Anda di halaman 1dari 13

FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI

Respirasi merupakan mekanisme yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan Oksigen
(O2)dan mengeluarkan Karbon dioksida (CO2). O2 merupakan aseptor elektron dan hidrogen
akhir pada rangkaian sitokrom dalam fosforilasi oksidasi di mitokondria. Meskipun sel
mampu melakukan reaksi anaerobik-glikolisis dalam menghasilkan energi namun tanpa
O2 dalam waktu yang relatif lama reaksi selular yang menghasilkan energi akan gagal.
Pada manusia, respirasi terdiri dari 3 fase, yaitu:
1. Respirasi eksternal yaitu mekanisme untuk mendapatkan O2 dari lingkungannya dan
membuang CO2.
2. Transportasi gas pernafasan yaitu mekanisme untuk mendistribusikan O2 ke seluruh
sel-sel tubuh yang membutuhkannya dan mekanisme dimana CO2 dipindahkan dari
sel-sel tubuh ke tempat dimana ia dibuang ke lingkungan.
3. Respirasi internal yaitu mekanisme dimana O2 dibutuhkan oleh sel untuk
menghasilkan energi dan reaksi yang menghasilkan CO2.
Sistem respirasi pada manusia terdiri dari beberapa organ yang masing-masing mempunyai
fungsi yang spesifik. Secara umum fungsi respirasi sebagai berikut :

Pertukaran gas O2 dan CO2

Memanaskan udara dan menjenuhkan udara dengan uap air

Membersihkan udara dari debu dan material asing lainnya

Termoregulasi dan keseimbangan air

Memindahkan material beracun dari darah

Reservoir darah

Reaksi metabolisme khusus


Struktur sistem respirasi pada manusia terdiri dari saluran terbuka yang membawa udara
(conducting airways) masuk dan ke luar paru-paru. Udara masuk ke sistem respirasi melalui
hidung kemudian mengalir melalui faring, glotis, laring, trakea, bronkus, bronkiolus ke
alveoli paru-paru. Struktur saluran respirasi terdiri dari mukosa, merupakan membran mucus
yang terdiri dari epithelium dengan lapisan jaringan areolar di bawahnya. Di bawah jaringan
areolar terdapat lamina propria yang menunjang epithelium. Pada bagian atas sistem
respirasi, trakea dan bronki, lamina propria mengandung kelenjar mukus yang menyalurkan
seksesinya ke permukaan epithelium sedangkan pada sistem respirasi bagian bawah terdapat
otot polos. Struktur epithelium respirasi berubah sepanjang saluran respirasi. Pada rongga
hidung dan bagian atas faring epithelium berbentuk pseudokomplek bersilia. Pada bronkiolus
kecil epithelium bertingkat semu digantikan oleh epitel berbentuk kubus dengan silia yang
tersebar. Daerah pertukaran gas pada alveoli dilapisi oleh selapis epithelium gepeng .
Hidung : Hidung merupakan lintasan utama masuknya udara dalam sistem respirasi. Udara
masuk melalui nares eksternal yang terbuka ke dalam rongga hidung. Epitelium yang
terdapat pada vestibula mengandung rambut kasar yang meluas sampai nares
eksternal. Partikel-partikel yang ada di udara seperti debu, serbuk gergaji atau bahkan
serangga akan terperangkap dalam rambut. Dengan demikian, mencegah material-material
tersebut masuk ke rongga hidung. Septum nasal membagi rongga hidung menjadi bagian
kiri dan kanan. Rongga hidung terbuka ke nasofaring melalui nares internal.
Faring : Faring merupakan wadah yang digunakan bersama oleh sistem respirasi dan
pencernaan. Faring di bagi 3 bagian yaitu: 1) nasofaring, 2) orofaring dan 3) laryngofaring.
Trakea: Merupakan tabung yang selalu terbuka oleh karena adanya cincin kartilago. Trakea
memasuki rongga thoraks dan bercabang ke-2 jalan udara utama yaitu bronkus.

Bronkus: Bronkus kanan bercabang menjadi 3 lobus bronki dan bronkus kiri bercabang
menjadi 2 lobus bronki. Lobus bronki bercabang-cabang secara dikotomi yang pada akhirnya
membentuk jalan udara yang kecil sampai mencapai bronkiolus.
Bronkiolus: Bronkiolus bercabang hingga mencapai bronkiolus terminal yang merupakan
jalan udara terkecil tanpa alveoli. Terminal bronkiolus bercabang-cabang membentuk
bronkiolus respiratorius.
Bronkiolus respiratorius: Mengandung sedikit alveoli, bercabang-cabang terus sampai
akhirnya membentuk duktus alveolar yang lebih kecil, kemudian saccus alveolar dengan
alveoli.
Alveoli: Berdinding tipis yang merupakan tempat terjdinya pertukaran gas utama antara
udara alveolar dengan kapiler darah. Semua bagian saluran udara mulai dari bronkiolus
respiratorius sampai alveoli merupakan zona respiratorius paru-paru. Dinding alveoli terdiri
dari epitel gepeng selapis (pneumosit 1) yang hampir langsung mengadakan kontak dengan
endothelium kapiler yang sangat tipis yang berasal dari arteri pulmonalis. Pada paru-paru
manusia dewasa terdapat kira-kira 15 juta duktus alveolar dengan kira-kira 300 juta
alveoli yang mengadakan kontak dengan 300 juta kapiler. Jika rata-rata diameter alveolus
kira-kira 250 m maka total luas area permukaan pertukaran gas kira-kira 70 m.
Paru-paru merupakan massa yang berupa spons dan jaringan elastis yang terbentang dalam
rongga thoraks yang kedap udara. Paru-paru dibungkus oleh pleura visceral yang merupakan
membran jaringan pengikat yang secara anatomi merupakan penerusan dari membran
perikardium. Pleura visceral dipisahkan dari pleura parietal oleh ruang intrapleural yang
sempit yang mengandung beberapa ml cairan yang bekerja sebagai pelumas membran selama
pergerakan ventilasi. Permukaan pertukaran respirasi menerima darah dari arteri lintasan
pulmonalis. Arteri pulmonalis memasuki paru-paru pada bagian hilum dan bercabang
bersamaan dengan bronki ketika mencapai lobulus. Setiap lobulus menerima arteriol dan
venula dan jaringan kapiler yang mengelilingi setiap lobulus sebagai bagian dari membran
respirasi. Selanjutnya, menyediakan mekanisme untuk pertukaran gas. Darah dari kapiler
alveolar melintasi venula pulmonalis dan kemudian memasuki vena pulmonalis yang
membawanya ke atrium kiri.
MEKANSIME RESPIRASI
Difusi merupakan mekanisme dasar dimana O2 atau CO2 melintasi membran atau berpindah
oleh karena adanya perbedaan konsentrasi. Mekanisme pertukaran gas di paru-paru terdiri
dari inspirasi dimana udara dari luar masuk ke paru-paru dan ekspirasi dimana udara ke luar
dari paru-paru. Selama pernafasan normal, mekanisme inspirasi melibatkan otot-otot
diafragma dan intercostalis eksterna. Ketika diapragma berkontraksi, serabut-serabut otot
memendek sehingga mengakibatkan diafragma mendatar sehingga rongga thoraks membesar.
Demikian juga ketika otot intercostalis eksterna berkontraksi, tulang rusuk bergerak ke atas
dan ke depan sehingga rongga thoraks meluas ke arah lateral dan anterior-posterior. Hal ini
menyebabkan peningkatan volume rongga thoraks sehingga tekanan dalam thoraks lebih
rendah dari tekanan udara luar dan udara masuk ke dalam paru-paru. Pada proses respirasi
normal, ekspirasi merupakan proses pasif akibat 1) relaksasi otot-otot inspirasi sehingga
menurunkan volume rongga thoraks dan, 2) sifat elastic recoil paru-paru yang
mengakibatkan paru-paru mengempis. Ekspirasi akibat penurunan volume rongga thoraks
seiring dengan relaksasi serabut-serabut otot diapragma mengembalikan bentuk konfigurasi
diapragma seperti semula.. Penurunan volume menyebabkan tekanan dalam rongga thoraks
lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan di luar sehingga udara keluar dari paru-paru.
Pertukaran gas dalam membran respirasi sangat efisien yang disebabkan faktor-faktor sebagai
berikut:

Perbedaan tekanan partial yang sangat besar gas-gas pernafasan antara alveoli dengan
darah.
Tekanan parsial O2 (PO2) darah yang kaya oksigen di arteri adalah 100 mmHg
sedangkan tekanan parsial CO2 (PCO2) sebesar 40 mmHg. Sel jaringan tubuh
mempunyai PO2 40 mmHg dan PCO2 45 mmHg. Perbedaan tekanan ini membuat
pertukaran O2 dari darah arteri (PO2 100 mmHg) ke sel jaringan (PO2 40 mmHg).
Sebaliknya, CO2 bertukar dari jaringan (PCO2 45 mmHg) ke darah (PCO2 40 mmHg).
Setelah dari jaringan akhirnya darah vena juga mengandung PCO2 45 mmHg dan
PCO2 40 mmHg yang sama dengan jaringan. Darah vena kemudian sampai ke paru.
Gas dalam alveoli mempunyai PO2 105 mmHg dan PCO2 40 mmHg. Sama seperti di
jaringan, perbedaan tekanan parsial ini membuat pertukaran O2 dari udara dalam
alveoli (PO2 105 mmHg) ke darah (PO2 40 mmHg). Sebaliknya, CO2 bertukar dari
darah(PCO2 45 mmHg) ke udara alveoli (PCO2 40 mmHg). Antara udara dalam alveoli
dan udara atmosfer juga terjadi pertukaran gas CO dari alveoli (PCO2 40 mmHg) ke
udara atmosfer (PCO2 0,3 mmHg), sebaliknya O2 dari udara atmosfer (PO2 158
mmHg) ke udara alveoli (PO2 45 mmHg). Kadar O2 dan CO2 jaringan tergantung
aktivitas sel penyusun jaringan. Pada kondisi istirahat, jaringan hanya butuh 25%
oksigen dari darah yang teroksigenasi sehingga terjadi retensi 75% oksigen. Pada
kondisi olahraga, akan lebih banyk lagi oksigen yang berdifusi ke sel jaringan yang
aktif secara metabolik. Sel aktif memakai lebih banyak oksigen untuk menghasilkan
ATP sehingga kandungan oksigen dalam darah turun di bawah 75% .

Jarak yang terlibat dalam pertukaran gas sangat pendek. Membrane respirasi sangat
tipis sekitar 0,5 mikro (1/16 diameter eritrosit) sehingga mempercepat difusi gas.
Adanya cairan diantara alveoli misalnya edema paru akan memperlambat kecepatan
pertukaran gas karena jarak difusi meningkat.
Berat molekul dan tingkat kelarutan gas. Oksigen mempunyai berat molekul yang lebih
rendah daripada CO2 sehingga difusi melalui membrane respiratori juga lebih cepat.
Namun kelarutan CO2 24 kali lipat daripada O2 sehingga pada akhirnya CO2 berdifusi
20 kali lebih cepat dari O2. Akibatnya ketika difusi berjalan lebih lambat misalnya pada
emfisema dan edema paru, maka hipoksia (kekurangan O 2) terjadi lebih dahulu
daripada retensi CO2 yang berarti (hiperkapnia).
Total luas area permukaan dimana terjadi pertukaran gas sangat luas. Permukaan
alveoli sangat luas (total 300 juta alveoli dengan luas permukaan sekitar 70 m2)
sehingga menyebabkan pertukaran udara bisa terjadi dengan cepat. Pada kondisi yang
menurunkan luas permukaan membrane misalnya pada emfisema, pertukaran gas
terjadi lebih lambat.
Struktur aliran darah dan aliran udara yang baik sehingga memperbaiki efisiensi baik
ventilasi paru-paru maupun sirkulasi paru-paru.

Sistem pernafasan terdiri dari organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah pompa
ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan, diagfragma, isi abdomen,
dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak. Pada keadaan istirahat frekuensi pernafasan
12-15 kali per menit.
Ada 3 langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi, perfusi paru dan difusi.
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan paru-paru, jumlahnya sekitar 500
ml. Ventilasi membutuhkan koordinasi otot paru dan thoraks yang elastis serta persyarafan
yang utuh. Otot pernapasan inspirasi utama adalah diagfragma. Diafragma dipersyarafi
oleh saraf frenik, yang keluarnya dari medulla spinalis pada vertebra servikal keempat.
Udara yang masuk dan keluar terjadi karena adanya perbedaan tekanan
udara antara intrapleura dengan tekanan atmosfer, dimana pada inspirasi tekanan
intrapleural lebih negative (725 mmHg) daripada tekanan atmosfer (760 mmHg) sehingga
udara masuk ke alveoli.
Efektifnya ventilasi terganutung pada faktor :
Kebersihan jalan nafas, adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas akan
menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru.
Adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan
Adekuatnya pengembangan dan pengempisan paru-paru
Kemampuan otot-otot pernafasan seperti diafragma, eksternal interkosa, internal
interkosa, otot abdominal.
2. Perfusi Paru
Perfusi paru adalah gerakan darah melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, dimana
pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari
ventrikel kanan jantung. Darah ini memperfusi paru bagian respirasi dan ikut serta dalam
proses pertukaran oksigen dan karbondioksida di kapiler dan alveolus. Sirkulasi paru
merupakan 8-9% dari curah jantung. Sirkulasi paru bersifat fleksibel dan dapat
mengakodasi variasi volume darah yang besar sehingga digunakan jika sewaktu-waktu
terjadi penurunan voleme atau tekanan darah sistemik.

3. Difusi
Oksigen terus-menerus berdifusi dari udara dalam alveoli ke dalam aliran darah dan
karbon dioksida (CO2) terus berdifusi dari darah ke dalam alveoli. Difusi adalah
pergerakan molekul dari area dengan konsentrasi tinggi ke area konsentrasi rendah. Difusi
udara respirasi terjadi antara alveolus dengan membrane kapiler. Perbedaan tekanan pada
area membran respirasi akan mempengaruhi proses difusi. Misalnya PO 2 di alveoli sekitar
100 mmHg sedangkan tekanan parsial pada kapiler pulmonal 60 mmHg sehingga oksigen
akan berdifusi masuk ke dalam darah. Berbeda halnya dengan CO 2 dengan PCO2 dalam
kapiler 45 mmHg sedangkan pada alveoli 40 mmHg maka CO2 akan berdifusi keluar
alveoli
a. Pernafasan Eksternal
Ketika kita menghirup udara dari lingkungan luar, udara tersebut akan masuk ke dalam
paru-paru. Udara masuk yang mengandung oksigen tersebut akan diikat darah lewat
difusi. Pada saat yang sama, darah yang mengandung karbondioksida akan dilepaskan.
Proses pertukaran oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2) antara udara dan darah dalam
paru-paru dinamakan pernapasan eksternal. Saat sel darah merah (eritrosit) masuk ke
dalam kapiler paru-paru, sebagian besar CO2 yang diangkut berbentuk ion bikarbonat
(HCO3- ) . Dengan bantuan enzim karbonat anhidrase, karbondioksida (CO 2) air (H2O)
yang tinggal sedikit dalam darah akan segera berdifusi keluar. Seketika itu juga,
hemoglobin tereduksi (HHb) melepaskan ion-ion hidrogen sehingga hemoglobinnya
(Hb) juga ikut terlepas. Kemudian, hemoglobin akan berikatan dengan oksigen (O2)
menjadi oksihemoglobin (HbO2). Proses difusi dapat terjadi pada paru-paru (alveolus),
karena ada perbedaan tekanan parsial antara udara dan darah dalam alveolus. Tekanan
parsial membuat konsentrasi oksigen dan karbondioksida pada darah dan udara berbeda.
Tekanan parsial oksigen yang kita hirup akan lebih besar dibandingkan tekanan parsial
oksigen pada alveolus paru-paru. Dengan kata lain, konsentrasi oksigen pada udara lebih
tinggi daripada konsentrasi oksigen pada darah. Oleh karena itu, oksigen dari udara akan
berdifusi menuju darah pada alveolus paru-paru. Sementara itu, tekanan parsial
karbondioksida dalam darah lebih besar dibandingkan tekanan parsial karbondioksida
pada udara. Sehingga, konsentrasi karbondioksida pada darah akan lebih kecil di
bandingkan konsentrasi karbondioksida pada udara. Akibatnya, karbondioksida pada
darah berdifusi menuju udara dan akan dibawa keluar tubuh lewat hidung.
b. Pernafasan Internal
Berbeda dengan pernapasan eksternal, proses terjadinya pertukaran gas pada pernapasan
internal berlangsung di dalam jaringan tubuh. Proses pertukaran oksigen dalam darah
dan karbondioksida tersebut berlangsung dalam respirasi seluler. Setelah
oksihemoglobin (HbO2) dalam paru-paru terbentuk, oksigen akan lepas, dan selanjutnya
menuju cairan jaringan tubuh. Oksigen tersebut akan digunakan dalam proses
metabolisme sel. Proses masuknya oksigen ke dalam cairan jaringan tubuh juga melalui
proses difusi. Proses difusi ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan parsial oksigen
dan karbondioksida antara darah dan cairan jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam
cairan jaringan, lebih rendah dibandingkan oksigen yang berada dalam darah. Artinya
konsentrasi oksigen dalam cairan jaringan lebih rendah. Oleh karena itu, oksigen dalam
darah mengalir menuju cairan jaringan. Sementara itu, tekanan karbondioksida pada
darah lebih rendah daripada cairan jaringan. Akibatnya, karbondioksida yang terkandung
dalam sel-sel tubuh berdifusi ke dalam darah. Karbondioksida yang diangkut oleh darah,
sebagian kecilnya akan berikatan bersama hemoglobin membentuk karboksi hemoglobin

(HbCO2). Namun, sebagian besar karbondioksida tersebut masuk ke dalam plasma


darah dan bergabung dengan air menjadi asam karbonat (H2CO3).
FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI PADA SAAT HIPOKSIA
Adaptasi adalah konsekuensi terjadinya hipoksia karena pengurangan jumlah molekul
oksigen yang dihirup pada waktu bernapas. Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi
defisiensi oksigen yang mengakibatkan kerusakan sel akibat penurunan respirasi oksidatif
aerob sel. Hipoksia merupakan penyebab penting dan umum dari cedera dan kematian sel.
Tergantung pada beratnya hipoksia sel dapat mengalami adaptasi, cedera atau kematian.
Hipoksia merupakan keadaan dimana terjadi kekurangan oksigen yang mencapai jaringan,
gejala yang tampak antara lain mual, nafas pendek, dan pusing. Adaptasi biologis terhadap
hipoksia tertutama tergantung pada tekanan parsial oksigen di atmosfer, yang secara
proporsional menurun dengan bertambahnya ketinggian. Pada ketinggian 3500 m tekanan
barometer berkurang menjadi 493 mmHg dan tekanan oksigen berkurang hingga 35%
dibandingkan dengan permukaan laut. Turunnya tekanan oksigen pada tempat tinggi
menyebabkan berkurangnya saturasi oksigen darah arteri karena proporsi pembentukan
oksihemoglobin dalam darah tergnatung pada tekanan parsial oksigen dalam alveoli. Pada
manusia yang mencapai ketinggian lebih dari 3.000 m (10.000 kaki) dalam waktu singkat,
tekanan oksigen intra alveolar (PO2) dengan cepat turun hingga 60 mmHg dan gangguan
memori, serta gangguan fungsi serebri mulai bermanifestasi. penurunan kemampuan terhadap
adaptasi gelap, peningkatan frekuensi pernapasan, peningkatan denyut jantung, tekanan
sistolik, dan curah jantung (cardiac output). Sedangkan jika berlanjut terus akan terjadi
gangguan yang lebih berat seperti berkurangnya pandangan sentral dan perifer, termasuk
ketajaman penglihatan, dan pendengaran yang terganggu. Demikian juga kemampuan
koordinasi psikomotor akan berkurang. Pada tahapan yang kritis setelah terjadinya sianosis
dan sindroma hiperventilasi berat, maka tingkat kesadaran akan berlangsung hilang dan pada
tahaop akhir dapat terjadi kejang dilanjutkan dengan henti napas.
PUSAT KONTROL PERNAPASAN
Pengendalian dan pengaturan pernapasan dilakukan oleh sistem persyarafan, mekanisme
kimia, dan mekanisme non kimia.
A.Sistem Persarafan
Korteks Cerebri: Berperan dalam pengaturan pernapasan yang bersifat volunter
Medulla
oblongata
: Terletak pada batang otak, berperan dalam pernapasan automatik atau
spontan
(pengaturan
irama pernafasan dengan mengatur pergerakan otot bantu nafas).
Pons:
Pusat apneutik (pons bagian bawah)
:
mengkoordinasi transisi antara inspirasi dan
ekspirasi dengan cara mengirimkan rangsangan impuls pada area inspirasi dan
menghambat ekspirasi
Pusat pnumotaksis (pons bagian atas) : Membatasi durasi inspirasi, tetapi
meningkatkan frekuensi respirasi sehingga irama respirasi menjadi halus dan
teratur proses inspirasi dan ekspirasi berjalan secara teratur pula .
B. Kontrol Kimia

Kadar oksigen, karbon dioksida dan ion hidrogen dalam darah arteri. Perubahan tersebut
menimbulkan perubahan kimia dan menimbulkan respon dari sensor
yang
disebut
kemoreseptor.
Ada 2 jenis kemoreseptor, yaitu kemoreseptor pusat yangberadadi medulla
dan kemoreseptor perifer yang berada di badan aorta dan karotid pada sistem arteri.
a.Kemoreseptor pusat, dirangsang oleh peningkatan kadar karbon dioksida dalam
darah arteri,cairan serebrospinal peningkatan ion hidrogen dengan meresponpeningkatan
frekuensi dan kedalaman pernapasan.
b. Kemoreseptor perifer, reseptor kimia ini peka terhadap perubahan konsentrasi
oksigen, karbon dioksida dan ion hidrogen.
C. Kontrol Non Kimia
1. Baroreseptor: berada pada sinus kortikus, arkus aortaatrium, ventrikel dan
pembuluh darah besar
2. Peningkatan suhu tubuh
3. Hormon Epinephrin
4. Refleks hering-breuer, yaitu refleks hambatan inspirasi dan ekspirasi
3. KONDISI LINGKUNGAN
1. Tekanan udara di dataran rendah lebih tinggi dibanding dengan pegunungan (dataran
tinggi). Hal ini berhubungan dengan faktor adanya gaya gravitasi bumi yang ditimbulkan.
Gravitasi di dataran rendah menjadi lebih tinggi karena kedekatannya dengan pusat bumi,
sedangkan semakin daerah itu tinggi maka semakin pula menjauhi pusat bumi. Jauhnya
dengan pusat bumi berakibat gaya gravitasinya semakin lemah. Lemahnya gravitasi ini
memunculkan tekanan udara menjadi semakin lemah pula. Tekanan udara yang rendah ini
berakibat kandungan oksigen menjadi rendah yang dapat menyebabkan hipoksia. Tekanan
udara di permukaan air laut adalah 76 cmHg dan setiap perubahan tinggi 100 m maka akan
terjadi perubahan tekanan sebesar 1 mmHg.

Rumus menghitung tekanan atmosfer/udara :


Ph = (Pu h/100) cmHg
Ph = tekanan pada ketinggian h
Pu = tekanan udara permukaan air laut
h = tinggi suatu tempat

2. Tekanan parsial oksigen di atmosfer menurun dengan bertambahnya ketinggian. Udara


mengandung 78,08 % N2, 0,03 % CO2, 20,95 % O2, dan 0,01 % unsur lain. Gas ini
bersama-sama mempunyai tekanan 760 mmHg pada ketinggian di permukaan air laut dan
disebut dengan tekanan barometer. Tekanan parsial gas dihitung berdasarkan kelipatan
fraksi dari setiap komponen gas di dalam udara dengan tekanan atmosfer.

PN2 = 760 mmHg x 78,08% = 593,4 mmHg


PCO2

= 760 mmHg x 0,03%

= 0,2 mmHg

PO2 = 760 mmHg x 20,95% = 159,2 mmHg


PX = 760 mmHg x 0,01%

= 0,07 mmHg

Pada dataran tinggi yang tekanan total atmosfer menurun (<760 mmHg) mengakibatkan
tekanan parsial gas penyusun juga menurun. Bila tekanan parsial oksigen di atmosfer turun
maka terjadi juga penurunan PO2 dalam alveoli sehingga pertukaran O2 antara udara
alveoli dan darah juga melambat. Lambatnya pertukaran O2 ini menyebabkan kadar O2
dalam darah juga rendah.

3. Daerah Iklim Dingin (>2500M) mempunyai suhu 11,1-6,2C. Jumlah partikel udara
semakin banyak per satuan volumenya di dataran rendah sedangkan di dataran tinggi
jumlah partikel udara semakin sedikit. Semakin tinggi sebuah wilayah, tekanan udara
makin kecil, energi kinetis makin kecil, gesekan antar molekul udara makin berkurang dan
suhu juga makin kecil (dingin).

4. Pada dataran tinggi suhu lebih rendah (dingin) yang menyebabkan tingkat kelembapan
lebih tinggi. Semakin banyak uap air diudara maka semakin besar pula kelembaban udara
ditempat tersebut. Jika tekanan tekanan uap air dalam udara mencapai maksimum maka itu
tanda bahwa akan mulai terjadi pengembunan.
KONDISI LINGKUNGAN DI DATARAN TINGGI
Besarnya tekanan udara atau tekanan barometrik di suatu tempat sangat dipengaruhi oleh
ketinggian tempat tersebut dari permukaan laut. Semakin tinggi suatu tempat maka akan
semakin rendah tekanan barometriknya.Udara memiliki berat dan punya kecenderungan
untuk menekan udara di bawahnya. Akibatnya lokasi yang lebih rendah memiliki kerapatan
molekul udara yang lebih tinggi. Intinya, molekul udara di dataran rendah menjadi lebih
padat, sedangkan di dataran tinggi jadi lebih renggang. Berkaitan dengan teori Gerak Brown
(Browning Motion), molekul gas bergerak terus sepanjang waktu, menghasilkan energi
kinetis (energi yang diperoleh karena gerakan). Molekul gas yang bergerak ini akan saling
bergesekan dan bertabrakan sehingga menimbulkan panas. Karena di dataran tinggi molekul
udara lebih renggang, maka energi kinetis yang dihasilkan lebih kecil sehingga suhu di
dataran tinggi lebih rendah daripada di dataran rendah. Jadi semakin tinggi suatu tempat
maka akan semakin rendah suhu udaranya.Penurunan tekanan barometrik merupakan
penyebab dasar semua persoalan hipoksia pada fisiologi tempat tinggi, karena seiring
terjadinya penurunan tekanan barometrik akan terjadi juga penurunan tekanan oksigen parsial
secara proporsional, sehingga tekanan oksigen selalu tetap dari waktu ke waktu, yaitu
sedikitnya 21% dari tekanan barometrik totalpada ketinggian permukaan laut, PO2 bernilai

sekitar 159 mmHg, tetapi pada ketinggian 50.000 kaki hanya 18 mmHg.Pengaruh Pajanan
Akut Tekanan Atmosfer Rendah pada Kadar Gas Alveolus dan Saturasi Oksigen Arteri.
Menghirup Udara

Menghirup Oksigen Murni

PCO2

PO2

Saturasi

PCO2

PO2

Saturasi

dalam

dalam

Oksigen

dalam

dalam

Oksigen

Alveoli

Alveoli

Arteri

Alveoli

Alveoli

Arteri

(mmHg)

(mmHg)

(%)

(mmHg)

(mmHg)

(%)

159

40 (40)

104 (104)

97 (97) 40

673

100

523

110

36 (23)

67 (77)

90 (92) 40

436

100

20.000

349

73

24 (10)

40 (53)

73 (86) 40

262

100

30.000

226

47

24 (7)

18 (30)

24 (38) 40

139

99

40.000

141

29

36

58

84

50.000

87

18

24

16

15

Tekanan

PO2

Barometer

Udara

(mmHg)

(mmHg)

760

10.000

Ketinggia
n (kaki)

di

*Nomor di dalam kurung adalah nilai teraklimatisasi

FISIOLOGI SISTEM RESPIRASI


Fungsi utama saluran pernafasan adalah untuk memperoleh oksigen agardapat
digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi CO2 yang dhasilkan olehsel. Pernafasan
terdiri atas respirasi internal dan respirasi eksternal. Respirasiinternal atau selular mengacu
kepada proses metabolisme intrasel yangberlangsung di dalam mitokondria, yang
menggunakan O2 dan menghasilkan CO2selama penyerapan energi dari molekul nutrien.
Respirasi eksternal mengacukepada keseluruhan rangkaian kejadian yang terlibat dalam
pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh.
Sistem pernapasan mencakup saluran pernapasan yang berjalan ke paru danstruktur
toraks yang terlibat menimbulkan gerakan udara melalui saluranpernapasan. Saluran
pernapasan adalah saluran yang mengangkut udara antaraatmosfer dan alveolus, tempat
terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah
dapat berlangsung.

FISIOLOGI HIDUNG
Hidung memiliki beberapa fungsi, diantaranya adalah:
1. Penghiduan, yaitu mencium bau apabila partikel zat yang berbau disebarkansecara difusi
lewat udara dan akan menyebabkan reaksi kimia saat mencapaiepitel olfaktorius.
2. Tahanan jalan napas. Hidung dan berbagai katup inspirasi dan ekspirasi,termasuk erektil
konka dan septum nasi memiliki kerja sebagai berikut:
a. Menghaluskan dan membentuk aliran udara
b. Mengatur volume dan tekanan udara yang lewat
c. Penyesuaian udara
3. Penyesuaian udara. Aliran udara berubah melalui perubahan fisik jaringanerektil hidung
dan dalam waktu singkat udara inspirasi akan dihangatkan ataudidinginkan mendekati suhu
tubuh dan kelembaban mendekati 100%.
4. Purifikasi udara atau pemurnian udara dari kotoran serta benda asing dapatterjadi karena
adanya fungsi dari rambut hidung dan vibrisa pada vestibulumnasi yang berlapis kulit

FISIOLOGI FARING
Benda asing yang tertimbun saat inspirasi

Faring Posterior

Mucus kental dari mukosa siliar

Fungsi:
Transpor partikel, Sawar allergen (IgE), virus dan bakteri (fagosit)

FISIOLOGI LARING
Fungsi utama laring adalah melindungi jalan napas. Fungsi lainnya untukbatuk dan
fonasi (bicara). Setelah laring aliran udara akan melewati trakea, yangkemudian terbagi lagi
menjadi 2 cabang utama, Bronkus kanan dan bronkus kiri.Dari masing-masing bronkus akan
terjadi percabangan yang lebih banyak dankecil seperti ranting yang disebut bronkiolus.
Dimana di ujungujung bronkiolusterkumpul alveolus.
ALVEOLUS

Alveolus merupakan kantung udara berdinding tipis, dapat mengembangdanberbentuk


seperti anggur yang terdapat di ujung percabangan saluranpernapasan. Agar udara dapat
keluar masuk paru, keseluruhan saluran pernapasandari pintu masuk melaluibronkiolus
terminal ke alveolus harus tetap terbuka.

PROSES PERNAPASAN
1. Ventilasi
Ventilasi adalah proses pergerakan udara ke dan dari dalam paru, terdiri atasdua tahap, yaitu:
a. Inspirasi : pergerakan udara dari luar ke dalam paru. Terjadi inspirasi
bilatekananintrapulmonal lebih rendah dibanding tekanan udara luar.Penurunan
intrapulmonal saat inspirasi disebabkan oleh mengembangnyarongga toraks akibat kontraksi
otot-otot inspirasi. Proses:
Kontraksi otot diaragma dan intercostalis eksterna

Volume toraks membesar

Tekanan intapleura turun

Paru mengembang

Tekanan intraalveolus menurun

Udara masuk ke paru


b. Ekspirasi : pergerakan udara dari dalam keluar paru. Terjadi bila tekananintrapulmonal
lebih tinggi dibanding tekanan udara luar sehingga udarabergerak keluar paru. Meningkatnya
tekanan di dalam rongga paru karenavolume rongga paru mengecil akibat prosespenguncupan
karena daya elastisitas paru. Penguncupan terjadi akibat otot-otot inspirasimulairelaksasi.
Proses:
Otot inspirasi relaksasi

Volume toraks mengecil

Tekanan intrapleura meningkat

volume paru mengecil

Tekanan intrapulmonal meningkat

Udara bergerak keluar paru


2. Difusi
Gas berdifusi secara pasif dari alveolus ke darah di dalam kapiler paru atausebaliknya
mengikuti penurunan gradien tekanan parsial masing-masing gas.
Faktor-faktor yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru:
a. Gradien tekanan parsial gas

Merupakan perbedaan tekanan suatu gas antara alveolus dan kapilerparu atau kapiler jaringan
dengan sel-sel jaringan. Faktor ini adalah penentuutama kecepatan pertukaran gas. Semakin
tinggi gradien tekanan parsialnyasemakin cepat pertukaran gas yang terjadi.
b. Luas membran
Makin luas area membran alveolokapiler yang ikut dalam pertukarangas, semakin cepat dan
banyak pertukaran gas yang terjadi.
c. Ketebalan sawar pemisah antara udara dengan darah
Sawar yang memisahkan antara udara dengan darah berupa membranalveolokapiler dan juga
jaringan interstisium diantara alveolus dan kapilerparu. Semakin tebal sawar tersebut semakin
menurun kecepatan pertukarangas yang terjadi.
d. Koefisien difusi
Merupakan besaran daya larut suatu gas di dalam jaringan tubuh.Semakin tinggi koefisien
difusi suatu gas, semakin mudah gas tersebutberpindah mengikuti penurunan gradien tekanan
parsial. Oleh karena itusemakin cepat juga terjadi pertukaran gas.
3. Transportasi
Transportasi adalah proses perpindahan gas dari paru ke jaringan dan darijaringan ke paru
dengan bantuan aliran darah yang dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Transpor gas O2
Oksigen dalam aliran darah terbagi menjadi 2:
1) Larut dalam plasma (1,5%)
2) Terikat dengan Hb (98,5%)
Karena persentase transportasi O2 lebih banyak yang berikatandengan Hb, maka jumlah O2
dalam darah sangat dipengaruhi oleh kadarHb dalam darah dan daya ikat Hb dengan O2. Di
dalam sel darah merahO2 berikatan dengan molekul heme Hb membentuk oksihemoglobin
(HbO2).
b. Transpor gas CO2
CO2 dari jaringan masuk ke plasma untuk kemudian ditransportasikan keparu melalui
beberapa cara, yaitu:
1) Larut dalam plasma (10%)
2) Berikatan dengan Hb (30%)
Berbeda dengan O2, CO2 di dalam sel darah merah berikatandengan globin membentuk
karbamino hemoglobin (HbCO2).
3) Sebagai bikarbonat (60%)
CO2 berikatan dengan H2O membentuk asam bikarbonat (H2CO3)untuk kemudian melepas
atom H+ dan berubah lagi menjadi asamkarbonat (HCO3
-). Paling banyak terjadi di dalam sel darah merah denganbantuan ezim karbonat anhidrase.

HIPOKSIA
Hipoksia merupakan suatu keadaan yang terjadi secara akut sebagai akibatdari tidak
adekuatnya oksigenasi jaringan. Dulu dikenal dengan istilah anoxia,tapi tidak relevan
karenaselama manusia hidup jaringan tidak pernah mengalamikeadaan tanpa oksigen sama
sekali.
Klasifikasi Hipoksia
1. Hypoxic-Hipoksia, yaitu hipoksia yang terjadi karena menurunnya tekananparsial oksigen
dalam paru atau karena terlalu tebalnya dinding paru. Hypoxic Hipoksia inilahyang sering

dijumpai pada penerbangan, karena semakin tinggiterbang semakin rendah


tekananbarometernya sehingga tekanan parsialoksigennya pun akan semakin kecil.
2. Anemic-Hipoksia, yaitu hipoksia yang disebabkan oleh karena berkurangnyahemoglobin
dalam darah baik karena jumlah darahnya yang kurang(perdarahan) maupun karena kadar Hb
dalam darah menurun (anemia).
3. Stagnant-Hipoksia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bendungansistem peredaran
darah sehingga aliran darah tidak lancar, sehingga jumlahoksigen yang diangkut dari paru
menuju sel menjadi bekurang. Stagnanthipoksia sering terjadi pada penderita
penyakitjantung.
4. Histotoxic-Hipoksia, yaitu hipoksia yang terjadi karena adanya bahan racundalam tubuh
sehingga mengganggu kelancaran pemapasan internal. Contohnyapada orang yang
mengkonsumsi alkohol dan narkotika, atau terkena racunsianida, maka kemampuan seluntuk
menggunakan oksigen yang tersediamenjadi menurun.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hipoksia:
1. Ketinggian tempat
2. Kecepatan naik
3. Lamanya di ketinggian
4. Suhu lingkungan
5. Kegiatan fisik
6. Faktor individual:
a. Toleransi perorangan
b. Kesamaptaan jasmani
c. Emosi
d. Aklimatisasi
Pencegahan Hipoksia
Pencegahan hipoksia dapat dilakukan dengan beberapa cara mulai daripenggunaan
oksigen yang sesuai dengan ketinggian tempat kita berada,pernapasan dengan tekanan dan
penggunaan pressure suit, pengawasan yang baikterhadap persediaan oksigen pada
penerbangan, pengukuran pressurizedcabin, mengikuti ketentuan-ketentuan dalam
penerbangan dan sebagainya. Caralain untuk pencegahan yaitu latihan mengenal datangnya
bahaya hipoksia agardapat selalu siap menghadapi bahaya tersebut.
Pengobatan Hipoksia
Pengobatan hipoksia yang paling baik adalah pemberian oksigen secepatmungkin
sebelum terlambat, karena bila terlambat dapat mengakibatkan kelainan(cacat) sampaidengan
kematian. Pada penerbangan bila terjadi hipoksia harus
segera menggunakan masker oksigen atau segera turun pada ketinggian yangaman yaitu
dibawah 10,000 kaki.

Anda mungkin juga menyukai