Anda di halaman 1dari 4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Hipertensi
Menurut the Seventh Report of the Joint National Committee of Prevention,

Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) maka
hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah untuk pre hipertensi
>140-159 mmHg, diastolik > 90-99 mmHg, hipertensi tingkat 2 (sistolik>160 mmHg,
diastolik >100-109 mmHg) dengan pengukuran tekanan darah yang dilakukan
minimal 2 kali atau lebih (Anandani, 2009).
Republik Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki prevalensi
hipertensi tertinggi. Kurangnya pemahaman masyarakat akan jenis penyakit
hipertensi membuat banyak penderita tidak terdeteksi dan tertangani dengan
baik(Dirnyati,2012).
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi 2 golongan,
hipertensi essensial atau primer dan hipertensi sekunder. Hipertensi essensial(primer),
merupakan tipe paling umum, yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya (
idiopatik). Kurang lebih 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi essensial
sedangkan 10% tergolong hipertensi sekunder ( Kartikawati,2008).
Hipertensi sekunder memiliki atribut patologis. 10% penderita hipertensi
adalah hipertensi sekunder. Penyebab umum hipertensi sekunder adalah kelainan
ginjal(penyempitan arteri ginjal/penyakit parenkim ginjal), kalenjar endokrin,
berbagai obat, disfungsi organ, tumor dan kehamilan hipertensi, gangguan kalenjar
tiroid(hipertiroid),

penyakit

kalenjar

adrenal

(hiperaldosteronisme)

(Kartikawati,2008).

Universitas Sumatera Utara

Penyakit jantung cenderung meningkat sebagai penyebab kematian di


Indonesia. Data Survei Kesehatan Rumah Tangga(SKRT) tahun 1996 menunjukkan
bahawa proporsi penyakit ini meningkat dari tahun ke tahun sebagai penyebab
kematian. Pada tahun 1975, kematian akibat penyakit jantung hanya 5,9%, tahun
1981 meningkat sampai dengan 9,1%, tahun 1986 melonjak menjadi 16% dan tahun
1995 meningkat menjadi 19%. Sensus nasional tahun 2001 menunjukkan bahwa
kematian karena penyakit kardiovaskuler termasuk penyakit jantung koroner adalah
sebesar 26,4% (Supriyono, 2008).
Penelitian epidemiologis akhirnya mendapatkan hubungan yang jelas antara
kematian dengan pengaruh keadaan sosial, kebiasaan merokok, pola diet, exercise,
dan sebagainya yang dapat dibuktikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya Acute Coronary Syndrome (ACS) antara lain: umur, kelamin ras, geografis,
keadaan sosial, perubahan masa, kolesterol, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas,
exercise, diet, perilaku dan kebiasaan lainnya, stress serta keturunan (Anwar,2004).
Pada saat ini merokok telah dimasukkan sebagai salah satu faktor resiko
utama

Acute

Coronary

Syndrome

(ACS)

disamping

hipertensi

dan

hiperkolesterolemi. Orang yang merokok > 20 batang perhari dapat mempengaruhi


atau memperkuat efek dua faktor utama resiko lainnya. Penelitian Framingham
mendapatkan kematian mendadak akibat Acute Coronary Syndrome (ACS) pada
laki-laki perokok 10X lebih besar dari pada bukan perokok dan pada perempuan
perokok 4.5X lebih dari pada bukan perokok. Efek rokok adalah menyebabkan beban
miokard bertambah karena rangsangan oleh katekolamin dan menurunnya komsumsi
oksigen akibat inhalasi karbon monoksida atau dengan perkataan lain dapat
menyebabkan takikardi, vasokonstriksi pembuluh darah dan merubah permeabilitas
dinding pembuluh darah. Makin banyak jumlah rokok yang dihidap, kadar HDL
kolesterol makin menurun. Merokok juga dapat meningkatkan tipe IV abnormal pada
diabetes disertai obesitas dan hipertensi, sehingga orang yang merokok cenderung

Universitas Sumatera Utara

lebih mudah terjadi proses aterosklerosis dari pada yang bukan perokok
(Anwar,2004).

2.2.

Faktor-faktor Penyebab Hipertensi Acute Coronary Syndrome (ACS)


Penyebab dari hipertensi belum diketahui, namun faktor-faktor lingkungan

yang dapat mempengaruhi perjalanan hipertensi telah berhasil diidentifikasi. Faktorfaktor tersebut antara lain asupan garam, obesitas, pekerjaan, konsumsi alkohol,
ukuran keluarga, aktivitas fisik, dan stress emosional(Dwiputra,2009).

2.3.

Patofisiologi hubungan hipertensi dengan


Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Faktor

genetik, aktivasi syaraf simpatis, faktor hemodinamik, metabolisme natrium, faktor


renin, angiotensin, dan aldesteron merupakan faktor-faktor yang telah dibuktikan
mempunyai kaitan dengan peningkatan tekanan darah pada hipertensi dan
menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah koroner ( Kartikawati,2008).
Kerusakan ini menyebabkan sel endotel menghasilkan cell adhesion molecule
seperti sitokin (interleukin-1;tumor nekrosis faktor alpha, kemokin dan growth
factor). Sel inflamasi seperti monosit dan T-limfosit masuk ke permukaan endotel
dan bermigrasi dari endothelium ke sub endotel. Monosit kemudian berdiferensiasi
menjadi makrofag dan mengambil LDL teroksidasi yang bersifat lebih atherogenik
dibanding LDL. Makrofag ini kemudian membentuk sel busa ( Majid,2007).
LDL teroksidasi menyebabkan kematian sel endotel dan menghasilkan
respons inflamasi. Sebagai tambahan, terjadi respons dari angiotensin II, yang
menyebabkan gangguan vasodilatasi, dan mencetuskan efek prothrombik dengan
melibatkan platelet dan faktor koagulasi. Akibat kerusakan endotel terjadi respons
protektif dan terbentuk lesi fibrofatty dan fibrous, plak atherosklerosis yang dipicu

Universitas Sumatera Utara

oleh inflamasi. Plak yang terjadi dapat menjadi tidak stabil dan dapat pecah
(Majid,2007).
Saat plak tersebut pecah, peristiwa inflamasi dan jalur pletelet memicu
terbentuknya trombus, suatu clot darah pada permukaan plak yang mengakibatkan
sumbatan arteri koroner sehingga menyebabkan Acute Coronary Syndrome (ACS)
(Douglas,2005).

2.4.

Angiografi Koroner
Angiografi koroner/ arteriografi koroner, adalah penyuntikan bahan kontras ke

dalam arteria koronaria dan merupakan tindakan paling sering digunakan untuk
menilai kelayakan dan waktu yang tepat untuk melakukan operasi pencangkokan
pintas arteri koronaria pada pasien tertentu. Indikasi lain untuk melakukan angiografi
arteria koronaria adalah untuk evaluasi angina atipik serta hasil revaskularisasi arteria
koronaria, diikuti dengan ventrikulogram kiri, atau penyuntikan media kontras ke
dalam ventrikel kiri untuk evaluasi fungsi ventrikel kiri dan juga untuk melihat
apakah ada stenosis pada pembuluh darah jantung(Price,1994).

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai