Anda di halaman 1dari 30

Sandra Aldira / 1102010262 / Skenario 2

1.

Anatomi Saraf Kranial, Jaras, dan Capsula Interna .

1. SARAF OLFAKTORIUS (N.I)


Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari
bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal
pada sisi medial lobus orbitalis.
Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa
hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius,
dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian
medial sisi yang sama.
Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa
dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi
serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada
kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area
otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai
rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus
dan sistem limbik.
2. SARAF OPTIKUS (N. II)
Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini
melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya
pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai
bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian
inferior kiasma optikum dan sebaliknya.
Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma,
sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks
cahaya yang berasal dari kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan
dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan
dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari
sini serabut-serabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan
berakhir di korteks visual lobus oksipital.
Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk
kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat
dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari
lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya.
3. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III)
Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus
motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom).
Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan
inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus

Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter
pupil dan otot siliaris.
4. SARAF TROKLEARIS (N. IV)
Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal
dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satu-satunya saraf kranialis yang
keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk
menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.
5.SARAF TRIGEMINUS (N. V)
Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik.
Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabut-serabut sensorik saraf
trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis.
Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar
dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis
auditorius serta bagian membran timpani.
6.SARAF ABDUSENS (N. VI)
Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata
dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.
7.SARAF FASIALIS (N. VII)
Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus
motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula
oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan
saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna.
Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis
okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus
posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah.
8.SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)
Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut- serabut aferen yang mengurusi
pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi
keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti
koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian
menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus
dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut- serabut auditorik di dalam kanalis fasialis.
Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang
dan serebelum.
9.SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX)
Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan
kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion
intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara
arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot
stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga
posterior lidah.
10. SARAF VAGUS (N. X)
Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion
inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi
semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paruparu.
11. SARAF ASESORIUS (N. XI)
Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron
dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf
motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot
sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula
bila lengan diangkat ke atas.
12. SARAF HIPOGLOSUS (N. XII)
Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan
ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan
saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan
genioglosus.

JARAS
Jaras Kortikospinal
Kegunaan: Menghantarkan impuls terutama untuk gerakan disadari (voluntary) dan gerakan dilatih (skilled
movements)
Jaras ini bermula dari akson sel-sel piramidal yang terletak di lapis kelima korteks serebri. Sekitar dua pertiga
total serabut yang membentuk jaras kortikospinal berasal dari girus presentral, sementara itu sisanya berasal
dari girus postsentral.2 Serabut ini berkumpul di korona radiata, lalu diteruskan ke bagian posterior kapsula
interna, dan bergerak menuju crus serebri, dan pada akhirnya masuk ke pons. Jaras ini terus melalui batang
otak, dan di daerah ventral medulla oblongata membentuk tonjolan yang disebut piramid. Atas dasar inilah
jaras ini juga dinamai jaras piramidal.
Sekitar 85% hingga 90% akson akan membentuk dekusasi (bersilangan) di daerah kaudal medulla oblongata,
membentuk struktur dekusasi piramidal. Akson-akson yang berdekusasi ini memasuki medulla spinalis
melalui daerah lateral kortikospinal, dan kebanyakan berakhir di medulla spinalis dengan ketinggian servikal,
lumbal, atau sakral. Sementara itu 10% hingga 15% sisa akson yang tidak berdekusasi akan memasuki
medulla spinalis melalui daerah anterior kortikospinal dan berakhir di ketinggian servikal dan torakal atas
medulla spinalis.
Kebanyakan jaras kortikospinal bersinaps dengan neuron perantara (internuncial neuron), yang kemudian
bersinaps dengan alfa motor neuron dan beberapa gamma motor neuron.3 Jaras kortikospinal juga
membentuk percabangan dengan nukelus kaudatus dan lentiformis (basal nuclei), nukleus ruber, nukleus
olivari, dan formasi retikuler. Percabangan ini menginformasikan daerah subkorteks akan gerakan-gerakan
disadari dan disengaja (gerakan kortikal). Selain sebagai sarana informasi, percabangan ini juga dapat
mengirimkan impuls pengaturan terhadap motor neuron, khususnya alfa motor neuron.

Jaras Retikulospinal
Kegunaan: Memengaruhi gerakan disadari maupun refleks, juga merupakan jaras bagi sistem saraf otonom
sehingga mendukung hipotalamus mengontrol sistem saraf simpatis dan parasimpatis.
Formasi retikuler merupakan interkoneksi berbentuk jala yang dapat ditemui di mesensefalon, pons, dan
medulla oblongata. Formasi retikuler di daerah pons memiliki akson yang mengarah ke medulla spinalis
melalui jaras retikulospinal pontin. Sementara itu, formasi retikuler di daerah medulla oblongata mengarahkan
akson, juga ke medulla spinalis, dan membentuk jaras retikulospinal medular. Jaras retikulospinal pontin dan
medular menuruni pons dan masuk ke medulla spinalis substansia alba daerah anterior dan substansia alba
daerah lateral, berturut-turut. Akhirnya kedua jaras ini berakhir di kornu anterior substansia grisea. Mereka
bersinaps untuk menghambat atau memfasilitasi alfa dan gamma motor neuron.
Jaras Tektospinal
Kegunaan: Mengatur refleks postural terutama sebagai respons terhadap rangsang visual.
Jaras ini berawal dari kolikulkus superior mesensefalon, yang kemudian bersilangan di garis tengah
mesensefalon segera setelah jaras dimulai. Akson-akson kemudian turun melalui batang otak dan terletak
dekat dengan fasikulus medial longitudinal. Jaras tektospinal kemudian menuruni kornu anterior substansia
alba medulla spinalis, dekat dengan fisura anterior median.

Jaras Rubrospinal
Kegunaan: Memfasilitasi aktivitas fleksi otot dan menghambat aktivitas ekstensi otot untuk menjaga
keseimbangan tubuh.
Jaras ini bermula dari nukleus ruber yang terletak di tegmentum mesensefalon melalui potongan setinggi
kolikulus superior. Nukelus ruber berhubungan dengan jaras aferen dari korteks serebri dan serebelum.
Nukelus ini mengeluarkan akson yang bersilangan di garis tengah masih di ketinggian yang sama, lalu
menuruni pons dan medulla oblongata melalui jaraas rubrospinal, dan memasuki kolumna lateral substansia
alba medulla spinalis. Pada akhirnya, akson bersinaps dengan neuron penghubung di kolumna anterior
substansia grisea, dan mengatur aktivitas alfa dan gamma motor neuron.
Jaras Vestibulospinal
Kegunaan: Memfasilitasi aktivitas ekstensi otot dan menghambat aktivitas fleksi otot untuk menjaga
keseimbangan tubuh.
Nukelus vestibular terletak di pons dan medulla oblongata. Nukelus ini menerima saraf aferen dari telinga
bagian dalam (saraf vestibuli), serta informasi dari serebelum. Nukelus ini menghasilkan akson yang keluar
membentuk jaras vestibulospinal yang tidak bersilangan ketika melalui medulla oblongata, dan terus menuju
kornu anterior substansia alba medulla spinalis.
Jaras Desenden Otonom
Rupanya korteks serebri, hipotalamus, amygdala, formasi retikuler, serta batang otak mengintervensi
persarafan otonom melalui jaras desenden otonom yang memengaruhi saraf praganglion simpatis di daerah
torakolumbal medulla spinalis, serta persarafan praganglion parasimpatis di daerah sakral (tidak untuk
persarafan parasimpatis kranial, karena memiliki mekanisme tersendiri).5 Beberapa sumber juga mengatakan
bahwa jaras ini tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari jaras retikulospinal.
Persarafan Motorik Saraf Kranial: Jaras Kortikonuklear
Jaras piramidal, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, merupakan jaras yang membawa informasi
motorik dari korteks bagian motorik, melalui korona radiata, kapsula interna, dan pada akhirnya menuju ke
medulla spinalis. Namun demikian, informasi ini tidak hanya dibawa menuju medulla spinalis, melainkan
juga dibawa menuju daerah-daerah nukelus yang letaknya terkonsentrasi di batang otak (brain stem), dan
berfungsi sebagai nukleus-nukleus bagi persarafan perifer kranial.6 Jaras ini merupakan jaras kortikonuklear,
yang merupakan percabangan di daerah setinggi mesensefalon. Saudaranya, jaras kortikospinal turun ke
bawah, sementara jaras kortikonuklear menuju ke nukelus saraf kranial. Ada yang berdekusasi ke sisi
kontralateral, dan ada pula yang tetap berada sesisi ipsilateral. Jaras kortikonuklear juga disebut sebagai jaras
kortikobulbar.

2.

Pemeriksaan Fungsi Saraf Kranial (Fungsi Motorik) dan Kelainan Pada Gangguan Saraf
Motorik

Pemeriksaan Fungsi Sistem Motorik


Pemeriksaan sistem motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu untuk menjamin
kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.
1. Pengamatan.
Gaya berjalan dan tingkah laku.
Simetri tubuh dan ektremitas.
Kelumpuhan badan dan anggota gerakl.
2. Gerakan Volunter.
Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:
Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.
Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.
Mengepal dan membuka jari-jari tangan.
Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.
Fleksi dan ekstensi artikulus genu.
Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.
Gerakan jari- jari kaki.
3. Palpasi otot.
Pengukuran besar otot.
Nyeri tekan.
Kontraktur
Konsistensi ( kekenyalan )
Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :
Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.
Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).
Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).
Kontraktur otot.
Konsistensi otot yang menurun terdapat pada :
Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.
Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di motor end plate.
4. Perkusi otot.
Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan berlangsung hanya 1 atau
2 detik saja.
Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi ( biasanya terdapat pada pasien
mixedema, pasien dengan gizi buruk ).
Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh karena kontraksi otot
yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.
5. Tonus otot.
Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita
gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan lutut . Pada orang normal terdapat tahanan
yang wajar.
Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali ( dijumpai pada kelumpuhan LMN).
Hipotoni : tahanan berkurang.
Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada kelumpuhan UMN.
Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.
6. Kekuatan otot.
Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua cara:
Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan pemeriksa menahan gerakan
ini.
Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan.
Cara menilai kekuatan otot :

Dengan menggunakan angka dari 0-5.


0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total.
1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak didapatkan gerakan pada persendiaan yang harus
digerakkan oleh otot tersebut.
2 : Didapatkan gerakan,tetapi gerakan ini tidak mampu melawan gaya berat (gravitasi).
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat.
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula mengatasi sedikit tahanan yang diberikan.
5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ).
Anggota gerak atas.
Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)
Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).
Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).
Pemeriksaan abduksi ibu jari.
Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).
Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).
Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).
Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).
Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).
Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).
Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).
Anggota gerak bawah.
Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).
Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).
Pemeriksaan otot kelompok hamstring (L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).
Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).
Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis).
7. Gerakan involunter.
Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu dikeluarkan
aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat
lesi pada nukleus pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex ekstrapiramidalis,
nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi, substansia nigra, nukleus ruber, nukleus
ventrolateralis thalami substansia retikularis dan serebelum.
Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum ( nukleus
kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan
substansia nigra pada sindroma Parkinson.
Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar, disebabkan gangguan
mekanisme feedback oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal
hingga timbul kekacauan gerakan volunter.
Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif, cepat berganti
sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan
oleh lesi di corpus striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.
Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan atau tangan yang agak
lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit , torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu,
siku dan pergelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nukleus kaudatus.
Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra, hingga menyerupai
gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerkaan ini dihubungkan dengan lesi di corpus
subthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan berkas porel.
Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang masih sehat pada
otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah
kulit.
Myokimia: fasikulasi benigna. Frekwensi keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung lebih
lama dari fasikulasi.

Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung sejenak, aritmik, dapat
timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak
maupun waktu istirahat.
8. Fungsi koordinasi
Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang paling penting
untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex, basal ganglia, vertibular apparatus dan korda
spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum serta
lesi pada serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut Cerebellar sign
.
Macam-macam pemeriksaan Cerebellar sign
Test telunjuk hidung.
Test jari jari tangan.
Test tumit lutut.
Test diadokinesia berupa: pronasi supinasi, tapping jari tangan.
Test fenomena rebound.
Test mempertahankan sikap.
Test nistagmus.
Test disgrafia.
Test romberg.
Test romberg positif:
baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi
setelah beberapa saat kehilangan kestabilan ( bergoyang goyang ).
Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan
yang khas yang disebut celebellar gait
Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunter dengan tangan,lengan atau tungkai dengan
halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah.
Gait dan Station.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk itu. Harus diperhitungkan
adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil pemeriksaan pada orang orang tua atau penyandang cacat
non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan , ayunan tangan dan
gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.
Jalan diatas tumit.
Jalan diatas jari kaki.
Tandem walking.
Jalan lurus lalu putar.
Jalan mundur.
Hopping.
Berdiri dengan satu kaki.
Macam macam Gait:
Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.
Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik paraparese.
Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.
Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n. Peroneus.
Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas untuk
kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai berfleksi
sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan setengah diseret dengan jangkauan yang
pendek-pendek.
Gerakan involuntar
Gerakan yang timbul sebagai akibat dari gangguan sistem ekstrapiramidal. Bercirikan terjadinya
diluar kehendak, tidak bertujuan, tidak terkoordinasi dan tidak dapat dikendalikan. Karena itu gerakan
involuntar digolongkan sebagai gerakan abnormal, bisa sebagai gejala ataupun sebagai suatu diagnosis
penyakit/ sindrom sendiri.

Adapun tiga jenis gerakan involunter meliputi


1. Gangguan gerakan hiperkinetik (hiperkinesia)
1.1
Tremor, dan mioklonus
1.2
Khorea, atetosis, balismus dan distonia
1.3
Gangguan gerakan karena obat- obatan
2. Gangguan gerakan hipokinetik (hipokinesia)
2.1
sindrom parkinson
2.2
paralisis supranuklear progresif
2.3
gangguan serebelum dan hubungan spinoserebral
secara klinik, marsden (1992) membagi penyakit- penyakit dengan gangguan gerakan sebagai berikut :
1. hipokinesia/akinesia disertai rigiditas misalnya penyakit parkinson, penyakit wilson
2. diskinesia (gerakan involuntar abnormal dan berlebihan)
Jenis- jenis gerakan involuntar
- tics
gerakan involuntar yang sifatnya berulang, cepat, singkat, stereoptik, kompulsif dan tak berirama dapat
merupakan bagian dari kepribadian normal.
- Tremor
Suatu gerakan osilasi ritmik agak teratur, berpangkal pada pusat gerakan tetap dan biasanya dalam satu
bidang tertentu.
- Miokionus
Kontraksi suatu otot atau sekelompok otot yang tidak disadari dan bersifat mendadak, megakibatkan
gerakan yang dapat dilihat pada tempat/sendi yang bersangkutan.
- Khorea sydenham
Disebabkan oleh gangguan imunologik sehubungan dengan infeksi streptokokus atau demam reumatik.
- Atetosis dobel
Disebabkan oleh anoxsia pada waktu lahir.
- Hemibalismus
Disebabkan oleh berbagai macam proses patologis antara lain gangguan vaskular, infeksi, trauma, dan
tumor.
- Distonia
Sering ditemukan pada berbagai penyakit, baik yang uum dan sistemik maupun yang terbatas pada sistem
saraf dan dapat membantu mebgidentifikasi penyakit yang mendasarinya.
Kelainan klinis neurologis gangguan fungsi motorik
1.

Saraf Olfaktorius. (N.I)


Kelainan pada nervus olfaktovius dapat menyebabkan suatu keadaan berapa gangguan penciuman
sering dan disebut anosmia, dan dapat bersifat unilatral maupun bilateral. Pada anosmia unilateral
sering pasien tidak mengetahui adanya gangguan penciuman.Proses penciuman dimulai dari sel-sel
olfakrorius di hidung yang serabutnya menembus bagian kribiformis tulang ethmoid di dasar di dasar
tengkorak dn mencapai pusat penciuman lesi atau kerusakan sepanjang perjalanan impuls penciuman
akan mengakibatkan anosmia.
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan penciuman berupa:

Agenesis traktus olfaktorius


Penyakit mukosa olfaktorius bro rhinitis dan tumor nasal. Sembuhnya rhinitis berarti juga pulihnya
penciuman, tetapi pada rhinitis kronik, dimana mukosa ruang hidung menjadi atrofik penciuman
dapat hilang untuk seterusnya.

Destruksi filum olfaktorius karena fraktur lamina feribrosa.


Destruksi bulbus olfaktorius dan traktus akibat kontusi countre coup, biasanya disebabkan karena
jatuh pada belakang kepala. Anosmia unilateral atau bilalteral mungkin merupakan satu-satunya
bukti
neurologis
dari
trauma
vegio
orbital.
Sinusitas etmoidalis, osteitis tulang etmoid, dan peradangan selaput otak didekatnya.
Tumor garis tengah dari fosa kranialis anterior, terutama meningioma sulkus olfaktorius (fossa
etmoidalis), yang dapat menghasilkan trias berupa anosmia, sindr foster kennedy, dan gangguan
kepribadian jenis lobus orbitalis.
Adenoma hipofise yang meluas ke rostral juga dapat merusak penciuman.
Penyakit yang mencakup lobus temporalis anterior dan basisnya (tumor intrinsik atau ekstrinsik).
Pasien mungkin tidak menyadari bahwa indera penciuman hilang sebaliknya, dia mungkin mengeluh
tentang rasa pengecapan yang hilang, karena kemampuannya untuk merasakan aroma, suatu sarana
yang penting untuk pengecapan menjadi hilang.
2.

Saraf Optikus (N.II)


Kelainan pada nervus optikus dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan
dapat dibagi menjadi gangguan visus dan gangguan lapangan pandang. Kerusakan atau terputusnya
jaras penglitan dapat mengakibatkan gangguan penglihatan kelainan dapat terjadi langsung pada
nevrus optikus itu sendiri atau sepanjang jaras penglihatan yaitu kiasma optikum, traktus optikus,
radiatio optika, kortek penglihatan. Bila terjadi kelainan berat makan dapat berakhir dengan
kebutaan.
Orang yang buta kedua sisi tidak mempunyai lapang pandang, istilah untuk buta ialah anopia atau
anopsia. Apabila lapang pandang kedua mata hilang sesisi, maka buta semacam itu dinamakan
hemiopropia.
Berbagai macam perubahan pada bentuk lapang pandang mencerminkan lesi pada susunan saraf
optikus.
Kelainan atau lesi pada nervus optikus dapat disebabkan oleh:
1.

Trauma Kepala

2.

Tumor serebri (kraniofaringioma, tumor hipfise, meningioma, astrositoma)

3.

Kelainan pembuluh darah, misalnya pada trombosis arteria katotis maka pangkal artera
oftalmika dapat ikut tersumbat jug. Gambaran kliniknya berupa buta ipsilateral.

4.

Infeksi.

Pada pemeriksaan funduskopi dapat dilihat hal-hal sebagai berikut:


Papiledema (khususnya stadium dini). Papiledema ialah sembab pupil yang si dan terkait
pada tekanan intrakkranial yang meninggi, dapat disebabkan oleh lesi desak ruang, antara

lain hidrocefalus, hipertensi intakranial benigna, hipertensi stadium IV. Trombosis vena
sentralis retina.
Atrofi optik, dapat disebabkan oleh papiledema kronik atau papilus, glaukoma,
famitral, misal: retinitis pigmentosa, penyakit leber, ataksia friedrich.

iskemia,

.Neuritis optik.
3.Saraf Okulomotorius (N.III)
Kelainan berupa paralisis nervus okulomatorius menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke medial,
ke atas dan lateral, kebawah dan keluar. Juga mengakibatkan gangguan fungsi parasimpatis untuk
kontriksi pupil dan akomodasi, sehingga reaksi pupil akan berubah. N. III juga menpersarafi otot kelopak
mata untuk membuka mata, sehingga kalau lumpuh, kelopak mata akan jatuh ( ptosis).
Kelumpuhan okulomotorius lengkap akan memberikan gambara dibawah ini:
o
o
o
4.

Ptosis, disebabkan oleh paralisis otot levator palpebra dan tidak adanya perlawanan dari
kerja otot orbikularis okuli yang dipersarafi oleh nervus fasialis.
Fiksasi posisi mata, dengan pupil ke arah bawah dan lateral karena tidak adanya
perlawanan dari kerja otot rektus lateral dan oblikus superior.
Dilatasi pupil, tak bereaksi terhadap cahaya dan akomodasi.

Saraf Troklearis (N. IV)

Kelainan berupa paralisis nervus troklearis menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak kebawah dan
kemedial.
.
Ketika pasien melihat lurus kedepan atas, sumbu dari mata yang sakit lebih tinggi daripada mata yang
lain. Jika pasien melihat kebawah dan ke medial, mata berotasi dipopia terjadi pada setiap arah tatapan
kecuali paralisis yang terbatas pada saraf troklearis jarang terjadi dan sering disebabkan oleh trauma,
biasanya karena jatuh pada dahi atu verteks.
5.

Saraf Abdusens (N. VI)

Kelainan pada paralisis nervus abdusens menyebabkan bola mata tidak bisa bergerak ke lateral, ketika
pasien melihat lurus ke atas, mata yang sakit teradduksi dan tidak dapat digerakkan ke lateral, ketika
pasien melihat ke arah nasal, mata yang paralisis bergerak ke medial dan ke atas karena predominannya
ototoblikusinferior.
Jika ketiga saraf motorik dari satu mata semuanya terganggu, mata tampak melihat lurus keatas dan tidak
dapat digerakkan kesegala arah dan pupil melebar serta tidak bereaksi terhadap cahaya (oftalmoplegia
totalis). Paralisis bilateral dari otot-otot mata biasanya akibat kerusakan nuklear. Penyebab paling sering
dari paralisis nukleus adalah ensefelaitis, neurosifilis, mutiple sklerosis, perdarahan dan
tumor. Penyebab yang paling sering dari kelumpuhan otot-otot mata perifer adalah meningitis, sinusistis,
trombosis sinus kavernosus, anevrisma arteri karotis interva atau arteri komunikantes posterior, fraktur
basis kranialis.
6.

Saraf Trigeminus (N. V)

10

Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nerus trigeminus antara lain : Tumor pada bagian fosa
posterior dapat menyebabkan kehilangan reflek kornea, dan rasa baal pada wajah sebagai tanda-tanda
dini.

Gangguan nervus trigeminus yang paling nyata adalah neuralgia trigeminal atau tic douloureux yang
menyebabkan nyeri singkat dan hebat sepanjang percabangan saraf maksilaris dan mandibularis dari
nervus trigeminus. Janeta (1981) menemukan bahwa penyebab tersering dari neurolgia trigeminal
dicetuskan oleh pembuluh darah. Paling sering oleh arteri serebelaris superior yang melingkari radiks
saraf paling proksimal yang masih tak bermielin.
Kelainan berapa lesi ensefalitis akut di pons dapat menimbulkan gangguan berupa trismus, yaitu spasme
tonik dari otot-otot pengunyah. Karena tegangan abnormal yang kuat pada otot ini mungkin pasien tidak
bisa membuka mulutnya.
7.

Saraf Fasialis (N. VII)


Kelainan yang dapat menyebabkan paralis nervus fasialis antara lain:

Lesi UMN (supranuklear) : tumor dan lesi vaskuler.

Lesi LMN :
Penyebab
pada
pons,
meliputi
tumor,
lesi
vaskuler
dan
siringobulbia.
Pada fosa posterior, meliputi neuroma akustik, meningioma, dan meningitis kronik.
Pada pars petrosa os temporalis dapat terjadi Bells palsy, fraktur, sindroma Rumsay Hunt, dan
otitis media.
Penyebab kelumpuhan fasialis bilateral antara lain Sindrom Guillain Barre, mononeuritis
multipleks,
dan
keganasan
parotis
bilateral.
Penyebab hilangnya rasa kecap unilateral tanpa kelainan lain dapat terjadi pada lesi telinga
tengah yang meliputi Korda timpani atau nervus lingualis, tetapi ini sangat jarang.
Gangguan nervus fasialis dapat mengakibatkan kelumpuhan otot-otot wajah, kelopak mata tidak
bisa ditutup, gangguan air mata dan ludah, gangguan rasa pengecap di bagian belakang lidah
serta gangguan pendengaran (hiperakusis). Kelumpuhan fungsi motorik nervus fasialis
mengakibatkan otot-otot wajah satu sisi tidak berfungsi, ditandai dengan hilangnya lipatan
hidung bibir, sudut mulut turun, bibir tertarik kesisi yang sehat. Pasien akan mengalami
kesulitan mengunyah dan menelan. Air ludah akan keluar dari sudut mulut yang turun. Kelopak
mata tidak bisa menutup pada sisi yang sakit, terdapat kumpulan air mata di kelopak mata
bawah (epifora). Refleks kornea pada sisi sakit tidak ada.

8.

Saraf Vestibulokoklearis
Kelainan pada nervus vestibulokoklearis dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan keseimbangan
(vertigo).
Kelainan yang dapat menimbulkan gangguan pada nervus VIII antara lain:
Gangguan pendengaran, berupa : Tuli saraf dapat disebabkan oleh tumor.

11

Degenerasi misal presbiaksis.


Trauma, misal fraktur pars petrosa os temporalis, toksisitas misal aspirin, streptomisin atau
alkohol, infeksi misal, sindv rubella kongenital dan sifilis kongenital.
Tuli konduktif dapat disebabkan oleh serumen, otitis media, otoskleroris dan penyakit Paget.
Gangguan Keseimbangan dengan penyebab kelainan vestibuler. Pada labirin meliputi penyakit
meniere, labirinitis akut, mabuk kendaraan, intoksikasi streptomisin.
Pada vestibuler meliputi semua penyebab tuli saraf ditambah neuronitis vestibularis.
Pada batang otak meliputi lesi vaskuler, tumor serebelum atau tumor ventrikel IV demielinisasi.
Pada lobus temporalis meliputi epilepsi dan iskemia.
9.

Saraf Glosofaringeus (N. IX) dan Saraf Vagus (N. X)


Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X dapat mengakibatkan hilangnya
refleks
menelan
yang
berisiko
terjadinya
aspirasi
paru.
Kehilangan refleks ini pada pasien akan menyebabkan pneumonia aspirasi, sepsis dan adult respiratory
distress syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian. Gangguan nervus IX dan N. X
menyebabkan persarafan otot-otot menelan menjadi lemah dan lumpuh. Cairan atau makanan tidak dapat
ditelan ke esofagus melainkan bisa masuk ke trachea langsung ke paru-paru. Kelainan yang dapat
menjadi penyebab antara lain : Lesi batang otak (Lesi N IX dan N. X), Syringobulbig (cairan berkumpul
di medulla oblongata). Pasca operasi trepansi serebelu dan pasca operasi di daerah kranioservikal

10. Saraf Asesorius (N. XI)


Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot trapezius) dan otot leher (otot
sterokleidomastoideus). Pasien akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan saat leher
berputar ke sisi kontralateral.
Kelainan pada nervus asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan iskemia akibatnya
persarafan ke otot trapezius dan otot stemokleidomastoideus terganggu.
11. Saraf Hipoglossus (N. XII)
Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh darah,
tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan makanan
dalam mulut, gangguan menelan dan gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut, gangguan
menelan dan gangguan bicara (disatria) jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke belakang.
Pada kerusakan N. XII pasien tidak dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat lidahnya. Pada lesi
unilateral, lidah akan membelok kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat lidah membelok ke
sisi yang sehat di dalam mulut.
MEMAHAMI DAN MENJELASKAN PARESIS NERVUS VII/BELLs PALSY
Definisi
Bells palsy adalah melemahnya N.VII atau Nervus facialis karena paralisis perifer akibat proses non supuratif,
non neoplasmatik , non degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus
fasialis di foramen stylomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut.

12

Etiologi & Patofisiologi Bells palsy


Infeksi lokal dan sistemik (Haemophillus Influenzae,Herpes Simplex virus, Epstein barr virus)
Lyme disease
Masuk angin, ( catch cold / exposed to chill) karena angin yang masuk kedalam
stylomastoideus mengenai wajah dan membuat wajah menjadi edema.
Diabetes mellitus
Otitis media akut
Perubahan tekanan atmosfir yang tiba-tiba (misalnya saat menyelam atau terbang)
Multiple sclerosis
Iskhemia pada syaraf di dekat foramen stylomastoid
Perokok
Pengguna obat-obatan steroid

foramen

Patofisiologi Bells palsy


Proses inflamasi pada N VII(Fasialis) yang menyebabkan peningkatan diameter N. VII (Fasialis ) sehingga
terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui os temporal. Perjalanan N VII (Fasialis) keluar dari os
temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar
sebagai foramen meatal. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau
iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi.
Angin yang masuk kedalam foramen stilomastoideum ini membuat syaraf disekitar wajah sembab lalu
membesar. Pembengkakan atau peradangan syaraf nomor tujuh atau nervus facialis ini mengakibatkan
pasokan darah kesyaraf tersebut terhenti. Hal ini menyebabkan kematian sel sehingga fungsinya sbg
penghantar impuls atau rangsangan terganggu. Akibatnya perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah
tidak dapat diteruskan.
Manifestasi Klinis Bells palsy
Gejala terjadi secara tiba-tiba, didahului nyeri dibelakang telinga, kelemahan pada otot wajah. Kelemahan
otot wajah yang terjadi dari ringan sampai berat. Tetapi selalu pada satu sisi wajah

Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa
seolah-olah wajahnya terpuntir adanya lipatan pada nasolabial
Sebagian besar penderita mengalami paresis atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun
sebetulnya sensasi di wajah adalah normal
Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam menutup matanya
di sisi yang terkena (Lagophtalmus)
Berkurangnya ketajaman pengecapan disebabkan edema nervus fasialis di tingkat foramen stylo
mastoideus meluas sampai pada bagian nervus
Gerakan bibir menyimpang ke sisi yang tidak sehat
Konjungtiva bulbi tidak tertutup penuh menyebabkan iritasi
Ptosis (penurunan kelopak mata)
Ujung mulut biasanya tertarik ke bawah dan menyebabkan air liur mudah menetes.adanya gangguan
minum dan makan

Diagnosis & differential diagnosis


Pemeriksaan fisik:

13

Lesi pada nervus fasialis di sekitar foramen stilomastoideus baik yang masih berada di sebelah dalam maupun
di sebelah luar foramen tersebut , menimbulakan paralisis nervus fasialis LMN(lower motor neurone)
ipsilateral tanpa gejala pengiring.
Lesi unilateral pada nervus fasialis disektar tebing lateral os petrosum membangkitkan paralisis fasialis LMN
ipsilateral yg disertai gangguan pendengaran atau hiperakusus dengan utuhnya pendengaran/keseimbangan
dan sekresi air liur dimulut
Lesi unilateral pada nervus fasialis disekitar mastoid dan membrana timpani menimbulkan paralisis fasialis
LMN ipsilateral yang berhubungan dengan gangguan pengecapan
Lesi unilateral pada nervus fasialis di sekitar meatus akustikus internus sampai genu kanalis fasialis
menimbulkan paralisis nervus fasialis LMN ipsilateral yang berhubungan dengan gangguan pendengaran ,
keseimbangan, pengecapan, dan sekresi air liur di rongga mulut.
Pemeriksaan laboratorium:
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk menegakkan diagnosis Bells Palsy.
Pemeriksaan radiologi:
Pemeriksaan radiologi bukan indikasi pada Bells palsy. Pemeriksaan CT Scan dilakukan jika dicurigai adanya
fraktur atau metastasis neoplasma ke tulang, stroke, skleloris multipel dan HIV AIDS pada CNS.
Pemeriksaan elektrofisiologi: Stimulasi dari syaraf oleh tes-tes arus listrik apakah syaraf masih dapat
menyebabkan otot-otot untuk berkontraksi. Ia dapat digunakan untuk mengevaluasi kemajuan dari penyakit.
Contohnya, jika pengujian mengindikasikan respon otot yang sama pada kedua sisi muka, pasien dapat
diharapkan untuk mempunyai pemulihan sepenuhnya dari fungsi muka dalam waktu tiga sampai enam
minggu tanpa kelainan bentuk yang signifikan.
Diagnosis Banding
Tumor jinak skull
Aneurisma serebral
Meningioma
Multipel Sklerosis
Ramsey-Hunt syndrome
Penatalaksanaan
1. Steroid: Prednisone 1 mg/KgBB/hari PO selama 7 hari
2. Antivirius: Acyclovir 20 mg/KgBB/hari PO. Jika kelumpuhan membaik, acyclovir dihentikan dan
steroids dapat di tappering off(dihentikan secara berangsur-angsur) melalui waktu lima hari berikutnya.
Jika kelumpuhan masih sepenuhnya setelah lima hari, maka dosis yang sama dari kedua obat-obat
diteruskan untuk lima hari berikutnya, kemudian steroids di tappering off melalui lima hari berikutnya.
3. Analgetik: untuk mengurangi rasa nyeri Ibuprofen dan Parasetamol
4. Vitamin B6 dan B12 untuk pertumbuhan serabut saraf yang rusak
5. Antibiotik okular dan air mata buatan dapat dibutuhkan untuk mencegah ulserasi kornea.
6. Perawatan mata: untuk menghindari terjadinya kekeringan kornea dan trauma benda asing, maka
diberikan air mata buatan, salep mata selama tidur dan kacamata untuk menghindari sinar matahari dan
benda asing.
Bila kondisi penderita sudah stabil, penanganan rehabilitasi medis dapat segera diberikan.
Melakukan latihan wajah. Lakukan minimal dua atau tiga kali sehari dan perhatikan pula kualitas latihan
wajah
Pada fase akut, latihan dapat dimulai dengan kompres hangat dan pemijatan pada wajah. Pijatan ini bisa
meningkatkan aliran darah pada otot-otot wajah. Kemudian latihan dilanjutkan dengan gerakan-gerakan
wajah tertentu yang dapat merangsang otak untuk tetap memberi sinyal agar menggerakkan otot-otot wajah.
Sebaiknya latihan ini dilakukan di depan cermin. Gerakan yang dapat dilakukan berupa dalam latihan seperti
tersenyum, bersiul, mengatupkan bibir, mengerutkan hidung dan dahi juga mengangkat alis secara manual
dengan keempat jari.
Fisiotherapy, di mana wajah penderita akan dikompres dengan lampu sinar dan diberi kejutan listrik di sekitar
wajah
Komplikasi
Regenerasi motorik tidak lengkap. Dengan tanda epifora, inkompeten oral dan obstruksi nasal.
Regenerasi sensorik tidak lengkap. Dengan tanda disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (kehilangan
pengecapan), disesthesia (kehilangan sensasi atas stimulasi).

14

Prognosis
Pemulihan lengkap tanpa gejala sisa( kira-kira 82 % pasien sudah sembuh sempurna dalam waktu 6
bulan)
Pemulihan tidak lengkap pada fungsi motorik, tetapi tidak ada defek pada kosmetik
Kecacatan menetap yang nyata
Pencegahan
1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah angin mengenai wajah.
2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah langsung. Arahkan kipas
angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit-langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan
selalu gunakan kecepatan rendah saat pengoperasian kipas.
3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain tidak bagus untuk
jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.
4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata. Suhu rendah, angin
kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi menyebabkan serangan Bells Palsy.
5. Setelah berolah raga berat, jangan mandi atau mencuci wajah dengan air dingin.
6. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin langsung. Tutupi wajah dengan
kain atau penutup.
3.

Memahami dan Menjelaskan Stroke


Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih
dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular.
Epidemiologi
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga dan penyebab utama kecacatan. 2 Sekitar 0,2% dari
populasi barat terkena stroke setiap tahunnya yang sepertiganya akan meninggal pada tahun
berikutnya dan sepertiganya bertahan hidup dengan kecacatan, dan sepertiga sisanya dapat sembuh
kembali seperti semula. Dari keseluruhan data di dunia, ternyata stroke sebagai penyebab kematian
mencapai 9% (sekitar 4 juta) dari total kematian per tahunnya.
Insidens kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya dimana 10-15% merupakan
stroke hemoragik kuhusnya perdarahan intraserebral. Mortalitas dan morbiditas pada stroke
hemoragik lebih berat dari pada stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang
mendapatkan kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu, ada sekitar 40-80% yang akhirnya
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada 48 jam pertama.
Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53% kali-laki dengan ratarata umur 69 tahun (78% berumur lebih dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan
berjenis kelamin laki-laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.

Etiologi
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan stroke antara lain :
1. Thrombosis Cerebral.
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemi
jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya.Thrombosis biasanya
terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan
aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam sete;ah thrombosis.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan thrombosis otak :
a. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau
elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut :
Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus)

15


b.
c.
2.

Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.

Hypercoagulasi pada polysitemia


Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat melambatkan
aliran darah serebral.
Arteritis( radang pada arteri )

Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara.
Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri
serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa
keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli :
a. Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease.(RHD)
b. Myokard infark
c. Fibrilasi, keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel sehingga darah
terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali dengan mengeluarkan
embolus-embolus kecil.
d. Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-gumpalan pada
endocardium.

3.

Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid atau
kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis dan hypertensi.
Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang
dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan ,sehingga
otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin
herniasi otak.
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi :
a. Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
b. Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis.
c. Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
d. Malformasi arteriovenous, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena.
e. Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
4. Hypoksia Umum
a. Hipertensi yang parah.
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
5. Hipoksia setempat
a. Spasme arteri serebral , yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
Faktor risiko
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena
stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan
pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak
(atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan perempuan. Hal ini
diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan
dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah.
Herediter

16

Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke pada kelurga,
memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat
stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar untuk terkena
stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Orang yang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk mengalami stroke.
Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini
dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter
pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan
berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai
oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan
otak lama-lama akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard (kematian otot jantung)
juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui, bahwa sentral dari aliran darah
di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan,
maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak.
Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak
ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait dengan pembuluh
darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun
penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah berlebih (hiper =
kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya
plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat
mengganggu aliran darah.
Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut terkait dengan
tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana biasanya
kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya (lemak
baik/menguntungkan).
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata memiliki kadar
fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan
kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh
darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
Klasifikasi
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat diklasifikasikan sebagai
stroke iskemik dan stroke hemoragik (perdarahan) (Wahjoepramono 2005). Pada stroke iskemik,
aliran darah ke otak terhenti karena aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu
pembuluh darah. Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

17

Gambar 1 Jenis-jenis stroke


1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan adanya kejadian yang
menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya
terjadinya emboli atau trombosis. Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran
darah kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya irreversibel
(Wahjoepramono 2005). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar 83% mengalami stroke jenis ini (Misbach
& Kalim 2007).
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis (penumpukan kolesterol pada
dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak.
Penyumbatan dapat terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan
lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini
sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak
(Misbach dan Kalim 2007).
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf dan sel lainnya
mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila gangguan suplai tersebut berlangsung hingga
melewati batas toleransi sel, maka akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki
segera, kerusakan dapat diminimalisir (Wahjoepramono 2005).

Gambar 2 Stroke iskemik


Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu akibat trombosis
atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya
karena emboli. Akan tetapi untuk membedakan secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus
stroke iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh darah akan
mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup) arteri serebral yang besar, khususnya
arteri karotis interna, arteri serebri media, atau arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada
arteri yang lebih kecil, yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada
vena serebralis dan sinus venosus (Wahjoepramono 2005).

18

Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic attack). Gejala
yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena area yang mengalami gangguan aliran
darah adalah area otak yang sama. TIA merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat
singkat yaitu berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian mengalami
perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun lagi setelah serangan, terjadinya TIA
jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan
mengalami serangan stroke dalam 5 tahun. Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi selama
24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau hampir komplit dalam beberapa hari.
Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai stroke minor atau reversible ischemic neurological defisit
(RIND).
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang berasal dari
jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke dalam aliran darah di pembuluh darah
otak. Emboli pada sirkulasi posterior umumnya mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya
karena 85% aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya terjadi pada
bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung mencapai taraf
maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan TIA sebelum stroke terjadi karena emboli,
gejala yang didapatkan biasanya bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke
iskemik karena emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah yang kemudian
menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga
tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu
katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru
menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama
fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam
aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non traumatik. Pada
strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes
ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

Gambar 3 Stroke hemoragik


Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik meliputi
perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan
pada jaringan yang melindungi otak (subarachnoid hemorrhage). Gangguan lain yang meliputi perdarahan di
dalam tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan oleh luka kepala.
Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangkan sebagai stroke. Berikut ini adalah
penjelasan lebih rinci mengenai jenis-jenis stroke hemoragik:
2.1 Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam jaringan parenkim yang
disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke
tetapi memiliki persentase kematian lebih tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang
yang berusia lebih tua dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan
perdarahan subarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan hemisfer serebral.
Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam
(deep arteries). Perdarahan intraserebral sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis
(hipertensi) melemahkan arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah. Korelasi hipertensi sebagai

19

kausatif perdarahan ini dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada kebanyakan
pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke hemoragik akibat pecahnya
pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses degeneratif pada dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid yang
menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy) melemahkan arteri dan bisa
menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh
darah yang ada ketika lahir, luka, tumor, peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan
perdarahan, dan penggunaan antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan
penggunaan antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih dari separuh
penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa hari. Penderita yang selamat
biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa
darah.
2.2 Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid) diantara lapisan
dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan yang melindungan otak
(meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya tonjolan pada pembuluh (aneurisma).
Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan
singkat pada kesadaran. Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang bisa
cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis stroke yang lebih
umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu, perdarahan
mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak dipertimbangankan
sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu
terjadi secara spontan, yaitu ketika perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan
atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba aneurisma di dalam arteri
cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi
dimana cabang nadi. Aneurisma kemungkinan hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang
kemudian, setelah tahunan tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan
subarakhnoid diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoid terkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak normal antara arteri
dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau sekitarnya. Arteriovenous malformation
kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang,
penggumpalan darah terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi
embolus) menuju arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri tersebut
bisa kemudian melemah dan pecah.
Patofisiologi
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan
kerusakan otah yang ireversibel terjadi setelah tujuh sampai sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri
menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas.Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu definisi
energi yang disebabkan oleh iskemia.Perdarahan jua menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah
di sekitarnya. Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan
Ca+2di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi.
Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi
juga meningkatkan pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca+2
.Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh
granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah
dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik (penumbra).
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah
tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan
spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan
postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik,
gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect.Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan
hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian
medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus
kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominant ke korteks motorik kanan terganggu.Penyumbatan

20

bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari system limbic.Penyumbatan
pada arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralteral parsial (korteks visual primer) dan
kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian
bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh
arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula
interna (hemiparesis) dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri
komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. Penyumbatan total arteri
basilaris menyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan
pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons dan medulla
oblongata.
Trombosis (penyakit trombo - oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering.Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral
adalah penyebab utama trombosis selebral.Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala adalah
awitan yang tidak umum.Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa
awitan umum lainnya.Secara umum trombosis serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara
sementara, hemiplegia atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada
beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria besar. Bagian intima
arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna
robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut.Plak cenderung
terbentuk pada percabangan atau tempat tempat yang melengkung.Trombi juga dikaitkan dengan tempat
tempat khusus tersebut. Pembuluh pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya
intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka sehingga
permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat
yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau
dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
Embolisme
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis.Kebanyakan emboli serebri
berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan
dari penyakit jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus
akan menyumbat bagianbagian yang sempit. Tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah
arteria sereberi media, terutama bagian atas.
Perdarahan serebri
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh
Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini.Perdarahan intrakranial biasanya
disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid,
sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan.Spasme ini dapat menyebar ke seluruh
hemisper otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan
larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat
membengkak dan mengalami nekrosis.

21

Mani
festasi klinis
Secara umum gejala stroke antara lain adalah:
Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.
Kesulitan menelan
Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
Nyeri kepala
Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
Penglihatan ganda.
Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
Pergerakan yang tidak biasa.
Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.
Ketidakseimbangan dan terjatuh.
Pingsan.
Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi sensorik

22

2.

Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau, mengecap, mendengar,
dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun, ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak
jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai Transient Ischemic
Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal stroke.
Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya anggota gerak pertamatama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita juga mengalami gangguan penglihatan dan kaki
sering kesemutan. Bila telah terserang, dokter biasanya akan mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri
yang lumpuh, berarti serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya (Sutrisno 2007). Gejala stroke
iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan (Gendo 2007).
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic Attack/TIA). Gejala
terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin rasa kesemutan di lengan atau tungkai. Ada
pula yang mengeluhkan gangguan dari fungsi berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal
dalam waktu cepat, kurang dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala
yang lebih khas, seperti kelumpuhan.
Gejala stroke iskemik
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung neuroanatomi dan
vaskularisasi yang diserang, antara lain:
1. Arteri serebri anterior
Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke area korteks serebri
parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik untuk anggota gerak bawah kontralateral,
juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri anterior adalah paralisis
kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai
gangguan kendali dari miksi karena kegagalan dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan
dampak terjadi miksi yang bersifat presipitatif.
2.

Arteri serebri media


Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari hemisfer serebri dan
struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu menimbulkan
hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa disertai hemianopia homonimus.
Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi dominan, gejala juga akan disertai dengan afasia Brocca
(afasia ekspresif) yang memiliki ciri berupa gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal
inferior jarang terserang secara tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia kontralateral, gangguan
fungsi sensorik kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia kontralateral, gangguan pemahaman spasial,
anosognosia, gangguan identifikasi anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi
dominan, maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi percabangan arteri
serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior dan inferior, maka akan terjadi stroke yang
berat. Dengan demikian, akan terjadi hemiparesis dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan
wajah dan lengan dibanding kaki, terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan
terjadi afasia global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran darah ke cabang
lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat. Sebagai dampaknya, selain gabungan
gejala pada oklusi di bifurkarsio atau trifurkarsio seperti yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan
gejala paralisis kaki sisi kontralateral.

3.

Arteri karotis interna


Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis komunis yang
membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri serebri anterior dan media, juga
menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna ditentukan oleh aliran
kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik yang disebabkan oklusi arteri karotis interna
ini akan didahului oleh gejala TIA atau gejala gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara,
yang mengenai retina mata sisi ipsilateral.

23

Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri serebri media dan
anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik
kontralateral, afasia, homonimus hemianopia, dan gangguan penglihatan ipsilateral.
4.

Arteri serebri posterior


Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan aliran darah ke
korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan bagian rostral dari mesensefalon. Emboli
yang berasal dari arteri basilaris dapat menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior menyebabkan terjadinya
homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi
pada daerah awal arteri serebri posterior pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan
vertikal, gangguan nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola
mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi afasia anomik
(kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat membaca tanpa kesulitan
menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat
adanya lesi di korpus kalosum menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area
bahasa di hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri)
mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan prosopagnosia
(ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).

5.

Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari arteri basilaris
memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media, talamus media, kapsula internal
krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit neurologis
bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler mempengaruhi bagian proksimal
dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons. Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan
gangguan pergerakan mata horizontal, adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti
konstriksi pupil yang reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan
penurunan kesadaran.
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris mengakibatkan
penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di mesensefalon dan talamus sehingga timbul
penurunan kesadaran. Sedangkan emboli yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus
demikian, mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi ini dapat
mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal), visiomotor (gangguan gerak
konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa
gangguan motorik.

6.

Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial


Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri sereberalis inferior
posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior mengakibatkan sindrom
medular lateral (Wallenbergs syndrome). Sindrom ini dapat disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom
Horner, defisif sensoris wajah, hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria,
dan cegukan. Oklusi arteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral dari kaudal
pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah, kelumpuhan pandangan, ketulian, dan
tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai
lesi dengan disertai adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.

7.

Cabang vertebrobasiler paramedian


Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai dari permukaan
ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi medial pedunkulus sereberi, jaras
sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi. Oklusi pada
mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral disertai ataksia. Paresis nervus
abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus
hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma
apabila lesi melibatkan kedua sisi batang otak.

24

8.

Cabang vertebrobasilar basalis


Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral batang otak dan
memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu
hemiparesis kontralateral, dan apabila nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis
nervus kranialis ipsilateral.

9.

Infark lakunar
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%, talamus 14%, nukleus
kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%). Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar
yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy
hand.
Gejala Stroke Hemoragik
1. Perdarahan Intraserebral
Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu onset yang hampir selalu timbul pada saat
beraktivitas dan terkadang terjadi saat pasien dalam keadaan tidur (hanya 3%). Gejala yang paling umum
ditemukan adalah sakit kepala dan muntah. Walaupun tidak spesifik dan tergantung lokasi lesi, hal ini
membedakannya dengan stroke iskemik. Sakit kepala pada saat onset merupakan suatu gejala klinis yang
penting pada pasien dengan perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi lokal, distorsi, atau
peregangan struktur intrakranial superfisial yang sensitif terhadap rasa sakit.
Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya suatu perdarahan lobaris dibandingkan
perdarahan pada bagian yang lebih dalam. Kecepatan penurunan kesadaran pada pasien bervariasi sesuai lokasi
dan luas perdarahan yang terjadi.
Mayoritas kasus dari perdarahan intraserebral terdapat pada kompartemen supratentorial dan sebagian
lagi pada bagian hemisfer serebral, ganglia basalis, dan talamus. Berikut ini adalah penjelasan mengenai jenisjenis perdarahan yang dapat terjadi pada stroke perdarahan dan gejala yang diakibatkannya:
1.1 . Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling sering terjadi.
Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan motorik unilateral yang diikuti
abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi mengenai hemisfer sisi dominan akan terjadi
afasia global, sedangkan bila mengenai hemisfer non-dominan akan menyebabkan gejala hemiinattention.
1.2 . Perdarahan kaudatus
Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu sebagai perdarahan
putamina basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-tiba, dengan sakit kepala dan muntah
yang diikuti penurunan kesadaran. Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan leher dan
berbagai gangguan perilaku (disorientasi dan konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka
pendek.
1.3 . Perdarahan talamik
Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan besarnya area
perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila masa yang timbul sangat besar
maka perluasan dapat mencapai daerah parietal. Gejala muntah cukup banyak dijumpai namun sakit
kepala jarang. Gejala klinis termasuk hemiparesis atau hemiplegia yang disertaai sindrom
hemisensorik berupa penurunan sistem sensorik tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala
utama pada perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang mengakibatkan
kelumpuhan pandangan atas, paralisis konvergen, retraksi nistagmus, deviasi asimetris.
1.4 . Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)
Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba menghasilkan lesi yang dapat
muncul diseluruh lobus serebri terutama dilobus parietal, temporal dan oksipital. Perdarahan lobaris
berbeda dengan perdarahan intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak berkaitan dengan hipertk
berkaitan dengan hipertensi. Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda dengan perdarahan lain.
Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi arterial dan penurunan kesadaran. Sedangkan keluhan
sakit kepala dan kejang lebih sering ditemukan. Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata
ipsilateral dan hemianopasia juga sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota gerak
kontralateral atas serta kelemahan kaki dan wajah.
1.5 . Perdarahan serebral
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan yang terjadi berasal dari
cabang distal arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis muncul pada saat pasien melakukan
aktifitas. Gejala awal yang mendahului rasa pening disertai perasaan seperti saat mabuk, mati rasa
pada wajah dan selanjutnya pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri. Kekakuan pada
leher dan daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi pada beberapa pasien.

25

1.6 . Perdarahan mesensefalon


Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan perdarahan
biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak dicerbelum atau ponds. Gejala
yang ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif. Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga
hidrposefalus akibat blokade atau distensi pada akuaduktus. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain
berupa kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit kapal yang
menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
1.7 . Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan masuknya
darah keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis yang terjadi adalah sakit kepala yang hebat di
daerah oksipital sebelum terjadi koma, gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem
otonom. Selain itiu gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia,
kelemahan kaki bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.
1.8 . Perdarahan medula oblongata
Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih jarang
dibandingkan pedarahan otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa rasa pening, muntah,
sakit kepala, diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan. Umumnya terjadi somnolen dalam waktu
singkat dan ataksik disertai kaku kuduk, hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.
2.Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya suatu aneurisma intrakranial. Sebelum
pecah, aneurisma biasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai menekan saraf atau bocornya darah dalam
jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan
tanda bahaya, seperti berikut di bawah ini :
Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala disebut sakit kepala
thunderclap).
Nyeri muka atau mata.
Penglihatan ganda.
Kehilangan penglihatan sekelilingnya.
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah. Orang harus melaporkan
segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera. Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tibatiba, sakit kepala hebat yang memuncak dalam hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan
kesadaran yang singkat. Hampir separuh orang yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit.
Beberapa orang tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk.
Mereka bisa merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali menjadi mengantuk
dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk bangun.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan pada jaringan yang
melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti sakit kepala berkelanjutan, sering muntah,
pusing, dan rasa sakit di punggung bawah. Frekuensi naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali
terjadi, kadangkala disertai kejang yang semakin meningkat.

1.

2.

3.

Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah serius lainnya :
Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa menggumpal. Darah
yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan cerebrospinal) dari kekeringan seperti
normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di dalam otak, meningkatkan tekanan di dalam tengkorak.
Hidrosefalus bisa menyebabkan gejala-gejala seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan
muntah dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan kematian.
Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa kontraksi (kejang),
membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak bisa tidak mendapatkan cukup oksigen
dan bisa mati, seperti stroke iskemik. Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang serupa pada stroke
iskemik, seperti kelemahan atau kehilangan rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan menggunakan
atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi lemah.
Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu seminggu.

Perbedaan perdarahan Intra Serebral(PIS) dan Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)


GEJALA
PIS
PSA

26

Timbulnya
Nyeri Kepala
Kesadaran
Kejang
Tanda rangsangan Meningeal.
Hemiparese
Gangguan saraf otak

Dalam 1 jam
Hebat
Menurun
Umum
+/++
+

Perbedaan antara infark dan perdarahan otak sebagai berikut :


GEJALA(ANAMNESA)
INFARK
Permulaan
Sub akut
Waktu
Bangun pagi
Peringatan
+ 50% TIA
Nyeri Kepala
Kejang
Kesadaran menurun
Kadang sedikit
Gejala Objektif
Infark
Koma
+/Kaku kuduk
Kernig
pupil edema
Perdarahan Retina
Pemeriksaan Laboratorium
Darah pada LP
X foto Skedel
+
Angiografi
CT Scan.
Oklusi, stenosi
Densitas berkurang

1-2 menit
Sangat hebat
Menurun sementara
Sering fokal
+++
+/+++
PERDARAHAN
Sangat akut
Lagi aktifitas
+
++
+++
Perdarahan
++
++
+
+
+
+
Kemungkinan
pergeseran
glandula pineal
Aneurisma
AVM.
massa
intra
hemisfer/vasospasme.
Massa intrakranial densitas
bertambah.

Jika dilihat bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
1. Stroke hemisfer Kanan
a a. Hemiparese sebelah kiri tubuh.
b b. Penilaian buruk
c c. Mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral sehingga kemungkinan terjatuh ke sisi yang berlawanan
tersebut.
2. Stroke yang Hemifer kiri
a. Mengalami hemiparese kanan
b. Perilaku lambat dan sangat hati-hati
c. Kelainan bidang pandang sebelah kanan.
d. Disfagia global
e. Afasia dan mudah frustasi.
Diagnosis
A. Anamnesis
B. Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan tingkat kesadaran
Dengan metode Glascow Coma Stroke (GCS) untuk mengamati pembukaan kelopak mata, kemampuan
bicara, dan tanggap motorik (gerakan). Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan:
Sistem pembuluh darah perifer
Dengan melakukan auskultasi pada arteri carotis
Jantung
Dengan melakukan auskultasi dan EKG
Retina
Ekstremitas
C. Pemeriksaan neurologik
1. Pemeriksaan tonus otot
2. Pemeriksaan kemampuan bicara

27

3. Pemeriksaan motorik
D. Pemeriksaan penunjang
1. CT scan kepala
- Untuk menentukan penyebab stroke yang dicurigai
- Untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak
2. MRI, untuk melihat pembuluh darah non invasif
3. CT dan angiografi, untuk mencari gumpalan darah dalam arteri di otak.
4. Perfusion Weighted Imaging (PWI), untuk melihat daerah otak yang kurang mendapat perfusi
5. Pungsi lumbal, untuk menentukan penyebab stroke
6. USG karotisUntuk mendeteksi aliran darah yang terganggu di arteri carotis dan
7. memperbaiki penyebab stroke
8. Angiografi serebrum, untuk mendeteksi penyebab dan lokasi stroke
9. Angiogram, untuk melihat pembuluh darah
10. Doppler transkranium ( karotis doppler ultrasound), untuk mencari penyempitan atau stenosis dan
penurunan aliran darah di dalam arteri karotis
11. Tes darah
Dalam situasi akut, ketika pasien berada di tengah-tengah stroke, tes darah dilakukan untuk
memeriksa anemia, ginjal dan fungsi hati, kelainan fungsi elektrolit dan pembekuan darah.
Tata Laksana
Jika mengalami serangan stroke, segera dilakukan pemeriksaan untuk menentukan apakah penyebabnya bekuan
darah atau perdarahan yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah.Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya bisa dicegah atau dipulihkan jika recombinant tissue
plasminogen activator (RTPA) yang merupakan trombolisis intravena atau streptokinase yang berfungsi
menghancurkan bekuan darah diberikan dalam waktu 3 jam setelah timbulnya stroke.
Antikoagulan juga biasanya tidak diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan
kepada penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke dalam otak.
Penderita stroke biasanya diberikan oksigen dan dipasang infus untuk memasukkan cairan dan zat makanan.
Pada stroke in evolution diberikan antikoagulan (misalnya heparin), tetapi obat ini tidak diberikan jika telah
terjadi completed stroke.
Pada completed stroke, beberapa jaringan otak telah mati. Memperbaiki aliran darah ke daerah tersebut tidak
akan dapat mengembalikan fungsinya. Karena itu biasanya tidak dilakukan pembedahan.Pengangkatan
sumbatan pembuluh darah yang dilakukan setelah stroke ringan atau transient ischemic attack, ternyata bisa
mengurangi risiko terjadinya stroke di masa yang akan datang. Sekitar 24,5% pasien mengalami stroke
berulang.
Untuk mengurangi pembengkakan dan tekanan di dalam otak pada penderita stroke akut, biasanya diberikan
manitol atau kortikosteroid. Penderita stroke yang sangat berat mungkin memerlukan respirator (alat bantu
bernapas) untuk mempertahankan pernafasan yang adekuat. Di samping itu, perlu perhatian khusus kepada
fungsi kandung kemih, saluran pencernaan dan kulit (untuk mencegah timbulnya luka di kulit karena
penekanan).
Stroke biasanya tidak berdiri sendiri, sehingga bila ada kelainan fisiologis yang menyertai harus diobati
misalnya gagal jantung, irama jantung yang tidak teratur, tekanan darah tinggi dan infeksi paru-paru.Setelah
serangan stroke, biasanya terjadi perubahan suasana hati (terutama depresi), yang bisa diatasi dengan obatobatan atau terapi psikis.
Prognosis
1. Berdasarkan tingkat kesadaran
Mortalitas pada 3 minggu pertama:
87% meninggal pada kasus semisomatosa
71% meninggal pada kasus yang somnolen
24% meninggal pada kasuss kesadaran normal
2. Berdasarkan gangguan yang di timbulkan
Mortalitas dan kecacatan lebih meningkat jika ada deviasi konjungtiva
Pencegahan
Hidup sehat dengan merubah cara hidup
Olah raga secara teratur
Makanan yang seimbang / diet yang sesuai
Pertahankan berat badan ideal
Tidak merokok
Minum obat teratur sesuai anjuran dokter

28

Tidur / istirahat cukup


Hindarkan stres

Komplikasi
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi , komplikasi ini dapat dikelompokan
berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi ; infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan
thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak : epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
4.

Kewajiban Suami Istri Dalam Islam

Bergaul dengan istri dengan cara yang maruf (baik)


Dan bergaullah dengan mereka dengan baik. (QS. An Nisa: 19).
Sebaik-baik kalian adalah yan berbuat baik kepada keluarganya. Sedangkan aku adalah orang yang paling
berbuat baik pada keluargaku (HR. Tirmidzi no. 3895, Ibnu Majah no. 1977, Ad Darimi 2: 212, Ibnu Hibban 9:
484. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal dengan baik
Dalil Al Quran, Allah Taala berfirman,
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan
rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya (QS. Ath Tholaq: 7).
Mengajarkan istri masalah agama
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka (QS. At Tahrim: 6).
Lihatlah tafsiran para salaf mengenai ayat tersebut.
Mengajak istri dan anak untuk rajin beribadah
Perhatikanlah anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Jika mereka
telah berumur 10 tahun, namun mereka enggan, pukullah mereka. (HR. Abu Daud no. 495. Syaikh Al Albani
mengatakan hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwaul Gholil 298).
Tidak mempersoalkan kesalahan kecil istri
Inilah petunjuk Nabi kita shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika si pria tidak menyukai suatu akhlak pada si
wanita, maka hendaklah ia melihat sisi lain yang ia ridhoi (HR. Muslim no. 1469).
Tidak memukul istri di wajah dan tidak menjelek-jelekkan istri
Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau
berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak

29

menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah (HR. Abu Daud no.
2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).
Tidak meng-hajr (pisah ranjang) dalam rangka mendidik selain di dalam rumah
Dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sadi rahimahullah
mengatakan bahwa maknanya adalah tidak satu ranjang dengannya dan tidak berhubungan intim dengan istri
sampai ia sadar dari kesalahannya (Lihat Taisir Al Karimir Rahman, 177).
Kewajiban istri:
Mentaati perintah suami
Pernah ditanyakan kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Siapakah wanita yang paling baik?
Jawab beliau, Yaitu yang paling menyenangkan jika dilihat suaminya, mentaati suami jika diperintah, dan
tidak menyelisihi suami pada diri dan hartanya sehingga membuat suami benci (HR. An-Nasai no. 3231 dan
Ahmad 2: 251. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)
Berdiam di rumah dan tidaklah keluar kecuali dengan izin suami
Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang
Jahiliyah yang dahulu (QS. Al Ahzab: 33).
Tidak mengizinkan orang lain masuk rumah kecuali dengan izin suami
Bertakwalah kalian dalam urusan para wanita (istri-istri kalian), karena sesungguhnya kalian mengambil
mereka dengan amanah dari Allah dan kalian menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah. Hak
kalian atas mereka adalah mereka tidak boleh mengizinkan seorang pun yang tidak kalian sukai untuk
menginjak permadani kalian (HR. Muslim no. 1218)
Tidak berpuasa sunnah ketika suami ada kecuali dengan izin suami
Tidaklah halal bagi seorang wanita untuk berpuasa sedangkan suaminya ada (tidak bepergian) kecuali
dengan izin suaminya. (HR. Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
Tidak boleh seorang wanita berpuasa selain puasa Ramadhan sedangkan suaminya sedang ada (tidak
bepergian) kecuali dengan izin suaminya (HR. Abu Daud no. 2458. An Nawawi dalam Al Majmu 6: 392
mengatakan, Sanad riwayat ini shahih sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim)

30

Anda mungkin juga menyukai

  • Pertanyaan Case
    Pertanyaan Case
    Dokumen1 halaman
    Pertanyaan Case
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Bibliography 12
    Bibliography 12
    Dokumen5 halaman
    Bibliography 12
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • sk3 Repi
    sk3 Repi
    Dokumen18 halaman
    sk3 Repi
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • s2 Kiki
    s2 Kiki
    Dokumen17 halaman
    s2 Kiki
    aduhbingung
    Belum ada peringkat
  • Diagnosis BPH
    Diagnosis BPH
    Dokumen14 halaman
    Diagnosis BPH
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Bismillah Klik Iship
    Bismillah Klik Iship
    Dokumen5 halaman
    Bismillah Klik Iship
    Nyayu Atika Putri
    Belum ada peringkat
  • Referat CKD Rafli
    Referat CKD Rafli
    Dokumen44 halaman
    Referat CKD Rafli
    Relanfa Farando
    Belum ada peringkat
  • Daftar Wahana Angkatan IV Tahun 2018 PDF
    Daftar Wahana Angkatan IV Tahun 2018 PDF
    Dokumen4 halaman
    Daftar Wahana Angkatan IV Tahun 2018 PDF
    Dwi Tika Septiany
    Belum ada peringkat
  • Sk3 Cvs Mama
    Sk3 Cvs Mama
    Dokumen12 halaman
    Sk3 Cvs Mama
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Sk3 Cvs Papa
    Sk3 Cvs Papa
    Dokumen12 halaman
    Sk3 Cvs Papa
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Sk3 Cvs Kaka
    Sk3 Cvs Kaka
    Dokumen16 halaman
    Sk3 Cvs Kaka
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Kurang Darah
    Kurang Darah
    Dokumen4 halaman
    Kurang Darah
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Program Studi SNMPTN 2014
    Program Studi SNMPTN 2014
    Dokumen39 halaman
    Program Studi SNMPTN 2014
    Febriansyah Hanarno
    0% (1)
  • Mines Blooding
    Mines Blooding
    Dokumen4 halaman
    Mines Blooding
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Sk3 Cvs Icha
    Sk3 Cvs Icha
    Dokumen13 halaman
    Sk3 Cvs Icha
    Tio Saputra
    Belum ada peringkat
  • Kurang Blood
    Kurang Blood
    Dokumen4 halaman
    Kurang Blood
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2: Ruptur Tendo Achilles
    Skenario 2: Ruptur Tendo Achilles
    Dokumen15 halaman
    Skenario 2: Ruptur Tendo Achilles
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen7 halaman
    Skenario 2
    Annisa Karla Arini Sesunan
    Belum ada peringkat
  • MPT-SK 2 New
    MPT-SK 2 New
    Dokumen22 halaman
    MPT-SK 2 New
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Anemia
    Anemia
    Dokumen7 halaman
    Anemia
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Darahnya Kurang
    Darahnya Kurang
    Dokumen4 halaman
    Darahnya Kurang
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Anemia DB
    Anemia DB
    Dokumen17 halaman
    Anemia DB
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen7 halaman
    Skenario 2
    Annisa Karla Arini Sesunan
    Belum ada peringkat
  • Sman 1 Batu Sopang
    Sman 1 Batu Sopang
    Dokumen1 halaman
    Sman 1 Batu Sopang
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Laporan Biologi
    Laporan Biologi
    Dokumen2 halaman
    Laporan Biologi
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Doa Berbuka Puasa
    Doa Berbuka Puasa
    Dokumen1 halaman
    Doa Berbuka Puasa
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Maaf
    Maaf
    Dokumen2 halaman
    Maaf
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat
  • Skenario 2
    Skenario 2
    Dokumen7 halaman
    Skenario 2
    Annisa Karla Arini Sesunan
    Belum ada peringkat
  • Doa Buka Puasa
    Doa Buka Puasa
    Dokumen1 halaman
    Doa Buka Puasa
    Kudet Kepo
    Belum ada peringkat