Anda di halaman 1dari 17

Jumat, 28 September 2012

Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri
yang khusus seumur hidup. Karena diet, aktivitas fisik dan stress fisik serta emosional dapat
mempengaruhi pengendalian diabetes, maka pasien harus belajar untuk mengatur
keseimbangan berbagai factor. Penghargaan pasien tentang pentingnya pengetahuan dan
keterampilan yang harus dimiliki oleh penderita diabetes dapat membantu perawat dalam
melakukan pendidikan dan penyuluhan.
1. Pendekatan pengajaran
Perubahan dalam system pelayanan kesehatan sebagai suatu kesatuan telah memberikan
dampak yang besar bagi pendidikan dan pelatihan diabetes. Meskipun demikian, bagi
sebagian pasien satu-satunya jalan untuk memperoleh pendidikan tentang diabetes hanya
terdapat selama perawatan di rumah sakit. Hal ini merupakan satu-satunya peluang bagi
pasien untuk mempelajari keterampilan dalam melakukan penatalaksanaan diabetes yang
mandiri dan menghindari komplikasi diabetes. Banyak rumah sakit yang memiliki perawat
spesialis dalam pendidikan dan penatalaksanaan diabetes. Namun, demikian karena dalam
sebuah rumah sakit jumlah pasien diabetes di setiap unit cukup banyak, maka semua
perawat memiliki peran yang sangat penting dalam mengidentifikasi pasien-pasien diabetes,
mengkaji keterampilan dalam melakukan perawatan mandiri, memberikan pendidikan dasar,
menyegarkan kembali pengajaran yang diberikan oleh ahlinya, dan merujuk pasien untuk
mendapatkan tindak lanjut setelah keluar dari rumah sakit.
2. Mengelola informasi
Ada berbagai skema untuk mengelola dan memberikan prioritas dari berbagai infromasi
yang harus diajarkan kepada pasien-pasien diabetes. Di samping itu banyak rumah sakit
dan pusat rawat jalan diabetes yang telah menggunakan pedoman tertulis, rencana asuhan
dan formulir pencatatan (yang biasa berdasarkan pedoman dari penghimpunan diabetes)
untuk mencatat dan mengevaluasi hasil pengajaran tentang diabetes. Pendekatan umum
untuk mengelola pendidikan diabetes adalah dengan membagi informasi dan keterampilan
menjadi dua tipe utama yaitu keterampilan serta informasi yang bersifat dasar (basic), awal
(initial) atau bertahan (survival) dan pendidikan tingkat lanjut (advanced or continuing
education).
3. Keterampilan untuk dapat bertahan hidup
Informasi ini harus diajarkan kepada setiap pasien yang baru didiagnosis sebagai penderita
diabetes tipe I atau sebagai penderita diabetes tipe II dan mendapatkan terapi untuk terapi
insulin untuk pertama kalinya. Informasi yang bersifat dasar ini secara harfiah berarti bahwa
pasien harus mengetahui bagaimana bertahan hidup yaitu dengan cara menghindari

komplikasi hipoglikemia atau hiperglikemia yang berat setelah pulang dari rumah sakit.
Informasi yang diberikan mencakup:
1.

Patofisiologi sederhana
a.

Definisi diabetes (dengan kadar glukosa darah yang tinggi)

Diabetes militus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai dengan kenaikan
kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam
jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi.
Insulin, yaitu suatu hormon yang diproduksi pankreas, mengendalikan kadar glukosa dalam
darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes, kemampuan tubuh
untuk bereaksi terhadap insulin dapat menurun, atau pankreas dapat menghentikan sama
sekali produksi insulin. Keadaan ini menimbulkan hiperglikemia yang dapat mengakibatkan
komplikasi metabolik akut seperti diabetes ketoasidosis dan sindrom hiperglikemik
hiperosmoler nonketotik (HHNK)
Tipe DM :
DM tipe I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin (IDDM). DM ini disebabkan akibat
kekurangan insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta pancreas.
Gejala yang menonjol adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar
dan sering haus, sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus.
Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
DM tipe II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin (NIDDM). DM ini disebabkan
insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau
bahkan bahkan meningkat tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang.
Akibatnya glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari
penderita DM tipe II dengan obersitas atau ada sangat kegemukan danbbiasanya diketahui
DM setelah usia 30 tahun.
Diabetes Gestasional. Suatu toleransi baik yang ringan maupun yang berat yang terjadi atau
pertama kali diketahui pada saat kehamilan.
b. Batas-batas kadar glukosa darah yang normal
Penderita diaabetes melitus harus mengetahui nilai batas normal kadar glukosa dalam
darah. Adapun kadar glukosa dalam darah terbagi menjadi dua :
Kadar gula darah ketika puasa (Fasting Glucose), normalnya adalah < 110 mg/dL dan
dikatakan mengidap penyakit diabetes jika kadar gulanya 126 mg/dL. Jika kadar gula
darah 110 GD 126, berarti orang tersebut berada di level Intermediate Hyperglycaemia
(IFG dan IGT) yang berarti orang tersebut berada di antara normal dan diabetes. Pada level
ini tubuh tidak dapat memproduksi insulin secara optimal sehingga sangat beresiko terkena
diabetes. Namun orang yang berada pada kondisi Intermediate Glycaemia masih mampu
kembali ke kondisi normal.
Kadar gula darah normal setelah makan (2-h Glucose) yaitu kadar gula darah yang
diukur 2 jam setelah makan adalah < 140 mg/dL, dan kadar gula penderita diabetes
berada > 200 mg/dL. Berada di antara kedua level tersebut berarti berada pada kondisi
Intermediate.
c. Efek terapi insulin dan latihan (penurunan kadar glukosa darah)
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan
kadar glukosa darah dan mengurangi factor risiko kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan
kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki
pemakaian insulin sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki oleh olah raga. Latihan
dengan cara melawan tahanan dapat meningkatkan lean body mass dan demikian
menambah laju metabolisme istirahat. Semua efek ini sangat bermanfaat pada diabetes
karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stress dan mempertahankan

kesegaran tubuh. Latihan juga akan mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan
kadar HDL kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total serta gliserida. Semua manfaat
ini penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk terkena
penyakit kardiovaskuler pada diabetes.
Meskipun demikian, penderita diabetes dengan kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
(14mmol/L) dan menunjukkan adanya keton dalam urin tidak boleh melakukan latihan
sebelum pemeriksaan keton urin memperlihatkan hasil negative dan kadar glukosa darah
mendekati normal. Latihan dengan kadar glukosa yang tinggi akan meningkatkan sekresi
glucagon, growth hormone dan katekolamin. Peningkatan hormone ini membuat hati
melepas banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa darah.
Mula-mula pasien yang memerlukan insulin harus mendapatkan penjelasan untuk makan
cemilan yang mengandung 15 gr karbohidrat (satu pengganti buah). Cemilan ini dimakan
untuk mencegah hipoglikemia dapat terjadi secara tidak terduga. Jumlah makanan yang
diperlukan bervariasi untuk masing-masing individu dan harus ditentukan bedasarkan hasil
pemantauan kadar glukosa darah.
Masalah yang potensial pada pasien yang menggunakan insulin adalah hipoglikemia yang
dapat terjadi beberapa jam setelah latihan. Untuk menghindari komplikasi hipoglikemia
pasca latihan, khususnya jika latihan yang dilakukannya berat, maka pasien tersebut harus
mengkonsumsi makanan cemilan pada akhir latihan. Disamping itu, pasien mungkin harus
mengurangi dosis insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan.
Pasien-pasien yang ikut serta dalam latihan yang panjang harus memeriksa kadar glukosa
darahnya sebelum, selama dan sesudah periode latihan tersebut. Mereka harus makan
cemilan yang mengandung karbohidrat jika diperlukan untuk mempertahankan kadar
glukosa darah.
Pada penyandang diabetes II yang obesitas, latihan dan penatalaksanaan diet akan
memperbaiki metabolisme glukosa serta meningkatkan penghilangan lemak tubuh. Latihan
yang digabung dengan penurunan berat akan memperbaiki sensitive insulin dan
menurunkan kebutuhan pasien akan insulin atau obat hipoglikemia oral. Pada akhirnya
toleransi glukosa dapat kembali normal. Penderita diabetes tipe II yang tidak menggunakan
insulin atau obat oral mungkin tidak memerlukan makanan ekstra sebelum melakukan
latihan.
Kepada penderita diabetes harus diajarkan untuk melakukan latihan pada saat yang sama
dan intensitas yang sama setiap harinya. Latihan yang dilakukan setiap hari secara teratur
lebih dianjurkan daripada latiahan sporadic. Rekomendasi latiahan jasmani bagi penderita
yang mengalami komplikasi diabetic seperti retinopati, neuropati otonom, neuropati
sensorimotorik, dan penyakit kardiovaskuler. Pada penderita penyakit iskemik jantung
terdapat risiko untuk terjadinya serangan angina atau infark miokard. Latihan dengan
mnghindari kemungkinan trauma pada ekstermitas bawah yang sangat penting bagi pasien
yang mengalami rasa baal akibat neuropati.
Secara umum dianjurkan agar lamanya periode latiahn ditingkatkan secara bertahap. Bagi
banyak pasien berjalan merupakan bentuk latihan yang aman dan bermanfaat karena tidak
memerlukan alat khusus serta dapat dilakukan dimana saja. Penderita diabetes harus
membicarakan program latihan dengan dokter sebelum melakukan latihan tersebut.
Jika pasien berusia lebih dari 30 tahun dan memiliki dua atau lebih factor risiko untuk
terkena penyakit jantung, tes stress latihan perlu dianjurkan. Factor risiko untuk penyakit
jantung mencakup hipertensi, obesitas, kadar kolesterol yang tinggi, hasil EKG istirahat yang
abnormal, gaya hidup sedentarik (tidak banyak bergerak), kebiasaan merokok dan riwayat
penyakit jantung dalam keluarga. Pedoman untuk melakukan latihan pada diabetes.
d. Efek makanan dan stress, yang mencakup keadaan sakit dan infeksi
(peningkatan kadar glukosa darah)
e. Dasar pendekatan terapi
2.

Cara-cara terapi

a.

Pemberian insulin

Berikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang cara-cara terapi insulin dalam
pemberiannya.
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi)
untuk mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
Penyuntikan Insulin
Peralatan
Insulin
1. Mengenali informasi yang ada pada label botol insulin
Tipe (misalnya, NPH, reguler, 70/30)
Spesies (human, sapi/babi)
Pabrik pembuat (Lilly, Novo Nordisk)
Konsentrasi (misalnya, U-100)
Tanggal kadaluwarsa

2. Memeriksa penampakan insulin


Jernih atau putih susu
Memeriksa flokulasi (penggumpalan, penampakkan bekuan)
3. Mengenali tempat membeli dan menyimpan insulin
Menunjukkan berapa lama insulin yang tersimpan dalam botol yang panjang akan habis
terpakai (1000 unit perbotol insulin U-100)
Menunjukkan berapa lama botol yang sudah dibuka masih dapat digunakan.
Spuit
1. Mengidentifikasi tanda konsentrasi (U-100) pada spuit
2. Mengidentifikasi ukuran spuit (misalnya, 100-unit, 50-unit, 30-unit)
3. Menjelaskan cara yang tepat untuk membuang spuit yang sudah digunakan.

Persiapan dan pemberian suntikan insulin


1. Aspirasi insulin dengan tipe dan jumlah insulin yang tepat

2. Campur dua tipe insulin dengan benar jika diperlukan


3. Tusukkan jarum suntik dan masukkan larutan insulin
4. Jelaskan rotasi tempat penyuntikkan
Peragakan penyuntikkan dengan menggunakan semua daerah anatomis
Jelaskan pola rotasi seperti hanya menggunakan daerah abdomen atau menggunakan
daerah tubuh tertentu pada hari yang sama
Menjelaskan sistem untuk mengingat lokasi tempat suntikan misalnya membuat pola
horizontal yang melintang daerah abdomen dengan garis putus-putus

Teknik Penyuntikan Insulin Secara Mandiri


1. Dengan satu tangan lakukan fiksasi kulit dengan cara meregangkannya membentuk
suatu daerah yang cukup luas
2. Ambil spuit dengan tangan yang lain dan pegang seperti sedang memegang pensil.
Tusukkan jarum suntik tegak lurus ke dalam kulit.
3. Suntikkan insulin, dengan menekan tangkai pendorong sampai habis (sampai tidak
dapat ditekan lagi)
4. Tarik jarum suntik keluar dari kulit. Tekankan segumpal kapas didaerah penyuntikkan
selama beberapa detik.
5. Gunakan spuit sekali pakai dan buang pada kontainer plastik dengan penutup (Yang
bisa ditutup dengan erat) seperti wadah bekas larutan detergen atau bahan pemutih
b.

Dasar-dasar diet (misalnya kelompok makanan dan jadual makan)

Bagi pasien yang memerlukan insulin untuk membantu mengendalikan kadar glukosa darah,
upaya mempertahankan konsistensi dan jumlah kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi.
Rencana makan bagi penderita diabetes juga memfokuskan persentase kalori yang berasal
dari karbohidrat, protein dan lemak.
Karbohidrat. Tujuan diet ini adalah meningkatkan konsumsi karbohidrat kompleks
(khususnya yang berserat tinggi) seperti roti gandum-utuh, nasi beras tumbuk, sereal dan
pasta/mi yang berasal dari gandum yang masih mengandung bekatul. Meskipun demikian,
anjuran untuk menghindari jenis makanan yang mengandung gula sederhana (laktosa dan
fruktosa) seperti susu dan buah bukan tindakan yang tepat. Disamping itu, penggunaan
sukrosa (gula pasir) dengan jumlah yang sedang kini lebih banyak diterima sepanjang
pasien masih dapat mempertahankan kadar glukosa dalam darah serta lemak yang adekuat
dan mampu mengendalikan berat badannya.
Lemak. Rekomendasi tentang kandungan lemak dalam diet diabetes mencakup penurunan
persentase total kalori yang berasal dari sumber lemak hingga kurang dari 30% total kalori
dan pembatasan jumlah lemak jenuh hingga 10% total kalori. Selain itu, pembatasan
asupan total kolestrol dari makanan hingga kurang dari 300mg/hari sangat dianjurkan.

Rekomendasi ini sangat membantu mengurangi faktor resiko, seperti kenaikan kadar
kolestrol serum yang berhubungan dengan proses terjadinya penyakit koroner yang
merupakan penyebab utama kematian dan ketidakmampuan di antara para penderita
diabetes.
Protein. Rencana makanan dapat mencakup penggunaan beberapa makanan sumber
protein nabati (Misalnya kacang-kacangan dan biji-bijian yang utuh) untuk membantu
mengurangi asupan kolesterol serta lemak jenuh. Rekomendasi demikian dapat diberikan
kepada pasien dengan tanda-tanda dini penyakit ginjal.
Serat makanan. Ada dua jenis serat makanan yaitu terlarut dan tak terlarut. Serat terlarut
terdapat pada makanan seperti kacang-kacangan, havermut, dan beberapa jenis buah yang
mempunyai peran yang lebih besar dalam menurunkan kadar glukosa darah dan lemak bila
dibandingkan serat tak terlarut. Serat tak terlarut ditemukan dalam roti gandum, dan sereal
serta dalam beberapa jenis sayuran.
Daftar bahan makanan pengganti. Suatu alat yang dapat digunakan dalam penyuluhan
diabetes adalah Daftar bahan makanan pengganti bagi perencanaan makanan (The
excange Lists for Meal Planning). Ada enam kelompok utama makanan dalam daftar
tersebut : Nasi/roti/pati (makanan sumber karbohidrat), daging/telur (makanan sumber
protein hewani), sayuran, buah, susu dan lemak/minyak (dalam daftar pengganti yang
digunakan di Indonesia dicantumkan pula tahu/tempe [makanan sumber protein nabati]
sehingga jumlah kelompoknya tujuh).
c. Pemantauan kadar glukosa, keton urin
Berikan pengetahuan kepada pasien dan keluarga tentang Pemantauan kadar glukosa,
keton urin
Pemantauan Kadar Glukosa Darah Secara Mandiri
Dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri (SMBG; self
monitoring of blood glucose), penderita diabetes ini dapat mengatur terapinya untuk
mengendalikan kadar glukosa darah secara optimal. Cara ini memungkinkan deteksi dan
pencegahan hipoglekimia serta hiperglikemia, dan berperan dalam menentukan kadar
glukosa darah normal yang kemungkinan akan mengurangi komplikasi diabetes panjang.

Berbagai metode kini tersedia untuk melakukan pemantauan mandiri kadar glukosa darah.
Kebanyakan metode tersebut mencakup pengambilan setetes darah dari ujung jari tangan,
aplikasi darah tersebut pada strip pereaksi khusus, dan kemudian darah tersebut dibiarkan
pada strip selama periode waktu tertentu (biasanya antara 45 dan 60 detik sesuai ketentuan
pabrik). Bantalan pereaksi pada strip akan berubah warnanya dan kemudian dapat
dicocokan dengan peta warna pada kemasan produk atau disisipkan kedalam alat pengukur
yang memperlihatkan angka digital kadar glukosa darah.
Beberapa alat pemantau kadar glukosa darah terbaru tidak lagi menggunakan tahap
penghapusan darah dari strip. Strip tersebut pertama-tama di masukkan ke dalam alat

pengukur sebelum darah ditempelkan pada strip. Setelah darah melekat pada strip, darah
tersebut dibiarkan selama pelaksanaan tes. Alat pengukur akan memperlihatkan kadar
glukosa darah dalam waktu yang singkat (kurang dari 1 menit). Salah satu produk terbaru
menggunakan cartridge sensor glukosa (sebagai pengganti strip yang ditetesi darah. Tipe
alat pengukur ini memberikan hasil pengukuran kadar glukosa dalam waktu yang lebih
singkat, dan kebanyakan diantaranya memiliki alat pengatur waktu otomatis yang tidakperlu
diaktifkan oleh pemakianya.
Alat pengukur tersebut telah dikembangkan sehingga dapat digunakan oleh pasien dengan
gangguan pada penglihatan. Alat ini memiliki komponen audioyang membentu pasien dalam
melakukan tes dan mengetahui hasilnya.
Keuntungan dan kekurang pada Sistem Pemantauan Mandiri.
Metode yang digunakan harus sesuai dengan tingkat keterampiln pasien. Factor-faktor yang
mempengaruhi pemantauan mandiri glukosa darah mencakup ketajaman penglihatan,
koordinasi motorik yang baik, kemampuan intelektual, kebiasaan dalam menggunakan
teknologi, kemauan dan biaya.
Metode visual merupakan metode yang paling murah dan tidak memerlukan banyak
peralatan. Nemun demikian, metode membutuhkan kemampuan untuk membedakan warna
dan ketepatan dalam mengatur waktu pelaksanaan prosedur pemeriksaan. Alat pengukur
pada umumnya mahal (paling tidak pada permulaannya), tetapi dapat menghilangkan aspek
subjektif dalam upaya mencocokan warna secara visual.
Alat pengukur yang memerlukan apusan darah dari strip memiliki lebih banyak tahap yang
harus dilakukan. Meskipun demikian, alat ini memungkinkan pengecekan ganda hasilhasilnya lewat pembacaan strip secara visual. Alat pengukur generasi terbaru yang tidak
memerlukan apusan darah dari strip umumnya lebih mudah digunakan. Namun, sebagian
besar alat ini tidak mempunyai metode pendukung untuk menilai hasil-hasil pengukuran
secara visual.
Bahaya potensial yang mengancam semua metode pemantauan mandiri glukosa terletak
pada kemungkinan bahwa pasien mencatat dan melaporkan hasil pemeriksaan glukosa
darah yang salah sebagai akibat dari penggunaan teknik yang salah. Beberapa sumber
kekeliruan yang sering terjadi adalah :
Aplikasi darah yang tidak benar (misalnya, tetesannya terlalu sedikit)
Pengaturan waktunya yang tidak benar
Pengapusan darah yang tidak benar (misalnya, mengapus terlalu kuat atau mengahpus
tanpa menggunakan bahan yang dianjurkan untuk penghapusan)
Pembersihan dan pemeliharaan alat pengukur yang tidak benar (misalnya, membiarkan
debu atau darah menumpuk pada jendela optic)
Perawat berperan penting dalam mengajarkan tentang teknik pemantauan mandiri glukosa
darah. Hal yang sama pentingnya adalah mengevaluasi teknik yang digunakan oleh pasien
yang sudah berpengalaman dalam pemantauan mandiri. Kepada pasien harus
diberitahukan agar tidak membeli produk pemantauan mandiri dari toko atau katalok yang
tidak menyertakan petunjuk pemakaian. Setiap 6 sampai 12 bulan sekali, pasien harus
membandingkan hasil pengukuran alat yang dimilikinya dengan hasil pemeriksaan kadar
glukosa darah yang dilakukan oleh laboratorium pada saat yang bersamaan. Di samping itu,
akurasi alat pengukur dan strip harus di kaji larutan control khusus jika pasien akan
menggunakan strip dari kemasan yang baru atau jika validitas hasil
pengukurannyameragukan.
Calon untuk Pemeriksaan Pemantauan Mandiri. Pemantauan kadar glukosa darah
merupakan prosedur yang berguna bagi semua penderita diabetes. Pemantauan ini
merupakan dasar untuk melaksanakan terapi insulin yang intensif (termasuk 2 hingga 4 kali
penyuntikan insulin per hari atau penggunaan pompa insulin) dan untuk menangani
kehamilan yang dipersulit oleh penyakit diabetes. Pemeriksaan ini juga sangat dianjurkan
bagi pasien-pasien dengan :

Penyakit diabetes yang tidak stabil


Kecenderungan untuk mengalami ketosis berat atau hipoglikemia
Hipoglikemia tanpa gejala peringatan
Ambang glukosa renal yang abnormal
Bagi penderita yang tidak menggunakan insulin,pemantauan mandiri glukosa darah sangat
membantu dalam melakukan pemantauan terhadap efektivitas latihan, diet dan obar
hiperglikemia oral. Metode ini juga dapat membantu memotivasi pasien untuk melanjutkan
terapinya. Bagi penderita diabetes tipe II, pemantauan diri glukosa darah harus di anjurkan
dalam kondisi yang diduga dapat menyebabkan hiperglikemia (misalnya, keadaan sakit)
atau hipoglikemia (misalnya, peningkatan aktivitas yang berlebuhan).
Frekuensi Pemantauan Mandiri Glukosa Darah. Bagi sebagian besar pasien yang
memerlukan insulin, pemeriksaan kadar glukosa darah senanyak 2 hingga 4 kali sehari
dapat dianjurka (biasanya pemeriksaan dilakukan sebelum makan dan pada saat akan tidur
malam). Bagi pasien yang menggunakan insulin sebelum makan, diperlukan sedikitnya 3x
pemeriksaan/hari untuk menentukan dosis yang aman. Pasien yang tidak memakai insulin
diperbolehkan mengukur kadar glukosa darahnya minimal 2 sampai 3x/minggu.
Tes ini dianjurkan bagi setiap pasien yang dicurigai mengalami hipoglikemia.
Interprestasi Hasil Pemantauan Mandiri. Pasien harus diberitahukan agar menyimpan hasil
pemeriksaan glukosa darah dalam buku catatan atau logbook sehingga pasien tersebut
dapat mengetahui pola kenaikan glokosa darahnya. Jadual pemeriksaan yang ideal adalah
30 menit sebelum makan dan pada saat tidur malam. Pasien yang mendapat suntikan
insulin pada saat tidur malam atau menggunakan pompa infuse insulin harus memeriksa
kadar glukosa darahnya apada pukul 03.00 pagi seminggu sekali untuk mengetahui bahwa
kadar glukosa darah tidak mengalami penurunan dimalam hari.
Jika pasien tidak bersedia atau tidak mampu untuk melakukan pemeriksaan dengan sering,
maka pemeriksaan satu atau dua kali sehari mungkin sudah adekuat jika waktu
pemeriksaannya divariasikan (misalnya, pemeriksaan pada saat sarapan pada hari pertama,
pemeriksaan sebelum makan siang pada hari berikutnya, dst.nya).
Kecenderungan untuk menghentikan pemantauan diri glukosa darah dapat terlihat pada
pasien yang tidak pernah mendapatkan instruksi tentang cara memanfaatkan hasil
pemantauan untuk mengubah terapi. Instruksi dapat bervariasi sesuai dengan tingkat
pemahaman pasien dan filosifi dokter tentang penatalaksanaan tentang diabetes. Pasien
dengan terapi insulin yang intensif harus mempelajari cara penggunaan algoritma (alur
tindakan yang harus diambil) untuk mengubah dosis insulin berdasarkan pola rentang nilai
kadar glukosa darah.
Pemeriksaan Urin untuk Keton
Senyawa senyawa keton (atau badan keton) dalam urin merupakan sinyal yang
memberitahukan bahwa pengendalian kadar glukosa darah pada dianetes tipe I sedang
mengalami kemunduran. Apanila insulin dengan jumlah yang efektif mulai berkurang tubuh
akan memulai memecah simpanan lemaknya untuk mengahasilkan energi. Badan keton
merupakan produk sampingan proses pemebahan lemak ini, dan senyawa-senyawa keton
tersebut bertumpuk dalam darah serta urin. Satu-satunya metode yang digunakan untuk
memantau adanya badan keton secara mandiri oleh pasien adalah pemeriksaan urin.
Metode yang paling sering dilakukan untuk mendeteksi ketonuria adalah penggunaan
dipstick urin (Ketostix atau Chemstrip uK) yang mengukur salah satu tipe badan keton.
Bantalan pereaksi pada strip akan merubah warna menjadi keunguan bila terdapat senyawa
keton ( catatan: salah satu badan keton adalah aseton dan Karena dapat saling
dipertukarkan, istilah aseton sering digunakan sebagai pengganti keton). Juga terdapat
strip untuk mengukur glukosa dan keton ( Keto-Diastix atau Chemstrip uGK). Jumlah keton
yang besar dapat menekan pembentukan warna pada daerah pengujian glukosa.
Pemeriksaan keton urin harus dilakukan pada saat penderita diabetes tipe I mengalami
glukosuria atau kenaikan kadar glukosa darah yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari
250mg/dl atau 14 mmol/L), dan pada keadaan sakit serta hamil.

3. Pengenalan, penanganan dan pencegahan komplikasi akut


a. Hipoglikemia
Berikan pendidikan kepada pasien tentang pengenalan, penanganan dan pencegahan
komplikasi akut diabetes, salah satunya yaitu hipoglikemia.
Hipoglikemia (kadar glukosa darah yang abnormal rendah) terjadi kalau kadar glukosa darah
turun di bawah 50-60 mg/dl (2,7-3,3 mmol/L). Keadaan ini dapat terjadi akibat pemberian
insulin atau preparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
karena aktivitas fisik yang berat.
Pada Hipoglikemia ringan, ketika kadar glukosa darah menurun, sistem saraf simpatik akan
terangsang. Perlimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala seperti perspirasi,
tremor, takikardi, palpitasi, kegelisahan dan rasa lapar.
Pada Hipoglikemia sedang, penurunan kadar glukosa darah meyebabkan sel-sel otak tidak
memperoleh cukup bahan bakar untuk bekerja dengan baik. Tanda-tanda gangguan fungsi
pada sistem saraf pusat mencakup ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo,
konfusi, penurunan daya ingat, patirasa didaerah bibir serta lidah, bicara pelo, gerakan tidak
terkoordinasi, perubahan emosional, perilaku yang tidak rasional, penglihatan ganda, dan
perasaan ingin pingsan.
Pada Hipoglikemia berat, gejalanya dapat mencakup perilaku yang mengalami disorientasi,
serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur atau bahkan kehilangan kesadaran.
Penanganan. Penanganan harus segera diberikan bila terjadi hipoglikemia. Rekomendasi
biasanya berupa pemberian 10 s/d 15 gram gula yang bekerja cepat per oral.
o. 2 - 4 tablet glukosa, dapat dibeli ditoko obat / apotik.
o. 4 - 6 ons sari buah atau the yang manis.
o. 6 - 10 butir permen khusus atau permen manis lainnya.
o. 2 - 3 sendok the sirup atau madu.
Apabila gejala bertahan selama lebih dari 10-15 menit sesudah terapi pendahuluan, ulangi
terapi tersebut. Setelah gejalanya berkurang berikan cemilan yang mengandung protein dan
pati (seperti cracker dengan keju atau susu) kecuali jika pasien makan atau makan camilan
dalam waktu 30-60 menit menurut jadwal makannya.
Pasien harus diberitahukan agar tidak mengkonsumsi makanan penutup mulut yang tinggi
kalori dan tinggi lemak (seperti kue-kue kering, tarcis, cakes, donat, es krim) untuk
mengatasi hipoglikemia yang dialaminya.
Penanganan hipoglikemia berat, bagi pasien yang tidak sadarkan diri, tidak mampu menelan
dan menolak terapi, preparat glukagon 1 mg dapat disuntikkan secara subkutan atau
intramuskular. Setelah penyuntikan glukagon pasien sadar dalam waktu 20 menit. Gula
sederhana yang diikuti oleh makanan camilan harus diberikan kepada pasien yang sadar
untuk mencegah timbulnya kembali hipoglikemia, mengingat kerja 1 mg glukagon yang
singkat (awitannya 8 hingga 10 menit dengan kerja yang berlangsung selama 12-27 menit)
Pencegahan hipoglikemia. Hipoglikemia dapat dicegah dengan mengikuti pola makan,
penyuntikan insulin dan latihan yang teratur. Makan camilan antara jam-jam makan dan
pada saat akan tidur malam mungkin diperlukan untuk melawan efek insulin yang maksimal.
Pemeriksaan kadar glukosa darah rutin harus dilakukan sehingga perubahan kebutuhan
insulin dapat diantisipasi dan disesuaikan. Karena hipoglikemia dapat terjadi tanpa terduga,
semua pasien yang menggunakan suntikan insulin harus menggunakan gelang pengenal
untuk menjelaskan bahwa mereka penderita DM. Pasien dan Keluarga harus diberitahu
tentang berbagai gejala yang potensial terdapat pada hipoglikemia.
b. Diabetes Ketoasidosis
Ketoasidosis adalah salah satu komplikasi akut Diabetes Melitus yang terjadi disebabkan
karena kadar glukosa pada darah sangat tinggi.
Keadaan tersebut merupakan keadaan serius yang dapat mengancam jiwa. Kondisi
ketoasidosis dapat terjadi kapan saja terutama pada penderita Diabetes Melitus tipe 1.
Berbeda dengan Diabetes Melitus tipe 1, pada Diabetes Melitus tipe 2, ketoasidosis terjadi
pada keadaan-keadaan tertentu. Hal ini karena biasanya penderita Diabetes Melitus tipe 2
lebih sering mengalami koma hiperosmolar non ketotik.
Gejala-gejala yang pertama kali timbul sama seperti gejala-gejala Diabetes Melitus yang

tidak diobati. Yakni, mulut kering, rasa haus, intensitas buang air kecil jadi lebih sering
(poliuria). Gejala lainnya seperti mual, muntah, dan nyeri perut bisa juga terjadi.
Penanganan. Pengobatan yang harus segera diberikan adalah penyuntikan hormon insulin
dan mengganti cairan tubuh yang hilang dan kadar ion kalium pada darah yang turut
berkurang akibat peningkatan frekuensi buang air kecil (poliuria).
Perawatan di rumah lebih diutamakan untuk pencegahan terjadinya DKA dan peningkatan
gula darah. Jika anda diabetes tipe 1, anda seharusnya mengecek kadar gula darah
setidaknya 3-4 kali sehari. Penegecekan lebih sering jika sedang sakit, infeksi atau pun
cedera. Untuk penanganan meningkatnya kadar gula darah bisa dengan menggunakan
insulin kerja pendek, tetntunya setelah dikonsultasikan dahulu dengan dokter.
Waspada jika ada tanda infeksi dan perbanyaklah minum non glukosa untuk menjaga
supaya tidak dehihdrasi
Untuk mencegah diabetes ketoasidosis yang berhubungan dengan keadaan sakit pasien
juga harus diajarkan aturan enam hari.
c. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketotik
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik NonKetotik ialah suatu sindrom yang ditandai dengan
hiperglikemia berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis, disertai penurunan
kesadaran (Mansjoer, 2000).
Penatalaksanaan sindrom HHNK serupa dengan terapi DKA, yaitu: cairan, elektrolit, dan
insulin. Karena peningkatan usia yang khas pada penderita sindrom HHNK, maka
pemantauan ketat terhadap status volume dan elektrolit diperlukan untuk mencegah gagal
jantung kongestif serta disritmia jantung.
4. Informasi yang pragmatis
a. Di mana membeli dan menyimpan insulin, semprit, alat-alat untuk memantau kadar
glukosa darah
Sebagian pabrik menyebutkan bahwa botol insulin harus disimpan dalam lemari es,
sementara sebagian yang lain menganjurkan untuk menyimpan insulin pada suhu kamar.
Ada kesepakatan bahwa suhu yang ekstrim harus dihindari; jadi, preparat insulin tidak boleh
dibiarkan membeku dan harus dijaga agar tidak terkena panas matahari langsung atau tidak
disimpan dalam mobil yang panas. Sebelum penyuntikkan dianjurkan agar insulin dibiarkan
pada suhu kamar (botol insulin digulirkan dalam tangan atau dikeluarkan dahulu dari dalam
lemari es dan dibiarkan beberapa saat sebelum disuntikkan).
b. Kapan dan bagaimana cara menghubungi dokter
Penderita diabetes tipe II yang baru terdiagnosis juga harus mempelajari beberapa
informasi dasar ini. Sebagian besar pelajaran yang diberikan mula-mula menekankan pada
diet. Bagi pasien yang baru memulai penggunanaan preparat sulfonylurea oral, pendidikan
tentang hipoglikemia sangat penting dan harus diberikan. Jika penyakit diabetes sudah
diderita selama bertahun-tahun tanpa terdeteksi, barang kali pasien telah mengalami
bebrapa komplikasi diabetes yang kronis. Jadi, bagi sebagian pasien diabetes tipe II yang
baru terdeteksi, pendidikan dasar tentang diabetes harus harus mencakup informasi tentang
keterampilan preventif seperti perawatn kuku dan mat. Meningkatnya pengetahuan yang
lebih dalam tentang diabetes dapat terjadi secara informal di sepanjang usia pasien (melalui
pengalaman dan saling bertukar pengalaman dengan pasien lain) dan secara formal
(melalui program pendidikan yang berkelanjutan).
4. Pendidikan tingkat lanjut.
Pendidikan ini mecakup pengajaran yang lebih rinci tentang keterampilan bertahan hidup di
samping pendidikan tentang tindakan preventif untuk menghindari komplikasi diabetes
jangka panjang. Tindakan preventif tersebut mencakup:
Perawatan kaki
Perawatan mata
Hygiene umum (misalnya, perawatan kulit, kebersian mulut)
Penanganan factor risisko (mengendalikan tekanan darah dan kadar lemak darah,

menormalkan kadar glukosa darah)


Pendidikan yang lebih lanjut mencakup penggunaan berbagia metode alternatif
pemberian insulin (misalnya pompa insulin dan algoritma atau kaidah dalam pengambilan
keputusan guna mengevaluasi serta menyesuaikan dosis insulin).
5. Menentukan waktu pengajar
Sebelum memulai pendidikan kesehatan, kesiapan pasien (dan keluarganya) untuk belajar
harus dikaji. Ketika seorang pasien didiagnosis untuk pertama kalinya sebagai penderita
diabetes (atau diberitahukan untuk pertama kalinya bahwa ia memerlukan terapi insulin)
pasien tersebut akan melalui berbagai tahap proses berduka. Tahap ini mecakup tahap syok
serta pengingkaran, depresi, negosiasi, marah dan menerima. perawat harus mengkaji
strategi pasien dalam menghadapi kenyataan ini dan kemudian menenangkan hati pasien
serta keluarganya dengan menjelaskan bahwa perasaan syok dan depresi dalam situasi ini
merupakan hal yang normal. Setelah pasien mengetahui informasi yang benar mengenai
diabetes atau menjawab pertanyaan yang paling menimbulkan kekhawatiran, perawat harus
menggunakan pendekatan yang tegas tetapi penuh pengertian untuk memfokuskan
perhatian dan keterampilan bertahan.
6. Metode pengajaran
Mempertahankan fleksibilitas dalam pendekatan pengajaran merupakan hal yang penting.
Keterampilan mengajar dan informasi dalam rangkaian yang logis tidak selalu menjadi
masalah utama bagi pasien. Sebagai contoh banyak pasien yang memfokuskan perhatian
pada ketakutannya terhadap penyuntikannya. Bagi sebagian pasien setelah mencoba
melakukan penyuntikan mereka akan lebih siap untuk mendengar dan memahami informasi
yang lain. Jadi, tindakan menginstruksikan pasien untuk mencoba melakukan penyuntikan
insulin atau penusukan jari tangan bagi pemeriksaan kadar glukosa darah dapat
memperlancar proses pembelajaran dalam pengaspirasian larutan insulin atau
pengoperasian alat pemantau glukosa.
7. Penyuluhan pasien diabetes yang berpengalaman
Perawat harus mengkaji keterampilan pasien yang sudah menderita diabetes selama
bertahun-tahun, karena diperkirakan bahwa sampai 50% dari pasien-pasien tersebut
ternyata telah melakukan kesalahan dalam melakukan keterampilan secara mandiri.
Pengkajian terhadap pasien-pasien ini harus mencakup observasi langsung keterampilan
dan bukan hanya meminta pasien untuk menjelaskan perilaku perawatan mandiri. Pada
sebagian pasien ini mungkin timbul minat untuk kembali melakukan perawatan diabetes
secara mandiri dengan harapan dapat menunda terjadinya komplikasi lebih lanjut. Sebagian
pasien lainnya mungkin tenggelam dalam perasaan depresi. Perawat harus mendorong
pasien ini untuk membicarakan perasaan serta ketakutannya yang berhubungan dengan
komplikasi dan memberikan informasi yang benar mengenai komplikasi diabetes.
8. Meningkatkan kepatuhan
Perawat harus memahami dan melakukan pendekatan pada pasien yang sulit mengikuti
rencana terapi. Penggunaan taktik menakut-nakuti (seperti ancaman kebutaan atau
amputasi jika pasien tidak patuh dengan rencana terapi) atau membuat pasien tidak
bersalah bukanlah tindakan yang produkitif dan mengganggu hubungan saling percaya
dengan pasien. Pengkajian tanda-tanda infeksi atau stress emosional yang dapat menaikan
kadan glukosa darah meskipun pasien telah mematuhi terapinya merupakan tindakan yang
penting pula. Pendekatan perawat berikut ini akan membantu dalam meningkatkan
kepatuhan pasien:
a. Mengatasi setiap factor yang mendasari (misalnya, kurang pengetahuan, kurang
perawatan mandiri) yang dapat mempengaruhi pengendalian diabetes.
b. Menyederhanakan terapi jika terlalu sulit untuk dapat diikuti pasien
c. Menyesuaikan terapi untuk memenuhi keinginan pasien (misalnya, menyesuaikan diet
atau jadual penyuntikan insulin yang fleksibel untuk menentukan jumlah dan jadual makan)

d. Menyusun rencana atau kesepakatan yang khusus dengan pasien di mana tujuannya
dibuat sederhana dan dapat diukur.
e. Memberikan dorongan yang positif pada perilaku perawatan mandiri yang sudah
dilakukan pasien (misalnya memberikan pujian atas pemeriksaan kadar glukosa darah yang
dilakukan pasien)
f. Membantu pasien untuk mengidentifikasi factor-faktor yang memotivasi pribadinya
daripada memfokuskan perhatian kepada keinginan untuk menyenangkan hati dokter
ataupun perawat
g. Mendorong pencarian akan minat dan tujuan hidup, menghapuskan dorongan untuk
memfokuskan perhatian yang salah pada penyakit diabetes
9. Mendorong partipasi dalam kelompok pendukung
Partisipasi dalam kelompok-kelompok pendukung sangat dianjurkan bagi pasien diabetes
baik yang telah lama maupun yang baru menderita diabetes. Partisipasi semacam ini dapat
membantu pasien beserta keluarganya dalam menghadapi perubahan gaya hidup yang
terjadi pada awal penyakit diabetes dan mengatasi komplikasinya. Dukungan yang diberikan
melalui partisipasi dalam kelompok pendukung dapat membantu pasien beserta
keluarganya untuk lebih memahami penyakit diabetes serta penatalaksanaannya dan dapat
meningkatkan kepatuhan mereka terhadap rencana penatalaksanaan.
Pendidikan kesehatan terbagi kedalam tiga penyuluhan diantaranya :
1. Penyuluhan Untuk Pencegahan Primer
Subyek yang disuluh
a. Kelompok Risiko Tinggi
Masyarakat perlu ditingkatkan kepeduliannya (awareness) bahwa diabetes merupakan
suatu problem kesehatan masyarakat dan dapat dicegah dengan mengontrol kegemukan
dan meningkatkan kesehatan jasmani, terutama pada individu risiko tinggi.
b. Perencana Kebijaksanaan Bidang Kesehatan
Perencana bidang kesehatan harus mengerti implikasi sosio-ekonomik penyakit ini dan
betapa vitalnya kedudukan penyuluhan dan edukasi dalam penatalaksanaan diabetes, agar
kemudian dapat dimotivasi untuk meningkatkan fasilitas pelayanankesehatan bagi pasien
diabetes.
Materi penyuluhan
Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya diabetes dan usaha untuk mengurangi
faktor risiko tersebut.
2. Penyuluhan Untuk Pencegahan Sekunder
Subyek yang disuluh
Kelompok pasien dibetes, terutama yang baru, pada pertemuan pertama dan perlu sering
diulang dan ditekankan kembali pada setiap kesempatan bertemu.
Materi penyuluhan pada tingkat pertama adalah :
Diabetes : Apakah itu diabetes melitus
Penatalaksanaan diabetes secara umum
Obat-obat untuk mengontrol glukosa darah (tablet dan insulin)
Perencanaan makan dengan menggunakan bahan makanan penukar
Diabetes dan kegiatan jasmani/olahraga
Materi penyuluhan pada tingkatan lanjutan adalah :
Mengenal dan mencegah komplikasi akut diabetes
Pengetahuan tentang komplikasi kronik diabetes
Penatalaksanaan diabetes selama menderita penyakit lain
Makan di luar rumah

Perencanaan untuk kegiatan-kegiatan khusus


Penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang diabetes.
Pemeliharaan/perawatan kaki.
3. Penyuluhan Untuk Pencegahan Tersier
Subyek yang disuluh
Pasien diabetes yang sudah mengalami komplikasi
Materi Penyuluhan
Maksud, tujuan dan cara pengobatan pada komplikasi kronik diabetes.
Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan.
Kesabaran dan Ketaqwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan hidup
dengan komplikasi kronik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan agar seseorang mampu untuk melaksanakan perawatan
diabetes secara mandiri adalah :
1. Sikap dan Kepercayaan
Sikap dan kepercayaan seseorang terhadap penyakit diabetes yang dideritanya, perawatan
mandiri dan prospek untuk mengikuti edukasi diabetes akan menentukan bentuk dan jumlah
edukasi yang akan diberikan. Seseorang yang menganggap dirinya hanya menderita
diabetes yang ringan saja dan tidak mungkin mendapat komplikasi tentu tidak akan
mempunyai motivasi untuk belajar. Kondisi sosio-kultural dan agama dapat mempengaruhi
kemauan seseorang untuk belajar mengenai diabetes dan berpengaruh pada aplikasi
penanganan diabetes secara mandiri.
2. Status Psikologis
Depresi yang berat, sikap penolakan, kegelisahan dan ketegangan/stress yang tinggi
merupakan indikasi untuk menunda edukasi dan sebaiknya hanya diberikan
pengarahanmengenai bagaimana mengatasi masalah secara mendasar saja.
3. Cara Belajar dan Kemampuan Membaca
Edukasi haruslah disesuaikan dengan cara belajar, kemampuan membaca dan tingkat
pendidikan. Ada orang yang senang mendengarkan dan ada orang yang senang membaca
dan ada juga yang senang berdiskusi. Pasien dengan kemampuan membacayang kurang
tentu akan lebih senang melihat televisi, mendengarkan radio atau melihat gambar-gambar.
4. Kondisi Fisis
Edukasi harus disesuaikan dengan kondisi fisik/kesehatan, vitalitas fisis dan emosi,
mobilitas, ketajaman penglihatan, kemampuan mendengar.
5. Umur
Bahan dan cara penyuluhan sebaiknya disesuaikan menurut golongan umur dan
diselenggarakan secara terpisah. Anak-anak dan remaja tentunya akan mempunyai
kebutuhan dan kemampuan yang berbeda dibandingkan dengan orang dewasa.
Dalam melaksanakan program pengobatan terpadu oleh tim maka tugas-tugas masingmasing anggota tim edukasi yang mendampingi pasien adalah :
1. Dokter
Bertindak sebagai coordinator dan pengambil keputusan
Menegakkan diagnosis dan menetapkan pengobatan
Memberikan alasan/ rasio pengobatan
Melakukan kerjasama dengan pasien dan tim untuk merencanakan dan melaksanakan
implementasi rencana pengobatan tersebut
Menganjurkan pasien untuk bekerjasama dengan tim
Mengawasi penatalakasanaan pengobatan pasien secara holistic
2. Perawatan Mahir/ Khusus
Melakukan penilaian terhadap perawatan mandiri yang dilakukan pasien
Melakukan pelatihan dan penyuluhan: keterampilan mandiri, pelatihan kemampuan
teknis dan menyelesaikan masalah.
Edukasi keluarga pasien

Penghubung dan pemberian informasi bila terjadi: keadaan darurat, edukasi pencegahan
komplikasi, penilaian pola kadar glukosa darah sehari-hari
Koordinasi usaha-usaha dan kegiatan tim diabetes
3. Ahli Diet
Melakukan penilaian gizi dan nutrisi
Mengembangkan perencanaan makanan bagi pasien
Terapi nutrisi medis pada keadaan khusus
Menjadi penghubung dan memberikan informasi dalam hal:
Penyesuaian program makanan, penyesuaian makanan pada keadaan khusus, analisis pola
kadar glukosa darah.
Dalam menjalankan tugasnya, komunikasi antar anggota tim sangatlah penting dan pasien
harus mendapatkan nasihat dan petunjuk yang sama mengenai suatu hal atau masalah
dalam melaksanakan pengobatan diabetesnya. Dokter yang merawat pasien diabetes dapat
merujuk kepada tim yang sudah ada, bila ia tidak mempunyai tim sendiri. Dengan cara ini ia
sudah melaksanakan pendekatan secara terpadu bagi kesehatan bagi pasien diabetes

Home Diabetes Penyebab, Tanda-Tanda Dan Gejala Gula Darah Tinggi ( Hiperglikemia )

Penyebab, Tanda-Tanda Dan Gejala Gula Darah Tinggi ( Hiperglikemia )


Diposkan oleh susanto
Hiperglikemia, atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi di mana jumlah glukosa yang
beredar berlebihan dalam plasma darah. Ini umumnya kadar glukosa lebih tinggi dari 11,1
mmol / l (200 mg / dl), tetapi gejala mungkin tidak mulai terasa sampai nilai lebih tinggi
seperti 15-20 mmol / l (~ 250-300 mg / dl). Sebuah subjek dengan rentang yang konsisten
antara ~ 5.6 dan ~ 7 mmol / l (100-126 mg / dl) (Pedoman American Diabetes Association)
dianggap hiperglikemia atau kadar gula darah tinggi, sedangkan di atas 7 mmol / l (126 mg /
dl) umumnya diadakan untuk memiliki diabetes. Tingkat kronis melebihi 7 mmol / l (125 mg /
dl) dapat menghasilkan kerusakan organ.
Definisi Hiperglikemia (Gula darah tinggi)

Hal ini penting bagi pasien untuk memantau kadar glukosa mereka di rumah untuk
mengetahui mana unit pengukuran kit yang mereka menggunakan. Kadar glukosa diukur
dengan baik:

Milimol per liter (mmol / l) adalah unit standar SI digunakan di sebagian besar negara
di seluruh dunia.

Miligram per desiliter (mg / dl) digunakan di beberapa negara seperti Amerika
Serikat, Jepang, Perancis, Mesir dan Kolombia. Hal ini dapat diperoleh sekitar
dengan mengalikan mmol / L sebesar 18.

Jurnal ilmiah sedang bergerak ke arah penggunaan mmol / l; beberapa jurnal sekarang
menggunakan mmol / l sebagai unit utama tetapi kutipan mg / dl dalam tanda kurung.
Kadar glukosa bervariasi sebelum dan sesudah makan, dan di beberapa kali sehari; definisi
"normal" bervariasi antara profesional medis. Secara umum, kisaran normal bagi
kebanyakan orang (puasa dewasa) adalah sekitar 80-110 mg / dl atau 4-6 mmol / l. (di mana
80 mg / dl adalah "optimal".) Sebuah subjek dengan rentang yang konsisten di atas 126 mg /
dl atau 7 mmol / l umumnya dipercayai memiliki gula darah tinggi, sedangkan rentang yang
konsisten di bawah 70 mg / dl atau 4 mmol / l adalah dianggap hipoglikemik . Pada orang
puasa dewasa, glukosa darah plasma tidak boleh melebihi 126 mg / dL. Berkelanjutan
tingkat yang lebih tinggi dari gula darah menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah dan
organ-organ yang di pasok, yang mengarah ke komplikasi diabetes.
Gula darah tinggi atau hiperglikemia kronik dapat diukur melalui tes HbA1c. Definisi
hiperglikemia akut bervariasi menurut studi, dengan mmol / l tingkat 8-15.
Tanda-tanda dan gejala gula darah tinggi (Hiperglikemia)

Sementara hiperglikemia umumnya jinak dan tanpa timbul gejala. Kadar glukosa darah
dapat meningkat jauh di atas normal untuk periode yang signifikan tanpa menghasilkan efek
permanen atau gejala. Namun, hiperglikemia kronik pada tingkat lebih dari sedikit di atas
normal dapat menghasilkan yang sangat beragam komplikasi serius selama bertahun-tahun,
termasuk kerusakan ginjal, kerusakan saraf, kerusakan jantung, kerusakan retina atau
kerusakan kaki. Neuropati diabetes mungkin merupakan akibat gula darah tinggi jangka
panjang.
Pada diabetes mellitus (sejauh ini merupakan penyebab paling umum dari gula darah tinggi
atau hiperglikemia kronik), pengobatan dengan mengontrol glukosa darah pada tingkat yang
mendekati normal, untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang serius. Hal ini
dilakukan dengan kombinasi diet yang tepat, olahraga teratur, dan dengan insulin atau obat
lainnya seperti Metformin, dll.
Hiperglikemia akut melibatkan kadar glukosa yang sangat tinggi adalah keadaan darurat
medis dan dapat dengan cepat menghasilkan komplikasi serius (seperti kehilangan cairan
melalui diuresis osmotik). Hal ini paling sering terlihat pada orang yang menderita diabetes
tergantung insulin yang tidak terkontrol.

Gejala-gejala berikut mungkin berhubungan dengan ciri-ciri gula darah tinggi atau
hiperglikemia akut atau kronis, dengan tiga susun triad hiperglikemia klasik:

Polifagia - sering kelaparan

Polidipsia - sering haus, terutama haus yang berlebihan

Poliuria - peningkatan volume buang air kecil

Penglihatan kabur

Kelelahan (kantuk) [klarifikasi diperlukan]

Berat badan

Penyembuhan luka yang buruk (luka, goresan, dll)

Mulut kering

Kulit kering atau gatal

Kesemutan di kaki atau tumit

Disfungsi ereksi

Infeksi berulang, infeksi telinga luar

Aritmia jantung

Pingsan

Koma

Kejang

Sering kelaparan tanpa gejala lain juga dapat menunjukkan bahwa kadar gula darah terlalu
rendah. Hal ini dapat terjadi ketika orang yang memiliki diabetes menggunakan terlalu
banyak obat hipoglikemik oral atau insulin. Hasil penurunan kadar gula darah sampai di
bawah kisaran normal mengakibatkan muncul respon kelaparan. Rasa lapar ini biasanya
tidak jelas seperti dalam diabetes tipe I, tapi membuat resep obat hipoglikemik oral sulit
untuk mengendalikannya.
Polidipsia dan poliuria terjadi ketika kadar glukosa darah meningkat cukup tinggi untuk
menghasilkan ekskresi kelebihan glukosa melalui ginjal, yang mengarah ke adanya glukosa
dalam urin. Hal ini menghasilkan diuresis osmotik.
Tanda dan gejala ketoasidosis diabetikum bisa meliputi:

Ketoasidosis

Kussmaul hiperventilasi: bernafas cepat

Kebingungan atau menurunnya tingkat kesadaran

Dehidrasi karena glikosuria dan diuresis osmotik

Kelaparan akut dan / atau kehausan

Bau nafas

Penurunan fungsi kognitif, bersama dengan peningkatan perasaan sedih dan


kecemasan

Anda mungkin juga menyukai