan. Program hibah bus daerah harus tuntas
disertai dengan peningkatan kapasitas daerah untuk
menambah armada transportasi melalui investasi
sektor swasta. Desentralisasi dana untuk transportasi
perkotaan akan menjadi instrumen untuk memperkuat
kapasitas Pemda untuk membiayai sendiri programprogramnya, tidak lagi tergantung pada alokasi dana
pada Kemenhub, yang memiliki banyak prioritas lain.

29

Prakarsa April 2014

Pengurangan belanja pegawai melalui alih daya


dan pembukaan celah fiskal baru harus menjadi
tugas Pemda, disertai dengan aturan fiskal oleh
Kemenkeu. Upaya untuk membatasi belanja pegawai
dan perjalanan dinas hingga maksimal 50 persen
dari APBD (saat ini sekitar 6070 persen dari APBD)
harus didukung. Apabila fleksibilitas anggaran ini
diperoleh, maka angka 515 persen anggaran APBD
untuk sektor transportasi akan memberikan ruang
gerak untuk transportasi yang lebih inovatif bagi
dinas perhubungan dan dinas pekerjaan umum untuk
mendanai infrastruktur seperti fasilitas pejalan kaki,
terminal, dan lebih banyak halte bus yang modern dan
terpelihara. Jumlah yang telah ditingkatkan juga dapat
diinvestasikan dalam manajemen keselamatan jalan
raya yang lebih baik, termasuk untuk Area Traffic
Control Schemes (ATCS), dan kamera pemantau untuk
pengelolaan kemacetan yang lebih responsif.
Restrukturisasi pendapatan daerah untuk menaikkan
kontribusi property-related taxes (pajak terkait
properti) dan mengurangi ketergantungan pada
vehicle-related taxes (pajak terkait kendaraan) harus
menjadi prioritas jangka panjang. Secara umum, di
Indonesia rasio kedua jenis pajak tersebut adalah
30:70 persen angka yang cukup berbeda dengan
negara-negara maju lain yang mendukung Pemda
untuk mengembangkan area baru, melakukan
revitalisasi bagian kota yang lebih tua, serta integrasi
pembangunan permukiman, perkantoran, dan
transportasi. Semakin banyak pendapatan daerah
berasal dari pajak properti maupun value capture
tax (pajak nilai terkait fasilitas infrastruktur suatu
wilayah), seperti di Jepang, Pemda akan semakin
bersemangat membangun area yang menguntungkan
secara komersial dan secara lingkungan merupakan
kota yang liveable (layak untuk ditinggali).
Salah satu pemikiran saat ini adalah pemberian
pembiayaan hibah bersaing (competitive grants)
untuk transportasi yang berkelanjutan. Dengan
diperkenalkannya program mendukung Nationally
Appropriate Mitigation Actions (NAMA) yang didanai
Jerman dan Inggris Raya bagi beberapa kota di
Indonesia, seharusnya konsep ini bisa menjadi contoh
alokasi hibah daerah di masa depan. Program-program
ini dapat digabung dengan Program Pengembangan
Kota Hijau (P2KH) lainnya, didorong oleh Kementerian
Pekerjaan Umum. Sudah saatnya kita mendorong
kota-kota untuk menunjukkan semangat terhadap isu
keberlanjutan untuk melakukan inovasi, dan memberi
penghargaan berupa hibah dari Pemerintah Pusat.

30

Belajar dari manajemen risiko dari proyek KPS yang


didokumentasikan oleh Dana Penjaminan Infrastruktur
Indonesia (IIGF, Indonesian Infrastructure Guarantee
Fund), pemerintah perlu mengembangkan skema
penjaminan risiko bagi prakarsa sektor swasta di
sektor transportasi. Di masa depan, sektor ini dapat
menarik sektor swasta untuk ikut mendanai proyek
yang dapat mendorong peningkatan mobilitas.
Perjanjian konsesi yang lebih adil, sistem tarif
yang mencerminkan daya beli konsumen, insentif
pengelolaan properti untuk memitigasi risiko
pendapatan, dan proses perolehan lahan yang masuk
akal merupakan faktor-faktor yang mendorong lebih
banyak kesempatan bagi KPS.

Mendorong Pembiayaan yang Kreatif

Sektor keuangan dan perbankan telah berekspansi


dengan sangat baik di Indonesia. Beberapa bank
pembangunan daerah juga dapat memberikan
kredit investasi. Mereka harus didorong untuk
memanfaatkan simpanan tidak hanya untuk pinjaman
konsumsi (misalnya untuk sepeda motor dan mobil),
tetapi juga untuk jenis pinjaman yang mendorong
pembangunan infrastruktur lokal. Obligasi daerah
merupakan salah satu pilihan sumber pembiayaan
yang berpotensi, meski masih diperlukan kehatihatian (prudence) untuk menghindari malpraktik
seperti yang dialami beberapa negara Amerika
Latin. Skema pembiayaan yang telah ada dengan
menggunakan fasilitas Pusat Investasi Pemerintah
(PIP) juga perlu disosialisasikan karena memiliki
tingkat bunga menarik dan mendukung daerah
memiliki laporan keuangan yang dapat diandalkan.
Diperlukan optimisme dalam mengembangkan
kapabilitas pembiayaan untuk program transportasi
di masa depan. Tanpa keyakinan tersebut, akan sulit
mencapai sistem transportasi yang akan mendorong
kesejahteraan rakyat. n

Tentang penulis:
Prof. Dr. Danang Parikesit adalah guru besar transportasi,
Universitas Gadjah Mada, dan merupakan Kepala Masyarakat
Transportasi Indonesia. Sejak 2010 ia bekerja sebagai penasihat
kebijakan di Kementerian Pekerjaan Umum. Ia juga menjabat Kepala
The International Forum for Rural Transport and Development,
sebuah organisasi non-pemerintah pembangunan internasional
yang berbasis di Inggris Raya. Ia juga Anggota Dewan (Board of
Directors) The Eastern Asia Society for Transport Studies, yang
merupakan masyarakat akademis yang berbasis di Jepang dengan
sasaran mendorong teori ilmiah dan pendekatan baru untuk sistem
transportasi Asia. Ia sedang menjabat sebagai anggota Dewan
Pengarah Prakarsa Infrastruktur Indonesia.

Prakarsa April 2014

Uraian Kegiatan:
Pembiayaan Sanitasi

PERSOALAN
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi Sasaran Pembangunan
Milenium di bidang sanitasi. Namun, ini ternyata merupakan sasaran
yang sulit dicapai meskipun Pemerintah Indonesia sudah menetapkan
anggaran untuk sanitasi yang semakin tinggi. Sejumlah faktor menghalangi
tercapainya sasaran ini. Alasan yang paling jelas terungkap adalah kurangnya
keterlibatan yang signifikan dari Pemerintah Daerah untuk berinvestasi
di bidang infrastruktur sanitasi. Kurangnya keterlibatan ini merupakan
kegagalan besar karena sanitasi sudah merupakan tanggung jawab wajib
Pemerintah Daerah sejak dikeluarkannya UU otonomi daerah tahun 1999
dan 2004, lebih dari satu dekade yang lalu. Di mana letak kesalahannya?

Pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium


dan sasaran lainnya terhambat karena tidak
adanya keterlibatan Pemerintah Daerah
(Pemda). Mekanisme pendanaan non-inklusif
merupakan satu faktor ketidakpedulian
Pemda terhadap investasi.

Bukti mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah bukan memilih untuk tidak melibatkan diri, tetapi
karena mekanisme pembiayaan yang non-inklusif di sektor tersebut. Hasil observasi yang sama dapat
diamati dalam fungsi-fungsi lain yang didesentralisasi, pekerjaan umum, kesehatan, dan pendidikan.
Pemerintah Daerah mengatakan bahwa mereka ditugaskan tanpa diberi
sarana untuk melaksanakannya. Betulkah ini? Jika kita bandingkan anggaran Kurangnya komitmen Pemerintah
kementerian untuk sanitasi, maka jumlah anggaran tersebut delapan hingga
terhadap pendanaan saluran
sepuluh kali lebih besar daripada dana yang disediakan secara langsung
kepada Pemerintah Daerah melalui DAK. Mengingat penyediaan sanitasi pembuangan air limbah yang telah
merupakan fungsi wajib Pemerintah Daerah, kelihatannya dana tidak berlangsung lama mengakibatkan
mengikuti fungsi sehingga Pemerintah Daerah barangkali mempunyai dasar terjadinya ketertinggalan parah.
untuk mengajukan gugatan. Bagaimana Pemerintah sampai pada sistem
pendanaan seperti ini?
APA YANG TERJADI SELAMA INI?
Secara historis, Pemerintah selama ini mengandalkan rumah tangga untuk menyediakan fasilitas
sanitasi sendiri. Ini merupakan pendekatan yang dapat diterima ketika kepadatan penduduk
perkotaan masih rendah. Sayangnya, investasi untuk infrastruktur saluran pembuangan air limbah
kota semakin ditunda karena cara penyediaan fasilitas oleh perorangan lebih disukai selama 25
tahun terakhir. Akibatnya, hanya 11 di antara 500 Pemerintah Daerah yang menyediakan saluran
pembuangan air limbah perkotaan. Tingkat cakupan layanan ini kurang dari satu persen dari jumlah
penduduk perkotaan dan menempatkan Indonesia pada peringkat kedua terakhir pada skala indeks
layanan negara-negara Asia Tenggara. Belum lama ini, Pemerintah mengumumkan kebijakan yang
lebih agresif menerapkan investasi saluran pembuangan air limbah kota,
terutama melalui pembiayaan dari luar. Ini merupakan bagian dari program Pendanaan untuk saluran pembuangan air
untuk mempercepat pembangunan sanitasi, atau Percepatan Pembangunan limbah mensyaratkan adanya komitmen
Sanitasi Permukiman (PPSP). Tujuannya adalah pembangunan fasilitas saluran
dari Pemda, namun hingga kini tidak
pembuangan air limbah kota baru di lima Pemerintah Daerah. Programprogam sedang dipersiapkan untuk pinjaman eksternal dari JICA untuk kunjung ada dalam lingkup yang signifikan.
membangun saluran pembuangan air limbah di Jakarta dan untuk ADB di

31

Prakarsa April 2014

empat kota lain di Indonesia. Namun, kapasitas pendanaan Pemerintah Daerah untuk berkontribusi
pada investasi tersebut merupakan kendala utama dalam menentukan ukuran skema yang diusulkan.
Secara sederhana, Pemerintah Daerah tidak memiliki anggaran untuk mendukung investasi tersebut.
Rencana PPSP yang digelar diperkirakan memerlukan total investasi sebesar USD 7 miliar selama
periode lima tahun 20102014. Ini adalah investasi sekitar USD 1,4 miliar setiap tahun. Apakah
pemerintah sanggup mendanainyai?
Alokasi anggaran pusat maupun daerah
untuk fungsi-fungsi lokal tidak sesuai.
Perolehan manfaat yang lebih besar
dapat dicapai melalui hibah langsung,
dibandingkan dengan pendanaan pusat yang
justru memberikan dampak sebaliknya.

ADAKAH CARA UNTUK MAJU?


Pemerintah, dengan mengumumkan sebuah rencana yang lebih agresif untuk
mencapai sasaran sanitasi, menaikkan anggaran Kementerian Pekerjaan Umum
sekitar 100% untuk masa pembangunan lima tahun periode 20102014. Besarnya
anggaran ini sekitar A$ 380 juta per tahun. Sebagai perbandingan, Dana Alokasi
Khusus (DAK) untuk sanitasi kepada semua Pemerintah Daerah berjumlah A$
45 juta setahun. Dua hal seketika menjadi jelas: pertama, total pendanaan yang
diidentifikasi jauh di bawah yang diperlukan; dan kedua, diharapkan bahwa
pendanaan langsung kepada Pemerintah Daerah untuk fungsi layanan kota
seharusnya lebih tinggi daripada pendanaan pusat.

Kenyataannya, UU otonomi daerah dan perimbangan keuangan mensyaratkan adanya devolusi pendanaan
yang progresif dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ini tidak terjadi. Akuntabilitas dan
transparansi yang rendah dalam penggunaan DAK dikemukakan sebagai salah satu alasan kelambanan
transisi ini. Khususnya, kementerian-kementerian sektoral paling vokal dalam mengkritik kinerja DAK yang
rendah. Akibatnya, Pemerintah Pusat lamban dalam menyalurkan dana langsung kepada Pemerintah
Daerah, dan lebih memilih untuk menggunakan jalur Tugas Pembantuan (TP) di mana kementerian
mendukung Pemerintah Daerah untuk mendanai fungsi wajib mereka. Meski
Pendanaan dari Dana Alokasi Khusus demikian, berlawanan dengan pandangan ini, analisis yang baru dilakukan atas
(DAK) lebih baik daripada pendanaan pembelanjaan untuk infrastruktur menunjukkan bahwa, meski kurang terdapat
dari pusat, tetapi tidak sebaik program
Hibah untuk mendapatkan dana tambahan transparansi dan akuntabilitas, DAK berpengaruh dalam menghasilkan lebih
dari Pemerintah Daerah. Peningkatan banyak dana dari Pemerintah Daerah dibandingkan dengan TP. Bahkan, ternyata
mekanisme DAK merupakan salah satu TP menghasilkan efek substitusi. Ini berarti bahwa untuk setiap unit pendanaan
solusi. Yang lain adalah menerapkan TP, Pemerintah Daerah mengurangi pendanaannya sendiri sebesar separuh unit.
program Hibah secara lebih luas. Meski tidak sempurna, setidaknya DAK dapat menghasilkan sepuluh persen dari
Pemerintah Daerah.
Jelas, meningkatkan kinerja pendanaan DAK akan menghasilkan kenaikan bersih pendanaan
Pemerintah Daerah. Bank Dunia mendukung prakarsa seperti ini melalui Proyek Pemerintah Daerah
dan Desentralisasi (Local Government and Decentralization Project). Pilihan yang lebih baik lagi
mungkin adalah mencari mekanisme hibah lain yang dimungkinkan oleh peraturan baru, yang
meningkatkan akuntabilitas dan pengaruh. Ini merupakan Hibah yang telah diterapkan dalam format
uji-coba selama Fase 1 IndII dan yang ditingkatkan skalanya dalam tahap kedua IndII.
APA YANG BERBEDA DENGAN HIBAH?
Hibah adalah penyediaan dana kepada Pemerintah Daerah yang diberikan melalui perjanjian hibah
yang mengikat secara hukum antara kepala Pemerintah Daerah dan Menteri Keuangan. Perjanjian
Hibah ini merinci apa yang wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan dana hibah tersebut,
bagaimana metode verifikasi pekerjaan, dan cara pembayaran dana tersebut. Mekanisme ini berguna
untuk modalitas berbasis hasil yang menambahkan lapisan akuntabilitas pada proses tersebut. Sebagai
perbandingan, sekali alokasi DAK ditetapkan oleh DPR, dana tersebut menjadi hak anggaran Pemerintah
Daerah dengan sedikit kemungkinan untuk dilakukan intervensi dan pengkajian oleh Pemerintah Pusat.
Pada Fase 1 IndII, Program Hibah Air Minum dan Sanitasi diperkirakan telah menghasilkan sekitar 60%

32

Prakarsa April 2014

hibah tersebut sebagai kontribusi dari Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat


secara luas mengakui tingkat efisiensinya. Peningkatan skala Hibah dalam Fase
2 IndII mencakup sasaran tata kelola pemerintahan dan keterkaitan kinerja
pada program Pemerintah Indonesia lainnya untuk meningkatkan dampak dan
penetrasi Hibah tersebut. Langkah logis selanjutnya adalah bagi Pemerintah
untuk mengakomodasikan mekanisme Hibah ke dalam arus utama pembiayaan
dan menautkannya pada peningkatan kinerja Pemerintah Daerah.

Hibah merupakan mekanisme pendanaan


yang mengikat secara hukum, akuntabel,
dan transparan. Mengarusutamakan Hibah
adalah langkah lanjutan yang logis.

PENGARUSUTAMAAN LANGKAH-LANGKAH SELANJUTNYA


Pada awal lembar informasi ini, kita mengkaji kendala dalam mencapai sasaran
sanitasi dengan mengidentifikasi kelemahan pada mekanisme pendanaan. Langkah pertama yang barangkali dapat
Penerapan infrastruktur Pemerintah Daerah oleh Pemerintah Pusat berperan dilakukan adalah memberlakukan dana
sebagai pembiayaan pengganti, yang mengurangi tingkat komitmen Pemerintah pinjaman pada Hibah. Ini telah dilakukan
Daerah. Pembiayaan hibah kepada Pemerintah Daerah melalui program Hibah, untuk pinjaman infrastruktur lain.
menghasilkan timbulnya dana, yang meningkatkan tingkat komitmen mereka.
Mencapai tujuan Sasaran Pembangunan Milenium dan PPSP menuntut adanya
komitmen yang lebih besar dari Pemerintah Daerah. Dalam Pemerintah mungkin ada perbedaan
pendapat mengenai kesiapan penggunaan dana APBN untuk Hibah dengan berbagai alasan teknis.
Namun, apa yang tersurat dan tersirat dalam perundang-undangan otonomi daerah adalah untuk
melakukan devolusi terhadap pendanaan TP yang berkesinambungan kepada Pemerintah Daerah.
Langkah pertama untuk mencapai tujuan ini barangkali adalah mengalokasikan sebagian dari dana
pinjaman untuk saluran pembuangan air limbah dari pinjaman yang diberikan JICA dan ADB yang akan
datang melalui jalur Hibah. Ini sudah dilakukan untuk pinjaman infrastruktur lain, termasuk pinjaman
untuk pembangunan MRT di DKI dan pinjaman Irigasi dari Bank Dunia. Langkah semacam itu akan
menghasilkan pendanaan Pemerintah Daerah yang lebih besar, yang dapat mengatasi tidak adanya
komitmen dan keterlibatan Pemerintah Daerah saat ini.
MANFAAT JANGKA PANJANG SELANJUTNYA
Keterlibatan Pemerintah Daerah yang lebih besar akan menghasilkan lebih
banyak layanan sanitasi yang berkelanjutan. Di bawah pendanaan Hibah, Seiring dengan berakumulasinya aset,
Pemerintah Daerah akan memperoleh hak milik atas aset dan memegang beban pemeliharaan, pembaruan, dan
tanggung jawab tunggal untuk memelihara dan merawat aset-aset tersebut penggantian aset melampaui biaya untuk
sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku. Infrastruktur yang dibangun aset baru. Penting adanya kejelasan
berdasarkan pendanaan TP dialihkan pada Pemerintah Daerah untuk mereka kepemilikan dan tanggung jawab atas aset
gunakan. Mengingat hak kepemilikannya tetap berada pada Pemerintah Pusat, yang diinvestasikan seiring berjalannya
Pemerintah Daerah tidak berada di bawah tekanan untuk memeliharanya.
waktu untuk mempertahankan
Bahkan sebaliknya, terdapat insentif buruk untuk menghemat uang dan
manfaatnya secara jangka panjang.
membiarkan nilai infrastruktur tersebut turun, mengingat adanya bukti
historis bahwa ada kemungkinan Pemerintah Pusat akan menggantikannya.
Beban pemeliharaan, pembaruan, dan penggantian menjadi semakin penting seiring dengan
berakumulasinya aset infrastruktur. Apabila aset infrastruktur akan bertambah dan bertumbuh untuk
memenuhi sasaran layanan sanitasi yang diproyeksikan, para penerima manfaat dan operator aset
harus memikul tanggung jawab hak kepemilikannya. Mekanisme Hibah akan sekaligus mengikat
Pemerintah Daerah pada kewajiban hukum untuk memelihara aset dan tingkat layanan, lama setelah
dana hibah dicairkan. Insentif jangka panjang selanjutnya dapat dihasilkan dengan menautkan Hibah
pada pencapaian standar layanan minimum sebagaimana ditetapkan dalam PP no. 65/2005 tentang
fungsi wajib Pemerintah Daerah, dan penilaiannya dilakukan melalui PP no. 6/2008 yang menguraikan
cara melakukan mengevaluasi kinerja Pemerintah Daerah dalam mencapai standar layanan minimum.
Jim Coucouvinis, Direktur Teknis Program Air Minum dan Sanitasi

33

Prakarsa April 2014

Uraian Kegiatan:
Meningkatkan Layanan Transportasi dengan
Memperhatikan Perbedaan Gender: Mengapa, Apa,
dan Bagaimana
MENGAPA PERLU MEMPERTIMBANGKAN PERBEDAAN GENDER DAN TRANSPORTASI?
Transportasi berkontribusi terhadap kualitas hidup seorang individu
Infrastruktur dan layanan transportasi dengan memungkinkan adanya akses terhadap layanan kesehatan,
yang efisien, efektif, dan berkelanjutan pendidikan, dan pekerjaan. Ini akan berakibat pada produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi yang lebih besar. Setiap orang menginginkan
adalah infrastruktur dan layanan
sistem transportasi berkualitas tinggi yang memaksimalkan efektifitas,
yang memberikan respon terhadap
efisiensi, dan keberlanjutan. Namun, untuk membangun sistem ini,
kebutuhan yang berbeda bagi perencana dan operator harus responsif terhadap kebutuhan konsumen
perempuan dan laki-laki. mereka. Sementara transportasi dilihat sebagai hal yang netral
gender sebagai sesuatu yang memberikan keuntungan yang sama
bagi setiap orang kajian yang dilakukan baik di negara berkembang maupun negara maju
menunjukkan bahwa, jika dibandingkan dengan laki-laki, perempuan mempunyai kebutuhan
transportasi yang jauh lebih kompleks yang harus diatasi. Diperlukan respon yang inovatif dan
dipertimbangkan dengan baik dan yang mengembangkan sistem transportasi menarik yang
dapat dinikmati oleh baik perempuan maupun laki-laki.
APA PERBEDAAN GENDER DALAM PENGGUNAAN LAYANAN TRANSPORTASI?
Perempuan lebih banyak membuat perjalanan yang tidak berkaitan
Perempuan mempunyai kebutuhan dengan pekerjaan dan mempunyai pola perjalanan yang jelas berbeda
akan transportasi yang jauh lebih jika dibandingkan dengan laki-laki karena perbedaan tanggung jawab
kompleks daripada laki-laki karena mereka. Jika dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memainkan
perjalanan yang berhubungan dengan berbagai peran sebagai penghasil pendapatan, pengelola serta pengasuh
rumah tangga, sosial, dan yang terkait dalam rumah tangga, dan juga peran dalam masyarakat. Mereka juga
dengan pekerjaannya; dan mereka lebih mungkin membawa banyak barang atau bepergian dengan anak kecil
bergantung kepada transportasi umum atau saudara yang berusia lanjut. Perempuan mempunyai kemungkinan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. lebih banyak melakukan perjalanan yang pendek dan lebih sering, serta
cenderung bepergian ke berbagai tempat sepanjang hari. Beberapa
perempuan bekerja sampai larut malam atau pada dini hari, misalnya
dengan pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga dan perawat. Mereka mempunyai lebih
banyak kemungkinan, dibandingkan dengan laki-laki, untuk melakukan perjalanan berantai
yang kompleks, misalnya, mereka pergi dari tempat kerja ke tempat perbelanjaan, kemudian ke
rumah orang tua mereka, sebelum akhirnya pulang ke rumah mereka sendiri. Pola perjalanan
seperti ini berarti bahwa perempuan memerlukan fleksibilitas dalam waktu dan trayek layanan
transportasi yang tersedia. Pengaruh lain terhadap pola perjalanan adalah kepemilikan dan
penggunaan kendaraan. Laki-laki lebih mungkin memiliki sepeda motor atau mobil yang

34

Prakarsa April 2014

mereka gunakan untuk bepergian, dibandingkan perempuan yang sangat bergantung


pada layanan transportasi umum untuk memenuhi kebutuhan spesifik mereka.
Jika dibandingkan dengan perempuan, kebutuhan laki-laki akan transportasi lebih
sederhana, dan lebih kecil kemungkinannya melibatkan perjalanan berantai.
Kebutuhan laki-laki lebih banyak terkait pekerjaan, dan lebih sering menggunakan
kendaraan milik sendiri.
APA YANG DIINGINKAN KAUM PEREMPUAN DALAM BIDANG TRANSPORTASI?
Hanya terdapat sedikit penelitian mengenai gender dan transportasi untuk lingkungan
perkotaan dan perdesaan di Indonesia. Ini merupakan jurang lebar yang perlu dijembatani.
Meski demikian, penelitian yang dilakukan di negara lain dan informasi yang diberikan
oleh sumber lain di Indonesia, seperti misalnya media, memberikan arahan kepada
berbagai bidang yang menjadi perhatian perempuan:
Perempuan mengapresiasi upaya untuk menjamin keselamatan
dan keamanan serta melindungi mereka dari pelecehan, seperti
misalnya penyediaan penerangan, adanya hubungan dengan
transportasi pengumpan (feeder) sehingga mereka tidak perlu
berjalan kaki jauh, dan fasilitas seperti halte yang terbuka, tidak
tertutup. Salah satu fitur yang disukai perempuan dari halte
Proyek Peningkatan Bus (BIP, Bus Improvement Project) IndII
adalah desainnya yang terbuka, sehingga orang lain dapat melihat
apa yang terjadi di halte. Perempuan kurang ingin menggunakan
layanan transportasi yang mereka rasa akan dapat membuat
dirinya terekspos pada situasi yang membahayakan, dan mungkin
akan menghindari bepergian atau mencari alternatif yang kurang
efisien atau lebih mahal. Aspek keselamatan yang menjadi
pertimbangan antara lain meliputi langkah-langkah seperti adanya
pegangan tangan (handrails), lantai dengan permukaan yang tidak
licin, dan penanda yang dapat dirasakan (tactile markings) untuk
menjamin bahwa perempuan hamil, mereka yang berusia lanjut,
perempuan yang membawa beban berat, atau perempuan yang
membawa anak kecil, tidak terjatuh.
Jarak antara perempuan dan laki-laki merupakan persoalan
penting bagi perempuan. Bus, kereta api, dan bahkan tangga
penghubung (gangplank) yang penuh-sesak, berarti laki-laki akan
dapat merapat dan menyentuh/meraba-raba perempuan.
Fasilitas transportasi perlu mempertimbangkan ukuran tubuh
perempuan yang lebih kecil dibandingkan dengan laki-laki.
Perempuan lebih sulit menaiki tangga yang tinggi dan jarak antara
platform dengan bus, ketimbang laki-laki. Tempat duduk dan
pegangan di atas penumpang ketinggiannya perlu disesuaikan
dengan ukuran tubuh perempuan.
Trayek, waktu, dan frekuensi layanan perlu disesuaikan dengan
pola bepergian perempuan yang berbeda, seperti misalnya
menyediakan layanan rutin ke pertokoan, klinik kesehatan,
sekolah, dan tempat kerja. Privatisasi transportasi umum dapat

Terdapat kekurangan data mengenai


kebutuhan dan pertimbangan khusus
perempuan Indonesia akan transportasi.
Keamanan dan keselamatan; kecukupan
ruang; pertimbangan atas keterbatasan
karena ukuran tubuh perempuan yang
lebih kecil; trayek, waktu, dan frekuensi
pelayanan; kenyamanan terutama bagi
perempuan hamil dan perempuan yang
membawa anak kecil; keterjangkauan;
dan peluang untuk bekerja merupakan
pertimbangan penting bagi perempuan.

35

Prakarsa April 2014

berakibat pada kurangnya minat untuk melayani trayek kurang menguntungkan yang
menarik bagi perempuan.
Perempuan hamil dan perempuan yang membawa bayi dan anak kecil memerlukan
fasilitas yang mudah untuk diakses dan menyediakan tempat duduk yang
mencukupi dan nyaman.
Keterjangkauan perlu dipertimbangkan. Perempuan umumnya mempunyai lebih
sedikit uang untuk digunakan dibanding laki-laki karena, rata-rata, mereka berada pada
posisi pendapatan yang lebih rendah, atau hanya memiliki akses terhadap uang untuk
kebutuhan rumah tangga saja.
Sistem transportasi menawarkan banyak peluang pekerjaan, namun sektor ini didominasi
oleh laki-laki. Perempuan mungkin ragu-ragu melamar pekerjaan di bidang yang kurang
lazim; namun dengan dukungan, mendapatkan pekerjaan di bidang transportasi akan
memperluas pilihan kerja mereka.
BAGAIMANA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MENGARAHKAN PENCAPAIAN SASARAN ITU?
Studi pelingkupan IndII mengenai Pengarusutamaan Gender mengidentifikasi sejumlah peluang
berharga untuk meningkatkan cara isu gender ditangani oleh Kementerian Perhubungan
(Kemenhub). Tiga langkah strategis yang dapat ditempuh adalah:

Perhatian yang efektif terhadap isu


gender di Kemenhub memerlukan
dukungan nyata yang jelas dari staf
senior; pengumpulan dan analisis data
untuk mengidentifikasi isu gender
dalam transportasi; dan integrasi
gender dalam dokumen kebijakan dan
perencanaan dengan pembangunan
kapasitas bagi staf terkait untuk
mengimplementasikannya.

36

Dukungan nyata, yang ditingkatkan secara substansial, dari


staf senior di Kemenhub untuk upaya dalam perencanaan dan
implementasi serta kegiatan Pokja Pengarusutamaan Gender,
sebagai contoh, dengan mengeluarkan instruksi dan surat resmi
yang mengharuskan staf untuk mendukung prakarsa gender, serta
menghadiri pertemuan dan lokakarya terkait gender.
Mengumpulkan, terutama oleh Badan Litbang, data terpilah
(disaggregated information) mengenai gender; analisis isu gender;
serta penerapan temuan mereka dalam kebijakan transportasi,
perencanaan, dan program. Ini termasuk menjamin konsumen dan
organisasi perempuan memperoleh kesempatan untuk memberikan
informasi, diadakan konsultasi terhadap kebutuhan mereka,
dan berpartisipasi sebagai anggota dari forum transportasi atau
kelompok konsumen manapun yang dibentuk.
Dokumen kebijakan dan perencanaan, seperti Renstra, yang
mengintegrasikan isu gender untuk secara berarti membahas
perbedaan kebutuhan dari kelompok laki-laki dan perempuan,
disertai dengan dukungan pembangunan kapasitas kepada Pokja
Pengarusutamaan Gender (PUG) dan staff lain yang terkait untuk
memungkinkan mereka mengimplementasikannya.
Gaynor Dawson, Spesialis Gender

Prakarsa April 2014

Kerja Keras untuk menyediakan Air Minum di Klaten


Saya ingin kesejahteraan karyawan meningkat sampai
20 kali. Itu yang memacu saya untuk mencapai target
dan tentu harus kerja keras.
Itulah pernyataan Ambar Muryati (48 tahun), Direktur
Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)
Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Dia telah bekerja
di PDAM Klaten selama 29 tahun dengan memulai
karirnya sebagai staf pembukuan secara manual. Dia
juga aktif menjadi pengurus enam organisasi sosial
maupun olahraga di Klaten dan di tingkat provinsi.
Dia adalah mantan anggota Dewan Direksi Persatuan
perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (PERPAMSI).
Tidak terlalu banyak perempuan yang memiliki posisi
strategis di sektor infrastruktur, sektor yang selama
ini didominasi laki-laki. Ambar adalah salah satunya.
Prakarsa mewawancarai Ambar untuk menemukan
inspirasi bagaimana kepemimpinan perempuan juga
bisa membawa kemajuan yang berarti dan bahwa
hubungan dengan masyarakat juga merupakan aspek
yang penting bagi kemajuan PDAM.
Tidak banyak perempuan menjadi pemimpin di sektor
infrastruktur seperti PDAM. Tentu ini menjadi prestasi
menggembirakan. Tapi bagaimana Anda bisa menjadi
seperti ini sekarang, bagaimana masa kecil Anda?
Pada masa kecil, saya hidup dalam lingkungan sosial di
mana anak-anak perempuan tidak didorong memiliki
cita-cita tinggi dan akses pendidikan yang tidak sebaik
anak laki-laki. Namun demikian saya justru hidup dalam
keluarga yang sangat disiplin. Orangtua saya menghendaki
agar anak-anak mereka mendapatkan pendidikan tinggi,
yang lebih baik dari mereka. Dari kecil saya punya cita-cita
sangat tinggi dan berpikir bagaimana bisa meraih citacita itu. Orangtua saya miskin, tapi setiap anak didorong
untuk bersekolah dan meraih prestasi. Kami juga terlibat
dalam pekerjaan orangtua kami; bahkan sejak kelas 2
SD, saya sudah ikut bekerja mencari uang untuk biaya
hidup keluarga dan sekolah. Saya bekerja menjadi buruh
tani dan jualan makanan untuk mendapatkan uang biaya
sekolah dan menabung.
Bagaimana pandangan Anda tentang kepemimpinan
di PDAM di Klaten, apa yang dibutuhkan dan apa yang
perlu dilakukan?
Secara umum kepemimpinan di PDAM sama dengan
di institusi lainnya. Terlepas dari kelemahan dan
kekuatan kepemimpinan seseorang, PDAM Klaten
memang membutuhkan kepemimpinan yang bisa
membawa perusahaan berkembang maju dan mampu
mensejahterakan karyawannya. Menjadi pemimpin itu
memang harus bisa memberikan inspirasi dan motivasi

Atas perkenan Eko Setyo Utomo

bagi anak buah untuk mengikuti arahannya. Selama


bekerja di PDAM saya telah mengalami tiga kali
pergantian direktur dan saya diajarkan banyak hal
mengenai loyalitas dan dedikasi yang tinggi dalam
membesarkan perusahaan. Saya juga terinspirasi
untuk melakukan banyak hal ketika menghadapi
situasi sulit. Pada intinya, saya belajar bagaimana
pemimpin harus bekerja keras dan disiplin supaya
dapat diikuti anak buahnya.
Apa visi anda dalam memimpin PDAM Klaten?
Sejalan dengan visi Kabupaten Klaten: untuk memberikan
layanan air minum kelas satu dan menjadi perusahaan
yang sehat secara keuangan dan mendiri menjadi
perusahaan yang sehat dengan mimpi-mimpi yang
besar. PDAM bisa menjadi perusahaan yang memenuhi
tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate
governance (GCG). Saya ingin perusahaan ini besar dan
mampu memberikan kepuasan kepada pelanggan dan
meningkatkan kesejahteraan karyawan.
Prinsip-prinsip apa yang Anda yakini selama ini
dalam bekerja dan memimpin perusahaan ini?
Ada banyak hal yang saya yakini dan bersifat prinsipil
dalam bekerja.

37

Prakarsa April 2014

Pertama, terbuka dan berpikir positif. Dua periode


menjadi Direktur PDAM, saya berusaha menerapkan
prinsip kepemimpinan yang inklusif, membangun
hubungan yang dekat dengan semua pegawai dan
bawahan. Terbuka terhadap kritik dan masukan sekaligus
memberikan pengawasan langsung kepada bawahan
tentang hal-hal yang sangat prioritas. Sehingga karyawan
akan mempercayai para pemimpin mereka dan pada
gilirannya akan sangat membantu perusahaan untuk
menciptakan lingkungan kerja yang terbuka dan positif.
Kedua, dorong disiplin dan kerja keras. Bagi saya
memimpin perusahaan yang pernah mengalami masa
suram membutuhkan kerja keras, disiplin. Juga perlu
adanya komitmen untuk dapat diberi kepercayaan oleh
pemerintah maupun oleh karyawannya. Dibutuhkan
dedikasi dan loyalitas yang tinggi yang memungkinkan
perusahaan berkembang dan mengalami kemajuan
dengan cepat.
Ketiga, lurus dan bertanggung jawab. Prinsip dalam
hidup saya adalah bekerja dengan baik seperti yang
diminta. Saya berusaha bekerja selaras dengan
aturan dan tata tertib. Semua pekerjaan harus bisa
dipertanggungjawabkan di manapun dan kapanpun.
Sehingga salah satu prinsip corporate governance yaitu
transparansi dapat tercapai.
Apa pendapat anda tentang perempuan bekerja di
sektor infrastruktur?
Bagi saya perempuan dan laki-laki sama saja.
Memang perempuan di manapun memiliki beban
yang lebih karena perannya dalam mendidik anakanak dan menjaga keluarga. Tapi bagi saya itu dua
hal yang bisa dijalankan sekaligus. Beruntung saya
punya suami yang mau berbagi dalam hal pengurusan
rumah tangga. Dulu, waktu pekerjaan saya sangat
banyak sampai harus lembur hingga malam di kantor,
suami saya yang menjaga anak-anak.
Keberadaan perempuan di sektor infrastruktur saya
kira juga mulai banyak. Asalkan mau bekerja keras,
jangan manja dan mau disiplin, kita bisa menjadi apa
yang kita inginkan.
Bagaimana hubungan Anda dengan staf PDAM?
Saya menganggap staf atau karyawan sebagai teman dan
itu bagi saya membuat hubungan kerja menjadi lebih
nyaman dan tidak berjarak tetapi tetap profesional.
Dengan menganggap mereka seperti teman saya bisa
menggerakan mereka lebih fleksibel. Memberi motivasi
untuk bekerja keras dan mencapai target lebih enak
kalau disampaikan dalam suasana pertemanan.

38

Apa yang Anda lakukan untuk membangun jaringan dan


berhubungan dengan dengan pihak luar?
Kunci utama dalam membangun jaringan adalah
komunikasi dan lobby. Saya melihat bahwa PDAM
harus mampu menjalin komunikasi dan hubungan baik
dengan berbagai pihak yang strategis termasuk dengan
pemerintah, DPRD, Pemerintah Pusat dengan PDAM
daerah lain, masyarakat bahkan dengan pihak donor.
Apa pandangan Anda tentang posisi masyarakat dalam
program PDAM?
Hubungan kami dengan masyarakat merupakan bagian
penting dalam strategi kami. Kemajuan perusahaan
akan turut ditentukan oleh seberapa besar perhatian
perusahaan dalam membangun hubungan baik dengan
masyarakat dan calon pelanggan. Oleh karena itu kami
bekerja keras mengupayakan agar masyarakat berminat
untuk menyambung saluran air minum.
Dengan bekerja keras, bagaimana capaiannya? Berapa
sambungan rumah tangga sekarang?
Sekitar tujuh tahun yang lalu, jumlah sambungan air
minum hanya 25.000 sambungan, kini telah mencapai
35.000 sambungan rumah tangga. Saya kira di tengah
minat masyarakat yang masih rendah dan bahan baku
air yang masih terbatas, capaian ini juga termasuk
cukup signifikan.
Bagaimana Anda dan PDAM membangun hubungan
dengan masyarakat?
Kami PDAM Klaten selalu menjaga reputasi kami di
mata masyarakat dengan menunjukkan bukti produk
dan layanan yang baik. Sehingga masyarakat memiliki
ketertarikan untuk menyambung. Banyak orang enggan
menyambung hanya dengan mendengarkan penyuluhan
atau sosialisasi, tapi mereka dengan cepat mengambil
keputusan ketika melihat kualitas air minum dan layanan
yang disediakan PDAM bagus.
Kami telah mengembangkan empat pendekatan untuk
mendukung pencapaian ini:
Pertama, menetapkan tarif wajar yang dapat dijangkau
oleh masyarakat. PDAM tidak perlu mengambil
keuntungan banyak dengan menaikkan tarif karena
yang paling penting adalah jumlah pelanggan banyak
dan berkelanjutan. Harga yang ditentukan terjangkau
bagi masyarakat.
Kedua, pendekatan kepada tokoh masyarakat.
Pendekatan ini akan menjembatani efektifitas
program PDAM kepada masyarakat serta
memudahkan PDAM menyelesaikan masalah jika
terdapat pengaduan masyarakat. Kami mencoba

Prakarsa April 2014

mengidentifikasi seorang tokoh masyarakat di tiap


desa yang bisa menjadi penghubung komunikasi
antara PDAM dengan masyarakat.
Ketiga, menawarkan layanan segera. Pelanggan
yang memiliki keluhan harus segera direspon dan
ditanggapi, kalaupun tidak bisa penanganan langsung
yang penting mereka mendapatkan informasi tentang
penanganannya. PDAM Klaten menerapkan prinsip
bahwa pelanggan adalah raja, dan mereka harus
mendapatkan pelayanan 24 jam.
Keempat, memberikan bukti pada masyarakat mengenai
produk PDAM yang berkualitas tinggi. Air minum
PDAM seharusnya memiliki tekanan yang tinggi dengan
kuantitas dan kualitasnya bagus. Layanan PDAM juga
harus prima dan terjaga keberlanjutannya. Maka
masyarakat akan mempercayai dan tertarik untuk
menyambung air minum.
Bagaimana Anda mengelola SDM?
Meskipun dengan berbagai keterbatasan manajemen,
kami berupaya membangun kapasitas SDM kami.
Berbagai pelatihan yang diselenggarakan PDAM maupun
tawaran dari pihak luar telah diikuti pegawai senior dan
junior, namun sebagai perusahaan yang sedang bekerja
keras menata diri, perubahan tidak bisa terjadi dalam
waktu singkat. Saya akui juga bahwa masih banyak
masalah pengelolaan SDM yang belum maksimal seperti
delegasi kerja yang kurang merata. Namun demikian di
masa depan kami akan menerapkan sistem punishment
and rewards secara efektif. Penilaian sangat memuaskan
dalam manajemen pengelolaan kepegawaian oleh tim
AUDIT dari Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD)
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan kami jadikan
sebagai pemicu untuk meningkatkan kinerja kami.
Apa inovasi anda untuk mendorong managemen yang
lebih baik?
Kami sedang melakukan inovasi-inovasi yang berorientasi
pada peningkatan sistem produksi dan pelayanan
PDAM. Pada dasarnya saya ingin sekali melakukan
perubahan yang positif baik dari aspek manajemen
dengan mengadopsi berbagai sistem yang dianggap
efektif seperti pembayaran rekening dengan bekerjasama
dengan kantor pos dan bank.
Manajemen sistem informasi juga sedang dikembangkan
menggunakan basis IT yang memungkinkan informasi
dapat diakses dan dipantau secara online baik dari
aspek teknis maupun administratif. Namun demikian,
upaya ini belum bisa direalisasikan karena SDM kami
masih belum siap.

Bagaimana Anda melihat tata kelola keuangan


PDAM Klaten?
Pengelolaan keuangan di sini mendapatkan pengawasan
yang ketat dan detail. Saya selalu mengecek dengan
detail. Saya selalu berorientasi pada prinsip cost and
benefit. Biaya yang dikeluarkan harus dalam pengelolaan
yang efisien dan memberikan keuntungan yang maksimal
namun tidak memberatkan pelanggan.
Hasilnya kita bisa lihat dari penilaian audit bahwa
pengelolaan keuangan kami juga menunjukkan efesiensi,
wajar, dapat diterima dan bagus. Penagihan dan
pembayaran juga dianggap baik.
Apa pesan anda terhadap para perempuan dan anak
muda lainnya supaya bisa menjadi pemimpin yang baik?
Teruslah berkerja keras dan disiplin. Menjadi pribadi
yang jujur dan ulet. Saya kira anak-anak muda
sekarang jauh lebih punya kesempatan untuk maju
karena banyak pilihan. Cita-cita yang baik pasti akan
menemukan jalannya.
Wawancara ini dilakukan oleh Eko Setyo Utomo,
Staf Gender IndII

Apakah Anda masuk dalam daftar pengiriman IndII?


Jika Anda saat ini belum menerima terbitan jurnal
triwulan Prakarsa dan ingin berlangganan, silakan
mengirimkan e-mail ke: enquiries@indii.co.id. Nama
Anda akan kami masukkan dalam daftar pengiriman
Prakarsa versi elektronik dan e-blast IndII. Jika Anda
ingin menerima kiriman jurnal Prakarsa versi cetak,
silakan menyertakan alamat lengkap pada e-mail Anda.

The Prakarsa Editorial Team


Carol Walker, Managing Editor
carol.walker@indii.co.id
Eleonora Bergita, Senior Program Officer

eleonora.bergita@indii.co.id
Pooja Punjabi, Communications Consultant

pooja.punjabi@indii.co.id
Annetly Ngabito, Senior Communications Officer

annetly.ngabito@indii.co.id
David Ray, IndII Facility Director

david.ray@indii.co.id
Jeff Bost, Deputy Facility Director

jeff.bost@indii.co.id
Jim Coucouvinis, Technical Director Water and Sanitation

jim.coucouvinis@indii.co.id
John Lee, Technical Director Transport

john.lee@indii.co.id
Lynton Ulrich, Technical Director Policy & Investment
lynton.ulrich@indii.co.id

39

Prakarsa April 2014

Pandangan
Para Ahli

Pertanyaan:

Bagaimana upaya lembaga Anda memberi


kontribusi bagi tercapainya tujuan mobilitas
perkotaan secara keseluruhan?

M. Akbar, MSc
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki kebijakan untuk menunjang mobilitas perkotaan
yang merupakan keberpihakan/prioritas terhadap sistem transportasi umum massal yang memadai dalam
melayani kebutuhan perjalanan masyarakat, baik di Jakarta sendiri maupun antara Jakarta dengan daerah di
sekitarnya (Jabodetabek).
Arah kebijakan pembangunan transportasi DKI Jakarta hingga tahun 2020 tertuang dalam Pola Transportasi
Makro (PTM), yang diimplementasikan melalui tiga strategi, yaitu: pengembangan transportasi umum massal,
pembatasan lalu lintas, dan peningkatan kapasitas jaringan. Pengembangan transportasi umum massal meliputi
pembangunan busway (BRT, Bus Rapid Transit), Light Rail Transit (LRT)/monorail, dan Mass Rapid Transit (MRT).
Pengembangan keempat jenis transportasi ini, di bawah Dinas Perhubungan, diharapkan selesai pada tahun
2020. BRT (busway) telah beroperasi sejak tahun 2004, dan hingga saat ini telah beroperasi 12 koridor
dari 15 koridor yang akan dibangun, dengan jumlah armada sebanyak 794 unit, dan akan ada penambahan
sekitar 500 unit di tahun 2014. Untuk menunjang layanan busway, telah dilakukan penambahan bus
berukuran sedang (Kopaja/MetroMini) yang akan terintegrasi dengan busway yang dikenal dengan nama Bus
Kota Terintegrasi Busway (BKTB).
Untuk memberi pelayanan transportasi umum yang terpadu bagi daerah penyangga yang menuju Jakarta,
telah dioperasikan Transportasi Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB) pada tahun 2012, yang hingga saat
ini telah beroperasi di 13 trayek dengan 143 unit APTB. Selain itu Jakarta juga akan mempunyai MRT, yang
pembangunannya untuk tahap 1 Lebak BulusBundaran HI telah dimulai tahun 2013, dan diharapkan selesai
pada tahun 2016.
Pembangunan monorail yang sempat terhenti telah dilanjutkan kembali oleh pihak swasta, yaitu PT Jakarta
Monorail, dan direncanakan selesai pada tahun 2017. Beberapa kebijakan Pemprov DKI yang telah dilakukan
dalam pembatasan lalu lintas antara lain 3-in-1 pada kawasan tertentu, penertiban parkir liar (on street),
pembangunan fasilitas park-n-ride di Terminal Ragunan, dan Electronic Road Pricing (ERP) yang sedang dalam
tahap pembangunan.
Pemprov DKI juga tengah melakukan peningkatan jaringan jalan dengan pembangunan Area Traffic Control
System (ATCS), pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang terintegrasi dengan stasiun kereta api
(JPO Tanjung Barat dan JPO Lenteng Agung), dan juga telah direncanakan pembangunan fasilitas terintegrasi
antara halte busway dengan stasiun kereta api (di daerah Jalan Juanda dan Manggarai), koridor busway yang
terintegrasi dengan terminal bus, pembangunan jalan, pembangunan jaringan jalan, pembangunan flyover/
underpass, dan pengembangan kawasan pejalan kaki.

40

Prakarsa April 2014

Salah satu kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang merupakan kebijakan non-kendaraan bermotor (non-motorized)
adalah dibangunnya jalur sepeda sepanjang 16,4km dengan jalur CipinangPondok Kopi sepanjang 6,7km dan
di Jalan Raya Bekasi RorotanMarunda sepanjang 9,7km. Kami harapkan kebijakan-kebijakan tersebut dapat
mengatasi masalah lalu lintas di DKI Jakarta, sehingga dapat meningkatkan mobilitas perkotaan. Dukungan serta
kepedulian masyarakat ikut menentukan keberhasilan berbagai kebijakan tersebut.
Azas Tigor Nainggolan, S.H., M.Si
Ketua Dewan Masyarakat Transportasi Jakarta (DTKJ) 20062014
Ada beberapa hal yang telah kami lakukan. Pertama, kami melakukan berbagai kajian mengenai persoalanpersoalan transportasi di Jakarta. Persoalan utama adalah kemacetan, yang disebabkan oleh buruknya kondisi
transportasi umum, yang menyebabkan masyarakat memilih menggunakan alat transportasi pribadi.
Kini Pemerintah Provinsi telah melakukan beberapa langkah terobosan, seperti membangun sistem BRT, Namun
langkah ini baru merupakan salah satu pendekatan untuk memecahkan persoalan buruknya layanan transportasi
umum di Jakarta. Masih banyak persoalan lain seperti transportasi reguler, serta integrasi dengan moda lain yang
masih menjadi persoalan.
Sistem transportasi yang baik perlu dibangun supaya orang mau beralih dari moda lain ke transportasi umum
massal. Dalam konteks ini, menjadi tugas DTKJ untuk melakukan kajian-kajian tersebut dan memberi masukan
pada Gubernur tentang kebijakan transportasi.
Di samping itu, kami juga berupaya membangun kesadaran baru di masyarakat untuk mengubah perilaku, dari
dengan mudah menggunakan kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum massal, dengan melakukan
sosialisasi permasalahan transportasi di Jakarta, baik dengan membuka pos pengaduan melalui telepon, faks,
surel, maupun media sosial, maupun mengadakan dialog publik dengan masyarakat mengenai isu-isu yang kami
anggap penting. Kami juga mengadakan penyuluhan media (media briefing) terutama pada saat ada kajian yang
kami terbitkan, atau bila terdapat masalah transportasi yang sedang ditangani, dan kami baru menyampaikan
rekomendasi kepada Gubernur. Kami juga ingin agar media massa memiliki perspektif dan wawasan dalam
persoalan transportasi.
Selain beberapa hal di atas, kami juga melakukan advokasi kebijakan. Ada tiga Perda yang berhasil kami dorong
untuk disahkan setelah tiga tahun, yaitu Perda BUMD TransJakarta, Perda Transportasi, dan Perda BRT. Kami
memberi dukungan dengan melakukan lobi kepada DPRD. Meski tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) DTKJ ada
di Dinas Perhubungan, namun lingkup kerja kami kembangkan sendiri. Misalnya, ketika ada pengaduan soal
trotoar, yang menjadi wilayah dinas Pekerjaan Umum, kami juga melakukan pendekatan dan mengembangkan isu
tersebut ke aksesibilitas kelompok penyandang disabilitas. Atau, ketika kami akan membuat busway koridor 13
yang menggunakan jalur jalan layang (elevated), prosesnya tidak ada hambatan, karena kami juga melakukan lobi
ke Bappeda dan ke UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan). Jadi, kami
tidak hanya berhubungan dengan Dinas Perhubungan saja, karena persoalan transportasi bukan cuma persoalan
transportasi umum, juga bukan sekedar persoalan teknis semata, namun lebih banyak merupakan persoalan nonteknis; seperti perilaku masyarakat, persoalan politis, dan lainnya. Kalau bicara transportasi, ya, bicara politik.

41

Prakarsa April 2014

Hasil:
Proyek Pelabuhan Makassar Bergerak Maju
Tujuan Kegiatan Percontohan Pelabuhan Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS,/Public Private Partnership, PPP) dari IndII adalah
untuk meningkatkan kapasitas dan efisiensi pelabuhan. Hal
ini dilakukan dengan mendukung pengembangan rencanarencana induk pelabuhan dan menyediakan sebuah prosedur
model untuk menyiapkan proyek pengembangan pelabuhan
dengan partisipasi sektor swasta. Kegiatan ini dibagi menjadi dua
tahap. Pencapaian Tahap 1 sekarang ini tengah merintis jalan
untuk pelaksanaan Tahap 2. Sebagai bagian dari tahap pertama,
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan sebuah
keputusan, KP no. 1304/2013, untuk memberi kewenangan kepada
Tim Teknis, yang terdiri dari wakil-wakil dari Kemenhub, Bappenas,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Koordinasi
Penanaman Modal Indonesia (BKPM), Otoritas Pelabuhan
Makassar, dan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan
Pemerintah Daerah Kota Makassar. Selanjutnya, Rencana Induk
Pelabuhan Baru Makassar (Makassar New Port) dan studi prakelayakannya akan dinilai. Selain itu, pegawai pelabuhan dilatih mengenai
persiapan proyek dalam dua lokakarya peningkatan kapasitas. Pemangku kepentingan
lain yang telah terlibat dalam diskusi kegiatan mencakup Kementerian Keuangan, PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) dan PT Sarana Multi Infrastruktur. Dukungan mereka
sangat penting sementara kegiatan ini bergerak maju menuju dikembangkannya proyek
KPS yang layak dan menguntungkan lengkap dengan semua persetujuan pemerintah dan
dukungan penjaminan yang diperlukan.

PRAKARSA EDISI MENDATANG


Penyediaan Layanan Lokal
Seorang politisi Amerika pernah mengucapkan kalimat yang kemudian jadi terkenal, Semua
politik bersifat lokal. Pengamatan ini dapat juga diterapkan pada pelayanan di sektorsektor seperti air minum dan sanitasi. Terutama di era pasca-desentralisasi, penyampaian
layanan yang efektif bergantung pada pengaturan tata kelola yang baik di tingkat lokal: buy-in
(dukungan dan partisipasi) dari pejabat-pejabat Pemerintah Daerah, keterlibatan masyarakat,
dan akuntabilitas pihak-pihak yang memberi layanan. Prakarsa edisi bulan Juli 2014 akan
menelaah topik penyampaian layanan lokal melalui sudut pandang pekerjaan yang dilakukan
IndII, yang menggambarkan dinamika seputar Indeks Air Minum dan Sanitasi, pengembangan
standar layanan lokal, dan keterlibatan Organisasi-Organisasi Berbasis Masyarakat dalam
menyediakan layanan air minum.

42

Anda mungkin juga menyukai