Anda di halaman 1dari 18

DEFINISI

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran


napas yang
menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala
episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam
dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.
Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu
aktifitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat bahkan dapat menimbulkan
kematian.
ETIOLOGI dan PREDISPOSIS
A

Faktor Risiko Asma

Secara umum faktor risiko asma dibedakan menjadi 2 kelompok faktor genetik dan
lingkungan.
1 Faktor genetik
a Hipereaktivitas
b Atopi/alergi bronkus
c Faktor yang memodifikasi penyakit genetik
d Jenis kelamin
e Ras/etnik

faktor

2 Faktor lingkungan
a Alergen di dalam ruangan (tungau, debu rumah, kucing, alternaria/jamur dll)
b Alergen diluar ruangan (alternaria, tepung sari)
c Makanan (bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan, kacang, makanan laut, susu
sapi, telur)
d Obat-obatan tertentu (misalnya golongan aspirin, NSAID, bloker dll)
e Bahan yang mengiritasi (misalnya parfum, household spray, dan lain-lain)
f
Ekpresi emosi berlebih
g Asap rokok dari perokok aktif dan pasif
h Polusi udara di luar dan di dalam ruangan
i
Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktifitas
tertentu
j
Perubahan cuaca
EPIDEMIOOGI
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang ditandai adanya
mengi episodik, batuk, dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan saluran napas, termasuk dalam
kelompok penyakit saluran pernapasan kronik. Asma mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun
jumlah kasusnya cukup banyak ditemukan dalam masyarakat. Badan kesehatan dunia (WHO)
memperkirakan 100-150 juta penduduk dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus
bertambah sebesar 180.000 orang setiap tahun. Sumber lain menyebutkan bahwa pasien asma sudah
mencapai 300 juta orang di seluruh dunia dan terus meningkat selama 20 tahun belakangan ini.
Apabila tidak di cegah dan ditangani dengan baik, maka diperkirakan akan terjadi peningkatan
prevalensi yang lebih tinggi lagi pada masa yang akan datang serta mengganggu proses tumbuh
kembang anak dan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan hasil suatu penelitian di Amerika Serikat hanya 60% dokter ahli paru dan alergi
yang memahami panduan tentang asma dengan baik, sedangkan dokter lainnya 20%-40%. Tidak
mengherankan bila tatalaksana asma belum sesuai dengan yang diharapkan. Di lapangan masih
banyak dijumpai pemakaian obat anti asma yang kurang tepat dan masih tingginya kunjungan pasien
ke unit gawat darurat, perawatan inap, bahkan perawatan intensif.
Studi di Asia Pasifik baru-baru ini menunjukkan bahwa tingkat tidak masuk kerja akibat asma
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat dan Eropah. Hampir separuh dari seluruh
pasien asma pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan kunjungan ke bagian gawat darurat setiap
tahunnya. Hal ini disebabkan manajemen dan pengobatan asma yang masih jauh dari pedoman yang
direkomendasikan Global Initiative for Asthma (GINA).

Dengan melihat kondisi dan kecenderungan asma secara global, GINA pada kongres asma
sedunia di Barcelona tahun 1998 menetapkan tanggal 7 Mei 1998 sebagai Hari Asma Sedunia untuk
pertama kalinya.
Di Indonesia prevalensi asma belum diketahui secara pasti, namun hasil penelitian pada anak
sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC (Internationla Study on Asthma and
Allergy in Children) tahun 1995 prevalensi asma masih 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat
menjadi 5,2%. Hasil survei asma pada anak sekolah di beberapa kota di Indonesia (Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Malang dan Denpasar) menunjukkan prevalensi asma pada
anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7%-6,4%, sedangkan pada anak SMP di Jakarta Pusat
sebesar 5,8% tahun 1995 dan tahun 2001 di Jakarta Timur sebesar 8,6%. Berdasarkan gambaran
tersebut di atas, terlihat bahwa asma telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang perlu
mendapat perhatian secara serius.
Pengamatan di 5 propinsi di Indonesia (Sumatra Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan
Barat dan Sulawesi Selatan) yang dilaksanakan oleh Subdit Penyakit Kronik dan Degeneratif Lain pada
bulan April tahun 2007, menunjukkan bahwa pada umumnya upaya pengendalian asma belum
terlaksana dengan baik dan masih sangat minimnya ketersediaan peralatan yang diperlukan untuk
diagnosis dan tatalaksana pasien asma difasilitas kesehatan.
PATOFISIOLOGI
Gejala asma, yaitu batuk seseak dengan mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus yang
didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivitas bronkus.

Faktor risiko

Faktor risiko
Inflamasi

Hipereaktifitas
bronkus

Obstruksi BR
Faktor risiko

Gejala

Hiperaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus ini dapat
diukur secara tidak langsung. Pengukuran ini merupakan parameter objektif untuk menentukan
beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada pada seseorang pasien. Berbagai cara digunakan untuk
mengukur hipereaktivitas bronkus ini, antara lain dengan uji provokasi beban kerja, inhalasi udara
dingin, inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor antara lain alergen, virus, dan
iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut yang terdiri atas reaksi asma dini (early asthma
reaction = EAR) dan reaksi asma lambat (late asthma reaction = LAR). Setelah reaksi asma awal dan
reaksi asma lambat, proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub-akut atau kronik. Pada
keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan se-kitarnya, berupa infiltrasi sel-sel inflamasi terutama
eosinofil dan monosit dalam jumlah besar ke dinding dan lumen bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang kompleks. Hal ini
terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak ditemukan di permukaan mukosa bronkus,
lumen jalan napas dan di bawah membran basal. Berbagai faktor pencetus dapat mengaktivasi sal
mast. Selain sel mast, sel lain yang juga dapat melepaskan mediator adalah sel makrofag alveolar,
eosinofil, sel epitel jalan napas, netrofil, platelet, limfosit dan monosit.

Inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan
mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan refleks bronkus, sedangkan
mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas
lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga memperbesar
reaksi yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan serangan asma,
melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil, netrofil, platelet dan limfosit. Sel-sel inflamasi ini juga
mengeluarkan mediator yang kuat seperti lekotriens. Tromboksan, PAF dan protein sitotoksis yang
memperkuat reaksi asma. Keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulkan
hipereaktivitas bronkus.
Untuk menjadi pasien asma, ada 2 faktor yang berperan yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan. Ada beberapa proses yang terjadi sebelum pasien menjadi asma:
1 Sensitisasi, yaitu seseorang dengan risiko genetik dan lingkungan apabila terpajan dengan pemicu
(inducer/sensitisizer) maka akan timbul sensitisasi pada dirinya.
2 Seseorang yang telah mengalami sensitisasi maka belum tentu menjadi asma. Apabila seseorang
yang telah mengalami sensitisasi terpajan dengan pemacu (enhancer) maka terjadi proses
inflamasi pada saluran napasnya. Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses
inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan hiperreaktivitas bronkus.
3 Setelah mengalami inflamasi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus (trigger) maka akan
terjadi serangan asma (mengi)
Faktor-faktor pemicu antara lain: Alergen dalam ruangan: tungau debu rumah, binatang berbulu
(anjing, kucing, tikus), alergen kecoak, jamur, kapang, ragi serta pajanan asap rokok; pemacu:
Rinovirus, ozon, pemakaian b2 agonis; sedangkan pencetus: Semua faktor pemicu dan pemacu
ditambah dengan aktivitas fisik, udara dingin, histamin dan metakolin
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut:

Hipereaktifitas
bronkus
Faktor
genetik
Faktor
Ma
lingkungan

Sensitisa
si
Pemicu
(inducer)

obstruksi

inflama
si
Pemacu
(enhancer)

Gejala
Asma
Pencetus
(trigger)

Pada sekitar tahun 1970, asma diartikan sebagai sumbatan jalan napas yangtimbul mendadak,
dan akan membaik secara spontan atau dengan pengobatan.Mekanisme utama timbulnya gejala asma
diakibatkan hiperreaktivitas bronkus,sehingga pengobatan utama asma adalah untuk mengatasi
bronkospasme.
Konsep terkini yaitu asma merupakan suatu proses inflamasi kronik yangkhas, melibatkan
dinding saluran respiratorik, menyebabkan terbatasnya aliran udaradan peningkatan reaktivitas
saluran napas. Gambaran khas adanya inflamasi saluranrespiratorik adalah aktivasi eosinofil, sel mast,
makrofag, dan sel limfosit T padamukosa dan lumen saluran respiratorik. Proses inflamasi ini terjadi
meskipunasmanya ringan atau tidak bergejala.Pada banyak kasus terutama pada anak dan dewasa
muda, asma dihubungkandengan manifestasi atopi melalui mekanisme IgE-dependent . Pada
populasidiperkirakan faktor atopi memberikan kontribusi pada 40% penderita asma anak
dandewasa.Reaksi imunologik yang timbul akibat paparan dengan alergen pada awalnyamenimbulkan
fase sensitisasi. Akibatnya terbentuk IgE spesifik oleh sel plasma. IgEmelekat pada reseptor Fc pada
membran sel mast dan basofil. Bila ada rangsanganberikutnya dari alergen serupa, akan timbul reaksi
asma cepat
(immediate asthmareaction).

Terjadi degranulasi sel mast dan dilepaskan mediator-mediator sepertihistamin, leukotrien C4(LTC4),
prostaglandin D2 (PGD2), tromboksan A2dantryptase. Mediator-mediator tersebut menimbulkan
spasme otot bronkus,hipersekresi kelenjar, edema, peningkatan permeabilitas kapiler, disusul
denganakumulasi sel eosinofil. Gambaran klinis yang timbul adalah serangan asma akut.Keadaan ini
akan segera pulih kembali serangan asma hilang dengan pengobatan.
Gambar 2. Patogenesis asma (GINA)

Mediator inflamasi yang berperan merupakan mediator inflamasi yangmeningkatkan proses


keradangan, mempertahankan proses inflamasi. Mediatorinflamasi tersebut akan membuat kepekaan
bronkus berlebihan, sehingga bronkusmudah konstriksi, kerusakan epitel, penebalan membrana
basalis dan terjadipeningkatan permeabilitas bila ada rangsangan spesifik maupun non spesifik.
Secaraklinis, gejala asma menjadi menetap, penderita akan lebih peka terhadap
rangsangan.Kerusakan jaringan akan menjadi irreversibel bila paparan berlangsung terus
danpenatalaksanaan kurang adekuat.
Sejalan dengan proses inflamasi kronik, perlukaan epitel bronkusmerangsang proses reparasi saluran
respiratorik yang menghasilkan perubahanstruktural dan fungsional yang menyimpang pada saluran
respiratorik yang dikenaldengan istilah
remodeling atau repair.Pada proses remodeling yang berperan adalahsitokin IL4, TGF beta dan
Eosinophil Growth Factor (EGF). TGF beta merangsangsel fibroblast berproliferasi, epitel mengalami
hiperplasia, pembentukan kolagenbertambah. Akibat proses
remodelingtersebut terjadi pelepasan epitel yang rusak, jaringan membrana basalis mukosa menebal
( pseudothickening), hiperplasiakelenjar, edema submukosa, infiltrasi sel radang dan hiperplasia otot.
Perubahansemacam ini tidak memberikan perbaikan klinis, tetapi mengakibatkan penyempitanlumen
bronkus yang persisten dan memberikan gambaran klinis asma kronis.
Gambar 3. Proses inflamasi dan remodelling pada asma

Menurut paradigma yang lampau, prosesremodelingterjadi akibat kerusakanepitel bronkus yang


disebabkan oleh proses inflamasi kronis. Sehingga apabila obatantiinflamasi tidak diberikan sedini
mungkin sebagai profilaksis, maka inflamasiberlangsung terus dan obstruksi saluran napas menjadi
irreversibel dan prosesremodeling bertambah hebat. Pada penelitian terhadap anak dengan riwayat
keluargaatopi yang belum bermanifestasi sebagai asma ternyata ditemukan infiltrasi eosinofildan
penebalan lamina retikularis. Hal ini mencurigakan bahwa proses remodelingtelah terjadi sebelum atau
bersamaan dengan proses inflamasi. Apabila intervensidini diberikan segera setelah gejala asma
timbul, bisa jadi tindakan kita telahterlambat untuk mencegah terjadinya proses remodeling.

Manifestasi Klinis

1
2

Serangan akut yang spesifik jarang dilihat sebelum anak berumur 2 tahun. Secara klinis asma
dibagi dalam 3 stadium, yaitu:
Stadium 1
Disaat terjadi edema dinding bronkus, batuk paroksismal karena iritasi dan batuk kering. Sputum
yang kering dan terkumpul merupakan benda asing yang merangsang batuk.
Stadium 2
Sekresi bronkus bertambah banyak dan timbul batuk berdahak jernih berbusa. Pada stadium ini
anak akan mulai berusaha bernapas lebih dalam. Ekspirasi memanjang dan terdengar mengi.
Tampak otot napas tambahan turut bekerja. Terdapat retraksi suprasternal, epigastrium dan
mungkin sela iga. Anak lebih senang duduk dan membungkuk, tangan menekan pada tepi tempat
tidur atau kursi. Anak tampak gelisah, pucat, sianosis sekitar mulut. Toraks membungkuk ke depan
dan lebih bulat serta bergerak lambat pada pernapasan. Pada anak yang lebih kecil, cenderung
terjadi pernapasan abdominal, retraksi suprasternal dan interkostal.
Stadium 3
Obstruksi atau spasme bronkus lebih berat, aliran udara sangat sedikit sehingga suara napas
hampir tidak terdengar. Stadium ini sangat berbahaya karena sering disangka ada perbaikan. Batuk
seperti ditekan. Pernapasan dangkal, tidak teratur dan frekuensi napas yang mendadak meninggi

Diagnosis

Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting, sehingga penyakit ini dapat ditangani dengan
semestinya, mengi (wheezing) dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk
menegakkan diagnosis.
Secara umum untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang .
1.

Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain:
a Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini hari?
b Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah terpajan alergen
atau polutan?
c Apakah pada waktu pasien mengalami selesma (commond cold) merasakan sesak di dada dan
selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih)?
d Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan aktifitas atau olah
raga?
e Apakah gejala-gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian obat pelega
(bronkodilator)?
f
Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan musim/cuaca atau suhu yang
ekstrim (tiba-tiba)?
g Apakah ada penyakit alergi lainnya (rinitis, dermatitis atopi, konjunktivitis alergi)?
h Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, anak, saudara kandung, saudara sepupu) ada
yang menderita asma atau alergi?

2.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkannya kelainan. Perlu
diperhatikan tanda-tanda asma dan penyakit alergi lainnya. Tanda asma yang paling sering
ditemukan adalah mengi, namun pada sebagian pasien asma tidak didapatkan mengi diluar
serangan. Begitu juga pada asma yang sangat berat berat mengi dapat tidak terdengar (silent
chest), biasanya pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut, sesuai derajat serangan :
Inspeksi
pasien terlihat gelisah,
sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi epigastrium, retraksi
suprasternal),
sianosis
Palpasi
biasanya tidak ditemukan kelainan
pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
Perkusi
biasanya tidak ditemukan kelainan
Auskultasi
ekspirasi memanjang,
mengi,
suara lendir

3.

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma:
Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alat peak flow rate meter
Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hipereaktivitas bronkus.
Uji Alergi (Tes tusuk kulit /skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi.
Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit selain asma.
Diagnosis banding

Terdapat banyak kondisi dengan gejala dan tanda yang mirip dengan asma.Selain asma, penyebab
umum lain dari gejala batuk berulang pada asma meliputirhinosinusitis dan gastro-esophageal reflux
(GER). GER merupakansilent-disease pada anak, sedangkan pada anak dengan sinusitis kronik tidak
memiliki gejalayang khas seperti dewasa dengn adanya nyeri tekan local pada daerah sinus yangterkena. Selain
itu, kedua penyakit ini merupakan penyakit komorbid yang seringpada asama, sehingga membuat
terapi spesifik pada asma tidak diberikan dengantepat.Pada masa-masa awal kehidupan, batuk kronis
dan mengi dapat terjadipada keadaan aspirasi, tracheobronchomalacia, abnormalitas jalan
napascongenital, fibrosis kistik dan displasia bronkopulmoner. Pada anak usia 3 bulan,mengi biasanya
ditemukan pada keadaan infeksi, malformasi paru dan kelainan jantung dan gastrointestinal. Pada bayi
dan batita, bronkiolitis yang disebabkanoleh respiratory syncitial virus merupakan penyebab mengi
yang umum.pada anak yang lebih besar, mengi berulang dapat terjadi pada disfungsi pita suara.
Selainitu, batuk berulang jug dapat ditemukan pada tuberculosis terutama pada daerahdengan
penyebaran tinggi Tuberculosis.Berikut ini diagnosis banding dari asma yang sering pada anak

Bronkitis kronik
Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun
untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan
harus disingkirkan dahulu. Gejala batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien berumur
lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelamaan
disertai mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat
ditemukan sianosis dan tanda-tanda kor pulmonal.
Emfisema paru
Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya.
Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak pernah ada masa remisi,
pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung,
peranjakan napas terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah.
Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.
Gagal jantung kiri akut
Dulu gagal jantung kiri akut dikenal dengan nama asma kardial, dan bila timbul pada malam hari
disebut paroxysmal nocturnal dyspnoe. Pasien tiba-tiba terbangun pada malam hari karena sesak,
tetapi sesak menghilang atau berkurang bila duduk. Pada anamnesis dijumpai hal-hal yang
memperberat atau memperingan gejala gagal jantung. Disamping ortopnea, pada pemeriksaan
fisik ditemui kardiomegali dan edema paru.
Emboli paru
Hal-hal yang dapat menumbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi, gagal jantung dan
tromboflebitis. Di samping gejala sesak napas, pasien batuk-batuk yang dapat disertai darah, nyeri
pleura, keringat dingin, kejang, dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea,
takikardia, gagal jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi. Pemeriksaan
elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis jantung ke kanan.
Penyakit lain yang jarang
Seperti: stenosis trakea, karsinoma bronkus, poliarteritis nodosa.
Diagnosis banding asma pada anak:
Pada bayi adanya benda asing di saluran napas dan esophagus atau kelenjar timus yang menekan
trakea.
Penyakit paru kronik yang berhubungan dengan bronkiektasis dan fibrosis kistik.
Kelainan trakea dan bronkus misalnya laringotrakeomalasia dan stenosis bronkus.
Tuberkulosis kelenjar limfe di daerah trakeobronkial
Bronkitis. Tidak ditemukan eosinofilia, suhu biasanya tinggi dan tidak herediter. Bila sering berulang
dan kronik biasanya disebabkan oleh asma.
Bronkiolitis akut, biasanya mengenai anak di bawah umur 2 tahun dan terbanyak di bawah umur 6
bulan dan jarang berulang.
Asma kardial. Sangat jarang pada anak. Dispnea paroksismal terutama malam hari dan biasanya
didapatkan tanda-tanda kelainan jantung.
Asma pada bayi dan anak kecil sering didiagnosis sebagai bronkitis asmatika, wheezy cold,
bronkitis dengan mengi, bronkiolitis berulang dan lain-lainnya.

Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran klinik sebelum
pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat inhalasi -2 agonis dan uji faal
paru) serta obat-obat yang digunakan untuk mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan
frekuensi pemakaian obat). Tidak ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan beratringannya suatu penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat
menentukan
klasifikasi
menurut
berat-ringannya
asma
yang
sangat
penting
dalam
penatalaksanaannya.
Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan (akut).
1. Asma saat tanpa serangan
Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1) Intermitten; 2) Persisten
ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat (Tabel 1)
Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa
Derajat asma

Gejala

Gejala malam

Faal paru

Intermitten

Bulanan
APE80%
2 kali sebulan - VEP180% nilai prediksi
- Gejala<1x/minggu.
APE80%
- Tanpa gejala diluar
nilai terbaik.
serangan.
- Variabiliti APE<20%.
- Serangan singkat.
Persisten ringan
Mingguan
APE>80%
>2 kali sebulan - VEP180% nilai prediksi
- Gejala>1x/minggu
tetapi<1x/hari.
APE80% nilai terbaik.
- Serangan dapat
- Variabiliti APE 20-30%.
mengganggu aktifiti
dan tidur
Persisten sedang
Harian
APE 60-80%
>2 kali sebulan - VEP1 60-80% nilai
- Gejala setiap hari.
prediksi APE 60-80%
- Serangan mengganggu
nilai terbaik.
aktifiti dan tidur.
- Variabiliti APE>30%.
- Membutuhkan
bronkodilator setiap
hari.
Persisten berat
Kontinyu
APE 60%
Sering
- Gejala terus menerus
- VEP160% nilai prediksi
APE60% nilai terbaik
- Sering kambuh
- Variabiliti APE>30%
- Aktifiti fisik terbatas
Sumber : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Asma Pedoman & Penatalaksanaan di Indonesia, 2004
Sedangkan pada anak, secara arbiteri Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) mengklasifikasikan
derajat asma menjadi: 1) Asma episodik jarang; 2) Asma episodik sering; dan 3) Asma persisten (Tabel
2)

Tabel 2. Klasifikasi derajat asma pada anak


Parameter klinis,
kebutuhan obat
dan faal paru asma
1
2

Frekuensi
serangan
Lama serangan

Asma episodik
jarang

Asma episodik
sering

Asma persisten

<1x/bulan

>1x/bulan

Sering

<1minggu

>1minggu

Hampir sepanjang

tahun, tidak ada


periode bebas serangan
Biasanya berat

Intensitas
Biasanya ringan
Biasanya sedang
serangan
4 Diantara
Tanpa gejala
Sering ada gejala
Gejala siang dan malam
serangan
5 Tidur dan aktifitas Tidak tergganggu
Sering tergganggu
Sangat tergganggu
6 Pemeriksaan fisik
Normal ( tidak
Mungkin tergganggu
Tidak pernah normal
diluar serangan
ditemukan kelainan)
(ditemukan kelainan)
7 Obat
Tidak perlu
Perlu
Perlu
pengendali(anti
inflamasi)
8 Uji faal
PEFatauFEV1>80%
PEFatauFEV1<60-80%
PEVatauFEV<60%
paru(diluar
serangan)
9 Variabilitas faal
Variabilitas>15%
Variabilitas>30%
Variabilitas 20-30%.
paru(bila ada
Variabilitas >50%
serangan)
PEF=Peak expiratory flow (aliran ekspirasi/saat membuang napas puncak), FEV1=Forced expiratory
volume in second (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik)
Sumber : Rahajoe N, dkk. Pedoman Nasional Asma Anak, UKK Pulmonologi, PP IDAI, 2004
2. Asma saat serangan
Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang digunakan sehari-hari,
asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya serangan. Global Initiative for Asthma (GINA)
membuat pembagian derajat serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan
pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan diterapkan. Klasifikasi
tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan sedang dan asma serangan berat.
Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik) dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai
contoh: seorang pasien asma persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada
kemungkinan pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat, bahkan
serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.
Dalam melakukan penilaian berat-ringannya serangan asma, tidak harus lengkap untuk setiap
pasien. Penggolongannya harus diartikan sebagai prediksi dalam menangani pasien asma yang datang
ke fasilitas kesehatan dengan keterbatasan yang ada. Penilaian tingkat serangan yang lebih tinggi
harus diberikan jika pasien memberikan respon yang kurang terhadap terapi awal, atau serangan
memburuk dengan cepat, atau pasien berisiko tinggi (lihat bagan 1, bagan 2 dan bagan 6).
Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan
Parameter klinis, fungsi
faal paru, laboratorium

Ringan

Sedang

Berat

Sesak (breathless)

Berjalan
Bayi :
Menangis keras

Istirahat
Bayi :
Tidakmau
makan/minum

Posisi

Bisa berbaring

Berbicara
Bayi :
-Tangis pendek
dan lemah
-Kesulitan
menetek/makan
Lebih suka
duduk

Bicara
Kesadaran

Kalimat
Mungkin iritabel

Penggal kalimat
Biasanya

Duduk
bertopang
lengan
Kata-kata
Biasanya

Ancaman henti
napas

Kebingungan

Sianosis
Wheezing

Tidak ada
Sedang, sering
hanya pada
akhir ekspirasi

Penggunaan otot bantu


respiratorik

Biasanya tidak

Retraksi

Dangkal,
retraksi
interkostal

Frekuensi napas

Frekuensi nadi

Pulsus paradoksus
(pemeriksaannya tidak
praktis)
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/%nilai
terbaik)
Pra bonkodilator
Pasca bronkodilator
SaO2 %
PaO2
PaCO2
Sumber : GINA, 2006

iritabel
Tidak ada
Nyaring,
sepanjang
ekspirasi
inspirasi
Biasanya ya

iritabel
Ada
Sangat nyaring,
terdengar
tanpa stetoskop
Ya

Nyata
Sulit/tidak
terdengar
Gerakan
paradok torakoabdominal
Dangkal / hilang

Sedang,
Dalam,
ditambah
ditambah
retraksi
napas cuping
suprasternal
hidung
Takipnu
Takipnu
Takipnu
Bradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia
Frekuensi napas normal
per menit
< 2 bulan
<60
2-12 bulan
< 50
1-5 tahun
< 40
6-8 tahun
< 30
Normal
Takikardi
Takikardi
Dradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia
Frekuensi nadi normal per
menit
2-12 bulan
< 160
1-2 tahun
< 120
6-8 tahun
< 110
Tidak ada
Ada
Ada
Tidak ada,
(< 10 mmHg)
(10-20 mmHg)
(>20mmHg)
tanda kelelahan
otot respiratorik
>60%
>80%

40-60%
60-80%

>95%
Normal
(biasanya tidak
perlu diperiksa)
<45 mmHg

91-95%
>60 mmHg

<40%
<60%,
respon<2 jam
90%
<60 mmHg

<45 mmHg

>45 mmHg

Kompilkasi
Bila serangan asma sering terjadi dan telah berlangsung lama, maka akan terjadi emfisema
dan mengakibatkan perubahan bentuk toraks yaitu toraks membungkuk ke depan dan
memanjang. Pada foto rontgen toraks terlihat diafragma letak rendah, gambaran jantung
menyempit, corakan hilus kiri dan kanan bertambah. entuk dada brung dapat dinilai dari
perbaikan pertumbuhannya.rang tua. Asma sendiri mePada asma kronik dan berat dapat terjadi
bentuk dada burung dara dan tampak sulkus Harrison.
Bila sekret banyak dan kental, salah satu bronkus dapat tersumbat sehingga dapat terjadi
atelektasis pada lobus segmen yang sesuai. Bila atelektasis berlangsung lama dapat berubah
menjadi bronkiektasis dan bila ada infeksi terjadi bronkopneumonia. Serangan asma yang terus
menerus dan beberapa hari serta berat dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan disebut status
asmatikus. Bila tidak dtolong dengan semestinya dapat menyebabkan gagal pernapasan, gagak
jantung, bahkan kematian.
Prognosis

Para penulis menyajikan data pada alami pada anak penderita asma bronkial. Mereka
membuat tindak lanjut terhadap 441 pasien yang semula asma setelah usia 14 tahun. Tindak
lanjut ini didasarkan pada kuesioner disertai dengan wawancara pribadi, pemeriksaan fisik, dll
Penyakit ini dimulai pada 167 (38%) pasien sebelum usia 2; pada 'akhir' masa kanak-kanak, pada
usia 14, 34% masih asma. Dalam gejala usia dewasa mudah terulang dalam beberapa kasus dan
pada usia 26, 43% dari pasien menunjukkan keluhan asma. Frekuensi serangan asma secara
signifikan kurang pada orang dewasa dibandingkan dengan masa kanak-kanak.
Pencegahan
Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko asma (orangtua
asma), dengan cara :

Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan
bayi/anak

Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan
janin

Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan

Diet hipoalergenik ibu menyusui


Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi
dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu
rumah.
Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah
menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama
ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18
bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan
tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian
setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).
2

Penatalaksanaan

1.Edukasi terhadap pasien dan keluarga


Yang paling penting pada penatalaksanaan asma yaitu edukasi pada pasiendan orang tuanya mengenai penyakit,
pilihan pengobatan, identifikasi danpenghindaran alergen, pengertian tentang kegunaan obat yang
dipakai, ketaatandan pemantauan, dan yang paling utama adalah menguasai cara penggunaan obathirup dengan
benar. Edukasi sebaiknya diberikan secara individual secaabertahap. Pada awal konsultasi perlu
dijelaskan diagnosis dan informasisederhana tentang macam pengobatan, alasan pemilihan obat, cara
menghindaripencetus bila sudah dapat diidentifikasi macamnya. Kemudian perlu
diperagakanpenggunaan alat inhalasi yang diikuti dengan anak diberi kesempatan mencobasampai
dapat menggunakan dengan teknik yang benar.Berikut beberapa hal yang mendasar tentang edukasi asma
yang dapatdiberikan pada pasien dan keluarganya:
-Asma adalah penyakit inflamasi kronik yang sering kambuh
-Kekambuhan dapat dicegah dengan obat anti inflamasi dan mengurangipaparan terhadap faktor pencetus
-Ada dua macam obat yaitu reliever dancontroller
-Pemantauan mandiri gejala dan PEF dapat membantu penderita dankeluarganya mengenali
kekambuhan dan segera mengambil tindakan gunamencegah asma menjadi lebih berat. Pemantauan
mandiri jugamemungkinkan penderita dan dokter menyesuaikan rencana pengelolaanasma guna
mencapai pengendalian asma jangka panjang dengan efek samping minimal.Dokter harus
menjelaskan tentang perilaku pokok guna membantu penderitamenerapkan anjuran penatalaksanaan
asma dengan cara:
penggunaan obat-obatan dengan benar
-pemantauan gejala, aktivitas dan PEF
-mengenali tanda awal memburuknya asma dan segera melakukan rencanayang sudah diprogramkan;
-segera mencari pertolongan yang tepat dan berkomunikasi secara efektif dengan dokter yang
memeriksa;
-menjalankan strategi pengendalian lingkungan guna mengurangi paparanalergen dan iritan;
Edukasi yang baik memupuk kerja sama antara dokter dan penderita (dankeluarganya) sehingga
penderita dapat memperoleh keterampilan pengelolaanmandiri (self management ) untuk berperanserta aktif. Penelitian yang dilakukanGuevara menunjukkan bahwa edukasi dapat meningkatkan fungsi paru
danperasaan mampu mengelola diri secara mandiri, mengurangi hari absensisekolah, mengurangi

kunjungan ke UGD dan berkurangnya gangguan tidur padamalam hari sehingga sangat penting
program edukasi sebagai salah satupenatalaksanaan asma pada anak
2. Mengevaluasi klasifikasi/keparahan asma
Kriteria asma terkontrol
-Tidak ada gejala asma atau minimal
-Tidak ada gejala asma malam
-Tidak ada keterbatasan aktivitas
-Nilai APE/VEP1normal
-Penggunaan obat pelega napas minimal
-Tidak ada kunjungan ke UGDKlasifikasi
-Asma terkontrol total: bila semua kriteria asma terkontrol dipenuhi
-Asma terkontrol sebagian: bila terdapat 3 kriteria asma terkontrol
-Asma tak terkontrol: bila kriteria asma terkontrol tidak mencapai 3 buah
3.Menghindari pajanan terhadap faktor risiko
Tatalaksana tentang penghindaran terhadap pencetus memegang peran yangcukup. Serangan asma akan timbul
apabila ada suatu faktor pencetus yangmenyebabkan terjadinya rangsangan terhadap saluran
respiratorik yang berakibat terjadi bronkokonstriksi, edema mukosa, danhipersekresi. Penghindaran
terhadap pencetus diharapkan dapat mengurangirangsangan terhadap saluran respiratorik.
Tatalaksanaasma jangka panjang
Tujuan tatalaksana asma anak secara umum adalah untuk menjamin tercapainyapotensi tumbuh
kembang anak secara optimal. Secara lebih rinci tujuan yang ingindicapai adalah :
1. Pasien dapat menjalani aktivitas normalnya, termasuk bermain dan berolahraga.2. Sesedikit
mungkin angka absensi sekolah.3. Gejala tidak timbul siang ataupun malam hari.4. Uji fungsi paru
senormal mungkin, tidak ada variasi diurnal yang mencolok.5. Kebutuhan obat seminimal mungkin dan
tidak ada serangan.6. Efek samping obat dapat dicegah agar tidak atau sesedikit mungkin
timbul,terutama yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
Asma Episodik Jarang
Asma episodik jarang cukup diobati dengan obat pereda (reliever ) seperti 2-agonis dan teofilin.
Penggunaan 2-agonis untuk meredakan serangan asmabiasanya digunakan dalam bentuk inhalasi.
Namun, pemakaian obatinhalasi/hirupan ( Metered Dose Inhaler atau Dry Powder Inhaler ) cukup
sulituntuk anak usia kurang dari 5 tahun dan biasanya hanya diberikan pada anak yang sudah mulai
besar (usia <5 tahun) dan inipun memerlukan teknik penggunaan yang benar yang juga tidak selalu ada dan
mahal harganya.
Bila obathirupan tidak ada/tidak dapat digunakan, maka -agonis diberikan per oral.Penggunaan
teofilin sebagai bronkodilator semakin kurang berperan dalamtatalaksana asma karena batas keamanannya
sempit. Namun mengingat diIndonesia obat -agonis oralpun tidak selalu ada maka dapat digunakan
teofilindengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping.
Di samping itupenggunaan -agonis oral tunggal dengan dosis besar seringkali menimbulkanefek
samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat dikurangi dengan mengurangidosisnya serta
dikombinasikan dengan teofilin.
Konsensus Internasional III dan juga pedoman Nasional Asma Anak tidak menganjurkan pemberian
anti inflamasi sebagai obat pengendali untuk asmaepisodik ringan.
Hal ini juga sesuai dengan GINA yang belum perlu memberikanobatcontroller pada Asma Intermiten,
dan baru memberikannya pada AsmaPersisten Ringan (derajat 2 dari 4) berupa anti-inflamasi yaitu
steroid hirupandosis rendah, atau kromoglikat hirupan.
Jika dengan pemakaian 2-agonishirupan lebih dari 3x/minggu (tanpa menghitung penggunaan praaktivitas fisik)atau serangn sedang/berat muncul >1x/bulan atau pengobatan yang diberikansudah
adekuat dalam waktu 4-6 minggu, namun tidak menunjukkan respon yangbaik maka tatalaksananya
berpindah ke asma episodik sering.
Asma Episodik Sering
Jika penggunaan 2-agonis hirupan sudah lebih dari 3x perminggu (tanpamenghitung penggunaan
praaktivitas fisis) atau serangan sedang/berat terjadilebih dari sekali dalam sebulan, maka
penggunaan anti-inflamasi sebagaipengendali sudah terindikasi.
Tahap pertama obat pengendali pada asmaepisodic sering adalah pemberian steroid hirupan dosis rendah.
Obat steroidhirupan yang sudah sering digunakan pada anak adalah budesonid, sehinggadigunakan sebagai
standar. Dosis rendah steroid hirupan adalah setara dengan100-200ug/hari budesonid (50-100 ug /hari
flutikason) untuk anak berusia kurangdari 12 tahun, dan 200-400 ug /hari budesonid (100-200ug/hari

flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. Dalam penggunaan beklometason atau
budesoniddengan dosis 100-200ug /hari, atau setara flutikason 50-100ug belum pernahdilaporkan
adanyaefek samping jangka panjang.
Sesuai dengan mekanisme dasarasma yaitu inflamasi kronik, obat pengendali berupa anti-inflamasi
membutuhkanwaktu untuk menimbulkan efek terapi. Oleh karena itu penilaian efek terapidilakukan
setelah 6-8 minggu, yaitu waktu yang diperlukan untuk mengendalikaninflamasinya. Jika setelah pengobatan
selama 6-8 minggu dengan steroid hirupandosis rendah tidak menunjukkan respons (masih terdapat
gejala asma atau ataugangguan tidur atau aktivitas sehari-hari), maka dilanjutkan dengan tahap
kedua
yaitu menaikkan dosis steroid hirupan sampai dengan 400ug /hari yang termasuk dalam tatalaksana
Asma Persisten. Jika tatalaksana dalam suatu derajat penyakitasma sudah adekuat namun responsnya
tetap tidak baik dalam 6-8 minggu, makaderajat tatalaksanya berpindah ke yang lebih berat (step-up).
Sebaliknya jikaasmanya terkendali dalam 6-8 minggu, maka derajatnya beralih ke yang lebihringan
(step-down). Bila memungkinkan steroid hirupan dihentikanpenggunaannya.
Sebelum melakukan step-up, perlu dievaluasi pelaksanaan penghindaranpencetus, cara penggunaan
obat, faktor komorbid yang mempersulit pengendalianasma seperti rintis dan sinusitis.dan dengan
penatalaksanaan rinitis dan sinusitissecara optimal dapat memperbaiki asma yang terjadi secara
bersamaan.
Asma Persisten
Pada penatalaksanaan asma persisten terdapat dua alternative yaitu denganmenggunakan steroid
hirupan dosis medium dengan memberikan budenoside 200-400 ug /hari budesonid (100-200ug /hari
flutikason) untuk anak berusia kurangdari 12 tahun, 400-600 ug /hari budesonid (200-300ug /hari
flutikason) untuk anak berusia di atas 12 tahun. Selain itu, dapat digunakan alternatif pengganti
denganmenggunakan steroid hirupan dosis rendah ditambah dengan LABA ( Long Acting -2 Agonist )
atau ditambahkan Theophylline Slow Release (TSR) atauditambahkan Anti-Leukotriane Receptor (ALTR.)
Apabila dengan pengobatan tersebut selama 6-8 minggu tetap terdapat gejalaasma, maka dapat
diberikan alternatif lapis ketiga yaitu dapat meningkatkan dosiskortikosteroid sampai dengan dosis
tinggi pada pemberian >400ug /haribudesonid (>200ug /hari flutikason) untuk anak berusia kurang dari
12 tahun, dan>600 ug /hari budesonid (>300ug /hari flutikason) untuk anak berusia di atas12tahun.
atau tetap dosis medium ditambahkan dengan LABA, atau TSR, atauALTR. Penambahan LABA pada
steroid hirupan telah banyak dibuktikankeberhasilannya yaitu dapat memperbaiki FEVI, menurunkan
gejala asmanya, danmemperbaiki kualitas hidupnya.
Apabila dosis steroid hirupan sudah mencapai >800ug /hari namun tetaptidak mempunyai respons,
maka baru digunakan steroid oral (sistemik). Jadipenggunaan kortikosteroid oral sebagai
controller (pengendali) adalah jalanterakhir setelah penggunaan steroid hirupan atau alternatif di atas
telah dijalankan.Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahayaefek
samping obat.
Untuk steroid oral sebagai dosis awal dapat diberikan 1-2mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan
sampai dosis terkecil yang diberikanselang hari pada pagi hari. Penggunaan steroid secara sistemik
harus berhati-hatikarena mempunyai efek samping yang cukup berat.
Pada pemberian antileukotrien (zafirlukas) pernah dilaporkan adanya peningkatanenzim hati, oleh
sebab itu kelainan hati merupakan kontraindikasi. Mengenaipemantauan uji fungsi hati pada
pemberian antileukotrien belum ada rekomendasi.Mengenai obat antihistamin generasi baru nonsedatif (misalnya ketotifen dansetirizin), penggunaannya dapat dipertimbangkan pada anak dengan
asma tiperinitis, hanya untuk menanggulangi rinitisnya. Pada saat ini penggunaan kototifensebagai
obat pengendali (controller ) pada asma anak tidak lagi digunakan karenatidak mempunyai manfaat
yang berarti.
Apabila dengan pemberian steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimalatau perbaikan klinis yang
mantap selama 6-8 minggu, maka dosis steroid dapatdikurangi bertahap hingga dicapai dosis terkecil
yang masih bisa mengendalikanasmanya. Sementara itu penggunaan -agonis sebagai obat pereda
tetapditeruskan.
Cara pemberian obat asma harus disesuaikan dengan umur anak karenaperbedaan kemampuan
menggunanakan alat inhalasi. Dmeikian juga kemauananak perlu dipertimbangkan. Lebih dari 50%
anak asma tidak dapat memakai alathirupan biasa ( Metered dose Inhaler ). Perlu dilakukan pelatihan
yang benar danberulang kali. Berikut tabel anjuran pemakaian alat inhalasi disesuakan denganusia.
3
Terapi inhalasi
Prinsip terapi Inhalasi

Terapi inhalasi adalah pemberian obat secara langsung ke dalam saluran napas melalui penghisapan. Terapi pemberian
ini, saat ini makin berkembang luas dan banyak dipakai pada pengobatan penyakit-penyakit saluran napas. Berbagai macam obat
seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Obat asma inhalasi yang
memungkinkan penghantaran obat langsung ke paru-paru, dimana saja dan kapan saja akan memudahkan pasien mengatasi
keluhan sesak napas. Untuk mencapai sasaran di paru-pari, partikel obat asma inhalasi harus berukuran sangat kecil (2-5 mikron).
Keuntungan terapi inhalasi ini adalah obat bekerja langsung pada saluran napas sehingga memberikan efek lebih cepat untuk
mengatasi serangan asma karena setelah dihisap, obat akan langsung menuju paru-paru untuk melonggarkan saluran pernapasan
yang menyempit. Selain itu memerlukan dosis yang lebih rendah untuk mendapatkan efek yang sama, dan harga untuk setiap
dosis lebih murah. Untuk efek samping obat minimal karena konsentrasi obat didalam rendah.
Macam-macam terapi Inhalasi
Inhaler/MDI/Metered-Dose Inhaler
Digunakan dengan cara menyemprotkan obat ke dalam mulut, kemudian dihisap agar masuk ke dalam mulut, kemudian dihisap
agar masuk ke paru-paru. Pasien perlu melakukan beberapa kali agar dapat menggunakan inhaler dengan benar. Jika pasien
kesulitan untuk melakukan gerakan menyemprotkan dan menghisap obat secara beruntun, maka dapat digunakan alat bantu
spancer. Manfaat spancer adalah memungkinkan pasien menghisap obat bebrapa kali, memaksimalkan usaha agar seluruh obat
masuk ke paru-paru, dan dapat membantu menekan inhaler untuk anak-anak. Untuk satu produk inhaler 60-400 dosis/semprotan.
Contoh produk: Alupent, Becotide,
Bricasma, Seretide, Barotec, Ventolin.
MDI (Metered Dose Inhaler ) tanpa Spacer

MDI dengan spacer

Turbuhaler
Digunakan dengan cara menghisap, dosis obat ke dalam mulut, kemudian diteruskan ke dalam paru-paru. Pasien tidak akan
mendapat kesulitan dengan menggunakan turbuhaler karena tidak perlu menyemprotkan obat terlebih dahulu. Datu produk
turbuhaler mengandung 60-200 dosis. Ada indicator dosis yang akan memberitahu anda jika obat hampir habis. Contoh produk :
Bricasma, Pulmicort, Symbicort.
Rotahaler
Digunakan dengan cara yang mirip dengan turbuhaler. Perbedaan setiap kali akan menghisap obat, rotahaler harus didiisi dulu
dengan obat yang berbentuk kapsul/rotacap. Jadi rotahaler hanya berisi satu dosis, rotahaler sangat cocok untuk anak-anak dan
usia lanjut. Contoh produk: Ventolin Rotacap
Nebulizer
Nebulizer digunakan dengan cara menghirup dengan cara menghirup larutan obat yang telah diubah menjadi bentuk kabut.
Nebulizer sangat cocok digunakan untuk anak-anak, usila dan mereka yang sedang mengalami serangan asma parah. Dua jenis
nebulizer berupa kompresor dan ultrasonic. Tidak ada kesulitan sama sekali dalam menggunakan nebulizer, karena pasien cukup
bernapas seperti biasa dan kabut obat akan terhirup masuk ke dalam paru-paru. Satu dosis obat akan terhirup habis tidak lebih
dari 10 menit. Contoh produk yang bisa digunakan dengan nebulizer: Bisolvon solution, Pulmicort respules, Ventolin nebulas.
Anak-anak usia kurang dari 2 tahun membutuhkan masker tambahan untuk dipasangkan ke nebulizer untuk memberikan
medikasi secara langsung pada saluran napas untuk mengobati bronkospasme akut, produksi mucus yang berlebihan, batuk dan
sesak napas dan epiglottis. Keuntungan nebulizer terapi adalah medikasi dapat diberikan langsung pada tempat/sasaran aksinya
seperti paru-paru sehingga dosis yang diberikan rendah. Dosis yang rendah dapat menurunkan absorpsi sistemik dan efek
samping sistemik. Pengiriman obat melalui nebulizer ke paru-paru sangat cepat, sehingga aksinya lebih cepat daripada rute
lainnya seperti: subkutan/oral. Udara yang dihirup melalui nebulizer telah lembab, yang dapat membantu mengeluarkan sekresi
bronkus.
Perhatian dan Kontraindikasi

Pasien yang tidak sadar/confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini, membutuhkan mask/sungkup, tetapi mask
efektifnya berkurang secara spesifik.

Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak ada/berkurang, kecuali jika medikasi
nebulizer diberikan melalui endotracheal tube yang menggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran
gas juga tidak dapat menggerakkan/memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas.

Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability harus dengan perlahan. Ketika diinhalasi katekolamin
dapat meningkatkan cardiac rate dan menimbulkan disritmia

Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui IPPB/Intermittent Positive Pressure Breathing, Sebab
IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronkhospasme

Peralatan:
o Nebulizer dan tube penghubung
o

Cannula oksigen

Tube berkerut, pendek

Sumber kompresi gas/O2/udara/compressor udara

Medikasi/obat yang diberikan melalui nebulizer

Persiapan:

Tempatkan pasien pada posisi tegak/40-90 derajat yang memungkinkan klien ventilasi dan pergerakan diafragma
maksimal

Kaji suara napas, pulse rate, status respirasi, saturasi oksigen sebelum medikasi diberikan

Kaji heart rate selama pengobatan, jika heart rate meningkat 20x per menit, hentikan terapi nebulizer, pada pasien
hamil, heart fetus harus dikaji

Instruksikan pasien untuk mengikuti prosedur dengan benar, lakukan perlahan, napas dalam dam tahan napas saat
inspirasi puncak beberapa saat.

Tahapan prosedur
o Berikan oksigen suplemen, dengan flow rate disesuaikan menurut kondisi/keadaan pasien, pulse oxymetri/ hasil AGD.
Inhalsi katekolamin dapat merubah ventilasi-perfusi paru dan memperburuk hipoksemia untuk periode singkat
o

Pasang nebulizer dan tube dan masukkan obat ke dalam nebulizer sesuai program ( obat-obat Bronchodilator ada yang
berupa cairan untuk pengobatan hirup, cairan Bronchodilator sebanyak 0,3-0,5 ml.

Ditambahkan /dicampur sejumlah normal saline steril sebanyak 1 ml sampai 1,5 ml ke nebulizer sesuai program

Hubungkan nebulizer ke sumber kompresi gas, berikan oksigen 6-8 liter/menit, sesuaikan flow rate oksigen sampai
kabut yang keluar sedikit tipis, jika terlalu kuat arusnya obat dapat terbuang sia-sia

Pandu pasien untuk mengikuti tehnik bernapas yang benar

Lanjutkan pengobatan sampai kabut tidak lagi diproduksi

Kaji ulang suara napas, pulse rate, saturasi oksigen dan respiratory rate

Pemberian mungkin membutuhkan waktu selama 10-15 menit/30-40 menit

Komplikasi/efek samping obat berupa nausea, vomit, tremor, bronkospasme, takikardia


Masker
Masker oksigen menutup hidung dan mulut dengan rapat, merupakan metode yang paling efektif dalam pemberian oksigen
tingkat tinggi dan dipilih pada kondisi perawatan yang kritis.
Kerugian menggunakan masker adalah:

Masker mengganggu kemampuan pasien untuk berkomunikasi

Dapat dipindahkan pada saat makan, minum, makan obat diganti nasal canula

Menyebabkan individu Claustrophobia

Dengan masker mambuta beberapa pasien tidak nyaman

Lembab

Mengikat/sungkup harus terus melekat pada pipi/wajah pasien untuk mencegah kebocoran

Dapat terjadi aspirasi jika pasien muntah, terutama pada pasien yang tidak sadar/pasien Anak

The Simple Mask/Sungkup muka sederhana


o system aliran rendah
o

Masker ini mempunyai ventilasi lubang disisinya dan memberikan reservoir/penampung di atas muka dimana oksigen
mengalir, sehingga pasien menghirup konsentrasi oksigen yang tinggi

biasanya digunakan untuk jangka pendek, saat konsentrasi oksigen 30-60% yang diingikan

Posisi oksigen sering disingkat sebagai FIO2 yang artinya sedikit oksigen yang diinspirasi

memerlukan 6-8 liter/m

konsentrasi oksigen yang benar-benar diterima oleh pasien tergantung TV, RR, masker yang tepat juga aliran berapa
liter

karena pasien ekspirasi menggunakan CO2 dan masuk ke dalam reservoir yang sama, kadang-kadang CO2 dari udara
yang diinspirasi cenderung meningkat

kecepatan aliran 6-8 liter/menit membantu membilas CO2 dari masker sehinggan kebanyakan pasien dalam hal ini
bukan masalah

sedikit peningkatan CO2 benar-benar akan menstimulasi respirasi

Bagaimana jika pasien tertahan CO2 yang berlebih, masker jenis ini merupakan kontra indikasi

Sungkup muka dengan kantung Rebreathing

Aliran 6-10 liter/m

Konsentrasi oksigen mencapai 80%

Udara inspirasi sebagian bercampur dengan udara ekspirasi 1/3 bagian volume ekskalasi masuk ke kantung 2/3 bagian
volume ekskalasi melewati lubang-lubang pada bagian samping

Non Rebreathing masker


o System aliran tinggi
o

Mempunyai kantong yang melekat ke dasarnya dan dapat mengalirkan 50-100%

Oksigen yang mengalir ke dalam kantung dan terkumpil di sanan sebagai penampung

Ketika pasien ekspirasi, katup special antara kantung dan masker menutup dan udara di ekspirasi ke luar melalui
celah/vent pada sisi masker

Dan ketika pasien inspirasi, katup terbuka sehingga udara yang diinspirasi datang dari kantung dan mempunyai
konsentrasi oksigen yang tinggi

Kecepatan aliran 12-15 liter/m perlu untuk menjaga kantung tetap menggembung

Udara inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi dan tidak dipengaruhi oleh udara luar

Ventury mask/ sungkup venture

Memberikan aliran yang bervariasi dengan konsentrasi oksigen 24-50% dipakai dengan tipe ventilasi tidak teratur
Sistim aliran tinggi lainnya dibuat untuk mengalirkan oksigen pada % yang khusus 24-40%

Oksigen murni diberikan pada kecepatan aliran yang tinggi melewati celah/vents yang khusus

Efek venture menyebabakan oksigen ini bercampur dengan udara ruang pada tingkat yang dapat diprediksi

Oleh sebab itu pasien menerima konsentrasi oksigen yang konstan tanpa memperhatikan kecepatan kedalaman
pernapasan

Masker merkuri dapat digunakan dengan/tanpa humudifikasi

Type masker ini yang paling umum digunakan untuk pasien kritis

Alat ini digunakan pada pasien dengan hiperkarbi yang disertai dengan hipoksemi sedang sampai berat

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/afifah/material/terapiinhalasiasmabronkial.pdf
http://www.scribd.com/doc/77129036/Referat-Diagnosis-dan-Tatalaksana-Asma-Pada-Anak

Anda mungkin juga menyukai

  • Bismillah Klik Iship
    Bismillah Klik Iship
    Dokumen5 halaman
    Bismillah Klik Iship
    Nyayu Atika Putri
    Belum ada peringkat
  • Referat CKD Rafli
    Referat CKD Rafli
    Dokumen44 halaman
    Referat CKD Rafli
    Relanfa Farando
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan Case
    Pertanyaan Case
    Dokumen1 halaman
    Pertanyaan Case
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis BPH
    Diagnosis BPH
    Dokumen14 halaman
    Diagnosis BPH
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Bibliography 12
    Bibliography 12
    Dokumen5 halaman
    Bibliography 12
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Program Studi SNMPTN 2014
    Program Studi SNMPTN 2014
    Dokumen39 halaman
    Program Studi SNMPTN 2014
    Febriansyah Hanarno
    0% (1)
  • s2 Kiki
    s2 Kiki
    Dokumen17 halaman
    s2 Kiki
    aduhbingung
    Belum ada peringkat
  • Daftar Wahana Angkatan IV Tahun 2018 PDF
    Daftar Wahana Angkatan IV Tahun 2018 PDF
    Dokumen4 halaman
    Daftar Wahana Angkatan IV Tahun 2018 PDF
    Dwi Tika Septiany
    Belum ada peringkat
  • Sk3 Cvs Papa
    Sk3 Cvs Papa
    Dokumen12 halaman
    Sk3 Cvs Papa
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Sasanta An
    Sasanta An
    Dokumen30 halaman
    Sasanta An
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Sk3 Cvs Icha
    Sk3 Cvs Icha
    Dokumen13 halaman
    Sk3 Cvs Icha
    Tio Saputra
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen7 halaman
    Skenario 2
    Annisa Karla Arini Sesunan
    Belum ada peringkat
  • Mines Blooding
    Mines Blooding
    Dokumen4 halaman
    Mines Blooding
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Sk3 Cvs Kaka
    Sk3 Cvs Kaka
    Dokumen16 halaman
    Sk3 Cvs Kaka
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Sk3 Cvs Mama
    Sk3 Cvs Mama
    Dokumen12 halaman
    Sk3 Cvs Mama
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Darahnya Kurang
    Darahnya Kurang
    Dokumen4 halaman
    Darahnya Kurang
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Kurang Blood
    Kurang Blood
    Dokumen4 halaman
    Kurang Blood
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen7 halaman
    Skenario 2
    Annisa Karla Arini Sesunan
    Belum ada peringkat
  • Anemia DB
    Anemia DB
    Dokumen17 halaman
    Anemia DB
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Anemia
    Anemia
    Dokumen7 halaman
    Anemia
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Sman 1 Batu Sopang
    Sman 1 Batu Sopang
    Dokumen1 halaman
    Sman 1 Batu Sopang
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen7 halaman
    Skenario 2
    Annisa Karla Arini Sesunan
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2: Ruptur Tendo Achilles
    Skenario 2: Ruptur Tendo Achilles
    Dokumen15 halaman
    Skenario 2: Ruptur Tendo Achilles
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Kurang Darah
    Kurang Darah
    Dokumen4 halaman
    Kurang Darah
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Maaf
    Maaf
    Dokumen2 halaman
    Maaf
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Doa Berbuka Puasa
    Doa Berbuka Puasa
    Dokumen1 halaman
    Doa Berbuka Puasa
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Doa Buka Puasa
    Doa Buka Puasa
    Dokumen1 halaman
    Doa Buka Puasa
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Laporan Biologi
    Laporan Biologi
    Dokumen2 halaman
    Laporan Biologi
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • MPT-SK 2 New
    MPT-SK 2 New
    Dokumen22 halaman
    MPT-SK 2 New
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat
  • Dari Everand
    Belum ada peringkat