Anda di halaman 1dari 14

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Lokasi penelitian
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Nama jalan
Lokasi Penelitian
Kategori jalan
Jenis lapis perkerasan
Jarak Sta. yang ditinjau
Lebar jalan

: Jln. Trans Atadei-Lerek


: Kematan Atadei Kabupaten Lembata
: Jalan Lokal
: Lapis Keras Lentur (Flaxibel Pavment)
: sta 4+000-8+750 atau sama dengan 4.75 km
: 7 meter

4.2 Pengambilan Data


4.2.1 Kronologis Pengambilan Data
Lokasi pengambilan data terdapat pada ruas jalan Trans Atadei-Lerek pada Sta 4+000
- 8+750 dengan panjang jalan 4.75 km. Pengambilan data tanah menggunakan alat
DCP. Pada saat pengambilan data kondisi tanah dengan mengunakan alat alat DCP.
(Dynamic Cone Penetrometer) alat tersebut terlebih dahulu dikalibirasi (pemeriksaan
peralatan) dengan alat, apakah alat tersebut masih normal atau perlu dikalibirasi untuk
memastikan hubungan antara nilai-nilai yang ditunjukan oleh suatu alat ukur dengan
dengan nilai sebenarnya dengan besaran yang diukur. Setelah dikalibirasi maka
pengujian atau pengambilan data tanah dapat dilakukan sesuai prosedur (lihat
prosedur pengambilan data tanah dengan alat DCP).

4.2.2 Data Sekunder


Data sekunder diperoleh dari studi literatur dan serta instansi terkait, data
tersebut diperoleh dari Pusat Statistik. Propinsi Nusa Tenggara Timur dan PT Siar Plan
Utama Cabang Lewoleba.
1. Faktor regional
Berdasarkan data yang diperoleh dari Pusat Statistik. Propinsi Nusa Tenggara
Timur diperoleh curah hujan <900 mm/tahun perkembangan lalu lintas 17.87%.
Perhitungan presentase kendaraan berdasarkan berat volume kendaraan tahun 2013
pada Lampiran III sebagai berikut : % Kendaraan berat sama dengan jumlah

II-1

kendaraan berat (bus, truck 2 as truct 3 as triler) dibagi jumlah total kendaraan dikali
100% = (451/685) x 100% = 65.84%. Ternyata presentase kendaraan lebih besar darii
30%. Untuk menentukan kelandaian sesuai dengan Lampiran IV 6.56% dengan
demikian kelandaian berkisar antara 6%-10%, sesuai dengan Tabe 2.7 Halaman 16.
Untuk menentukan (FR) Faktor Regional dengan nilai kelandaian 6.56%, dari hasil
interpolasi didapat (FR) Faktor Regional adalah sebesar 1.57
2. Data volume lalu lintas
Data volume lalu lintas diperoleh dari PT. Siar Plan Utama Cabang Lewoleba
yang dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel 4.1 Data Volume kendaraan (2013)
Nomo
r

2
3

Jenis kendaraan
Mobil
penumpang
(Sedang,
Jeep,
Station wagon Pick
up,
mini
bus,
microlet)
Bus 8 ton
Truck 2 as 13

Volume
(Kendaraan/hari/2
arah)

Beban Sumbu (ton)


Depan

Belakang

686

22
48

3
4

5
6

Sumber :PT. Siar Plan Utama cabang Lewoleba

4.2.3. Data Primer


4.2.3.1 Data Tanah
Data tanah diperoleh dari hasil pengujian di lapangan mulai dari Sta. 4+000-8+750
dengan mengunakan alat DCP, berupa korelasi antara kedalam penetrasi dan jumlah
pukulan yang dinyatakan dengan penetrabilitas skala penetrometer yaitu mudah tidaknya
melakukan penetrasi yang dinyatakan dalam cm/tumpukan. Dari pengujian pada segmen
jalan tersebut pada Lampiran I, maka didapat 20 harga CBR yang dapat dilihat pada
Tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Nilai CBR (California Bearing Ratio)


No.

Sta.

Posisi
(R/L)

4 + 000

Nilai CBR
(%)
17.16
II-2

2
3
4
5
6
7

4 + 250
4 + 500
5 + 750
5 + 000
5 + 250
5 + 500

8
5 + 750
9
6 + 000
10
6 + 250
11
6 + 500
12
6 + 750
13
7 + 000
14
7 + 250
15
7 + 500
16
7 + 750
17
8 + 000
18
8 + 250
19
8 + 500
20
8 + 750
Sumber : Hasil Perhitungan

R
L
R
L
R
L

4.19
5.56
14.2
33.08
38.44
13.99

R
L
R
L
R
L
R
L
R
L
R
L
R

20.09
22.45
28.95
16.08
20.31
17.96
22.17
36.42
9.81
10.26
5.47
5.92
14.98

4.2.3.2 Perhitungan nilai CBR rencana


Jalan dalam arah memanjang cukup panjang dibandingkan dengan jalan dalam arah
melintang. Jalan tersebut dapat melintasi jenis tanah, dan keadaan medan yang berbedabeda. Kekuatan tanah dasar dapat bervariasi antara nilai yang baik dan jelek. Dengan
demikian tidak ekonomis jika berdasarkan hanya nilai terbesar saja sebaiknya panjang
jalan dibagi atas segmen-segmen jalan, dimana setiap segmen mempunyai daya dukung
yang hampir sama. Jadi segmen jalan adalah bagian dari panjang yang mempunyai daya
dukung tanah, sifat tanah dan keadaan lingkungan yang relatif sama. Dari pemeriksaan
daya dukung tanah sepanjang jalan Trans Atadei-Lerek diperoleh nilai-nilai CBR seperti
pada Tabel 4.2 di atas.
Setiap segmen mempunyai satu nilai CBR yang mewakili daya dukung tanah dasar dan
dipergunakan untuk tebal lapis perkerasan dari segmen tersebut. Nilai segmen dapat
ditentukan dengan mengunakan cara analitis dan cara grafis.
1. Cara analitis
a) CBR segmen pertama : 17.16%, 4.19%, 5.56%, 14.2%, 33.08%, 38.44%,
13.99%, 20.09%, 22.45%, 28.95%.

II-3

CBR rata-rata segmen pertama :

17.16+ 4.19+5.56+14.2+33.08+38.44 +13.99+20.09+22.45+28.96


10

198.11
10
=19,23%

CBR Rerata

CBR segmen pertama =

19.23

38.444.19
3.18

CBR maks CBR min


R

= 9.04%
b) CBR segmen kedua : 16.08%, 20.31%, 17.96%, 22.17%, 36.42%, 9.81%,
10.26&, 5.84%, 5.92%, 14.98%
CBR rata-rata segmen kedua :

16.08+20.31+17.96+ 22.17+36.42+9.81+10.26+5.47+5.92+14.98
10

159.38
10
= 15,43%
CBR segmen kedua =

CBR Rerata

15.93

CBR maksCBR min


R

36.425.47
3.18

= 6.21%

2. Cara grafis

II-4

Harga CBR disusun dari nilai yang terkecil ke nilai yang terbesar kemudian dihitung
persen yang sama atau lebih besar dari masing-masing harga tersebut, seperti terlihat
pada Tabel dibawah ini :
Tabel 4.3 Susunan Nilai Persen (%) CBR
Nomor

CBR (%)

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

4.19
5.47
5.56
5.92
9.81
10.26
13.99
14.2
14.98
16.08
17.16
17.96
20.09
20.31
22.17
22.45
28.95
33.08
36.42
38.44

Jumlah yang sama atau


lebih besar
20
19
18
17
16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1

Persen (%) yang sama


atau lebih besar
20/20*100 = 100
19/20*100 = 95
18/20*100 = 90
17/20*100 = 85
16/20*100 = 80
15/20*100 = 75
14/20*100 = 70
13/20*100 = 65
12/20*100 = 60
11/20*100 = 55
10/20*100 = 50
9/20*100 = 45
8/20*100 = 40
7/20*100 = 35
6/20*100 = 30
5/20*100 = 25
4/20*100 = 20
3/20*100 = 15
2/20*100 = 10
1/20*100 = 5

Sumber : Hasil Perhitungan

Dari Tabel tersebut diatas, kemudian dibuat grafik hubungan antara CBR dengan
jumlah presentase yang sama atau lebih besar dari nilai CBR sebelumnya untuk
memperoleh nilai CBR rencana (CBR yang mewakili). Nilai CBR rencana adalah nilai
yang diperoleh pada presentase sebesar 90%. Penentuan nilai CBR rencana (CBR
yang mewakili), dapat dilihat pada grafik dibawah ini .

II-5

GRAFIK CBR (%)


100

100
95
90
85

90
80
70

80
75

60
50
40

70
65
60
55
50
45

30
20

40
35

30
25

20

10

15

10

0
0

10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40

Gambar 4.1 Grafik hubungan CBR dengan presentase yang sama atau lebih besar dari
akumulasi nilai CBR sebelumnya

berdasarkan hasil perhitungan CBR rata-rata secara grafis pada ruas jalan Trans AtadeiLerek Sta. 4+000-8+750 didapat CBR rata-rata adalah 5.56 %. Dari kedua hasil analisa
tersebut dapat ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 4.4 Perbandigan Nilai Hasil Perhitugan secara Grafis dan Analisa

No
1
2
3

Metode
Analisa Segmen I
Analisa Segmen II
Grafis

Nilai CBR (%)


9.04%
6.21%
5.56%

Keterangan
CBR Rencana

Sumber : Hasil perhitungan

Dari hasil analisa dengan dua metode seperti yang ditabelkan diatas maka CBR yang
digunakan untuk perencaan tebal perkerasan ruas jalan Trans Atadei-Lerek Sta 4+008+750 adalah CBR dengan nilai terkecil yaitu 5.56%, yang dijadikan sebagai CBR
rencana pada ruas jalan tersebut.

II-6

4.2.3.3 Penentuan Daya Dukung Tanah (DDT)


Daya dukung tanah dasar diperoleh dari korelasi dengan nilai CBR rencana. Pada
grafik diatas diperoleh nilai CBR rencana = 5.56% maka sesuai dengan Persamaan
2.10 pada Halaman 14 diperoleh daya dukung tanah dasar sebagai berikut :
DDT = 4,30 * Log (CBR) + 1,7
DDT = 4,30 * Log (5.56) + 1,7
DDT = 4,90
Selain penentuan nilai CBR diatas dapat juga ditentukan dengan memplot pada grafik
DDT dengan cara menarik garis mendatar kekiri sejajar dengan nilai CBR, nilai DDT
didapat sebesar 4,90. Seperti pada Lampiran II

4.2.4 Penentuan Tebal Lapis Perkerasan


Berdasarkan data sekunder

yang telah diuraikan diatas maka akan

direncanakan tebal perkerasan dengan mengunakan nilai CBR 5.56%


Adapun parameter perencanaan lapisan tebal perkerasan antara lain
a) Umur rencana
= 10 tahun
b) Perencanaan dan pelaksanaan = 2 tahun
c) Jalan dibuka tahun
= 2015 tahun
d) Factor pertumbuhan lalu lintas = 17.87%
1. Perhitungan LHR awal umur rencana (LHRP) = LHRE x (1+i)n
Keterangan n = 2 tahun
Kendaraan 2 ton

(1 + 1) = 686 * (1 + 17.83%)2 = 952.44

Bus 8 ton

(3 + 5) = 22 * (1 + 17.83%)2 = 30.54

Truk 2 as 10 ton

(4 + 6) = 46 * (1 + 17.83%)2 = 63.87
Jumlah = 1046.85 kendaraan

2. Perhitungan LHR akhir umur rencana (LHRA) = LHRp x (1+i)n


Keterangan n = 10 tahun
Kendaraan 2 ton

(1 + 1) = 952.44 * (1 + 17.83%)10

= 4913.56

Bus 8 ton

(3 + 5) = 30.54 * (1 + 17.83%)10

= 157.55

Truk 2 as 10 ton

(4 + 6) = 63.87* (1 + 17.83%)10

= 329.50

Jumlah = 5400.61 Kendaraan


3. Menentukan Koefisien Distribusi (C)
Koefisien distribusi kendaraan untuk presentase kendaraan ringan dan
kendaraan berat yang melewati jalur rencana dapat ditentukan berdasarkan Tabel 2.5

II-7

Halaman 11. Dari tabel tersebut didapat nilai koefisien distribusi (C)

ditentukan

sebagai berikut :
a. Untuk kendaraan ringan /mobil penumpang
b. Untuk kendaraan berat
4.

(2 lajur, 2 arah) = 0.5


(2 lajur, 2 arah) = 0.5

Menghitung Angka Ekuivalen Kendaraan (E)


Angka ekuivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka yang
menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh suatu lintasan
beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat kerusakan yang ditimbulkan oleh
suatu lintasan beban sumbu tunggal seberat 8.16 ton
Angka ekuivalen kendaraan (E) yang digunakan dalam perencanaan tebal
perkerasan sebaiknya angka ekuivalen berdasarkan berat kendaraan yang diharapkan
selama umur rencana jalan karena akan lebih mendekati keadaan yang rasional
dibandingkan angka ekuivalen (E) berdasarkan berat maksimun kendaraan maupun
berat kosong kendaraan. Besarnya angka ekuivalen (E) untuk masing-masing jenis
kendaraan sebagai berikut :
1) Kendaraan penumpang 2 ton (1 + 1) = 1000 kg + 1000 kg
As depan 1 ton

= 1000 kg

As belakang 1 ton

= 1000 kg

= 0.0002

= 0.0002 +

E = 0.0004
2) Bus 2 as 8 ton (3 + 5)

= 3000 kg + 5000 kg

As depan 3 ton

= 3000 kg = 0.0183

As belakang 5 ton

= 5000 kg = 0.1410 +
E = 0.1593

3) Truck 2 as 10 ton (4 +6)


As depan 3 ton
As belakang 5 ton

= 3000 kg + 5000 kg
= 4000 kg = 0.0577

= 6000 kg = 0.2923 +
E = 0.3500

II-8

Menghitung Lintas Ekuivalen Permulaan (LEP)


Lintas ekuivalen permulaan (LEP) adalah jumlah lintasan ekuivalen harian yang

rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8.16 ton pada jalur rencana, yang diperkirakan
terjadi pada permulaan umur rencana.
Berdasarkan Rumus 2.7 Halaman 14
n

Kendaraan Penumpang
2 ton
j=1

= 952.44 * 0.5 * 0.0004 = 0.1923

Bus 2 as 8 ton

= 30.54 * 0.5 * 0.1593 = 2.4325

Truck 2 as 10 ton

= 63.87 * 0.5 * 0.3500 = 11.1773 +

LEP=

LHRp x Cj x Ej

LEP = 13.8020
6

Menghitung Lintas Ekuivalen Akhir (LEA)


Lintas Ekuivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekuivalen harian rata-rata dari

sumbu tunggal seberat 8.16 ton pada jalur rencana, yang diperkirakan terjadi pada akhir
umur rencana.
Berdasarkan Rumus 2.8 Halaman 15
n

LEA= LHRa x Cj x Ej
j=1

Kendaraan Penumpang 2 ton

= 4913.56. * 0.5 * 0.0004

= 0.9827

Bus 2 as 8 ton

= 157.55 * 0.5 * 0.1593

= 12.5489

Truck 2 as 10 ton

= 329.50 * 0.5 * 0.3500

= 57.6625

LEA

= 71.1941

Lintas Ekuivalen Tengah (LET)


Lintas Ekuivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekuivalen harian rata-rata dari

sumbu tunggal seberat 8.16 ton pada jalur rencana, yang diperkirakan terjadi pada
pertengahan umur rencana.
Berdasarkan Rumus 2.9 Halaman 15

LEP + LEA
2
13.8020+71.1941
LET =
2
LET =

LET = 42.4981
8

Lintas Ekuivalen Rencana (LER)

II-9

Lintas Ekuivalen Rencana (LER) adalah besaran yang dipakai dalam nomogram
untuk penetapan tebal perkerasan untuk jumlah lintasan ekuivalen sumbu tunggal seberat
8.16 ton
Berdasarkan Rumus 2.6 Halaman 14
LER =LET x FP

FP=

UR
10

LER = 42.4981 * (10/10)


LER = 42.50
9

Menentukan Indeks Permukaan (IP)


1) Indeks Permukaan Awal (IPo)
Indeks permukaan awal umur rencana dalam hal ini diperhatikan pada jenis lapis
perkerasan atau permukaan jalan yang dipakai yakni pada kerataan kehalusan dan
kekokohan ada awal umur rencana. Lapisan permukaan yang digunakan adalah
Lapisan aspal beton (Laston). Dengan pertimbangan bahwa jalan tersebut jalan lokal
sehingga dipilih roughnessnya diatas 1000 km/mm (>1000 km/mm) yang artinya
tingkat kekasaran tidak terlalu halus, maka diambil nilai IPo (berdasarkan Tabel 2.9)
adalah 3.9-3.5 dengan material perkerasan Laston
2) Indeks Permukaan akhir (IPt)

Indeks permukaan pada akhir tahun rencana, dalam hal ini yakni semua yang
berhubungan dengan klasifikasi fungsional jalan dan jumlah ekuivalen rencana
(berdasarkan Tabel 2.8). Berdasarkan klasifikasi jalan maka ruas jalan Trans AtadeiLerek termasuk dalam jalan Lokal dengan lintas ekuivalen rencana (LER) sebesar
42.50 maka IPt yang dipakai sebesar 1.5 sesuai Tabel 2.8 Halaman 18
10

Menentukan Indeks Tebal Perkerasan (ITP)


Penentuan indeks tebal perkerasan untuk Laston (Lapisan aspal beton)

a)
b)
c)
d)
e)

Daya Dukung Tanah (DDT)


IPo
IPt
LER
Faktor Regional FR

: 4.90
: 3.9 - 3.5
: 1.5
: 42.50
: 1.57

Dari nomogram desain terlampir diperoleh ITP = 6.20

11

Menghitung Tebal Lapis Perkerasan

II-10

Menghitung tebal lapis perkerasan untuk Laston (lapisan aspal beton)


Nilai koefisien kekuatan relatif bahan (a) untuk metode Bina Marga sesuai
dengan Tabel 2.10 pada Halaman 20, ditentukan sebagai berikut :
a) Lapisan permukaan
b) Lapisan pondasi atas
c) Lapisan pondasi bawah

: Laston
: Batu pecah (Kelas A)
: Sirtu kelas C

dengan a1 = 0.30
dengan a2 = 0.14
dengan a3 = 0.11

Sedangkan untuk tebal lapis perkerasan (D) ditentukan dengan memaksimunkan


tebal lapis perkerasan, yaitu tebal lapisan yang diperoleh berdasarkan nilai ITP = 6.20
yang dikorelasikan dengan Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Maka diperoleh harga tebal
minimum (D) tiap lapisan sebagai berikut :
a) Lapisan permukaan
: Laston
b) Lapisan pondasi atas : Batu pecah (Kelas A)
c) Lapisan pondasi bawah : sirtu kelas C

dengan D1 = 5 (ditetapkan)
dengan D2 = 20 (ditetapkan)
dengan D3 =....?

Maka tebal lapisan (D) dapat dihitung berdasarkan Rumus 2.13


1) Lapisan pondasi atas (D3)
ITP

= a1D1 + a2D2 + a3D3

a3D3 = ITP [a1D1 + a2D2]

D3=

D3=

ITP[a 1d 1+a 2 d 2]
a3

6.20[0.305+ 0.1420]
0.11

D3 = 17.27 cm 20.00 cm
LAPIS PERMUKAAN
(LASTON )

D 1 = 5 cm

LAPIS PONDASI ATAS


(BATU PECAH KELAS A)

D 2 = 20 cm

LAPIS PONDASI BAWAH


(SIRTU KELAS C)

D 3 = 20 cm

TANAH DASAR
(SUB GRADE)
CBR 5.56, DDT 4.90

Gambar 4.2 Sketsa rencana tebal perkerasan lentur dengan CBR 5.56%

4.2.5 Asumsi Penentuan Tebal Lapis Perkerasan


II-11

Berdasarkan hasil nilai CBR Lapangan dengan mengunakan alat DCP maka
CBR yang diperoleh sebesar 5.56% dari hasil perhitungan menghasilkan tebal lapis
perkerasan yaitu sebagai berikut :
1. Lapis permukaan (Laston)
2. Lapis pondasi atas (Batu pecah kelas A)
3. Lapis pondasi bawah (Sirtu kelas C)

= 5 cm
= 20 cm
= 20 cm

Hal ini tidak memenuhi spek yang diisyaratkan oleh Bina Marga yaitu sebesar 6% oleh
karena itu apabila keadaan tanah dasar perbaiki dengan asumsi CBR mencapai 6% maka
tebal perkerasan dapat dihitung sebagai berikut :
A

Penentuan Daya Dukung Tanah


Daya Dukung Tanah (DDT) dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut :

DDT = 4,30 * Log (CBR) + 1,7


DDT = 4,30 * Log (6) + 1,7
DDT = 5.05
Selain penentuan nilai CBR diatas dapat juga ditentukan dengan memplot pada
grafik DDT dengan cara menarik garis mendatar kekiri sejajar dengan nilai CBR, nilai
DDT didapat sebesar 5.05. Seperti pada Lampiran II.
B

Indeks Tebal Perkerasan (ITP)


Dari hasil perhitungan sebelumyan barameter-barameter yang diperoleh adalah
sebagai berikut :
a)
b)
c)
d)
e)

Daya Dukung Tanah (DDT)


IPo
IPt
LER
Faktor Regional FR

: 5.05
: 3.9 - 3.5
: 1.5
: 42.50
: 1.57

Dari nomogram desain terlampir diperoleh ITP = 5.90


C

Menghitung Tebal Lapis Perkerasan


Menghitung tebal lapis perkerasan untuk Laston (lapisan aspal beton)

Nilai koefisien kekuatan relatif bahan (a) untuk metode Bina Marga sesuai dengan Tabel
2.10 pada Halaman 20, ditentukan sebagai berikut :
d) Lapisan permukaan
e) Lapisan pondasi atas
f) Lapisan pondasi bawah

: Laston
: Batu pecah (Kelas A)
: Sirtu kelas C

dengan a1 = 0.30
dengan a2 = 0.14
dengan a3 = 0.11

II-12

Sedangkan untuk tebal lapis perkerasan (D) ditentukan dengan memaksimunkan


tebal lapis perkerasan, yaitu tebal lapisan yang diperoleh berdasarkan nilai ITP = 5.90
yang dikorelasikan dengan Tabel 2.1 dan Tabel 2.2. Maka diperoleh harga tebal
minimum (D) tiap lapisan sebagai berikut :
d) Lapisan permukaan
: Laston
e) Lapisan pondasi atas : Batu pecah (Kelas A)
f) Lapisan pondasi bawah : sirtu kelas C

dengan D1 = 5 (ditetapkan)
dengan D2 = 20 (ditetapkan)
dengan D3 =....?

Maka tebal lapisan (D) dapat dihitung berdasarkan Rumus 2.13


2) Lapisan pondasi atas (D3)
ITP

= a1D1 + a2D2 + a3D3

a3D3 = ITP [a1D1 + a2D2]

D3=

D3=

ITP[a 1d 1+a 2 d 2]
a3

5.90[0.305+ 0.1420]
0.11

D3 = 12.27 cm 15 cm
LAPIS PERMUKAAN
(LASTON )
LAPIS PONDASI ATAS
(BATU PECAH KELAS A)
LAPIS PONDASI BAWAH
(SIRTU KELAS C)

D 1 = 5 cm
D 2 = 20 cm

D 3 ==15
20 cm
cm

TANAH DASAR
(SUB GRADE)
CBR 6%,
5.56,DDT
DDT5.05
4.90
CBR

Gambar 4.3 Sketsa rencana tebal perkerasan lentur dengan CBR 6%

Dari hasil perhitungan dengan dua CBR berbeda yaitu CBR lapangan 5.56% dan
CBR asumsi rencana 6% sesuai dengan spek yang diisyaratkan oleh Bina Marga maka
dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

II-13

Tabel 4.5 Perbandingan Tebal Lapis Perkerasan dengan nilai CBR

No

Tebal Lapis Permukaan

1
2
3

Lapisan permukaan (laston)


Lapisan pondasi atas (Agregat Kelas A)
Lapisan pondasi bawah (sirtu kelas C)

Nilai CBR
5.56%
(Lapanga
n)
5 cm
20 cm
20 cm

6% (Bina
Marga

Keteranga
n

5 cm
20 cm
15 cm

Sumber : Hasil perhitungan.

II-14

Anda mungkin juga menyukai