Anda di halaman 1dari 9

REGULASI PABRIKASI OBAT DI INDONESIA

Nabila Agnasia Desmara/Teknik Kimia/1206202085

Abstrak
Menurut UU No.36 tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi, untuk manusia. Obat difabrikasi oleh industri farmasi dimana industri farmasi harus
menaati regulasi mengenai pabrikasi dari obat. Di dunia terdapat istilah GMP dimana GMP meregulasi
semua pelaku industri consumer goods untuk memfabrikasi barang dengan proses pembuatan yang
baik sehingga mengurangi adanya resiko saat dikonsumsi oleh masyarakat. Di Indonesia sendiri GMP
dikenal dengan istilah CPOB atau cara pembuatan obat baik yang mengatur fabrikasi obat terstandar
baik. CPOB diawasi pelaksanannya oleh BPOM dan setiap industri farmasi harus dilengkapi sertifikat
CPOB yang berlaku selama 5 tahun. CPOB berisi regulasi dari setiap ruang lingkup dan aspek yang
dimiliki oleh suatu industri farmasi. Pada tulisan ini akan dijelaskan CPOB dari beberapa aspek dan
ruang lingkup guna memfabrikasi antibodi untuk virus penyebab penyakit DBD
Kata Kunci: Regulasi, BPOM, CPOB, Industri Farmasi, Obat

Good Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu regulasi yang dibutuhkan untuk mengetahui
batasan yang direkomendasikan oleh lembaga yang mengontrol otorisasi dan pembuatan lisensi
untuk perusahaan pembuataan dan penjualan makanan, produk obat dan farmasi. Pedoman ini
memberikan syarat minimum untuk produsen consumer goods tersebut yang harus dipenuhi untuk
memastikan produk-produk tersebut berkualitas tinggi dan tidak menimbulkan resiko bagi konsumen
atau masyarakat.
GMP berisi pedoman tentang cara-cara produksi suatu produk yang baik pada seluruh rantai produksi
mulai dari persiapan material sampai konsumen akhir yang menekankan pengawasan higienitas pada
setiap tahap dalam produksi dan menyarankan pendekatan HACCP (Hazard Analysis on Critical
Control Point) yang bertujuan untuk meningkatkan keamanan produk (Mortimore, 1994). GMP
bersama dengan good laboratory practices dan good clinical practices diaplikasikan oleh lembaga
regulasi di negara Amerika serikat, Canada, Eropa, China dan sebagainya. Untuk di Indonesia sendiri
GMP diatur oleh lembaga BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dengan istilah CPOB yakni
Cara Pembuatan Obat yang Baik
A. Cara Pembuatan Obat yang Baik di Indonesia
Menurut definisi yang tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1799/MENKES/PER/XII/2010, industri farmasi adalah badan usaha yang memiliki izin dari Menteri
Kesehatan untuk melakukan kegiatan pembuatan obat atau bahan obat. Adapun obat didefinisikan
sebagai bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia.
Sedangkan bahan obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan
dalam pengolahan obat dengan standard mutu sebagai bahan baku farmasi.

Industri farmasi dapat melakukan kegiatan proses pembuatan obat dan atau bahan obat untuk
semua tahapan dan atau sebagian tahapan. Setiap pendirian industri farmasi wajib memperoleh izin
industri farmasi dari Direktur Jendral Pembinaan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Menteri Kesehatan
RI. Adapun persayaratan untuk mendapatkan izin tersebut adalah :
a.
b.
c.
d.

Berbadan usaha berupa perseroan terbatas


Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat
Memiliki NPWP
Memiliki secara tetap paling sedikit 3 orang Apoteker Warga Negara Indonesia dimana masingmasing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi dan pengawasan mutu sert
e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran
peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Selain persayaratan di atas, industri farmasi juga wajib memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan
dengan sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi persyaratan.
Berikut merupakan contoh sertifikat CPOB dari salah satu industri farmasi

Gambar 1. Contoh sertifikat CPOB salah satu industri farmasi


(Sumber: www.sidomunculherbal.com)

CPOB sendiri merupakan pedoman yang bertujuan untuk memastikan agar mutu obat yang
dihasilkan sesuai persyaratan dan tujuan penggunannya; bila perlu dapat dilakukan penyesuaian
pedoman dengan syarat bahwa standar mutu obat yang telah ditentukan tetap dicapai. Tujuan dari
perumusan CPOB adalah untuk menjamin obat dibuat secara konsisten, memenuhi persyaratan yang
ditetapkan dan sesuai dengan tujuan penggunaannya. CPOB mencakup seluruh aspek produksi dan
pengendalian mutu. CPOB pertama kali diterbitkan pada tahun 1989 untuk memberikan penjelasan
dalam penjabaran sehingga pedoman ini dapat diterapkan secara efektif di industri farmasi. CPOB
sendiri ditegakkan pelaksaannya oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan sebagai pemegang

kewenangan penuh dari Kementrian Kesehatan. BPOM juga bertanggung jawab dalam memberikan
panduan, memastikan serta mengawasi pelaksaan CPOB oleh Industri farmasi di Indonesia. Aspek
dan Ruang lingkup dari CPOB meliputi:
a. Manajemen Mutu
b. Personalia
c. Bangunan dan Fasilitas
d. Peralatan
e. Pengawasan Mutu
f. Produksi
g. Santasi dan Higiene
h. Inspeksi diri dan audit mutu serta persetujuan pemsok
i. Pengananan keluhan terhadap prdouk dan penarikan kembali produk
Berikut merupakan gambar dari CPOB yang sudah beredar luas pemakaiannya:

Gambar 2. Buku CPOB paling update yang diterbitkan tahun 2012

B. Standarisasi Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan


Dalam CPOB prinsip dari bangunan dan fasilitas yang baik untuk pembuatan obat adalah
memiliki desain, konstruksi dan letak yang memadai serta disesuaikan kondisinya dan dirawat dengan
baik untuk memudahkan pelaksanaan operasi yang benar. Tata letak dan desain ruangan harus
dibuat sedemikian rupa untuk memperkecil resiko terjadinya kekeliruan, pencemaran silang dan
kesalahan lain dan memudahkan pembersihan, sanitasi dan perawatan yang efektif untuk
menghindari pencemaran-silang, penumpukan debu atau kotoran dan dampak lain yang dapat
menurunkan mutu obat. Dalam ruang lingkup peralatan prinsipnya adalah memiliki desain dan
konstruksi yang tepat, ukuran yang memadai serta ditempatkan dan dikualifikasi dengan tepat agar
mutu obat terjamin sesuai desain serta seragam dari bets ke bets dan untuk memudahkan
pemnbersihan serta perawatan.

a. Standarisasi Bangunan dan Fasilitas


Secara umum standar bangunan dan fasilitas yang memenuhi CPOB adalah:
1. Letak bangunan yang menghindari pencemaran (udara,tanah, dan air) dari kegiatan industri
sekitar. Apabila letak bangunan tidak sesuai dapat dilakukan kegiatan pencegahan
2. Bangunan dan fasilitas dikontruksi, dilengkapi, dan dirawat agar terlindungi dari pengaruh cuaca,
banjir, dan hewan
3. Bangunan dan fasilitas hendaknya dirawat dengan cermat
4. Kondisi bangunan dan fasilitas hendaknya ditinjau secara teratur dan dilakukan perbaikan dan
perawatan dengan hati-hati
5. Tenaga listrik, lampu penerangan, suhu, kelembaban dan ventilasi hendaklah tepat agar tidak
mengakibatkan dampak yang merugikan terhadap produk
6. Desain dan tata letak ruang hendaklah memastikan :
a) kompatibilitas dengan kegiatan produksi lain yang mungkin dilakukan di dalam sarana yang
sama atau sarana yang berdampingan; dan
b) pencegahan area produksi dimanfaatkan sebagai jalur lalu lintas umum bagi personil dan
bahan atau produk, atau sebagai tempat penyimpanan bahan atau produk selain yang sedang
diproses.
7. Tindakan pencegahan hendaklah diambil untuk mencegah personil yang tidak berkepentingan
masuk. Area produksi, area penyimpanan dan area pengawasan mutu tidak boleh digunakan
sebagai jalur lalu lintas bagi personil yang tidak bekerja di area tersebut.
AREA PRODUKSI
1. Untuk memperkecil risiko bahaya medis yang serius akibat terjadi pencemaran silang, suatu
sarana khusus dan self-contained harus disediakan untuk produksi obat tertentu seperti produk
yang dapat menimbulkan sensitisasi tinggi (misal golongan penisilin) atau preparat biologis (misal
mikroorganisme hidup). Produk lain seperti antibiotika tertentu, hormon tertentu (misal hormon
seks), sitotoksika tertentu, produk mengandung bahan aktif tertentu berpotensi tinggi, dan produk
nonobat hendaklah diproduksi di bangunan terpisah..
2. Pembuatan produk yang diklasifikasikan sebagai racun seperti pestisida dan herbisida tidak boleh
dibuat di fasilitas pembuatan
3. Tata letak ruang produksi sebaiknya dirancang sedemikian rupa untuk:
a) memungkinkan kegiatan produksi dilakukan di area yang saling berhubungan antara satu
ruangan dengan ruangan lain mengikuti urutan tahap produksi dan menurut kelas kebersihan
yang dipersyaratkan;
b) mencegah kesesakan dan ketidak-teraturan; dan
c) memungkinkan komunikasi dan pengawasan yang efektif terlaksana.
4. Luas area kerja dan area penyimpanan bahan atau produk yang sedang dalam proses hendaklah
memadai untuk memungkinkan penempatan peralatan dan bahan secara teratur dan sesuai
dengan alur proses, sehingga dapat memperkecil risiko terjadi kekeliruan antara produk obat atau
komponen obat yang berbeda, mencegah pencemaran silang dan memperkecil risiko terlewat
atau salah melaksanakan tahapan proses produksi atau pengawasan.
5. Permukaan dinding, lantai dan langit-langit bagian dalam ruangan di mana terdapat bahan baku
dan bahan pengemas primer, produk antara atau produk ruahan yang terpapar ke lingkungan
hendaklah halus, bebas retak dan sambungan terbuka, tidak melepaskan partikulat, serta
memungkinkan pelaksanaan pembersihan (bila perlu disinfeksi) yang mudah dan efektif.
6. Konstruksi lantai di area pengolahan hendaklah dibuat dari bahan kedap air, permukaannya rata
dan memungkinkan pembersihan yang cepat dan efisien apabila terjadi tumpahan bahan. Sudut
antara dinding dan lantai di area pengolahan hendaklah berbentuk lengkungan.
7. Pipa, fiting lampu, titik ventilasi dan instalasi sarana penunjang lain hendaklah didesain dan
dipasang sedemikian rupa untuk menghindarkan pembentukan ceruk yang sulit dibersihkan.

Untuk kepentingan perawatan, sedapat mungkin instalasi sarana penunjang seperti ini hendaklah
dapat diakses dari luar area pengolahan.
8. Pipa yang terpasang di dalam ruangan tidak boleh menempel pada dinding tetapi digantungkan
dengan menggunakan siku-siku pada jarak cukup untuk memudahkan pembersihan menyeluruh.
9. Pemasangan rangka atap, pipa dan saluran udara di dalam ruangan hendaklah dihindarkan.
Apabila tidak terhindarkan, maka prosedur dan jadwal pembersihan instalasi tersebut hendaklah
dibuat dan diikuti.
10. Lubang udara masuk dan keluar serta pipa-pipa dan salurannya hendaklah dipasang sedemikian
rupa untuk mencegah pencemaran terhadap produk.
b. Standarisasi Peralatan
CPOB tahun 2012 mengatur standarisasi peralatan dari beberapa aspek sebagai berikut:
DESAIN DAN KONSTRUKSI
1. Peralatan didesain dan dikonstruksikan sesuai dengan tujuannya.
2. Permukaan peralatan yang bersentuhan dengan bahan awal, produk antara ataupun produk jadi
tidak boleh mempengaruhi identitas, mutu atau kemurnian di luar batas yang ditentukan.
3. Bahan yang diperlukan untuk pengoperasian alat khusus, misalnya pelumas atau pendingin tidak
boleh bersentuhan dengan bahan yang sedang diolah sehingga tidak mempengaruhi identitas,
mutu atau kemurnian bahan awal, produk antara ataupun produk jadi.
4. Peralatan tidak boleh merusak produk akibat katup bocor, tetesan pelumas dan hal sejenis atau
karena perbaikan, perawatan, modifikasi, dan adaptasi yang tidak tepat.
5. Peralatan didesain sedemikian rupa agar mudah dibersihkan.
6. Semua peralatan khusus untuk pengolahan bahan mudah terbakar atau bahan kimia atau yang
ditempatkan di area dimana digunakan bahan mudah terbakar, hendaklah dilengkapi dengan
perlengkapan elektris yang kedap eksplosi.
7. Hendaklah tersedia alat timbang dan alat ukur dengan rentang dan ketelitian yang tepat untuk
proses produksi dan pengawasan yang perlu diperiksa ketepatannya dan dikalibrasi sesuai
program dan prosedur yang ditetapkan.
8. Filter cairan yang digunakan untuk proses produksi hendaklah tidak melepaskan serat ke dalam
produk.
9. Pipa air suling, air de-ionisasi dan bila perlu pipa air lain untuk produksi hendaklah di sanitasi
sesuai prosedur tertulis. Prosedur tersebut henedaklah berisi rincian batas cemaran mikroba dan
tindakan yang harus dilakukan.
PEMASANGAN DAN PENEMPATAN
1. Pemasangan dan penempatan peralatan diatur sedemikian rupa sehingga proses produksi dapat
berjalan dengan efisien dan efektif.
2. Tiap peralatan utama diberi pengenal yang jelas.
3. Semua pipa, tangki, selubung pipa uap atau pipa pendingin hendaklah diberi isolasi yang baik
untuk mencegah kemungkinan terjadinya cacat dan memperkecil kehilangan energi.
4. Sistem-sistem penunjang seperti sistem pemanas, ventilasi, pengatur suhu udara, air minum,
kemurnian air, penyulingan air, dan fasilitas lainnya hendaklah divalidasi untuk memastikan bahwa
sistem-sistem tersebut senantiasa berfungsi dengan baik.
PEMBERSIHAN
1. Peralatan dibersihkan, dijaga, dan disimpan dalam kondisi yang bersih serta diperiksa kembali
kebersihannya sebelum dipakai.
2. Pembersihan dilakukan dengan cara vakum atau basah, dan sedapat mungkin dihindari
pencemaran produk.

3. Pembersihan dan penyimpanan alat dan bahan pembersih dilakukan dalam ruangan yang
terpisah dari pengolahan.
4. Prosedur yang tertulis untuk pembersih dan sanitasi dipatuhi dan dilaksanakan.
5. Catatan pembersihan, sanitasi, dan sterilisasi disimpan.
PERAWATAN
1. Perawatan dirawat menurut jadwal yang tepat agar tetap berfungsi dengan baik dan tidak
mempengaruhi mutu dan kemurnian produk.
2. Prosedur-prosedur tertulis untuk perawatan dibuat dan dipatuhi.
3. Catatan mengenai pelaksanaan pemeliharaan dan pemakaian suatu peralatan utama dicatat
dalam buku catatan.
C. Standarisasi Produksi
Prinsip dasar dari produksi yang memenuhi CPOB adalah menjamin produk yng dihasilkan
memenuhi persyaratan mutu dan memenuhi ketentuan izin pembuatan dan izin edar (registrasi).
Berikut merupakan CPOB produksi yang ditinjau dari beberapa hal:
UMUM
1. Produksi dilakukan oleh personil yang kompeten
2. Penanganan bahan dan produk jadi dilakukan sesuai prosedur atau instruksi tertulis
3. Seluruh bahan yang diterima hendaknya diperiksa untuk memastikan kesesuaian dengan
pemesanan
4. Kerusakan wadan dan masalah lain yang berdampak pada mutu dilaporkan pada bagian
pengawasan mutu
5. Semua bahan dan produk jadi hendaknya disimpan secara teratur pada kondisi sesuai
6. Pengolahan produk yang berbeda hendaknya dilakuan secara bersamaan atau bergantian
7. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, lakukan tindakan khusus untuk mencegah debu
timbul dan penyebarannya
8. Pemeriksaan diperlukan untuk memastikan pipa penyalur dari satu tempat ke tempat lain
terhubung dengan benar
PENGOLAHAN
1. Semua bahan yang dipakai dalam pengolahan hendaknya diperiksa sebelum dipakai
2. Kegiatan pembuatan produk berbeda tidak boleh dilakukan bersamaan atau berurutan di dalam
ruang yang sama
3. Kondisi lingkungan hendaknya dikendalikan pada tingkat yang disaratkan untuk kegiatan
pengolahan
4. Semua peralatan harus diperiksa kebersihannya sebelum mengolah
5. Semua wadah dan tutup hendaknya dibersihkan dan diberi label
6. Hasil nyata tiap tahap pengolahan dicatata dan diperiksa serta dibandingkan dengan hasil teoiritis
7. Batas waktu dan kondisis penyimpanan dalam proses hendaknya ditetapkan
D. Standarisasi Bahan Baku

Dalam CPOB tahun 2012 bagian aneks menjelaskan regulasi mengenai beberapa hal yaitu:
Pembuatan Produk Steril
Produksi Produk Biologi
Pembuatan Gas Medisinal
Pembuatan Inhalasi Dosis Terukur Bertekanan (Aerosol)
Pembuatan Obat Investigasi Untuk Uji Klinis

Dalam pemicu ini digunakan bahan aktif berupa virus dimana dari kelima jenis aneks tersebut masuk
ke dalam produksi produk biologi. Berdasarkan CPOB yang disebut sebagai produk biologi adalah
vaksin, immunosera, antigen, hormone, enzim dan produk lain hasil fermentasi (termasuk antibody
monoclonal dan produk yang diperoleh dari r-DNA) yang dibuat dengan metode pembuatan berikut:
a) Biakan mikroba
b) Biakan sel dan mikroba
c) Ekstraksi dari jaringan biologi
d) Propagasi substrat hidup pada embrio atau hewan
Prinsip dari pembuatan produk biologi memerlukan pertimbangan khusus yang berkaitan
dengan sifat alami produk dan proses. Cara yang digunakan untuk pembuatan, pengendalian serta
penggunaan produk biologi memerlukan perhatian khusus. Hal ini disebabkan karena sifatnya tidak
seperti obat konvensional yang dibuat menggunakan bahan kimia serta teknik fisik yang dapat
menjaga tingkat konsistensi yang tinggi, pembuatan produk biologi melibatkan bahan dan proses
biologi, seperti kultivasi sel. atau ektraksi material dari mikroorganisme hidup. Proses biologi ini dapat
menimbulkan variabilitas yang nyata, sehingga sifat dan jenis produk sampingannya juga bervariasi.
Terlebih lagi bahan yang digunakan untuk proses kultivasi juga merupakan media pertumbuhan yang
baik bagi mikroba pencemar.
Pada dasarnya dalam Aneks 2 CPOB tidak didefinisikan langsung standar bahan baku yang
boleh digunakan hanya saja disini ditekankan untuk menjaga proses pabrikasi, proses quality control
dan metode pembuangan limbah atau hasil eksperimen dari produk biologi tersebut. Hal ini karena
resiko pembuatan produk biologi lebih rentan untuk cepat menyebar dibanding produk kimia, apabila
salah metode penanganannya.
E. Proses Perizinan Peredaran Obat Baru
Registrasi obat adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi obat untuk mendapat izin edar.
Proses registrasi ini dilakukan oleh Industri Farmasi yang akan memproduksi obat tersebut ke Badan
POM, dengan tembusan kepada Menteri Kesehatan. Badan POM kemudian akan melakukan
penilaian dan evaluasi apakah obat tersebut memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Jika obat
tersebut dianggap telah memenuhi syarat registrasi yang dinyatakan dengan diberikannya no.
registrasi, maka Menteri Kesehatan akan mengeluarkan ijin edar, yang pada pelaksanannya
dilimpahkan kepada Badan POM. Ijin edar ini berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang.
Pada dasarnya regulasi menyangkut beberapa aspek yaitu keamanan, khasiat, mutu, dan
informasi obat. Kegagalan pengawasan akan mengakibatkan masuknya obat palsu dan obat yang
tidak jelas asal-usulnya ke dalam sistem pelayanan kesehatan. Pengawasan obat merupakan salah
satu upaya perlindungan konsumen dan untuk mengatasi masalah penyalahgunaan obat yang
merupakan masalah yang kompleks dan harus ditangani secara lintas sektor dan lintas program.
Menurut Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 tentang Kriteria dan
Tata Laksana Registrasi Obat, obat yang dapat memiliki izin edar harus memenuhi kriteria sebagai
berikut:
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui uji non-klinik dan uji
klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status perkembangan ilmu pengetahuan yang
bersangkutan
b. Penandaan dan informasi produk berisi informasi lengkap, objektif, dan tidak menyesatkan yang
dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional, dan aman.
c. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat

Khusus untuk psikotropika baru harus memiliki keunggulan dibandingkan dengan obat yang telah
disetujui beredar di Indonesia, dan untuk kontrasepsi atau obat lain yang digunakan dalam program
nasional dapat dipersyaratkan uji klinik di Indonesia.
Tata Cara memperoleh izin edar :
Registrasi:
a. Registrasi diajukan kepada Kepala Badan
b. Kriteria dan tata laksana registrasi ditetapkan oleh Kepala Badan
c. Dokumen registrasi merupakan dokumen rahasia yang dipergunakan terbatas hanya untuk
keperluan evaluasi oleh yang berwenang.
Biaya:
a. Registrasi dikenakan biaya
b. Ketentuan tentang biaya sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat 91) ditetapkan sesuai
peraturan perundang-undangan.
Evaluasi :
a. Dokumen registrasi yang telah memenuhi ketentuan dilakukan evaluasi sesuai kriteria
sebagimana dimaksud dalam pasal 4
b. Untuk evaluasi akan dibentuk
Komite nasional Penilai Obat
Panitia Penilai Khasiat-Keamanan
Panitia Penilai Mutu, Teknologi, Penandaan dan Kerasionalan Obat
c. Pembentukan Tugas dan Fungsi Komite Nasional Penilai Obat dan Panitia sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) ditetapkan oleh Kepala Badan.
Kemudian Kepala Badan akan memberikan persetujuan atau penolakan izin edar berdasarkan
evaluasi Komite nasional penilai obat, panitia penilai khasiat-keamanan, dan panitia penilai mutu,
teknologi, penandaan dan kerasionalan obat. Obat yang ditolak tidak dapat ditarik kembali.Obat yang
mengalami penolakan dapat ditinjau kembali dengan mengajukan keberatan melalui tata peninjauan
kembali yang ditetapkan oleh Kepala Badan. Izin edar berlaku lima tahun dan dapat diperpanjang
selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Pendaftar yang telah mendapatkan izin edar wajib
memproduksi atau mengimpor dan mengedarkan selambat-lambatnya satu tahun setelah tanggal
persetujuan dikeluarkan dan dilaporkan ke Kepala Badan.
Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat dibuat kesimpulan bahwa
1. Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk
manusia
2. Dalam pabrikasi obat dibutuhkan suatu regulasi yang berguna untuk menjaga kualitas obat yang
baik untuk dipasarkan sehingga mengurangi resiko yang ditimbulkan akibat pengonsumsiannya
3. Di seluruh dunia regulasi pabrikasi obat diatur oleh GMP (Good Manufacturing Process) yang
dikeluarkan oleh FDA (Food and Drugs Association) dan diawasi pelaksanaannya oleh badan
pengawas obat dan makanan masing-masing negara
4. Di Indonesia sendiri guna mendirikan industri farmasi, pelaku bisnis harus memenuhi beberapa
persyaratan salah satunya adalah sertifikat CPOB yang berlaku selama 5 tahun

5. CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) pertama kali diterbitkan tahun 1989 dan ditegakkan
pelaksaannya oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan sebagai pemegang kewenangan
penuh dari Kementrian Kesehatan. CPOB seiring waktu terus direvisi guna menyempurnakannya
dan edisi yang paling baru direvisi adalah tahun 2012
6. CPOB berisi peraturan yang meregulasi beberapa aspek dan ruang lingkup yang terdapat pada
industri farmasi sehingga dapat diaplikasikan guna menghasilkan pabrikasi farmasi yang baik dan
terstandar
7. Setelah pabrik memenuhi syarat CPOB selanjutnya obat baru juga harus memiliki izin edar yaitu
melalui proses registrasi, pembiayaan, dan diadakan evaluasi mengenai khasiat dan
keamanannya melalui beberapa tahap yang ada.
Daftar Pustaka
Anonim. Registrasi Obat Jadi. [online]. tersedia: http://www.pom.go.id/ppid/reg/Reg_o_1.html (diakses
18 Maret 2015)
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Cara Pembuatan Obat
yang Baik
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Kepala BPOM
Nomor HK.03.1.23.10.11.08481 Tahun 2011 Tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi
Obat.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor10101MENKES/PER/XI/2008 Tentang Registrasi Obat.

Anda mungkin juga menyukai