Anda di halaman 1dari 28

Rencana Proposal Tesis

HUBUNGAN DEFISIENSI GLUCOSA-6-PHOSPHATE


DEHYDROGENASE (G6PD) DENGAN KADAR GLUKOSA
DARAH PENDERITA MALARIA DI KOTA MANADO
PROVINSI SULAWESI UTARA TAHUN 2015

NURUL AFIAH
P1803213003

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Data World Health Organization (WHO) menyebutkan malaria
merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang utama dan memungkinkan sebagai
penyakit emerging dan reemerging karena adanya kasus import dan
vektor potensial pada penularan dan penyebarannya. Setiap tahun
lebih dari 500 juta penduduk dunia terinfeksi malaria dan lebih dari
100.000 orang meninggal dunia. (WHO Recomended Surveilance, 2nd
Ed. Geneva: WHO. 2008).
Kasus malaria yang ada di Indonesia mengalami peningkatan,
dimana Annual Parasite Incidence (API) atau jumlah malaria positif di
suatu wilayah per seribu penduduk, tahun 2009 yaitu 1,85 per 1.000
penduduk naik menjadi 1,96 per 1.000 penduduk pada tahun 2010
(Kemenkes, 2010). Penduduk Sulawesi Utara adalah salah satu
daerah endemis malaria di Indonesia.
Data Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2012 menunjukkan
bahwa prevalensi penderita malaria sebanyak 2, 76% dimana daerah
tertinggi ditempati oleh minahasa utara dengan prevalensi sebesar
17,16% dan untuk kota manado sendiri prevalensinya sebesar 0,74 %
(Profil Kesehatan Propinsi Sulawesi Utara, 2012)

Seleksi natural terhadap infeksi malaria ditemukan berhubungan


dengan enzim Glucosa 6 Phosphat Dehydrogenase yang selanjutnya
disebut G6PD. Distribusi populasi penderita G6PD banyak ditemukan
pada populasi di daerah endemik malaria (Tishkoff et al., 2001,
Saunders et al., 2002, Beutler, 1996).
Defisiensi G6PD berhubungan dengan seleksi evolusi oleh
infeksi malaria. Di daerah endemik malaria, defisiensi G6PD ini
berhubungan dengan pertahanan terhadap infeksi malaria. Ini memberi
kesan bahwa defisiensi tersebut menguntungkan pada keadaan
lingkungan tertentu.(Beutler, 1996, McKee and McKee, 2003).
Defisiensi

G6PD

merupakan

penyakit

dengan

gangguan herediter pada aktivitas eritrosit (sel darah merah), di mana


terdapat

kekurangan

enzim

glukosa-6-fosfat-dehidrogenase

(G6PD). Enzim G6PD ini berperan pada perlindungan eritrosit dari


reaksi oksidatif. Karena kurangnya enzim ini, eritrosit jadi lebih mudah
mengalami penghancuran (hemolisis) (Zhao,2010).
Defesiensi G6DP telah dikenal sejak lama, diperkirakan 400 juta
kasus menderita kekurangan co-enzim ini, yang tersebar di seluruh
dunia. Di Indonesia insidennya diperkirakan antara 1-14%. Studi
populasi di pulau jawa menunjukkan prevalensi sebesar 9,46%,
penelitian suharti dkk tahun 2000 di pulau-pulau kecil yang terisolir di
Indonesia (pulau Babar, Tanimbar, Kurd an Romaang ddi propinsi

Maluku) pulau-pulau ini juga merupakan daerah endemis malaria,


insiden defisiensi G6DP adalah 1,6 - 6,7 %.
Defisiensi Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) merupakan
efek enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling sering
ditemukan.

Enzim

G6PD

bekerja

pada

jalur

fosfat

pentosa

metabolisme karbohidrat (Zhao,2010).


G6PD pada jalur hexose monophosphatase berperan penting
dalam pembentukan ribose-5-phosphate untuk sintesis asam nukleat,
yakni suplai glukosa untuk metabolisme sel eritrosit (Webb J, 2002).
Sehingga ketika terjadi defisiensi G6PD, produksi glukosa untuk
membantu metabolisme eritrosit dalam darah menjadi berkurang atau
dengan kata lain semakin rendah jumlah enzim G6PD yang dipakai
dalam metabolisme karbohidrat, maka semakin rendah pula kadar
glukosa dalam darah seseorang. Oleh sebab itu, peneliti ingin
menganalisis bagaimana hubungan difisiensi G6PD dengan kadar
glukosa darah di daerah endemis malaria yang dapat dilihat melalui
hasil pemeriksaan darahnya.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Seberapa besar proporsi defesiensi G6PD penderita malaria di kota
Manado Propinsi Sulawesi Utara ?
2. Apakah terdapat hubungan antara defesiensi G6PD dengan kadar
glukosa darah penderita malaria di kota Manado Propinsi Sulawesi
Utara ?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui besar proporsi defesiensi G6PD penderita malaria di
kota Manado Propinsi Sulawesi Utara.
2. Mengetahui hubungan antara defesiensi G6PD dengan kadar
glukosa darah penderita malaria di kota Manado Propinsi Sulawesi
Utara.
D. MANFAAT HASIL PENELITIAN
1. Diharapkan ditemukannya hubungan antara defesiensi G6PD
dengan kadar glukosa darah penderita malaria dapat membantu
pencegahan dan penanggulangannya sebagai upaya peningkatan
mutu pelayanan kesehatan.
2. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi pada
akademisi maupun masyarakat luas, sekaligus menjadi pintu bagi
penelitian selanjutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defisiensi Glukosa-6-Fosfat Dehidrogenase (G6PD)


Defisiensi G6PD merupakan kelainan yang bersifat diturunkan
dan terangkai kromosom X akibat mutasi yang terjadi pada struktur

tertier gen G6PD yang menurunkan aktivitas enzim, akibat penurunan


kestabilan enzim dan kemampuannya berikatan dengan substrat
(Naylor et al., 1996). Penyakit defisiensi G6PD bersifat genetik dan
terkait dengan sifat resesif pada kromosom X. Biasanya hanya
ditemukan pada pria pada masa anak-anak, karena wanita umumnya
menjadi carrier (pembawa) atau mengalami defisiensi ringan. Wanita
memiliki dua kromosom X, maka dari itu gejala defisiensi baru tampak
nyata apabila kedua kromosom X-nya bersifat resesif terhadap gen
pembawa defisiensi G6PD. Paling sering ditemukan di Afrika,
Mediterania, dan Asia Tenggara.
1. Angka Kejadian dan Epidemiologi
Defisiensi
Glukosa-6-fosfat

dehidrogenase

(G6PD)

merupakan efek enzim herediter dari eritrosit manusia yang paling


sering ditemukan (Zhao,2010). Enzim G6PD bekerja pada jalur
fosfat pentosa metabolisme karbohidrat. Diwariskan secara Xlinked, oleh karena itu mutasi pada gen G6PD, ditemukan lebih
banyak

pada

laki-laki

daripada

perempuan

(Zhao,2010),menyebabkan varian fungsional dengan beberapa


biokimia dan fenotipe. Paling banyak dilaporkan dari Afrika, Eropa,
Timur Tengah dan Asia Tenggara (Cappellini,2008)
Defisiensi G6PD sering ditemukan pada populasi di kawasan
Afrika yang tropis, Laut Tengah, bagian tertentu di kawasan Asia,
dan penduduk Amerika yang berkulit hitam. Sedikitnya sekitar 7 %
atau lebih dari 400 juta populasi dunia menderita defisiensi ini

(Murray et al, 2002), dan 35 % nya ditemukan di Afrika. Akibat


lajunya perpindahan penduduk di seluruh dunia, distribusi penyakit
ini sekarang mungkin bisa ditemukan di setiap negara dunia (WHO,
1989)

Gambar 1. Distribusi Populasi G6PD (WHO, 1989)


Berdasarkan penelitian dan analisis molekuler selama lebih
dari 40 tahun sejak defisiensi enzim G6PD diidentifikasikan, jenis
varian G6PD didapatkan 442 varian dan diduga 400 juta penduduk
dunia menderita kelainan ini. Berbagai jenis mutasi (varian) gen
G6PD dapat mengakibatkan penurunan aktivitas G6PD.
2. Biokimia enzim G6PD
Eritrosit tua tidak mempunyai inti sel, namun fungsinya
sangat strategis yaitu membawa dan melepaskan oksigen ke
jaringan dan hal ini merupakan sesuatu yang vital untuk menunjang

suatu kehidupan. Umur eritrosit antara 90-120 hari dilengkapi


dengan

berbagai

proses

biokimia,

yang

salah

satunya

menghasilkan energi. Dalam siklus Embden-Meyerhoff proses


glikolisis diikuti pemecahan ATP dengan hasil akhir adalah asam
piruvat dan asam laktat memerlukan penunjang hubungan salah
satunya berupa Hexoxe monophosphat (proses reduksi radikal O2
(G6PD) (Tee Koon Hien, 1997).
Untuk memahami mekanisme dasar manifestasi defisiensi
G6PD, maka peerlu dipahami biokimia metabolisme glukosa
terutama jalur hexose monophosphate, dimana glukosa-6-phosphat
dehidrogenase merupakan enzim yang berperan penting pada jalur
ini (Webb J, 2002).
G6PD adalah satu polipeptida yang terdiri dari 515 asam
amino, enzim G6PD merupakan enzim pertama dari jalur pentose
phosphate yang mengubah alpha-D-glukossa-6-phossphat pada
proses glikolisis menjadi D-glukon-1,5-lakton-6-phosphat dan juga
berperan pada metabolisme glutation (Tee Koon Hien, 1997).
G6PD pada jalur hexose monophosphatase berperan
penting dalam pembentukan ribose-5-phosphate untuk sintesis
asam nukleat, yakni suplai glukosa untuk metabolisme sel eritrosit.
Sekitar 5-10% dari total produksi glukosa dan pembentukan
NADPH dalam sel diperlukan untuk stabilissasi katalase dan
regenerasi reduksi gluthatione (GSH) dari oksidasi gluthatione

(GSSH).

Pembentukan NADPH, katalase dan GSH berperan

sebagai antioksidan sel, dalam hal ini G6PD menyediakan


sulfhydryl (SH) untuk mempertahankan inteegritas protein dan
lemak sulfhydryl pada membrane sel eritrosit, membantu detoksilasi
radikal bebas dan perokssid dalam eritrosit. Karena itu enzim G6PD
dapat melindungi eritrosit dari lisis karena H2O2 dan oksidan
radikal, sehingga defisiensi G6PD akan mengancam terjadinya
hemolisis (Webb J, 2002).

Gambar 2. Detil Hexose Monophosphate proses reduksi radikal O2


(G6PD)

Pada defisiensi G6PD kadar antioksidan berkurang, bila ada


stres oksidan akan mempengaruhi pembentukan ikatan disulphides
dan mengakibatkan hemoglobin mengalami denaturasi, kemudian
berikatan dengan membrane sel dan meyebabkan perubahan isi,
elastisitas dan permeabilitas sel, nantinya akan dihancurkan oleh
sistem

retikulo-endotelial

(hepar dan

sum-sum tulang)

dan

terjadinya anemia hemolitik (Carter, 2002).


Defisiensi G6PD adalah kelainan akibat mutasi gen protein
G6PD, menyebabkan sejumlah penyakit seperti anemia hemolitik
akut, anemia hemolitik kronik non spherositik, hiperbilirubinemia
pada neonatus, kecenderungan menderita sepsis setelah luka berat
dan menderita gagal ginjal akut. Keadaan ini timbul jika penderita
terpapar oksidan akibat adanya stres oksidatif setelah pemberian
obat-obatan tertentu, infeksi tertentu, diabetes asidosis dan
memakan kacang fava (Frank, 2005)
Meskipun G6PD terdapat pada semua jaringan tubuh, tetapi
efek defisiensi dalam eritrosit pengaruhnya sangat besar. Hal ini
karena enzim G6PD diperlukan dalam menghasilkan energi untuk
mempertahankan

umur

eritrosit

normal,

membawa

oksigen,

regulasi transport ion dan air ke dalam dan keluar sel, membantu
pembuangan karbondioksida dan proton yang terbentuk dari
metabolisme jaringan. Karena tidak ada metokondria di dalaam
eritrosit maka oksidasi G6PD hanya bersumber dari NADPH. Bila

kadar enzim G6PD menurun, eritrosit kekurangan energy dan


perubahan bentuk yang memudahkan mengalami lisis bila ada
stress oksidan (Suhartati dkk, 2000).
Enzim G6PD mengkatalisis langkah pertama dalam jalur
fosfat pentosa, glukosa mengkonversi ke ribosa-5-fosfat (gambar 1)
dan melindungi sel terhadap stres oksidatif dalam bentuk NADPH.
Defisiensi G6PD merupakan salah satu kelainan enzimatik
herediter yang paling sering dari eritrosit manusia. Penelitian
terbaru juga menyatakan bahwa aktivitas G6PD memainkan peran
penting dalam mengontrol pertumbuhan sel melalui produksi
NADPH (Zhao,2010).

Gam
bar 3 : Langkah pertama dan kedua jalur fosfat pentose. Dikutip dari
Greene,1993
Enzim G6PD berperan sebagai enzim utama pada lintasan
pentose

fosfat

(PMP shunt),

yang

menghasilkan

ekuivalen

pereduksi NADPH. Pada sel eritrosit, lintasan pentose fosfat


merupakan satu-saatunya lintasan yang menghasilkan NADPH.
NADPH berperan dalam reaksi reduksi disulfide dan glutation
(GSSG) menjadi bentuk sulfidril (GSH), suatu antioksidan (Murray
et al., 2000). Kurangnya pembentukan NADPH pada sel eritrosit
defisiensi G6PD menyebabkan lingkungan sel eritrosit bersifat

oksidatif

oleh

karena

gluthatione

tidak

tereduksi.

Parasit

plasmodium diduga rentan teerhadap lingkungan sel eritrosit yang


bersifat oksidatif (Kamchonwongoaisan et al., 1989).

Gambar 4 : Patofisiologi Defisiensi G6PD pada Eritrosit


(Lippicont Williams & Wilkins, 1994)
NADPH yang dihasilkan dalam lintasan pentosa fosfat oleh
aktifitas G6PD berperan dalam eritrosit untuk mereduksi bentuk
disulfida dari GSSG menjadi bentuk sulfhidril/ GSH melalui reaksi
yang dikatalisis oleh enzim glutation reduktase. GSH adalah suatu
tripeptida dengan gugus sulfhidril bebas. Melalui reaksi yang
dikatalisis oleh enzim glutation peroksidase, H2O2 akan dirubah
membentuk molekul air dengan menggunakan molekul GSH
sebagai koenzim (Murray et al., 2000).

Stres oksidatif tambahan yang menyebabkan peningkatan


H2O2 mengakibatkan turunnya konsentrasi GSH di dalam sel ke
tahap tertentu. Ini menyebabkan gugus sulfhidril pada beberapa
protein yang penting menjadi krisis dan tidak dapat dipertahankan
dalam bentuk tereduksi. Terjadi peningkatan kecepatan oksidasi
hemoglobin menjadi methemoglobin (Murray et al., 2000). Oksidasi
ini menyebabkan hemoglobin terdenaturasi dan dilepaskan hemin
ke permukaan membran eritrosit (Chiu and Liu, 1997) Hemoglobin
yang teroksidasi mengalami pengikatan silang antara satu dengan
yang lain oleh ikatan disulfida, menyebabkan terbentuknya suatu
jembatan yang selanjutnya dioksidasi membentuk agregat, disebut
sebagai badan Heinz (Heinz body) . Ditemukannya Heinz body
pada sel eritrosit dapat menegakkan diagnose defisiensi G6PD
(Oduola and Olayinka, 2004).
3. Diagnosis Defesiensi
Diagnosis defisiensi G6PD berdasarkan aktifitas enzim
dalam sel eritrosit. Namun pada beberaapa kasus diagnosis
berdasarkan pada pemeriksaan DNA sangat membantu (Beutler,
1996).
Tahap pertama adalah identiifikasi defisiensi G6PD dengan
melakukan skrining kemudian bila subyek diketahui mempunyai
defiisiensi G6PD maka dihindarkan dari obat-obatan yang mengkin
menurunkan kadar gluthatione.

Gejala klinik timbul 1 3 hari setelah terpapar faktor


pencetus, berupa anemia hemolitik akut dengan gambaran khas
berupa tampak lemah dan disertai kenaikaan suhu > 38 o C, mual
nyeri abdominal dan diare kemudian anemia dan kelaainan pada
urin (hemoglobinuria). Pada pemeriksaan fisik didapat kepucatan
yang bervariasi dan takikardi, lien dan hepar biasanya membesar.
Pada kasus berat terjadi gagal jantung. Gaambaran laboratorium
didapatkan anemia normistik yang bervariasi dari ringan sampai
berat (Webb J, 2002).
Skrining tes dilakukan dengan tes methylene-blue dengan
perubahan warna saat reduksi methemoglobin atau dengan
flouresensi NADPH. Tes diagnostik G6PD berdasarka aktifitas
enzim

dapat

dideteksi

dengan

pemerikssaan

laboratorium

sederhana. Analisis elektrophoretic (spectrophoto-metric assay


multiple PCR dengan metode tendem primer MPTP) menggunakan
media gel agarose. Tes diagnostik menggunakan sampel DNA yang
diambil dari darah segar atau darah yang dikeringkan melalui
metode konvenssional Phenol-chlorofom jarang dilakukan karena
sangat bervariasinya mutasi gen yang terjadi (Navy Enviromental
Health Centre).
Shirakawa dkk pada tahun 2000 melakukan skrining dengan
metode the formazanring/ Hirinos method yang dimodifikasi
menggunakan media agar dengan sampel darah kering dan

diinkubasi selama 8 jam pada suhu 37o C, hasilnya dinyatakan


dalam ukuran mikrometer. Tantular IS dkk tahun 1999 melakukan
penelitian di Halmahera, Maluku dengan tes alpha rapid single-step
screening

method

untuk

deteksi

defisiensi

G6PD

yang

dikombinasikan dengan tes diagnosis malaria yang cepat dengan


metode pengecatan acriidine orange.

B. Defisiensi G6PD dan Malaria


Kasus malaria yang ada di Indonesia mengalami peningkatan,
dimana Annual Parasite Incidence (API) atau jumlah malaria positif di
suatu wilayah per seribu penduduk, tahun 2009 yaitu 1,85 per 1.000
penduduk naik menjadi 1,96 per 1.000 penduduk pada tahun 2010
(Kemenkes, 2010). Penduduk Sulawesi Utara adalah salah satu
daerah endemis malaria di Indonesia, karena penyakit malaria
termasuk dalam salah satu penyakit yang menonjol di Puskesmas.
Kabupaten Minahasa merupakan daerah dengan tingkat endemisitas
yang cukup tinggi di Provinsi Sulawesi Utara. (Tuda J dkk, 2005)
Data Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2012 menunjukkan
bahwa prevalensi penderita malaria untuk wilayah propinsi Sulawesi
utara sebanyak 2, 76% dimana daerah tertinggi ditempati oleh
minahasa utara dengan prevalensi sebesar 17,16% dan untuk kota
manado sendiri prevalensinya sebesar 0, 74 % (Profil Kesehatan
Propinsi Sulaawesi Utaara, 2012)

Gambar 5: Prevalensi Malaria Propinsi Sulawesi Utara, Profil


Kesehatan Daerah Propinsi SULUT Tahun 2012
Penelitian yang menunjukkan hubungan defisiensi G6PD dengan
pertahanan terhadap infeksi malaria ditemukan pada penderita
defisiensi G6PD di daerah Afrika. Dari hasil penelitian ini, pada
penderita defisiensi G6PD variant A- didapati penurunan resiko
terinfeksi malaria 46-58% dari G6PD normal (Ruwende et al, 1995,
Ruwende & Hill, 1998). Pada penelitian yang dilakukan terhadap
populasi ibu hamil, didapati penurunan dari 66% terinfeksi malaria
pada ibu hamil dengan G6PD normal menjadi 58% terinfeksi malaria
pada penderita defisensi G6PD heterozygot dan 50% pada penderita
defisiensi G6PD homozygot (Mockenhaupt et al., 2003)
Beberapa hemoglobinopati (seperti thalasemia dan defisiensi
G6PD) bersifat protektif dan cenderung selektif ssecaara genetic di

daerah endemis malaria, masih diperdebatkan apakah hal yang


berlawanan

ini

sebagai

respon

selektif

dalam

evolusi

untuk

menghadapi malaria. Diduga mekanisme Defesiensi G6PD melalui


hilangnya kalium intrasel, pembentukan glukosa hanya 30% dari
normal karena defisiensi enzim, serta diduga parasitnya sendiri sensitif
terhadap tingginya kadar oksigen (peroksida) pada indiviidu tersebut
(Clyde DF, 1992).
Plasmodium lebih mudah menyerang atau menghancurkan
eritrosit (terutama P. Falcifarum, karena dapat merusak pada semua
stadium). Plasmodium mengokssidasi NADPH eritrosit melalui jalur
pentose

phosphate

utuk

metabolismenya

dan

mengakibatkan

defisiensi GSH pada ertrosit. Defisiensi ini makin bertambah pada


defisiensi G6PD dan mengakibatkan terjadinya hemolisis, tetapi
peroksidase yang timbul juga dapat membatasi peerkembangan
plasmodium. Namun setelah beberapa kali siklus, plasmodium dapat
beradaptasi hingga mampu menghasilkan G6PD sendiri untuk
mengurangi ketergantungan GSH (Cappadoro et al., 1998).
Defisiensi G6PD merupakan kelainan yang diturunkan, defisiensi
tersebut menyebabkan ketidak stabilan atau adanya enzim yang tidak
normal, akibat keadaan ini eritrosit tidak stabil untuk menyediakan
NADPH yang cukup untuk mempertahankan penurunan glutathione.
Enzim ini diperlukan untuk mencegah hemolisis eritrosit dari stres
oksidan. Oleh sebab itu seseorang dengan defiisiensi G6PD tidak

mengalami hemolisis kronik tetapi akan mengalami episode hemolisis


bila terpapar obat oksidan terutama obat antimalaria atau infeksi.
Beratnya defesiensi G6PD bervariasi diantara kelompok etnis dan atau
ras dan telah diketahui lebih dari 400 gambaran khas varian G6PD
(Lane PA et al., 1995, Sack, 1999).
Metabolisme

glukosa

melalui

jalur

heksosa

monofosfat

meningkat beberapa kali ketika eritrosit terpapar dengan obat-obatan


atau toksin yang membentuk radikal bebas (Rinaldi,2009). G6PD
menginisiasi jalur ini dengan menjadi katalis oksidasi glukosa-6-fosfat
menjadi 6-phosphogluconolactone oleh ko-enzim nikotinamida adenindinucleotidephosphate (NADP), yang dikurangi menjadi NADPH.
NADPH dihasilkan sebagai akibat dari reaksi mengurangi glutation
teroksidasi (GSSG) untuk mengurangi glutation (GSH) dalam reaksi
dikatalisis oleh glutation reduktase. GSH kemudian mengurangi
hidrogen peroksida, oksidan kuat yang dihasilkan dalam metabolisme
sel dan sebagai konsekuensi dari respon inflamasi, oksidan endogen
dan eksogen lainnya, pada reaksi katalis oleh glutathione peroksidase
(Greene,1993).

C. Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep

Penderita Malaria
( infeksi P.falcifarum)

Genetic
Ras/suku
Jenis kelamin

Defisiensi G6PD

Enzim G6PD tidak


normal/ tidak aktif

Kadar Glukosa
Darah Rendah

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang dipakai adalah Cross sectional

B. Lokasi Penelitian
Wilayah penelitian ditetapkan berdasarkan daerah endemis malaria
di kota Manado Propinsi Sulawesi Utara
C. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret sampai April tahun
2015 dengan estimasi lebih dari 40 hari.
D. Populasi dan Sampel penelitian
Untuk desain penelitian Crosss Sectional, dengan jumlah populasi
(N)

yang

diketahui,

maka

peneliti

bisa

melakukan

pengambilan sampel secara acak). Namun apabila besar populasi


(N) tidak diketahui atau (N-n)/(N-1)=1 maka besar sampel dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

Rumus Lemeshow
Jika ditetapkan =0,05 atau Z1- /2 = 1,96 atau Z2 1- /2 = 1,962 atau
dibulatkan menjadi 4, maka rumus untuk besar N yang diketahui
kadang-kadang diubah menjadi:

Keterangan :
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
= derajat kepercayaan
p = proporsi sampel
q = 1-p

d = limit dari error atau presisi absolute


Berdasarkan penelitian Arega Tsegaye dkk tahun 2013 dengan
jumlah sampel 450 orang diperoleh proporsi sampel dengan

defisiensi G6PD sebesar 7,3 % sehingga nilai p adalah 0.073 dan q


adalah (1 - 0,073) adalah 0,927 dengan limit dari error (d)
ditetapkan 0,05 dan nilai Alfa = 0,05, maka jumlah sampel yang
dibutuhkan sebesar :
n=

4 . 0.073. 0,927
0.052

n = 0,27068/ 0,0025
n = 108 orang
E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Berikut kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dari sampel pada
penelitian ini ;
1. Kriteria Inklusi
Usia antara 1 dan 65 tahun
Mono infeksi dengan p.falcifarum/P.fifax dikonfirmasi melalui

darah tepi positif


Mengukur suhu atau riiwayat demam 24 jam terakhir
Mampu menjalankan pengobatan oral
Mampu dan bersedia mematuhi protocol penelitian selama

masa penelitian dan mengikuti jadwal kunjungan penelitian


Tidak ada gizi buruk
2. Kriteria Eksklusi
Tanda dan gejala parah atau komplikasi malaria yang
memerlukan tindakan parenteral berdasarkan kriteria Badan

Kesehatan Dunia
Campuran atau mono infeksi dengan spesies plasmodium lain
yang terdeteksi oleh mikroskop

Gizi buruk
Kondisi demam yang disebabkan oleh penyakit selain malaria

atau penyakit kronis terkenal atau penyakit parah


Pengobattan teratur dengan pharmakokinetik anti malaria
Riwayat reaksi hipersensitifitas atau kontra indikasi terhadap uji

coba obat
Uji kehamilan positif atau menyusui/ ASI
Tidak bisa atau tidak berkeinginan

menggunakan

alat

kontrasepsi
F. Analisis Data
Analasis data menggunakan software SPSS 16.0
G. Defenisi Oprasional
Defesiensi G6PD : Keadaan dimana terdapat kekurangan enzim
glukosa-6-fosfat-dehidrogenase (G6PD) dalam
darah.
Kadar Glukosa Darah : Kadar gula darah adalah jumlah kandungan
glukosa dalam plasma darah puasa. Diukur
dengan gluko meter digital dengan melakukan
pengambilan sampel darah kapiler dengan
Penderita

menggunakan lancet.
Malaria
:
Orang
dengan
plasmodium dalam

infeksi

penelitian

parasit
ini

(P.

Falcifarum) dengan gejala klinis dan hasil


pemeriksaan laboratorium yang mendukung

DAFTAR PUSTAKA
Beutler E. Lessons from the mowlcular biology of G6PD deficiency. 1996
http://www.nus.edu.sg/15hapd/1996/023.pdf

Beutler, E. (1996) G6PD: population genetics and clinical manifestations.


Blood Review. 10(1): 45-52
Buku Saku Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012.
http://www.depkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_P
ROVINSI_2012/24_Profil_Kes.Prov.SulawesiUtara_2012.pdf
Cappadoro M, Giribaldi G, OBrien E ect. Early phagocytosis of G6PD
deficient erythrocytes parasitized by plasmodium falcifarum may
explain Malaaria protection in G6PD deficiency. J. Blood Vol 92, No
7 (October 1), 1998 pg 2527 2534.
Cappadoro, M., Giribaldi, G., OBrien E., Turrini, F., Mannu, F., Ulliers,
D.,Simula, G., Luzzatto, L.,Arese, P. (1999) Early phagocytosis of
glucose-6 Phosphate dehydrogenase (G6PD)-deficient erythrocytes
parasitized by Plasmodium falciparum may explain malaria
protection in G6PD deficiency. Blood. 92 (7): 2527-2534
Cappellini,M.D.

and

Fiorelli,G.,

2008,

Glucosa-6-Phosphate

Dehidrogenase Deficiency, Lancet 371: 64-74.


Carter SM. Glucose-6-Phosphatase dehydrogenase deficiency. eMedicine
Journal,

October

10,

2002.

http://www.emedicine.com/med/topic.900.htm
Chiu, D.T., Liu, T.Z. (1997) Free radical and oxidative damage in human
blood cells. J Biomed Sci. 4(5): 256-259
Clyde DF. Malaria. Dalam : Berhman RE, Vaughan III VC. Nelson. Ilmu
Kesehatan Anak edisi bahasa Indonesia, alih bahasa Siregar MR,
Maulany RF. Jakarta. EGC, 1992 : 328 34
Farmedia. (2005). Malaria Update (from basic science to clinical practice).
Available from URL: http://www.farmedia.or.id/

Frank, J.E. (2005) Diagnosis and management of G6PD deficiency. Am


Fam Physician. 72: 1277-1282
Greene,L.S.,1993,

G6PD

falciparumMalaria:

Deficiency

An

as

Epidemiologic

Protection
Critique

of

Against
Population

andExperimental Studies, Yearbook Of Physical Anthropology


36:153178.
Kamchonwongoaisan,

S.,

Bunyaratvej,

A.,

Wanachiwanawin,

W.,

Yuthavong, Y. (1989) Susceptibility to hydrogen peroxide of


Plasmodium

falciparum

infecting

glucose-6-

phosphate

dehydrogenase-deficiencient erythrocytes. Parasitology. 99(Pt 2):


171-174
Kemenkes RI. Malaria Center. Jakarta. 2010.
Lane PA,. Nuss R, Ambruso DR. Hematologic disorder. In : Haay, WW. Etc
(eds). a Lange medical book Current Pediatric Diagnosis And
Treatment. 12th edition, Colorado, USA, Prentice-Hall International
inc, 1995 ; 836
Murray, R.K., Granner, D.K., Mayes, P.A., Rodwell, V.W. (2000) The
pentose phosphate pathway and other pathways of hexose
metabolism In: Harpers Biochemistry. 25thed, pp 219-223. Appleton
& Lange. America
Sack GH. Glucose-6-Phosphatase Dehydrogenase (G6PD) deficiency, in
medical genetic, New York, USA, Mc Graw-hill, 1999 ; 153-54
Saunders, M.A., Hammer, M.F., Nachman, M.W. (2002) Nucleotide
variability at G6pd and the signature of malarial selection in
humans. Genetics 162: 1849-1861
Shirakawa, T, Nishiyama K, Poh-San L etc. a simple and rapid mutation
detection system for G6PD deficiency. In : Wandita S, Herini ES,

Sujono A. (ed). Asian symposium in Neonatology G6PD Defeciency


and related condition, Yogyakarta, August 8-9, 2000, hal 33 43
Soemantri. Biomolekuler pada defisiensi G-6-PD, Semarang. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNDIP / RSUP dr Kariadi.
Suhartati, Martini T, Shirakawa T and Nishiyama K. Glucose 6
Phosphatase Dehydrogenase (G6PD) deficiency variants in isolated
small island in Eastern Indonesia. In : Wandita S, Herini ES, Sujono
A. (ed). Asian symposium in Neonatology G6PD Defeciency and
related condition, Yogyakarta, August 8-9, 2000, hal 64-74
Tee Koon Hien. Biochemistry Glucose-6-Phosphatase dehydrogenase,
Prepared

9th

on

of

June,

1997

(http://www.teehkoonhien@chong.karoo.co.uk.htm )
Tishkoff, S.A., Varkonyi, R., Cahinhinan, N., Abbes, S., Argyropoulos, G.,
Destro-Bisol,

G.

(2001)

Haplotype

diversity

and

linkage

disequilibrium at human G6PD: recent origin of alleles that confer


malarial resistance. Science; 293:455-462
Tuda J, Tumewu-Wagey M, Kapojos F,Runtuwene J, Wahongan G. Situasi
malaria di wilayah Puskesmas Tombatu, Kabupaten Minahasa
Selatan, Sulawesi Utara Media Kesehatan. 2005;1(1):24-7.
Webb J. Retzinger GS. Glucose-6-Phosphatase dehydrogenase (G6PD)
deficiency. Journal Lab. Lines. Volume 8, May/June 2002.
http://www.med.edu/departme/pathdept/web/lablines/vol813.pdf
WHO (1989) Glucose-6-phosphate dehydrogenase deficiency Bulletin of
the World Health Organization. , 67, 601-11.
Zhao,X., Li,Z. and Zhang,X.Y., 2010. G6PD-MutDB: A Mutation and
Phenotype Database of Glucose-6-Phosphate (G6PD) Deficiency.
Journal of Bioinformatics and Computational Biology 8:101-9.

Anda mungkin juga menyukai