ARTIKEL UTAMA
Sistem Transportasi Umum Jakarta: Sebuah Tinjauan
Sistem transportasi umum Jakarta terdiri dari beragam moda yang meliputi sepeda motor, mobil angkutan kota, taksi,
dan bus berbagai ukuranh.4
TransJakarta belum memenuhi potensinya. Namun, fokus terhadap perencanaan yang tepat, pembangunan kapasitas,
investasi, keterlibatan sektor swasta, dan strategi terkait dapat mendorong TransJakarta untuk memenuhi janjinyah.10
Banyak rintangan yang harus dihadapi oleh pejalan kaki di Jakarta. Namun, penelitian mengenai walkability
(ukuran keramahan suatu daerah untuk berjalan kaki) dapat mendukung pembuat kebijakan dalam menangani
persoalan inih.14
31
Uraian Kegiatan
37
40
42
Jurnal triwulanan ini diterbitkan oleh Prakarsa Infrastruktur Indonesia, sebuah proyek yang didanai Pemerintah Australia
untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan meningkatkan relevansi, mutu, dan jumlah Investasi di
bidang infrastruktur. Pandangan yang dikemukakan belum tentu mencerminkan pandangan Kemitraan Australia Indonesia
maupun Pemerintah Australia. Apabila ada tanggapan atau pertanyaan mohon disampaikan kepada Tim Komunikasi IndII
melalui telepon nomor +62 (21) 72780538, fax +62 (21) 72780539, atau email enquiries@indii.co.id. Alamat situs web
kami adalah www.indii.co.id
Pesan Editor
Dalam dunia ekonomi, rantai perekonomian bisa bersifat
kejam atau bisa merupakan lingkaran kebajikan. Apa pun itu,
rantai perekonomian ibarat sebuah lingkaran sehingga bila kita
memperbesar A akan berakibat pada membesarnya B, yang
kemudian memperbesar A, selanjutnya memperbesar B, dan begitu
seterusnya. Contoh lingkaran semacam ini ada di mana-mana salah
satunya dapat dilihat di Prakarsa edisi Transportasi Udara (Januari
2012) yang menunjukkan bagaimana pertumbuhan ekonomi suatu
bangsa berakibat pada peningkatan penerbangan bisnis/hiburan,
yang berakibat pada rute dan jaringan penerbangan yang lebih baik,
sehingga menjadikan suatu kawasan lebih menarik untuk bisnis dan
pariwisata, yang berakibat pada pertumbuhan ekonomi lebih lanjut.
Secara teori, lingkaran seperti ini terus-menerus berlangsung
dengan sendirinya (perpetuate themselves). Umpan baliknya terjadi
terus-menerus tanpa batas, mengarahkan pada terjadinya situasi
yang akan selalu membaik atau selalu memburuk. Kuncinya adalah
mengidentifikasi keadaan eksternal yang akan memulai lingkaran
kebajikan atau menghentikan lingkaran setan.
Seperti artikel-artikel Prakarsa edisi ini menunjukkan banyak
lingkaran-lingkaran tersebut terjadi pada transportasi perkotaan
Jakarta. Sayangnya terlihat lebih banyak lingkaran setan daripada
lingkaran kebajikan. Misalnya kualitas layanan bus. Bus-bus yang
tidak nyaman dan tidak terpelihara dengan baik adalah pengalaman
tidak menyenangkan bagi penumpang, sehingga mereka lebih
memilih kenyamanan mobil pribadi atau ojek yang relatif cepat dan
mudah. Akibatnya pendapatan dari tarif bus kemudian menurun,
operator tidak mampu merawat busnya dengan baik menyebabkan
kualitas pengalaman naik bus merosot, sehingga penumpang
memilih untuk tidak naik bus, selanjutnya pendapatan menurun lagi.
Lingkaran umpan balik serupa terjadi dengan kemacetan. Ketika
perjalanan sehari-hari menjadi semakin lama hingga berjam-jam,
penumpang yang memiliki pilihan lebih suka bertahan dalam
perjalanan tanpa akhir tersebut di dalam kenyamanan kendaraan
pribadi. Ini menambah kemacetan, yang memperlambat perjalanan,
yang menjadikan mobil pribadi terlihat sebagai pilihan yang lebih
menarik, yang menambah kemacetan.
Apakah situasi di Jakarta sudah tidak bisa diperbaiki? Bisa, apabila
para perencana kota menciptakan keadaan yang memecah lingkaran
setan tersebut dan mudah-mudahan menghasilkan lingkaran baru
yang membawa kebajikan. Solusinya tersedia: Sistem tarif yang lebih
canggih yang memungkinkan penarikan tarif yang lebih adil dan di
saat bersamaan bisa dijadikan sarana untuk mengumpulkan data
pergerakan penumpang. Armada bus dengan ukuran dan rancangan
yang sesuai dengan panjang trayek dan permintaan pelayanan.
Pembatasan terhadap penggunaan kendaraan pribadi.
Berikut ini sebuah lingkaran bagi para pembaca Prakarsa: Setiap
hari, warga merasakan kemacetan Jakarta yang parah. Dari bukti
ini, mereka menyimpulkan bahwa situasi ini sudah tidak memiliki
harapan untuk diperbaiki, maka mereka pun tidak melakukan upaya
apa-apa untuk memperjuangkan perubahan. Situasinya semakin
memburuk. Dan warga merasakan kemacetan Jakarta yang lebih
parah, namun tetap bersikap pasif. Namun ada lingkaran kebajikan
yang dapat menggantikan lingkaran setan ini. Bacalah artikel-artikel
dalam edisi ini, dan Anda mungkin dapat membayangkan sebuah
kota yang warganya mulai menggunakan transportasi umum;
omongan mulai menyebar bahwa itu sarana yang efektif dan nyaman
untuk bergerak di dalam kota; lebih banyak orang melakukannya;
kemauan politik meningkat; pendapatan mengalir masuk; dan
sumber daya dikhususkan bagi transportasi umum yang aman,
nyaman, dan terjangkau. Itu adalah lingkaran kebajikan yang layak
dijadikan cita-citakan. CSW
Infrastruktur Dalam
Angka
Rp 1,4 triliun
9,9 juta
10 km
Rp 400 miliar
Rp 12,8 triliun/tahun
Rp 1 juta
65%
Pengemudi ojek dan angkot menunggu penumpang di jalan raya yang ramai di Jakarta ini.
Atas perkenan Richard Iles
Sistem transportasi umum Jakarta terdiri dari beragam moda yang meliputi sepeda motor, mobil angkutan kota,
taksi, dan bus berbagai ukuran. Masing-masing moda memiliki peran yang tepat untuk mengangkut orang secara
aman, dengan harga terjangkau, dan dengan mudah ke seluruh penjuru kota. Sistem yang ada saat ini tidak efisien,
namun langkah-langkah sedang diambil untuk mengubahnya. Oleh Richard Iles dan Rudi Wahyu Setiaji
Sistem transportasi umum Jakarta sangat beragam. Sistem ini
meliputi ojek (transportasi sepeda motor), bajaj (becak bermotor,
berpenutup, dengan tiga roda), taksi, dan angkot/mikrolet (mobil
dengan 914 tempat duduk); dan juga bus dalam berbagai
ukuran, konfigurasi, dan standar; serta kereta api. Semua ini akan
dilengkapi di masa depan dengan layanan Mass Rapid Transit
(MRT) dan monorel. Moda-moda ini memiliki karakteristik,
kelebihan, dan kekurangan masing-masing. Namun, pelayanan
transportasi tidak selalu disediakan oleh moda yang paling tepat.
Ojek menjadi semakin umum di Jakarta. Transportasi ini memiliki
keunggulan dapat bergerak lebih cepat dan mudah melalui lalu
lintas yang padat, serta murah untuk diperoleh dan mudah
dioperasikan. Kendaraan ini memberikan manfaat yang berguna
dalam mengangkut penumpang untuk perjalanan jarak dekat
ke dan dari pemberhentian bus atau stasiun kereta api, serta
melalui jalan sempit dan kecil yang tidak dilayani oleh moda
transportasi umum lainnya. Di Jakarta, ojek lebih banyak digunakan
sebagai pengganti bus dan taksi di jalan utama, terutama karena
Poin-Poin Utama:
Sistem transportasi umum di Jakarta sangat beragam. Sistem ini meliputi ojek (transportasi sepeda motor), bajaj (becak bermotor,
berpenutup, dengan tiga roda), taksi, dan angkot/mikrolet dengan 914 tempat duduk); dan juga berbagai jenis bus dan kereta api berat,
dan di masa mendatang, layanan Mass Rapid Transit (MRT) dan monorel. Masing-masing moda ini memainkan peran, baik yang lebih
penting maupun yang kurang penting, namun moda-moda tersebut pada saat ini sering digunakan secara tidak efisien.
Baik ojek maupun bajaj berguna untuk perjalanan jarak dekat dan di jalan sempit. Tapi kedua moda ini cenderung berbahaya dan merusak
lingkungan, dan seharusnya peran mereka dikurangi dalam sistem transportasi umum.
Taksi merupakan komponen penting dari sistem transportasi umum di Jakarta. Besarnya permintaan untuk layanan taksi pada saat ini
hampir pasti disebabkan karena kurangnya alternatif yang layak.
Angkot atau mikrolet paling cocok untuk trayek-trayek pendek yang menghubungkan daerah pemukiman dengan pusat komersial
di dekatnya dan terminal-terminal bus. Namun, banyak mikrolet beroperasi pada trayek-trayek panjang di jalan utama, dan
menduplikasi layanan bus.
Bus-bus dalam berbagai ukuran, konfigurasi, dan standar beroperasi dalam jaringan ekstensif di seluruh pelosok Jakarta. Unggulan dari
sistem bus Jakarta adalah Bus Rapid Transit (BRT). Jenis layanan bus lain, dengan berbagai ukuran dan tingkat kenyamanan, meliputi sektor
pasar dan kebutuhan-kebutuhan yang berbeda.
Tidak ada bus yang beroperasi di Jakarta saat ini yang memenuhi standar internasional untuk desain bus perkotaan, namun kebutuhan
untuk mengganti kendaraan yang semakin tua membuka kesempatan untuk mengatasi persoalan ini. Bus yang lebih besar daripada yang
saat ini beroperasi di kebanyakan trayek dapat digunakan untuk meningkatkan keamanan dan kenyamanan, serta mengurangi dampak
lingkungan. Sekali lagi, proses penggantian kendaraan membuka kesempatan untuk meningkatkan keadaan ini. Transisi menuju armada
kendaraan yang lebih kecil dan efisien harus dikelola secara sensitif untuk meminimalisir dampak sosial yang merugikan, berhubung
banyak operator kecil/sopir mengandalkan bus kecil untuk mata pencaharian mereka.
Layanan komuter yang dioperasikan oleh penyelenggara kereta api nasional, dilengkapi dengan sistem monorel dan MRT, yang akan mulai
beroperasi pada tahun 2016 dan 2017, akan meningkatkan kapasitas dan daya tarik transportasi umum. Namun, moda-moda yang sudah
ada akan terus berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sebagian besar penglaju di seluruh DKI Jakarta.
Peran BRT
Bus Rapid Transit (BRT) adalah moda transportasi penumpang
bervolume tinggi, yang menggunakan bus yang dioperasikan di
sepanjang jalur khusus (busway), yang secara fisik terpisah dari lalu
lintas jalan raya lainnya. Di tempat busway bersinggungan dengan
jalan berlalu lintas lainnya, sinyal lalu lintas umum mulai dipakai
untuk memberikan prioritas kepada bus untuk meminimalisir
waktu perjalanan bus. Di persimpangan yang sangat ramai, busway
mungkin bisa dipisahkan lintasannya dengan menggunakan flyover
atau underpass; perangkat tambahan seperti itu tidak diaplikasikan
di Jakarta pada saat ini, namun beberapa telah dimasukkan dalam
rencana pemutakhiran koridor.
Semakin tinggi kecepatan operasional yang dimungkinkan oleh
hak eksklusif penggunaan lahan dan langkah prioritas, ditambah
dengan penggunaan bus berkapasitas tinggi, memungkinkan volume
penumpang yang semakin besar yang dapat diangkut: lebih dari
10.000 penumpang dapat diangkut per jam di setiap arah, jauh lebih
banyak daripada yang bisa dilakukan pada layanan bus konvensional
yang harus berbagi ruang jalan dengan lalu lintas lainnya, atau dengan
mobil pribadi atau sepeda motor.
Namun volume sebesar itu dapat dicapai hanya apabila eksklusivitas
busway ditegakkan dengan efektif, apabila ada prioritas yang efektif
untuk bus di persimpangan, apabila bus berkapasitas tinggi dan
spesifikasi tepat dioperasikan, dan apabila operasional layanan
berjalan secara efisien.
Kapasitas busway memang bukan tidak terbatas, namun: sebagai
patokan, sebuah busway dengan jalur tunggal di setiap arah tidak
bisa mengakomodasi lebih dari 100 bus (tanpa memperhatikan
ukuran) per jam di setiap arah. Oleh sebab itu, untuk kapasitas
penumpang maksimal, perlu dioperasikan bus-bus berukuran
maksimal, yang biasanya berarti mengerahkan bus gandeng
berukuran besar. Di beberapa kota di negara lain, telah digunakan
bus gandeng dobel (bi-articulated bus) yang masing-masing
mengangkut lebih dari 250 penumpang. Penggunaan bus yang lebih
kecil akan mengurangi total kapasitas yang tersedia, dan ini akan
sangat merugikan ketika volume penumpang besar. Juga harus ada
peraturan bahwa pada beberapa perhentian yang memungkinkan
satu bus untuk mendahului yang lain, sehingga dibutuhkan jalur
ganda busway pada bentangan tertentu dari suatu koridor.
dengan kualitas premium, yang menarik tarif lebih tinggi dari bus
yang ada, tetapi lebih rendah dari taksi. Ini akan secara signifikan
memperlemah bisnis taksi, sementara pada saat yang sama
menyediakan bisnis menguntungkan bagi operator bus.
Angkot atau mikrolet beroperasi di seluruh pelosok Jakarta.
Sekitar 16.500 unit beroperasi di kota, pada sekitar 150 trayek.
Pada umumnya pemilik adalah perorangan atau usaha kecil, yang
banyak di antaranya hanya memiliki satu kendaraan. Angkot
dan mikrolet paling cocok digunakan untuk trayek pendek yang
menghubungkan daerah pemukiman dengan pusat komersial di
dekatnya dan terminal bus, di sepanjang jalan yang tidak sesuai
untuk kendaraan-kendaraan yang lebih besar. Meski demikian,
sejumlah besar mikrolet beroperasi pada trayek panjang di jalan
Sebab utama
Penanggulangannya
*Keadaan seperti ini sangat sulit untuk penyandang disabilitas. Lihat artikel di h. 23 mengenai topik ini lebih lanjut.
pintu penumpang yang lebar (biasanya dua atau tiga pintu pada
kendaraan dengan ukuran paling besar) yang menyediakan
akses yang cepat, nyaman, dan aman saat naik dan turun bagi
semua penumpang. Kemudahan akses ini relevan untuk semua
penumpang, tetapi terutama bagi mereka yang menyandang
gangguan mobilitas atau yang membawa barang atau anak kecil.
Tidak ada bus yang beroperasi di Jakarta saat ini yang memenuhi
standar ini, namun kebutuhan untuk mengganti kendaraan yang
sudah tua memberikan kesempatan untuk mengatasi persoalan ini.
Yang juga menjadi perhatian adalah campuran ukuran bus, dengan
dominasi bus ukuran sedang. Sebagai aturan umum, untuk layanan
bus perkotaan dengan volume penumpang yang tinggi, kendaraan
yang paling efisien adalah yang berukuran terbesar yang dapat
dengan aman dan mudah digunakan dalam batasan sistem jalan
yang ada. Pada beberapa trayek di Jakarta, termasuk banyak yang
digunakan oleh angkutan kota atau bus berukuran sedang, bus
terartikulasi yang menampung hingga 200 penumpang, termasuk
penumpang berdiri, dapat digunakan dengan aman, bahkan di
jalan biasa; di sebagian besar trayek, bus standar dengan dektunggal sepanjang 12 meter praktis untuk dipakai. Bus yang
lebih besar menggunakan ruang jalan secara lebih ekonomis dan
memerlukan jumlah sopir yang lebih sedikit. Selain itu, modal
dan biaya operasional per penumpang/km selama masa pakai
kendaraan, serta emisi gas buangnya, lebih rendah daripada busbus yang lebih kecil.
Sekali lagi, proses penggantian kendaraan akan memungkinkan
bus-bus yang lebih kecil untuk secara bertahap digantikan
dengan bus-bus yang lebih besar, sehingga memungkinkan
berkurangnya jumlah keseluruhan bus. Akan terus ada
kebutuhan terbatas untuk bus-bus berukuran lebih kecil,
misalnya pada trayek di mana permintaan rendah atau kondisi
jalan tidak cocok untuk bus yang lebih besar. Banyak orang
menggantungkan mata pencaharian mereka pada bus kecil, dan
TransJakarta belum memenuhi potensinya untuk memberikan pelayanan yang aman, nyaman,
dan dapat diandalkan, yang terintegrasi baik dengan moda transportasi lain dan yang
berkontribusi terhadap pengurangan kemacetan di Jakarta. Namun, fokus pada perencanaan
yang tepat, pembangunan kapasitas, investasi, keterlibatan sektor swasta, dan strategi terkait
dapat mendorong TransJakarta untuk memenuhi janjinya. Oleh Tom Elliott
100.000.000
80.000.000
60.000.000
40.000.000
20.000.000
0
2013
15,926 20,799 38,811 61,439 74,619 82,377 86,937 114,78 111,250 101,950
10
Poin-Poin Utama:
TransJakarta hanya melayani proporsi kecil dari jutaan perjalanan yang dilakukan orang-orang di Jakarta. Jumlah penumpang terus
bertambah dari 2004 hingga 2011, tapi itu hanya karena dibukanya koridor-koridor baru. Belum ada pergeseran yang signifikan dari
pengguna mobil dan motor menjadi penumpang TransJakarta. Malah, jumlah penumpang menurun dari tahun 2011 hingga 2013. Hal
ini sebagian besar disebabkan oleh masalah kenyamanan dan keterandalan.
Tanggung jawab untuk mengelola dan menjalankan sistem jatuh pada badan pengawas transportasi daerah (Dinas Perhubungan,
atau Dishub). Sistem ini disubsidi terlalu besar, menciptakan posisi keuangan yang tak berkelanjutan untuk masa depan.
Tidak ada perbaikan cepat untuk meningkatkan kinerja operasi TransJakarta. Upaya untuk membeli lebih banyak bus hanya akan
membantu jika dilakukan dalam konteks perencanaan yang baik dengan investasi memadai pada infrastruktur dan sistem tiket
modern bagi penumpang.
Proposal untuk perbaikan kinerja meliputi strategi kelembagaan, perencanaan dan investasi, penumpang, dan pembangunan
kapasitas. Solusinya sederhana dari segi perencanaan, tapi sulit untuk diterapkan.
Target sekitar 650.000 penumpang per hari dan pengurangan besar subsidi mungkin dilakukan sebelum tahun 2018 jika
pendekatan pemasaran, investasi, dan kinerja yang mendukung naskah Rencana Usaha TransJakarta diadopsi. Keputusan untuk
membentuk perusahaan negara baru untuk mengawasi pelayanan dan pengembangan masa depan TransJakarta merupakan awal
yang menjanjikan untuk tahun 2014.
Badan TransJakarta baru harus: berinvestasi pada depot bus milik pemerintah dan sarana pengisian bahan bakar layak yang
berlokasi strategis; mengembangkan alternatif untuk menggunakan dana modal yang langka untuk membeli bus-bus milik
pemerintah; berinvestasi pada infrastruktur koridor; melakukan perencanaan yang tepat; mengembangkan kemampuan dan
keterampilan teknis di dalam organisasi baru TransJakarta; dan mengatur lalu lintas mobil dan motor dengan memungut denda
untuk menggunakan koridor busway dan meningkatkan biaya parkir di pusat-pusat niaga kota.
11
12
CATATAN
1. Standar Pelayanan Minimal (SPM) sudah ada sejak beberapa
waktu lalu. Namun, baru-baru ini SPM ditulis ulang dengan konteks
peraturan provinsi baru yang didasarkan pada UU nasional. Standar
yang baru kini digunakan untuk mendukung kualitas pelayanan
yang diperoleh penumpang. Standar ini merupakan dokumen resmi
dengan definisi, langkah, dan sasaran yang sangat ditentukan.
Tentang penulis:
Tom Elliott adalah pimpinan program IndII untuk Peningkatan
TransJakarta. Artikel ini ditulis berdasarkan pekerjaan yang dilakukan
oleh tim konsultan lapangan IndII untuk mengembangkan strategi
peraturan dan kinerja, serta rencana implementasi lima tahun yang
dikembangkan bersama TransJakarta antara bulan November 2012
hingga Maret 2014.
13
Kendaraan, pedagang kaki lima, dan pejalan kaki saling berebut menggunakan jalan yang
sempit merupakan pemandangan khas jalanan di Jakarta.
Banyak rintangan yang harus dihadapi oleh pejalan kaki di Jakarta. Namun, penelitian mengenai
walkability (ukuran keramahan suatu daerah untuk berjalan kaki) dapat mendukung pembuat
kebijakan dalam menangani persoalan ini. Oleh Peter Midgley
Berjalan kaki di sebagian besar kota-kota terutama di Asia
Tenggara bukan hal yang mudah, Tetapi, di Jakarta ini hampir
mustahil dilakukan. Dengan nilai lahan jalan yang sangat
tinggi, sebagian besar dialokasikan untuk lalu lintas, sehingga
lahan untuk trotoar hanya sedikit dan berjauhan serta terlalu
sempit (lebar kurang dari dua meter) atau bahkan sama
sekali tidak tersedia.
Lebih parah lagi, ketika lalu lintas macet total (dan ini sering
terjadi) di sepanjang jalan yang memiliki trotoar yang memadai,
pejalan kaki harus berbagi trotoar dengan motor (dan bahkan
mobil) yang naik dan melaju di sepanjang trotoar untuk
menghindari macet.
14
Parameter
Keterangan
Ketersediaan Jalur
Pejalan Kaki
Ketersediaan Jalur
Penyeberangan
Perilaku Pengendara
Kendaraan Bermotor
Fasilitas
Infrastruktur untuk
Penyandang Difabel/
Disabilitas
Penghalang
15
16
CATATAN
1. Pedestrians to enjoy city sidewalks next year, The Jakarta Post, 13
Oktober, 2013.
2. http://cleanairinitiative.org/portal/sites/default/files/documents/18_
Walkability_Survey_Tool_2011.pdf
3. http://walkabilityasia.org/2012/10/03/walkability-mobile-app/#
Tentang penulis:
Peter Midgley adalah Advisor untuk Mobilitas Perkotaan IndII dan
Ketua Tim untuk Proyek Mobilitas Perkotaan Surabaya yang didanai
IndII. Ia juga penerima penghargaan untuk kategori Mobilitas
Perkotaan (Urban Mobility Theme Champion) dari global Transport
Knowledge Partnership (gTKP). Peter telah berpengalaman dalam
transportasi perkotaan selama lebih dari 40 tahun. Ia sebelumnya
seorang staf Bank Dunia selama 25 tahun. Ia menyusun makalah
strategi transportasi perkotaan regional untuk Bank Dunia yang
pertama (Transportasi Perkotaan di Asia: Agenda Operasional untuk
tahun 1990-an [Urban Transport in Asia: An Operational Agenda
for the 1990s]) dan merupakan anggota tim inti yang merancang
serta menjalankan strategi manajemen pengetahuan Bank Dunia.
Sepanjang karirnya, ia mendukung kebutuhan mobilitas perkotaan
yang berkelanjutan.
Transjakarta memperkenalkan e-ticket untuk penumpang pada bulan Januari 2013. Penumpang harus
menempelkan e-ticket-nya di pintu putar ini untuk masuk halte.
Atas perkenan Richard Iles
Sebagian besar moda transportasi umum di Jakarta memiliki sistem tarif flat yang
tidak efisien. Sistem tiket elektronik yang canggih membuka kemungkinan untuk
memperkenalkan struktur tarif yang lebih baik dan membuat transportasi umum lebih
mudah bagi penumpang. Oleh Richard Iles dan Rudi Wahyu Setiaji
Tarif transportasi umum dapat menjadi isu emosional. Para
penumpang sering berpikir bahwa mereka membayar lebih dari
yang seharusnya, terutama jika kualitas layanan dianggap buruk
sebagaimana sering terjadi. Warga berpenghasilan rendah
mungkin benar-benar merasa terbebani karena biaya untuk
perjalanan penting menguras sebagian besar penghasilan mereka
keluarga besar yang memiliki beberapa anak usia sekolah,
khususnya, sangat dirugikan.
17
Poin-Poin Utama:
Tarif transportasi umum dapat menjadi isu emosional. Para penumpang sering berpikir bahwa mereka membayar lebih dari yang
seharusnya, terutama jika kualitas layanan dianggap buruk. Para operator transportasi sering mengeluh bahwa penghasilan mereka
tidak cukup untuk menutup biaya dan memberi hasil yang memadai.
Apabila tarif tidak dinaikkan sebanding dengan tingkat kenaikan biaya operasional, maka pemeliharaan menyangkut hal-hal penting yang
ditangguhkan.
Subsidi sering dipandang sebagai solusi, tetapi subsidi dapat menghilangkan insentif di pihak pengusaha untuk menekan biaya, dan oleh
sebab itu justru mendorong terjadinya ketidakefisienan. Di Jakarta, layanan bus cepat (Bus Rapid Transit [BRT]) Transjakarta disubsidi,
tetapi layanan angkutan umum berbasis jalan tidak. Mereka masih mampu menutup biaya operasional, tetapi harga yang harus dibayar
adalah kualitas layanan yang buruk. Keefisienan operasional pun dikorbankan.
Faktor lain adalah cara pemungutan tarif. Pada sebagian besar rute bus di Jakarta, diberlakukan satu tarif tanpa memperhitungkan jarak
perjalanan, meski jumlah yang dipungut beragam sesuai dengan jenis layanan, dan terkadang berbeda dari rute ke rute.
Sistem satu tarif atau flat fare tersebut memiliki kelebihan dari segi kesederhanaan, mengurangi waktu penumpang menaiki angkutan,
serta mencegah penumpang melakukan perjalanan lebih jauh dari jarak yang mereka bayar. Namun sistem ini memiliki kelemahan juga.
Penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek dikenakan biaya per kilometer lebih tinggi, sedangkan mereka yang menempuh
perjalanan dengan jarak lebih jauh sering kali harus berganti bus karena bagi operator bus tidak ekenomis untuk melayani rute jarak panjang.
Jika tarif yang dipungut lebih mendekati perhitungan jarak yang ditempuh, akan dapat disediakan jaringan rute yang lebih nyaman, dan
para pengusaha dapat mengoptimalkan pendapatan dari tarif mereka. Namun demikian, semakin rumit struktur tarifnya, pada gilirannya
akan diperlukan sistem pengendalian pendapatan atau sistem pengaturan tiket yang lebih rumit. Sistem pengaturan tiket elektronik
yang canggih tidak hanya memungkinkan penerapan struktur tarif yang rumit, melainkan dapat membuat penggunaan layanan angkutan
umum jauh lebih mudah. Sistem e-ticketing atau pengaturan tiket secara elektronik juga dapat menyediakan data berharga tentang
pergerakan penumpangan yang dapat bermanfaat untuk tujuan perencanaan.
Ini dikenal sebagai sistem tarif flat. Sistem ini memiliki kelebihan
tertentu. Penumpang tidak bisa menumpang secara gratis (override), atau melakukan perjalanan lebih jauh dari jarak yang
mereka bayar. Tugas kernet dapat disederhanakan dan waktu
menaikkan penumpang berkurang jika penumpang membayar
18
Sistem Setoran
Saat ini, layanan bus non-BRT dan angkot dioperasikan
berdasarkan prinsip setoran, yaitu sopir diharuskan membayar
sejumlah uang tetap kepada operator bus setiap harinya;
setelah pengeluaran-pengeluaran tertentu terpenuhi (umumnya
termasuk biaya bahan bakar, dan gaji kernet, jika ada), kelebihan
yang ada diambil oleh sopir sebagai penghasilannya. Ini adalah
sistem pengoperasian yang ditemukan di sebagian besar
negara berkembang yang memiliki kapasitas pengaturan dan
pengelolaan terbatas.
Sistem setoran menyederhanakan pengendalian pendapatan bagi
pemilik atau operator bus, karena penghasilan terjamin sesuai
jumlah yang telah ditetapkan, tanpa harus mengawasi layanan
yang diberikan. Khususnya, sistem ini menghilangkan masalah
pencurian uang tarif, yang selalu dihadapi oleh operator yang
lebih resmi, dan yang memerlukan langkah-langkah kuat untuk
mengendalikannya. Keharusan sopir membayar biaya bahan
bakar dari pendapatan tarif menghilangkan masalah umum
operator lainnya yaitu pencurian bahan bakar.
Namun, setoran memiliki kelemahan-kelemahan yang serius.
Tanpa menggunakan tiket, sistem tarif flat menjadi hampir
wajib; tidak ada informasi tentang permintaan penumpang dan
pola perjalanan yang dapat diambil dari sistem tiket; dan sopir,
yang memiliki dorongan untuk memaksimalkan pendapatannya,
mungkin tergoda untuk mengemudi dengan cara yang berbahaya
(ugal-ugalan) dan terlibat dalam praktik yang tidak diinginkan,
seperti merintangi kendaraan pesaing atau mengusir penumpang
sebelum mencapai akhir rute agar bisa berbalik dan mengambil
penumpang yang menunggu di arah sebaliknya.
Kecuali layanan dikendalikan secara ketat, akan ada kecender
ungan terjadi pasokan yang berlebihan pada jam-jam tertentu,
dan tingkat layanan yang terlalu rendah ketika permintaan juga
rendah. Dengan menggunakan sistem setoran, tidak mungkin
terlaksana prosedur penjadwalan yang rumit, dengan frekuensi
pengoperasian direncanakan bervariasi dalam satu hari, pada harihari yang berbeda dalam sepekan, dan di ruas-ruas yang berbeda
dalam suatu rute guna mengoptimalkan pemanfaatan kendaraan
(dan meminimalkan biaya), karena para sopir tidak akan mau
menerima pengaturan yang dapat mengakibatkan beberapa bus
memperoleh pendapatan lebih banyak dari yang lain.
Sistem setoran tidak memiliki tempat di dalam sistem
transportasi umum resmi dan terorganisasi.
19
20
Poin-Poin Utama:
Banyak organisasi pemerintah dan swasta dan individu yang terlibat dalam penyediaan layanan transportasi
umum di Jakarta. Terminal bus disediakan dan didanai oleh Pemda DKI. Bengkel dan garasi dimiliki oleh
operator bus yang lebih besar.
Dua perusahaan bus di Jakarta dimiliki pemerintah. Pemda DKI menjalankan PPD, yang mengoperasikan bus besar di
trayek umum. DAMRI, dimiliki oleh Pemerintah Pusat, mengoperasikan Bus Rapid Transit (BRT) berdasarkan kontrak
dengan TransJakarta, yang akan menjadi perusahaan bus kota pada tahun 2014. Pangsa pasar PPD menurun sejak
operator swasta memasuki pasar, dan armada busnya sudah tua.
Ada beberapa operator bus swasta, beberapa di antaranya berbentuk koperasi. Beberapa operator swasta itu
menjalankan BRT di bawah kontrak dengan TransJakarta, biasanya sebagai anggota konsorsium.
Di dalam sektor swasta, sebagian besar industri transportasi umum bersifat informal dan tidak selalu memberikan
layanan yang aman dan efisien.
Peran-peran ini harus didefinisikan ulang dan dilakukan penugasan ulang peran, jika diperlukan, sehingga baik sektor
formal maupun informal bertanggung jawab atas layanan yang paling sesuai bagi masing-masing pihak. Pemerintah harus
mengubah lingkungan informal dengan regulasi yang buruk saat ini menjadi lingkungan yang mendorong pengembangan
sektor transportasi swasta yang efisien yang dapat memberikan layanan yang aman, menarik, dengan tarif terjangkau.
21
Saat kapabilitas sektor swasta terbatas, pemerintah seringkali tergoda untuk melakukan
intervensi dan menyediakan layanan secara langsung, namun ini jarang berhasil.
Sejak operator swasta memasuki pasar, PPD lebih
berkonsentrasi pada layanan dasar untuk kelompok
berpendapatan lebih rendah; pangsa pasarnya terus
menurun. Saat ini, PPD memiliki 370 bus berusia tua,
yang diantaranya terdapat sekitar 250 diantaranya
dioperasikan setiap hari di 32 trayek. Usia rata-rata
armada adalah 15 tahun, dan bus yang tertua sudah
berusia lebih dari 20 tahun.
Ada beberapa operator bus swasta, yang utama
adalah Mayasari Bhakti, Metro Mini, Kopaja, Kopami,
Steady Safe, Ratax, Pahala Kencana, Primajasa
Perdanarayautama, Ekasari Lorena, dan Bianglala.
Mayasari Bhakti merupakan operator terbesar untuk
bus besar; Metro Mini dan Kopaja adalah koperasi yang
mengoperasikan sejumlah besar bus ukuran menengah.
Beberapa dari operator ini juga terlibat dalam
pengoperasian layanan BRT di bawah kontrak dengan
TransJakarta, biasanya sebagai anggota konsorsium.
Di dalam sektor swasta, sejumlah besar industri
transportasi umum dapat diklasifikasikan sebagai
informal: individu dan usaha kecil yang memiliki satu
atau dua kendaraan, yang disewakan ke pengemudi dan
dioperasikan dengan cara yang relatif tidak terorganisir
dengan baik. Kelemahan dalam penjadwalan dan
sistem setoran (dalam sistem ini pengemudi membayar
jumlah tertentu kepada operator bus setiap hari
dan mengantongi kelebihannya setelah menutupi
biaya operasional tertentu; lihat boks di halaman 18
untuk perinciannya) menjadikan perencanaan dan
pengendalian layanan yang sesuai tidak mungkin
dilakukan, dan bertentangan dengan penyediaan
layanan yang aman dan efisien yang selaras dengan
kebutuhan penumpang. Meski demikian, sektor
informal ini memiliki peran untuk dimainkan, terutama
dalam penyediaan layanan yang memenuhi kebutuhan
mendadak (demand-responsive) seperti yang diberikan
oleh taksi, bajaj, dan ojek.
Peran-peran ini harus didefinisikan ulang dan dilakukan
penugasan ulang peran, jika diperlukan, sehingga
baik sektor formal maupun informal bertanggung
22
jawab atas layanan yang paling sesuai bagi masingmasing pihak. Pengurangan peran sektor informal
dan formalisasi layanan bus akan diperlukan. Seluruh
layanan terjadwal (terutama yang dioperasikan oleh
bus, tetapi juga termasuk angkot atau mikrolet) harus
dioperasikan oleh organisasi formal yang terstruktur
dan dikelola dengan sesuai (seperti perusahaan atau
koperasi). Layanan demand-responsive individu seperti
taksi, bajaj, dan ojek dapat disediakan oleh operator
informal, meskipun tidak ada alasan bagi perusahaan
formal untuk tidak menyediakan layanan tersebut bila
mereka menginginkannya.
Selain bus yang dioperasikan untuk BRT, mayoritas bus
dan angkot sudah sangat tua dan dalam kondisi buruk,
dan sudah melampaui batas waktu untuk diganti. Salah
satu alasan kurangnya investasi untuk bus dari operator
swasta di Jakarta adalah lingkungan operasionalnya
tidak memungkinkan mereka untuk mendapatkan
cukup penghasilan untuk mendanai pemeliharaan dan
penggantian bus dengan tepat.
Sebagai solusi jangka pendek, Pemda DKI memilih
untuk menangani masalah kekurangan bus dengan
membeli bus baru sendiri: ini akan dioperasikan
oleh TransJakarta, sebuah operator sektor publik.
Namun, dalam jangka panjang, solusinya adalah agar
pemerintah menangani penyebab masalah itu, yaitu
mengubah lingkungan informal dengan regulasi yang
buruk saat ini menjadi lingkungan yang mendorong
pengembangan sektor transportasi swasta yang layak
dan dijalankan secara efisien yang menyediakan
layanan yang aman, menarik, dengan tarif terjangkau.
Ini jauh lebih sulit untuk dilakukan dibandingkan
dengan membeli bus, tetapi akan menghasilkan
manfaat yang dapat bertahan lebih lama. Tantangan
yang dihadapi pemerintah adalah untuk mengelola
transisi ini namun ini tantangan yang sangat layak
untuk diambil. n
Tentang para penulis:
Informasi biografi mengenai para penulis dapat dilihat di halaman 9.
23
Poin-Poin Utama:
Bagi penyandang disabilitas, bepergian di Jakarta untuk keperluan sehari-hari, seperti bekerja dan rekreasi, bisa menjadi sulit.
Ferry Jansen Situngkir, seorang tunanetra, melakukan perjalanan setiap hari dari rumahnya di Bekasi ke kantornya di Pasar
Baru. Selama 14 tahun ia bepergian naik bus, kadang berdiri di sepanjang perjalanannya jika tidak ada penumpang lain yang
bisa melihat memberitahunya ada kursi kosong yang tersedia, kemudian berjalan kaki selama 30 sampai 40 menit, menabrak
rintangan dan menghadapi risiko tersambar oleh kendaraan bermotor. Keputusan beralih ke kereta api komuter telah
membawa kemajuan besar, karena ia diperbolehkan masuk stasiun melalui pintu masuk khusus dan kemudian dibantu oleh
petugas kereta api. Meski demikian, ia masih menghadapi kesulitan, seperti keluar dari kereta api yang ramai, menaiki tangga
berundakan tinggi, dan berjalan melalui ruang luas yang hampir tidak menawarkan petunjuk tentang lokasi keberadaannya. Ia
merekomendasikan lebih banyak pengumuman audio mengenai stasiun pemberhentian, pengaturan tempat duduk prioritas
yang lebih efektif bagi penyandang disabilitas, dan lajur serta tiang khusus yang dapat membantu penyandang tunanetra untuk
mengidentifikasi posisi tempat mereka berada.
Ignatius Tuntas Wijaya (Wiwid), juga seorang tunanetra dan pengguna bus TransJakarta secara rutin. TransJakarta secara aktif
melakukan peningkatan sehingga busnya menjadi lebih ramah bagi penyandang disabilitas dan ini membantu Wiwid merasa nyaman
menggunakan bus TransJakarta karena ia biasanya dapat menemukan arah di dalam halte bus dan petugasl sering membantu dalam
mengawalnya ke tempat duduk atau keluar menuju moda transportasi berikutnya setelah ia turun dari bus. Namun sering tidak
adanya pengumuman audio menimbulkan lebih banyak stres dalam perjalanannya.
Cucu Saidah, yang menggunakan kursi roda, adalah anggota Jakarta Barriers Free Tourism (JBFT), yang melakukan advokasi untuk
transportasi yang lebih mudah diakses dan menjalankan edukasi publik mengenai isu terkait disabilitas. Cucu melihat ada banyak
bus baru yang telah mengakomodasi kursi roda dan merasa bahwa sikap para personil bus TransJakarta sering positif. Tetapi, ia juga
mempunyai pengalaman negatif, seperti kursi roda yang tersangkut.
Bagi penyandang disabilitas, transportasi umum tidak hanya bisa menjadi sulit, tapi juga lebih mahal, karena mereka harus
lebih mengandalkan taksi dan moda transportasi serupa. Ferry memperkirakan bahwa ia menghabiskan sekitar sepertiga dari
penghasilannya untuk biaya transportasi. Ia berharap bahwa Indonesia akan mencapai tahap di mana desain yang ramah disabilitas,
subsidi, dan masyarakat yang berpendidikan memunculkan fasilitas transportasi umum yang terjangkau, mudah diakses, nyaman, dan
aman bagi semua.
24
25
26
Tentang penulis:
Eleonora Bergita (Gite) adalah Senior Program Officer dan Event
Manager IndII. Ia adalah seorang penulis dan pengatur acara
(event organizer) yang berpengalaman dengan lebih dari 10
tahun pengalaman di bidang jurnalisme dan manajemen kegiatan.
Pengalamannya meliputi pekerjaan dengan organisasi non-pemerintah
Jerman, beberapa majalah nasional, dan sebuah perusahaan PR. Gite
adalah lulusan Sastra Jerman Universitas Indonesia.
Pengeluaran yang sangat besar diperlukan untuk sepenuhnya merasionalisasi sistem transportasi umum
di Jakarta. Pemandangan di dekat terminal bus ini menunjukkan beberapa moda transportasi yang
diandalkan oleh warga saat ini, termasuk sepeda motor, bemo, bajaj, Kopaja, dan ojek.
Atas perkenan Annetly Ngabito
Para pemimpin daerah berada di bawah tekanan untuk membiayai berbagai program
infrastruktur dan untuk meningkatkan pelayanan kota. Kendala di sektor transportasi
perkotaan dan ketersediaan pendanaan Pemerintah Pusat berarti Pemerintah Daerah perlu
mencari cara-cara inovatif untuk mendanai program transportasinya. Oleh Danang Parikesit
Transportasi merupakan sektor pembangunan
yang sering mendapat sorotan dari media dan
analis dari para pakar. Dari kota besar hingga kota
kecil, isu transportasi terus-menerus muncul dan
masyarakat memberikan tekanan besar bagi pemimpin
daerah (Pemda) untuk merespon. Sejalan dengan
meningkatnya ketersediaan informasi, dan SDM
pemerintah yang lebih terlatih (dengan dibukanya
program S2 transportasi di berbagai universitas dalam
1015 tahun terakhir); walikota, bupati, dan gubernur
seharusnya memiliki wawasan yang cukup untuk
mulai menyusun kebijakan dan program di bidang
infrastruktur. Organisasi profesi seperti Masyarakat
Transportasi Indonesia (MTI, Indonesia Transportation
Society), dan komunitas pengguna transportasi
dapat memberi dukungan kepada pemerintah dalam
27
Poin-Poin Utama:
Perundang-undangan, pengawasan publik, dokumen perencanaan, pendidikan lebih tinggi di sektor transportasi, dan masukan dari asosiasi
transportasi telah membantu memperjelas bagaimana Pemerintahan Daerah (Pemda) seharusnya mengelola dan mendanai program daerah.
Kajian survei belanja publik menunjukkan bahwa infrastruktur memperoleh 57 persen dari dana yang teralokasi dari anggaran daerah.
Sekitar 35 persen digunakan untuk mendanai sektor jalan. Daerah memiliki dorongan kuat untuk mendorong kepemilikan kendaraan. Tidak
mudah untuk merespon tantangan ini.
Belanja pembangunan untuk sektor transportasi sangat kecil. Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral)/Bina Sistem Transportasi
Perkotaan (BSTP) telah memperkirakan bahwa anggaran yang dibutuhkan untuk transportasi perkotaan di Indonesia setidaknya empat kali
lebih besar dari yang telah direncanakan oleh Kementerian Perhubungan.
Beberapa daerah mencoba untuk berbagi beban biaya infrastruktur dan layanan transportasi umum dengan sektor swasta, contohnya
Terminal Giwangan di Yogyakarta dan dua koridor monorel yang sedang dibangun di Jakarta. Pemerintah DKI Jakarta dan warga Jakarta
telah menunggu 24 tahun untuk dimulainya pembangunan Mass Rapid Transit (MRT). Diperkirakan MRT Jakarta akan menjadi sistem
perkeretaapian perkotaan termahal di dunia.
Terbukanya ruang fiskal yang diperoleh karena pengurangan subsidi BBM pada bulan Juli 2013 seharusnya menjadi momentum untuk
mendorong desentralisasi fiskal di sektor transportasi. Pemerintah Pusat harus berfokus pada penyusunan pedoman kebijakan dan panduan
penerapan untuk transportasi perkotaan. Desentralisasi pendanaan untuk transportasi perkotaan akan memperkuat kapasitas Pemda untuk
membiayai sendiri program-programnya.
Pengurangan belanja pegawai melalui alih daya dan membuka celah fiskal baru harus menjadi tugas Pemda. Apabila fleksibilitas anggaran
ini diperoleh, maka angka 515 persen anggaran sektor transportasi di APBD akan memberikan ruang gerak bagi Dinas Perhubungan dan
Pekerjaan Umum untuk mendanai infrastruktur seperti fasilitas pejalan kaki, terminal, dan halte bus, bersamaan dengan keselamatan jalan dan
langkah pengendalian kemacetan.
Restrukturisasi pendapatan daerah untuk meningkatkan kontribusi property-related taxes (pajak terkait properti) dan mengurangi
ketergantungan pada vehicle-related taxes (pajak terkait kendaraan) harus menjadi prioritas jangka panjang. Bisa diadakan juga pembiayaan
hibah bersaing (competitive grants) untuk transportasi yang berkelanjutan yang memberi penghargaan kota-kota yang berkomitmen terhadap
pembangunan yang berkelanjutan.
Pemerintah perlu mengembangkan skema penjaminan risiko bagi prakarsa sektor swasta di sektor transportasi. Bank Pembangunan Daerah
harus didorong untuk memanfaatkan simpanan yang tidak hanya untuk menyalurkan pinjaman konsumsi (misalnya untuk sepeda motor dan
mobil), tetapi juga untuk jenis pinjaman yang mendorong pembangunan infrastruktur lokal.
28
Pendesentralisasian Pendanaan
29
30
Tentang penulis:
Prof. Dr. Danang Parikesit adalah guru besar transportasi,
Universitas Gadjah Mada, dan merupakan Kepala Masyarakat
Transportasi Indonesia. Sejak 2010 ia bekerja sebagai penasihat
kebijakan di Kementerian Pekerjaan Umum. Ia juga menjabat Kepala
The International Forum for Rural Transport and Development,
sebuah organisasi non-pemerintah pembangunan internasional
yang berbasis di Inggris Raya. Ia juga Anggota Dewan (Board of
Directors) The Eastern Asia Society for Transport Studies, yang
merupakan masyarakat akademis yang berbasis di Jepang dengan
sasaran mendorong teori ilmiah dan pendekatan baru untuk sistem
transportasi Asia. Ia sedang menjabat sebagai anggota Dewan
Pengarah Prakarsa Infrastruktur Indonesia.
Uraian Kegiatan:
Pembiayaan Sanitasi
PERSOALAN
Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memenuhi Sasaran Pembangunan
Milenium di bidang sanitasi. Namun, ini ternyata merupakan sasaran
yang sulit dicapai meskipun Pemerintah Indonesia sudah menetapkan
anggaran untuk sanitasi yang semakin tinggi. Sejumlah faktor menghalangi
tercapainya sasaran ini. Alasan yang paling jelas terungkap adalah kurangnya
keterlibatan yang signifikan dari Pemerintah Daerah untuk berinvestasi
di bidang infrastruktur sanitasi. Kurangnya keterlibatan ini merupakan
kegagalan besar karena sanitasi sudah merupakan tanggung jawab wajib
Pemerintah Daerah sejak dikeluarkannya UU otonomi daerah tahun 1999
dan 2004, lebih dari satu dekade yang lalu. Di mana letak kesalahannya?
Bukti mengindikasikan bahwa Pemerintah Daerah bukan memilih untuk tidak melibatkan diri, tetapi
karena mekanisme pembiayaan yang non-inklusif di sektor tersebut. Hasil observasi yang sama dapat
diamati dalam fungsi-fungsi lain yang didesentralisasi, pekerjaan umum, kesehatan, dan pendidikan.
Pemerintah Daerah mengatakan bahwa mereka ditugaskan tanpa diberi
sarana untuk melaksanakannya. Betulkah ini? Jika kita bandingkan anggaran Kurangnya komitmen Pemerintah
kementerian untuk sanitasi, maka jumlah anggaran tersebut delapan hingga
terhadap pendanaan saluran
sepuluh kali lebih besar daripada dana yang disediakan secara langsung
kepada Pemerintah Daerah melalui DAK. Mengingat penyediaan sanitasi pembuangan air limbah yang telah
merupakan fungsi wajib Pemerintah Daerah, kelihatannya dana tidak berlangsung lama mengakibatkan
mengikuti fungsi sehingga Pemerintah Daerah barangkali mempunyai dasar terjadinya ketertinggalan parah.
untuk mengajukan gugatan. Bagaimana Pemerintah sampai pada sistem
pendanaan seperti ini?
APA YANG TERJADI SELAMA INI?
Secara historis, Pemerintah selama ini mengandalkan rumah tangga untuk menyediakan fasilitas
sanitasi sendiri. Ini merupakan pendekatan yang dapat diterima ketika kepadatan penduduk
perkotaan masih rendah. Sayangnya, investasi untuk infrastruktur saluran pembuangan air limbah
kota semakin ditunda karena cara penyediaan fasilitas oleh perorangan lebih disukai selama 25
tahun terakhir. Akibatnya, hanya 11 di antara 500 Pemerintah Daerah yang menyediakan saluran
pembuangan air limbah perkotaan. Tingkat cakupan layanan ini kurang dari satu persen dari jumlah
penduduk perkotaan dan menempatkan Indonesia pada peringkat kedua terakhir pada skala indeks
layanan negara-negara Asia Tenggara. Belum lama ini, Pemerintah mengumumkan kebijakan yang
lebih agresif menerapkan investasi saluran pembuangan air limbah kota,
terutama melalui pembiayaan dari luar. Ini merupakan bagian dari program Pendanaan untuk saluran pembuangan air
untuk mempercepat pembangunan sanitasi, atau Percepatan Pembangunan limbah mensyaratkan adanya komitmen
Sanitasi Permukiman (PPSP). Tujuannya adalah pembangunan fasilitas saluran
dari Pemda, namun hingga kini tidak
pembuangan air limbah kota baru di lima Pemerintah Daerah. Programprogam sedang dipersiapkan untuk pinjaman eksternal dari JICA untuk kunjung ada dalam lingkup yang signifikan.
membangun saluran pembuangan air limbah di Jakarta dan untuk ADB di
31
empat kota lain di Indonesia. Namun, kapasitas pendanaan Pemerintah Daerah untuk berkontribusi
pada investasi tersebut merupakan kendala utama dalam menentukan ukuran skema yang diusulkan.
Secara sederhana, Pemerintah Daerah tidak memiliki anggaran untuk mendukung investasi tersebut.
Rencana PPSP yang digelar diperkirakan memerlukan total investasi sebesar USD 7 miliar selama
periode lima tahun 20102014. Ini adalah investasi sekitar USD 1,4 miliar setiap tahun. Apakah
pemerintah sanggup mendanainyai?
Alokasi anggaran pusat maupun daerah
untuk fungsi-fungsi lokal tidak sesuai.
Perolehan manfaat yang lebih besar
dapat dicapai melalui hibah langsung,
dibandingkan dengan pendanaan pusat yang
justru memberikan dampak sebaliknya.
Kenyataannya, UU otonomi daerah dan perimbangan keuangan mensyaratkan adanya devolusi pendanaan
yang progresif dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Ini tidak terjadi. Akuntabilitas dan
transparansi yang rendah dalam penggunaan DAK dikemukakan sebagai salah satu alasan kelambanan
transisi ini. Khususnya, kementerian-kementerian sektoral paling vokal dalam mengkritik kinerja DAK yang
rendah. Akibatnya, Pemerintah Pusat lamban dalam menyalurkan dana langsung kepada Pemerintah
Daerah, dan lebih memilih untuk menggunakan jalur Tugas Pembantuan (TP) di mana kementerian
mendukung Pemerintah Daerah untuk mendanai fungsi wajib mereka. Meski
Pendanaan dari Dana Alokasi Khusus demikian, berlawanan dengan pandangan ini, analisis yang baru dilakukan atas
(DAK) lebih baik daripada pendanaan pembelanjaan untuk infrastruktur menunjukkan bahwa, meski kurang terdapat
dari pusat, tetapi tidak sebaik program
Hibah untuk mendapatkan dana tambahan transparansi dan akuntabilitas, DAK berpengaruh dalam menghasilkan lebih
dari Pemerintah Daerah. Peningkatan banyak dana dari Pemerintah Daerah dibandingkan dengan TP. Bahkan, ternyata
mekanisme DAK merupakan salah satu TP menghasilkan efek substitusi. Ini berarti bahwa untuk setiap unit pendanaan
solusi. Yang lain adalah menerapkan TP, Pemerintah Daerah mengurangi pendanaannya sendiri sebesar separuh unit.
program Hibah secara lebih luas. Meski tidak sempurna, setidaknya DAK dapat menghasilkan sepuluh persen dari
Pemerintah Daerah.
Jelas, meningkatkan kinerja pendanaan DAK akan menghasilkan kenaikan bersih pendanaan
Pemerintah Daerah. Bank Dunia mendukung prakarsa seperti ini melalui Proyek Pemerintah Daerah
dan Desentralisasi (Local Government and Decentralization Project). Pilihan yang lebih baik lagi
mungkin adalah mencari mekanisme hibah lain yang dimungkinkan oleh peraturan baru, yang
meningkatkan akuntabilitas dan pengaruh. Ini merupakan Hibah yang telah diterapkan dalam format
uji-coba selama Fase 1 IndII dan yang ditingkatkan skalanya dalam tahap kedua IndII.
APA YANG BERBEDA DENGAN HIBAH?
Hibah adalah penyediaan dana kepada Pemerintah Daerah yang diberikan melalui perjanjian hibah
yang mengikat secara hukum antara kepala Pemerintah Daerah dan Menteri Keuangan. Perjanjian
Hibah ini merinci apa yang wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan dana hibah tersebut,
bagaimana metode verifikasi pekerjaan, dan cara pembayaran dana tersebut. Mekanisme ini berguna
untuk modalitas berbasis hasil yang menambahkan lapisan akuntabilitas pada proses tersebut. Sebagai
perbandingan, sekali alokasi DAK ditetapkan oleh DPR, dana tersebut menjadi hak anggaran Pemerintah
Daerah dengan sedikit kemungkinan untuk dilakukan intervensi dan pengkajian oleh Pemerintah Pusat.
Pada Fase 1 IndII, Program Hibah Air Minum dan Sanitasi diperkirakan telah menghasilkan sekitar 60%
32
33
Uraian Kegiatan:
Meningkatkan Layanan Transportasi dengan
Memperhatikan Perbedaan Gender: Mengapa, Apa,
dan Bagaimana
MENGAPA PERLU MEMPERTIMBANGKAN PERBEDAAN GENDER DAN TRANSPORTASI?
Transportasi berkontribusi terhadap kualitas hidup seorang individu
Infrastruktur dan layanan transportasi dengan memungkinkan adanya akses terhadap layanan kesehatan,
yang efisien, efektif, dan berkelanjutan pendidikan, dan pekerjaan. Ini akan berakibat pada produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi yang lebih besar. Setiap orang menginginkan
adalah infrastruktur dan layanan
sistem transportasi berkualitas tinggi yang memaksimalkan efektifitas,
yang memberikan respon terhadap
efisiensi, dan keberlanjutan. Namun, untuk membangun sistem ini,
kebutuhan yang berbeda bagi perencana dan operator harus responsif terhadap kebutuhan konsumen
perempuan dan laki-laki. mereka. Sementara transportasi dilihat sebagai hal yang netral
gender sebagai sesuatu yang memberikan keuntungan yang sama
bagi setiap orang kajian yang dilakukan baik di negara berkembang maupun negara maju
menunjukkan bahwa, jika dibandingkan dengan laki-laki, perempuan mempunyai kebutuhan
transportasi yang jauh lebih kompleks yang harus diatasi. Diperlukan respon yang inovatif dan
dipertimbangkan dengan baik dan yang mengembangkan sistem transportasi menarik yang
dapat dinikmati oleh baik perempuan maupun laki-laki.
APA PERBEDAAN GENDER DALAM PENGGUNAAN LAYANAN TRANSPORTASI?
Perempuan lebih banyak membuat perjalanan yang tidak berkaitan
Perempuan mempunyai kebutuhan dengan pekerjaan dan mempunyai pola perjalanan yang jelas berbeda
akan transportasi yang jauh lebih jika dibandingkan dengan laki-laki karena perbedaan tanggung jawab
kompleks daripada laki-laki karena mereka. Jika dibandingkan dengan laki-laki, perempuan memainkan
perjalanan yang berhubungan dengan berbagai peran sebagai penghasil pendapatan, pengelola serta pengasuh
rumah tangga, sosial, dan yang terkait dalam rumah tangga, dan juga peran dalam masyarakat. Mereka juga
dengan pekerjaannya; dan mereka lebih mungkin membawa banyak barang atau bepergian dengan anak kecil
bergantung kepada transportasi umum atau saudara yang berusia lanjut. Perempuan mempunyai kemungkinan
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. lebih banyak melakukan perjalanan yang pendek dan lebih sering, serta
cenderung bepergian ke berbagai tempat sepanjang hari. Beberapa
perempuan bekerja sampai larut malam atau pada dini hari, misalnya
dengan pekerjaan sebagai pekerja rumah tangga dan perawat. Mereka mempunyai lebih
banyak kemungkinan, dibandingkan dengan laki-laki, untuk melakukan perjalanan berantai
yang kompleks, misalnya, mereka pergi dari tempat kerja ke tempat perbelanjaan, kemudian ke
rumah orang tua mereka, sebelum akhirnya pulang ke rumah mereka sendiri. Pola perjalanan
seperti ini berarti bahwa perempuan memerlukan fleksibilitas dalam waktu dan trayek layanan
transportasi yang tersedia. Pengaruh lain terhadap pola perjalanan adalah kepemilikan dan
penggunaan kendaraan. Laki-laki lebih mungkin memiliki sepeda motor atau mobil yang
34
35
berakibat pada kurangnya minat untuk melayani trayek kurang menguntungkan yang
menarik bagi perempuan.
Perempuan hamil dan perempuan yang membawa bayi dan anak kecil memerlukan
fasilitas yang mudah untuk diakses dan menyediakan tempat duduk yang
mencukupi dan nyaman.
Keterjangkauan perlu dipertimbangkan. Perempuan umumnya mempunyai lebih
sedikit uang untuk digunakan dibanding laki-laki karena, rata-rata, mereka berada pada
posisi pendapatan yang lebih rendah, atau hanya memiliki akses terhadap uang untuk
kebutuhan rumah tangga saja.
Sistem transportasi menawarkan banyak peluang pekerjaan, namun sektor ini didominasi
oleh laki-laki. Perempuan mungkin ragu-ragu melamar pekerjaan di bidang yang kurang
lazim; namun dengan dukungan, mendapatkan pekerjaan di bidang transportasi akan
memperluas pilihan kerja mereka.
BAGAIMANA KEMENTERIAN PERHUBUNGAN MENGARAHKAN PENCAPAIAN SASARAN ITU?
Studi pelingkupan IndII mengenai Pengarusutamaan Gender mengidentifikasi sejumlah peluang
berharga untuk meningkatkan cara isu gender ditangani oleh Kementerian Perhubungan
(Kemenhub). Tiga langkah strategis yang dapat ditempuh adalah:
36
37
38
39
Pandangan
Para Ahli
Pertanyaan:
M. Akbar, MSc
Kepala Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta memiliki kebijakan untuk menunjang mobilitas perkotaan
yang merupakan keberpihakan/prioritas terhadap sistem transportasi umum massal yang memadai dalam
melayani kebutuhan perjalanan masyarakat, baik di Jakarta sendiri maupun antara Jakarta dengan daerah di
sekitarnya (Jabodetabek).
Arah kebijakan pembangunan transportasi DKI Jakarta hingga tahun 2020 tertuang dalam Pola Transportasi
Makro (PTM), yang diimplementasikan melalui tiga strategi, yaitu: pengembangan transportasi umum massal,
pembatasan lalu lintas, dan peningkatan kapasitas jaringan. Pengembangan transportasi umum massal meliputi
pembangunan busway (BRT, Bus Rapid Transit), Light Rail Transit (LRT)/monorail, dan Mass Rapid Transit (MRT).
Pengembangan keempat jenis transportasi ini, di bawah Dinas Perhubungan, diharapkan selesai pada tahun
2020. BRT (busway) telah beroperasi sejak tahun 2004, dan hingga saat ini telah beroperasi 12 koridor
dari 15 koridor yang akan dibangun, dengan jumlah armada sebanyak 794 unit, dan akan ada penambahan
sekitar 500 unit di tahun 2014. Untuk menunjang layanan busway, telah dilakukan penambahan bus
berukuran sedang (Kopaja/MetroMini) yang akan terintegrasi dengan busway yang dikenal dengan nama Bus
Kota Terintegrasi Busway (BKTB).
Untuk memberi pelayanan transportasi umum yang terpadu bagi daerah penyangga yang menuju Jakarta,
telah dioperasikan Transportasi Perbatasan Terintegrasi Busway (APTB) pada tahun 2012, yang hingga saat
ini telah beroperasi di 13 trayek dengan 143 unit APTB. Selain itu Jakarta juga akan mempunyai MRT, yang
pembangunannya untuk tahap 1 Lebak BulusBundaran HI telah dimulai tahun 2013, dan diharapkan selesai
pada tahun 2016.
Pembangunan monorail yang sempat terhenti telah dilanjutkan kembali oleh pihak swasta, yaitu PT Jakarta
Monorail, dan direncanakan selesai pada tahun 2017. Beberapa kebijakan Pemprov DKI yang telah dilakukan
dalam pembatasan lalu lintas antara lain 3-in-1 pada kawasan tertentu, penertiban parkir liar (on street),
pembangunan fasilitas park-n-ride di Terminal Ragunan, dan Electronic Road Pricing (ERP) yang sedang dalam
tahap pembangunan.
Pemprov DKI juga tengah melakukan peningkatan jaringan jalan dengan pembangunan Area Traffic Control
System (ATCS), pembangunan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang terintegrasi dengan stasiun kereta api
(JPO Tanjung Barat dan JPO Lenteng Agung), dan juga telah direncanakan pembangunan fasilitas terintegrasi
antara halte busway dengan stasiun kereta api (di daerah Jalan Juanda dan Manggarai), koridor busway yang
terintegrasi dengan terminal bus, pembangunan jalan, pembangunan jaringan jalan, pembangunan flyover/
underpass, dan pengembangan kawasan pejalan kaki.
40
Salah satu kebijakan Pemprov DKI Jakarta yang merupakan kebijakan non-kendaraan bermotor (non-motorized)
adalah dibangunnya jalur sepeda sepanjang 16,4km dengan jalur CipinangPondok Kopi sepanjang 6,7km dan
di Jalan Raya Bekasi RorotanMarunda sepanjang 9,7km. Kami harapkan kebijakan-kebijakan tersebut dapat
mengatasi masalah lalu lintas di DKI Jakarta, sehingga dapat meningkatkan mobilitas perkotaan. Dukungan serta
kepedulian masyarakat ikut menentukan keberhasilan berbagai kebijakan tersebut.
Azas Tigor Nainggolan, S.H., M.Si
Ketua Dewan Masyarakat Transportasi Jakarta (DTKJ) 20062014
Ada beberapa hal yang telah kami lakukan. Pertama, kami melakukan berbagai kajian mengenai persoalanpersoalan transportasi di Jakarta. Persoalan utama adalah kemacetan, yang disebabkan oleh buruknya kondisi
transportasi umum, yang menyebabkan masyarakat memilih menggunakan alat transportasi pribadi.
Kini Pemerintah Provinsi telah melakukan beberapa langkah terobosan, seperti membangun sistem BRT, Namun
langkah ini baru merupakan salah satu pendekatan untuk memecahkan persoalan buruknya layanan transportasi
umum di Jakarta. Masih banyak persoalan lain seperti transportasi reguler, serta integrasi dengan moda lain yang
masih menjadi persoalan.
Sistem transportasi yang baik perlu dibangun supaya orang mau beralih dari moda lain ke transportasi umum
massal. Dalam konteks ini, menjadi tugas DTKJ untuk melakukan kajian-kajian tersebut dan memberi masukan
pada Gubernur tentang kebijakan transportasi.
Di samping itu, kami juga berupaya membangun kesadaran baru di masyarakat untuk mengubah perilaku, dari
dengan mudah menggunakan kendaraan pribadi beralih ke transportasi umum massal, dengan melakukan
sosialisasi permasalahan transportasi di Jakarta, baik dengan membuka pos pengaduan melalui telepon, faks,
surel, maupun media sosial, maupun mengadakan dialog publik dengan masyarakat mengenai isu-isu yang kami
anggap penting. Kami juga mengadakan penyuluhan media (media briefing) terutama pada saat ada kajian yang
kami terbitkan, atau bila terdapat masalah transportasi yang sedang ditangani, dan kami baru menyampaikan
rekomendasi kepada Gubernur. Kami juga ingin agar media massa memiliki perspektif dan wawasan dalam
persoalan transportasi.
Selain beberapa hal di atas, kami juga melakukan advokasi kebijakan. Ada tiga Perda yang berhasil kami dorong
untuk disahkan setelah tiga tahun, yaitu Perda BUMD TransJakarta, Perda Transportasi, dan Perda BRT. Kami
memberi dukungan dengan melakukan lobi kepada DPRD. Meski tupoksi (tugas, pokok, dan fungsi) DTKJ ada
di Dinas Perhubungan, namun lingkup kerja kami kembangkan sendiri. Misalnya, ketika ada pengaduan soal
trotoar, yang menjadi wilayah dinas Pekerjaan Umum, kami juga melakukan pendekatan dan mengembangkan isu
tersebut ke aksesibilitas kelompok penyandang disabilitas. Atau, ketika kami akan membuat busway koridor 13
yang menggunakan jalur jalan layang (elevated), prosesnya tidak ada hambatan, karena kami juga melakukan lobi
ke Bappeda dan ke UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan). Jadi, kami
tidak hanya berhubungan dengan Dinas Perhubungan saja, karena persoalan transportasi bukan cuma persoalan
transportasi umum, juga bukan sekedar persoalan teknis semata, namun lebih banyak merupakan persoalan nonteknis; seperti perilaku masyarakat, persoalan politis, dan lainnya. Kalau bicara transportasi, ya, bicara politik.
41
Hasil:
Proyek Pelabuhan Makassar Bergerak Maju
Tujuan Kegiatan Percontohan Pelabuhan Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS,/Public Private Partnership, PPP) dari IndII adalah
untuk meningkatkan kapasitas dan efisiensi pelabuhan. Hal
ini dilakukan dengan mendukung pengembangan rencanarencana induk pelabuhan dan menyediakan sebuah prosedur
model untuk menyiapkan proyek pengembangan pelabuhan
dengan partisipasi sektor swasta. Kegiatan ini dibagi menjadi dua
tahap. Pencapaian Tahap 1 sekarang ini tengah merintis jalan
untuk pelaksanaan Tahap 2. Sebagai bagian dari tahap pertama,
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menerbitkan sebuah
keputusan, KP no. 1304/2013, untuk memberi kewenangan kepada
Tim Teknis, yang terdiri dari wakil-wakil dari Kemenhub, Bappenas,
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Badan Koordinasi
Penanaman Modal Indonesia (BKPM), Otoritas Pelabuhan
Makassar, dan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan dan
Pemerintah Daerah Kota Makassar. Selanjutnya, Rencana Induk
Pelabuhan Baru Makassar (Makassar New Port) dan studi prakelayakannya akan dinilai. Selain itu, pegawai pelabuhan dilatih mengenai
persiapan proyek dalam dua lokakarya peningkatan kapasitas. Pemangku kepentingan
lain yang telah terlibat dalam diskusi kegiatan mencakup Kementerian Keuangan, PT
Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT PII) dan PT Sarana Multi Infrastruktur. Dukungan mereka
sangat penting sementara kegiatan ini bergerak maju menuju dikembangkannya proyek
KPS yang layak dan menguntungkan lengkap dengan semua persetujuan pemerintah dan
dukungan penjaminan yang diperlukan.
42