Anda di halaman 1dari 15

Am. Med. J.

2 (1): 32-39, 2011

American Medical Journal 2 (1): 32-39, 2011


ISSN 1949-0070
2011 Science Publications

Dampak Pengobatan Konservatif Fraktur Tertutup pada Shaft


Humerus pada Pasien Dewasa
Muzahim, M. Taha
Departemen Ortopedi
Universitas Tikrit, Fakultas Kedokteran, P.O. Box, 45, Tikrit, Iraq

Abstrak: Pernyataan masalah: Fraktur shaft humerus biasanya didapatkan oleh


dokter bedah ortopedi; menyumbang sekitar 3% dari semua fraktur. Terdapat beragam
pilihan pengobatan yang luas dan kontroversi mengenai metode terbaik pada banyak
situasi. Pengobatan non- operatif dan operatif pada pasien dengan fraktur shaft
humerus membutuhkan pemahaman mengenai anatomi humerus, pola fraktur dan
tingkat aktivitas serta harapan pasien. Meskipun teknik osteosintesis yang baik
tersedia, tujuan artikel ini adalah dengan menekankan pada manfaat dan hasil yang
baik dari pengobatan konservatif pada kasus- kasus yang dipilih dengan benar untuk
mengurangi biaya dan menghindari komplikasi operasi. Pendekatan: Selama periode
Januari 2008 hingga Juni 2009, sebanyak tujuh puluh delapan fraktur shaft humerus
dirawat di Departemen Ortopedi di Tikrit Teaching hospital. Sebanyak 20 fraktur
dianggap cocok untuk penelitian. Para pasien yang ditangani secara konservatif
dengan menggunakan coaptation slab bentuk U dan pasien dievaluasi secara klinis
dan radiologis setiap dua minggu. Jika terdapat banyak nyeri atau berlaku
malalignment di setiap tingkat, kami beralih ke cast POP. Kemudian kami mengikuti
pasien secara klinis dan radiologis setiap 2- 4 minggu dan sampai fraktur menyatu
dan fungsi anggota tubuh pulih kembali. Hasil pengobatan dinilai dengan parameter
spesifik yang meliputi alignment, tingkat union dan fungsi anggota tubuh. Hasil:
Penelitian ini menunjukkan bahwa deformitas angulasi awal berkurang dengan
1

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

penggunaan U slab dan cast POP yang bertindak sebagai splint dinamis daripada
splint statis, mengoreksi angulasi hingga kurang dari 30 pada bidang koronal dan
kurang dari 20 pada bidang sagital. Manipulasi fraktur tidak diperlukan dan tidak
berpengaruh pada tingkat union atau posisi terakhir, dimana cast dapat mengoreksi
angulasi deformitas. Reduksi anatomis yang sempurna ditemukan tidak penting pada
fungsi anggota badan, dengan adanya virus angulasi dan bowing posterior. Insiden
delayed union lebih tinggi daripada kasus lain yang dilaporkan, meskipun definisi
delayed union bervariasi. Kesimpulan: Pada fraktur shaft humerus, baik imobilisasi
kaku atau dengan alignment yang baik merupakan hasil akhir yang sangat penting,
sehingga pengobatan konservatif adalah salah satu metode pengobatan yang paling
efektif dan perawatan operasi dapat menyebabkan efek buruk pada hasil dengan kasus
penilaian buruk dan harus dibatasi pada indikasi tertentu.
Kata kunci: fraktur shaft humerus, modalitas pengobatan, pengobatan konservatif,
dokter bedah ortopedi, perawatan operasi, deformitas angulasi.

PENDAHULUAN
Fraktur
shaft
humerus
umumnya didapatkan oleh dokter
bedah ortopedi; terjadi sekitar 3% dari
semua fraktur (Christensen, 1967).
Penanganan
cedera
ini
terus
berkembang baik secara non- operatif
maupun operatif. Terdapat beragam
pilihan penanganan dan kontroversi
mengenai metode terbaik pada banyak
situasi (Chapman, 2003). Kebanyakan
fraktur shaft humerus dapat ditangani
secara non- operatif dengan hasil baik
hingga sempurna. Penanganan non-

operatif dan operatif yang terpat guna


pada pasien dengan fraktur shaft
humerus membutuhkan pemahaman
anatomi humerus, pola fraktur dan
tingkat aktivitas dan harapan pasien.
Tujuan dari penanganan fraktur
shaft humerus adalah untuk membuat
union dengan alignment humerus yang
dapat diterima dan mengembalikan
fungsi pasien kembali seperti semula.
Banyak metode yang telah dijelaskan
mengenai pengobatan fraktur shaft
humerus (Epps dan Grant,1991).
Karakteristik pasien dan fraktur (usia
pasien, adanya cedera terkait, status

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

jaringan lunak dan pola fraktur) perlu


dipertimbangkan
untuk
memilih
pilihan perawatan yang tepat.

midshaft dengan fraktur shaft humerus


dengan pemendekan, terutama pada
fraktur oblik atau spiral.

Metode pengobatan tertutup


tersedia antara lain:
Hanging arm cast
Coaptation atau brachial
splint berbentuk- U
Velpeau dressing
Abduction
humeral
splint/shoulder spica cast
Traksi skeletal
Functional brace

Pengobatan dengan hanging


arm cast membutuhkan perhatian
detail yang cermat. Cast harus ringan
dan dipasang pada siku dengan sudut
90 dan lengan di rotasi netral
(Gambar
1).
Cast
sebaiknya
diperpanjang minimal 2 cm proksimal
fraktur.
Tiga plester atau kawat loop
dipasang pada distal dorsal forearm,
posisi netral dan posisi volar; adanya
stockinette dipasang melalui salah satu
loop ini dan sekitar leher pasien.
Angulasi anterior apex dikoreksi
dengan memperpendek sling; angulasi
apeks posterior dikoreksi dengan
memperpanjang sling; angulation
apeks medial dikoreksi dengan
menggunakan loop volar dan angulasi
apex
lateral
dikoreksi
dengan
menggunakan dorsal loop (Gambar 2).

Meskipun hasil yang baik


hingga hasil yang sangat baik telah
dilaporkan dengan menggunakan
perlakuan dengan modalitas yang
berbeda, functional fracture bracing
telah menjadi kebanyakan pengobatan
umum untuk fraktur tertutup shaft
humerus (Ward et al, 1992).
Hanging arm cast: Hanging
arm cast menggunakan traksi yang
tergantung dengan berat cast hingga
efek reduksi fraktur. Oleh karena itu,
teknik ini sangat efektif karena pasien
harus tetap tegak atau semi-tegak
setiap saat. Hanging arm cast mungkin
pengobatan fraktur definitif atau dapat
ditukar dengan functional fracture
brace.
Kekhawatiran
dengan
menggunakan hanging arm cast adalah
gangguan fraktur yang menyebabkan
delayed union. Indikasi penggunaan
hanging arm cast seperti perpindahan

Coaptation splint: Coaptation


splint berbentuk- U dengan kerah dan
manset yang diindikasikan untuk
pengobatan akut fraktur shaft humerus
dengan pemendekan minimal. Plaster
slab secara hati- hati dibentuk dan
ditempatkan di sekitar bagian lengan
medial dan lateral, meluas hingga
sekitar siku dan deltoid atas dan
akromion (Gambar 3).

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

Gambar 1. Hanging arm cast dipasang


dengan siku fleksi 90o dan forearm dalam
posisi netral.

Gambar 3. Splint berbentuk- U.

Forearm digantung dengan


kerah dan manset. Splint sebaiknya
menggantung bebas dari tubuh. Pasien
diperintahkan
untuk
latihan
menggerakan bahu, siku, pergelangan
tangan dan tangan.
Sama dengan hanging arm
cast, copatation splint sering diganti
dengan functional cast brace 1- 2
minggu setelah cedera akibat pasien
merasa sakit (Hunter, 1982).

Gambar 2. (A) Dengan menggunakan


hanging cast, angulasi apeks anterior
dikoreksi dengan memperpendek sling;
(B) Angulasi apeks posterior dikoreksi
dengan

memperpanjang

sling;

(C)

Angulasi apeks medial dikoreksi dengan


menggunakan volar loop; (D) Angulasi
apeks

lateral

dikoreksi

menggunakan dorsal loop.

dengan

Gambar 4. Velpeau shoulder dressing


dapat berasal dari sepotong stockinette.

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

Gambar 5. Functional brace terdiri dari


kulit anterior (berkontur untuk tendon
biseps distal) dan kulit posterior diikat
dengan tali Velcro.

Imobilisasi thoracobrachial:
Stockinette Velpeau shoulder dressing
digunakan untuk imobilisasi shoulder
girdle. Hal ini merupakan perangkat
melewati bahu yang murah, nyaman
dan mudah dipasang (Gambar 4). Alat
ini sangat berguna pada fraktur
nondisplaced atau minimal displaced
pada anak- anak atau orang tua yang
tidak dapat mentoleransi metode
penanganan lain.
Shoulder spica cast: Indikasi
penggunaan shoulder spica cast masih
belum jelas. Indikasi utama ketika
reduksi tertutup fraktur membutuhkan
abduksi signifikan dan rotasi eksternal
ekstremitas atas. Namun, ketika situasi
yang tidak biasa ini terjadi, sering
dilakukan operasi.

Traksi skeletal: Traksi skeletal


jarang diindikasikan pada penanganan
fraktur shaft humerus tertutup atau
terbuka.Indikasi penggunaan traksi
skeletal dianggap sebagai indikasi
untuk intervensi operasi. Ketika
dibutuhkan, traksi skeletal dipasang
melalui transolecranon Kirschner wire
atau Steinmann pin. Pin harus
dimasukkan dari medial ke lateral
meminimalkan resiko cedera saraf
ulnaris (Terry Canal, 2003).
Functional bracing: Humeral
functional
brace
pertama
kali
dijelaskan oleh Sarmiento et al (1977).
Functional brace adalah orthosis yang
mempengaruhi reduksi fraktur melalui
kompresi jaringan lunak. Penggunaan
perangkat ini memaksimalkan gerak
bahu dan siku. Brace ini awalnya
dibuat khusus dan dirancang sebagai
wraparound sleeve. Namun, brace
sekarang ini diprefabrikasi dan terdiri
dari kulit anterior (berkontur untuk
tendon biseps distal) dan kulit
posterior (Gambar 5). Kulit ini
diedarkan dengan tali Velcro, yang
dapat diperketat ketika pembengkakan
menurun.
Kontraindikasi
penggunaan
functional brace meliputi:
Cedera jaringan lunak masif
atau pengeroposan tulang
Pasien tidak kooperatif

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

Ketidakmampuan
untuk
mendapatkan
atau
mempertahankan
alignment
fraktur (Naver dan Aalberg,
1986).
Humeral fracture brace dapat
dipasang secara akut atau 1- 2 minggu
setelah pemasangan hanging arm cast
atau coaptation splint. Brace dipakai
selama minimal 8 minggu setelah
fraktur (Sarmiento et al, 1977; Naver
dan Aalberg, 1986).
Komplikasi:
Cedera saraf radial: Hingga
18% dari fraktur shaft humerus
mengalami cedera saraf radial. Cedera
saraf yang paling sering merupakan
neurapraksia atau axonotmesis; 90%
akan sembuh dalam waktu 3- 4 bulan
(Pollock et al 1981).
Cedera vaskular: Meskipun
jarang, cedera atau laserasi arteri
brakialis dapat terkait dengan fraktur
shaft humerus. Fraktur dengan cedera
vaskular merupakan keadaan ortopedi
darurat. Stabilisasi fraktur wajib untuk
melindungi perbaikan vaskular dan
meminimalkan
tambahan
cedera
jaringan lunak vaskular (Connolly,
1970;. McNamara et al, 1973).
Nonunion:
Literatur
menunjukkan bahwa 4 bulan adalah
jangka waktu yang wajar pada fraktur

shaft humerus untuk menyatu (Foster


et al, 1985; Zuckerman et al, 1993).
Nonunion terjadi ketika penyembuhan
tidak jelas. Tingkat nonunion dengan
fraktur shaft humerus berkisar 0- 15%
(Naiman et al., 1970) proksimal .satu
dan
sepertiga
distal
humerus
mengalami
peningkatan
resiko
terjadinya nonunion. Faktor- faktor
lain yang berhubungan dengan
nonunion
adalah
pola
fraktur
transversal, gangguan fraktur, adanya
jaringan lunak dan imobilisasi yang
tidak adekuat (Mast et al, 1975;
Naiman et al, 1970). Menariknya,
tingkat nonunion yang lebih tinggi
telah dilaporkan pada penanganan
operatif daripada nonoperatif (Mast et
al., 1975).
BAHAN DAN METODE
Selama periode Januari 2008
sampai Juni 2009 sebanyak tujuh
puluh delapan fraktur shaft humerus
dirawat di Departemen Ortopedi di
Tikrit Teaching hospital. Sebanyak 20
fraktur
dianggap
cocok
untuk
penelitian, dengan eksklusi pada Tabel
1. Terdapat 13 (65%) laki- laki dan 7
(35%) perempuan. Kisaran usia pasien
dari 17- 72 tahun. Fraktur shaft
humerus didefinisikan sebagai fraktur
yang terjadi di bawah operasi leher dan
di atas epikondilus.
Fraktur dibagi menjadi orangorang yang terjadi di atas, tengah dan
bawah sepertiga shaft dan pada lokasi
6

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

juxtaposition dengan total lima


kelompok. Pada pasien dengan fraktur
akut diterapkan metode coaptation
slab berbentuk 'U' sebagai standar.
Pasien duduk di bangku pendek,
bersandar ke sisi terluka dengan aksila.
Sebuah kerah dan manset dipasang
pada siku di sudut kanan. Lengan atas
dibungkus dalam kapas berlapis
tunggal dari bahu sampai empat inci
siku bagian distal. Lengan terbungkus
enam inci, dengan delapan lapisan slab
yang melewati linea daerah sekitar
bahu, lengan bawah, bagian bawah
siku dan hingga bagian medial lengan
atas tepat di bawah aksila. Perban
basah
digunakan
untuk
mempertahankan slab dan untuk
mencetak kontur lengan (Gambar 3).
Tidak ada anestesi yang digunakan dan
pengobatan dasar pada pasien rawat
jalan.
Semua pasien diperiksa pada
hari berikutnya; plester, posisi anggota
tubuh, sirkulasi dan kondisi neurologis
diperiksa dan foto shaft humerus
diperiksa. Kemudian setelah dua
minggu pasien, pasien kemudian
diperiksa secara klinis dan radiologis,
jika ada sedikit rasa sakit dengan
alignment yang baik dan aposisi kami
melanjutkan coaptation splint dan
pasien diperiksa ulang setiap dua
minggu sampai union secara klinis dan
radiologis. Jika ada banyak rasa sakit
atau terjadi malalignment setiap
tingkat, kami berganti pada cast POP,

yang dipasang sesuai dengan aturanaturan ini:


Siku harus difleksikan 90
Cast POP dipanjangkan dari
mid- palm hingga tingkat
fraktur atau tidak lebih dari
satu inci di atas.
Sling harus difiksasikan pada
tingkat pergelangan tangan
hingga pertengahan pronasi
forearm.
POP harus ringan dan tidak
pernah mengganggu kekuatan
yang terdiri dari 4- 6 (6 inci)
Gypsona
yang
dibungkus
dengan kapas satu lapis.
Menkoreksi lateral angulasi,
loop sebaiknya dipasangkan
pada dorsum pergelangan
tangan, untuk memperbaiki
angulasi
medial,
loop
sebaiknya dipasang di bagian
volar.
Sling harus digunakan untuk
memperbaiki
angulasi
posterior; sling pendek, untuk
memperbaiki angulasi anterior
Lengan harus terus bergantung
Latihan awal, aktif, kuat, pada
otot longitudinal lengan (4- 6
kali sehari) sangat penting.
Latihan sistematik resisten jarijari dan jempol penting.
Kemudian kami mengikuti
pasien secara klinis dan radiologis
setiap 2- 4 minggu dan sampai fraktur

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

menyatu dan fungsi anggota tubuh


kembali seperti semula. Jika tidak ada
nyeri terkait dengan fraktur kami
beralih kepada functional brace yang
dibuat di pusat rehabilitasi. Kemudian
kami melanjutkan follow up.
Tabel 1. Kasus eksklusi dari studi
Kasus
Fraktur pada pasien dibawah 17 tahun
Fraktur terbuka
Fraktur patologis
Fraktur dengan pengobatan inkomplit
Follow up tidak komplit
Data klinis tidak cukup
Metode lain dari pengobatan
Komplikasi akibat cedera nervus

Total
Pengobatan dinilai dengan
parameter berikut:
Alignment:
Pengukuran
angulasi humerus pada bidang
koronal (varus dan valgus) dan
bidang sagital (anterior dan
posterior) ditentukan dari foto
awal dan akhir.
Tingkat union: Union dinilai
secara klinis; dengan tidak
adanya nyeri tulang, nyeri dan

gerakan stres fraktur. Foto


union ditentukan dengan bukti
pembentukan
kalus
pada
bidang X-ray. Delayed union
didefinisikan dengan tidak
adanya union klinis 12 minggu
setelah trauma asli.
Fungsi tungkai: ini ditentukan
dengan menilai nyeri dan
kembalinya gerakan pada bahu,
siku
dan
tangan
dan
penggunaan akhir ekstremitas
dan dinilai sebagai:
Derajat - I: Nyeri dan
pembatasan total mencegah
semua kegiatan sehari- hari.
Derajat - II: Kurang nyeri dan
pembatasan berat mencegah
atau
sangat
menghambat
kegiatan sehari- hari.
DerajatIII:
Pembatasan
membatasi kegiatan seharihari dengan beberapa kesulitan.
Derajat - IV: Pembatasan
minimal tidak menghambat
kegiatan sehari- hari dan tidak
ada nyeri.
DerajatV: Tidak ada
pembatasan kegiatan seharihari dan tidak nyeri (Hunter,
1982).

HASIL
Alignment: Semua fraktur
yang union dinilai sehubungan dengan

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

progresifitas deformitas pada bidang


koronal
dan
sagital
dengan
goniometer.
Alignment
pada
bidang
koronal (Tabel 2): Lima fraktur (25%)
pada awalnya undisplaced, 9 fraktur
(45%) mengalami angulasi varus dan 6
fraktur (30%) mengalami angulasi
valgus.
Pada 7 fraktur yang union
(35%) dan undisplaced, 10 fraktur
(50%) mengalami angulasi varus dan 3
fraktur (15%) mengalami angulasi
valgus.

dan 12 fraktur (60%) mengalami


angulasi posterior.
Pada 11 fraktur union (55%)
menyatu tanpa perpindahan, 1 fraktur
(5%) dengan angulasi anterior dan 8
fraktur (40%) dengan angulasi
posterior.

Tabel 3. Progresifitas alignment pada


bidang sagital

Tabel 2. Progresifitas alignment pada


bidang koronal

Alignment
pada
bidang
sagital (Tabel 3): Enam fraktur (30%)
pada awalnya undisplaced, 2 fraktur
(10%) mengalami angulasi anterior

Tingkat union: (Gambar 6):


Pada studi kami terdapat 19 fraktur
(95%) mengalami union dengan waktu
rata- rata 42 hari pada laki- laki dan 44
hari pada wanita.
Tidak ada korelasi yang
ditemukan antara jenis kelamin, atau
jenis dan efek manipulasi fraktur serta
tingkat union. Satu fraktur pada pasien
laki- laki yang tidak kooperatif lebih
dari 30 tahun berkembang menjadi
delayed union dan fraktur memerlukan
waktu sebanyak 13 minggu untuk
mendapatkan union yang aman secara
9

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

klinis dan radiologis. Jadi insidens


delayed union adalah 5%.
PEMBAHASAN
Hasil yang baik hingga hasil
yang sangat baik dapat diperoleh
dengan pengobatan non operatif pada
fraktur shaft humerus. Winfield et al
(1942) dan rekan kerja dilaporkan 136
fraktur shaft humerus ditangani dengan
hanging arm cast; 103 yang tersedia
untuk follow up. Terdapat satu delayed
union dan satu nonunion.

Tabel 4. Menunjukkan distribuasi pasien


berdasarkan derajat fungsional.

Gambar 6. Chart yang menunjukkan


distribusi berdasarkan tingkat union.

Fungsi: (Tabel 4): Dalam


menilai fungsi 12 fraktur (60%)
memiliki fungsi derajat 5 dan 7 fraktur
(35%) mengalami fungsi kelas IV.
Hanya 1 fraktur (5%) mengalami
fungsi derajat III terutama sendi bahu
dan dia adalah perempuan tua.
Gerakan
kompensasi
dari
ekstremitas atas seperti pembatasan
kegiatan sehari- hari sangat minimal.
Rata- rata tingkat kembalinya fungsi
secara penuh adalah 10 minggu dan
hal itu lebih cepat pada pasien yang
berusia kurang dari 35 tahun dan lebih
lambat dan kurang lengkap pada usia
tua.
Hunter (1982) melaporkan 60
fraktur shaft humerus diobati dengan
cooptation
splint.
Lengan
ditangguhkan dengan kerah dan
manset setelah pemasangan splint.
Keberhasilan pengobatan berdasarkan
pada fraktur union, sisa deformitas dan
fungsi anggota tubuh. Lima puluh
enam fraktur (93%) menyatu; semua
dengan angulasi kurang dari 30.
Waktu rata- rata union 40 hari pada
laki- laki dan 42 hari pada wanita.
Tidak
ada
korelasi
antara
penyembuhan dan jenis kelamin
pasien, tingkat fraktur, atau kebutuhan
manipulasi fraktur. Dengan satu
pengecualian, semua pasien dengan
usia kurang dari 40 tahun fungsi
ekstremitas pulih kembali selama 10
minggu. Pada pasien berusia tua,

10

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

kembalinya fungsional lebih lambat.


Para penulis menyimpulkan bahwa
coaptation splint dapat digunakan
secara efektif untuk mengobati pasien
dengan fraktur shaft humerus.
Balfour
et
al
(1982)
melaporkan 42 pasien dengan fraktur
shaft humerus ditangani dengan
functional brace. Empat puluh satu
fraktur (97%) menyatu. Waktu ratarata untuk union adalah 54 hari.
Deformitas varus rata- rata 9.
Deformitas
pada
bidang
anteroposterior rata- rata 6,2. Tiga
puluh
delapan
pasien
(90%)
mengalami gerak penuh bahu dan siku
4 bulan setelah fraktur. Hasil penelitian
kami menunjukkan bahwa deformitas
angulasi awal berkurang dengan
perawatan kami. U slab dan cast POP
dinamis, bukan dari statis splint,
mengoreksi angulasi hingga kurang
dari 30 pada bidang koronal dan
kurang dari 20 pada bidang sagittal.
Terdapat
kecenderungan
adanya residu angulasi varus apakah
fraktur dimanipulasi atau tidak.
Kekuatan deformasi yang cukup untuk
menghasilkan angulasi varus dari
posisi undisplaced dan pada 1 kasus,
untuk mengayunkan angulasi valgus
menjadi posisi varus. Oleh karena itu
hal ini tidak hanya membesarbesarkan angulasi yang sudah ada
sebelumnya, tetapi harus menghasilkan
aplikasi dan pemeliharaan slab dan
cast POP.

Daya
yang
memproduksi
perpindahan posterior tidak selalu bisa
diatasi dengan pengobatan konservatif,
sehingga mengakibatkan 2 fraktur
dengan angulasi posterior awal yang
menyatu
dengan
peningkatan
deformitas posterior dan 1 fraktur
undisplaced menyatu dengan angulasi
posterior.
Pada 6 dari 12 fraktur dengan
angulasi posterior awal yang bersatu
tanpa perpindahan, kekuatan deformasi
yang muncul tidak menjadi tipe
pengobatan
konservatif
dan
kemungkinan besar berasal dari otot
trisep dan sebagian besar pasien
merasa nyaman dengan sling pendek.
Untuk menentang daya dibutuhkan
peningkatan berat dari cast POP, yang
akan meningkatkan resiko gangguan
dan konsekuensi nonunion.
Manipulasi
fraktur
tidak
diperlukan dan tidak mempengaruhi
tingkat union maupun posisi akhir
dimana cast mampu menkoreksi
deformitas angulasi.
Reduksi
anatomis
yang
sempurna ditemukan tidak penting
pada fungsi anggota tubuh dengan
adanya varus angulasi dan bowing
posterior. Hal ini mendukung temuan
Kennermann (1966) yang mencatat
hasil fungsional yang baik dengan
adanya residu bidang angulasi koronal
dan sagital, dengan deformitas tidak
melebihi 30.

11

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

Insiden delayed ini ternyata


menguntungkan pada kasus serial
lainnya yang dilaporkan, meskipun
definisi delayed union bervariasi.
Metode
penilaian
fungsi
anggota
tubuh
terbatas,
tetapi
meskipun
begitu,
jelas
bahwa
gangguan fungsional yang signifikan
tidak ditemukan. Upaya untuk
mendefinisikan fungsi akhir dengan
metode yang digunakan oleh laporan
lain menunjukkan hasil yang sama.
Mengenai reduksi terbuka dan
fiksasi internal fraktur shaft humerus,
Heim et al (1993) dan rekan
melaporkan sebanyak 127 pasien
dengan fraktur shaft humerus juga
distabilisasi dengan menggunakan plat
dan sekrup. Usia rata- rata pasien
adalah 51 tahun. Sembilan belas pasien
terkait radial nerve palsy; tambahan
empat pasien mengalami palsy setelah
manipulasi fraktur. Sebanyak 127
pasien, 102 di follow up selama 1
tahun setelah fraktur. Delapan puluh
sembilan pasien (85%) mengalami
pemulihan fungsional penuh pada
ekstremitas atas mereka. Dua pasien
mengalami radial nerve palsy; pasca
operasi, empat mengalami infeksi
pasca operasi, lima mengalami
kegagalan fiksasi awal dan dua
mengalami nonunion. Stern et al
(1984) dan rekannya melaporkan 70
fraktur
shaft
humerus
yang
distabilisasi dengan beberapa jenis
perangkat intramedulla di antara tahun

1970 dan 1981. Komplikasi terjadi


pada 47 (67%) fraktur; 45 (64%)
memerlukan setidaknya satu tindakan
operasi tambahan. Sebanyak 60 fraktur
dioperasi dalam waktu 6 minggu
setelah cedera, sembilan (15%)
mengalami delayed union dan lima
(8,3%) mengalami nonunion. Tiga dari
10 fraktur (10%) yang menjalani
operasi lebih dari 6 minggu setelah
cedera mengalami nonunion meskipun
telah dilakukan tindakan tambahan.
Delayed union dan nonunion lebih
umum terjadi pada fraktur terbuka
(33%) dibandingkan fraktur tertutup
(21%) dan setelah open nailing (39%)
dibandingkan dengan nailing atau
nailing semi terbuka (9%). Terjadi
adhesive capsulitis pada 56% pasien
yang
distabilisasi
dengan
menggunakan
teknik
antegrade.
Namun, gerak siku tidak terbatas pada
pasien yang distabilisasi dengan
menggunakan teknik retrograde.
Jadi dibandingkan hasil kita
dengan hasil penulis lainnya dari
pengobatan konservatif dengan ORIF
mengungkapkan bahwa keduanya
memberikan hasil fungsional yang
baik tetapi pengobatan konservatif
memiliki komplikasi jauh lebih sedikit.
Oleh karena itu, kita tidak boleh
mengoperasi pada fraktur shaft kecuali
ada indikasi yang jelas (Tabel 5).
Tabel 5. Indikasi ORIF pada fraktur shaft humerus
Fraktur terbuka

12

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

Terkait cedera vaskular


Siku melayang

Fraktur humerus bilateral


Fraktur humerus pada pasien politrauma
Gagal pengobatan konservatif
Disfungsi nervus radialis setelah manipulasi fraktur
Fraktur patologis
Nonunion
Malunion yang tidak dapat diterima
KESIMPULAN
Beberapa fitur tentang humerus
menyebabkan fraktur pada tulang
tersebut
membutuhkan
perhatian
khusus
pada
pengobatannya
membuatnya perlu untuk memulai dari
pengobatan fraktur tulang panjang
yang umum.

Fitur- fitur tersebut adalah:


Tulang tersebut merupakan
tulang panjang bergerak paling
bebas dan gerakannya dapat
diperkuat oleh pergerakan
skapula.
Sehingga
dapat
mengatasi
berbagai
malalignment dan malrotasi.
Fungsinya adalah sebagai tuas,
sehingga mendekati semua
stres dalam ketegangan atau
pada sudut dengan sumbu
panjang. Tulang harus relatif
sedikit stres pada kompresi
Ketika beristirahat sementara
orang berdiri, sumbu tulang
vertikal dan dipengaruhi oleh
gravitasi,
hal
ini
dapat

digunakan secara efektif pada


pengobatan.
Tulang ini adalah tulang
tunggal, yang tertutup jaringan
lunak (terutama otot) yang
memberikan suplai vaskular
yang sangat baik dan dapat
menutupi
malunion
pada
berbagai
bidang
dengan
kosmetik diterima
Fraktur pada tulang dengan
suplai darah yang banyak,
seperti tulang rusuk, femur atau
humerus, di mana terdapat
sedikit pergerakan pada lokasi,
biasanya sembuh dengan cepat,
asalkan tidak ada infeksi atau
gangguan mekanik, trauma
yang
berlebihan
tersebut,
adanya jaringan lunak, atau
malposisi.
Alignment
yang
diterima
adalah:
<20 anteroposterior
<30 varus atau valgus

Dengan hasil fungsional sangat


baik karena berbagai gerakan di
ekstremitas atas dapat mengatasi
deformitas ini.
Dari
fitur
ini
kami
dapat
menyimpulkan bahwa: Pada fraktur
humerus, seperti fraktur klavikula,
yang bersifat imobilisasi kaku atau
alignment yang sempurna adalah
penting terhadap hasil akhir pada
fraktur. Jadi pengobatan konservatif
13

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

adalah pengobatan dan perawatan yang


paling efektif serta operasi dapat
mengalami efek merugikan pada hasil
dalam kasus penilaian yang buruk dan
harus dibatasi sebanyak pada indikasi
ini (Tabel 5).
Rekomendasi: Karena tingkat union
yang tinggi dan hasil fungsional yang
sangat baik kami menyarankan
pengobatan konservatif untuk fraktur
shaft humerus sebagai pengobatan
pilihan dan operasi hanya pada
indikasi yang ketat.
DAFTAR PUSAKA
Balfour, G.W., V. Mooney and M.E.
Ashby, 1982. Diaphyseal fractures of
the humerus treated with a readymade fracture brace. J. Bone Joint
Surg., 64A: 11-13. PMID: 7054192.
Chapman, M.W., 2003. Fractures and
Dislocations of the Shoulder Girdle
and
Humerus.
In:
Chapmans
Orthopedic Surgery. JB Lippincott,
Philadelphia, pp: 1004-1012. ISBN:
13: 9780781714877
Christensen, S., 1967. Humeral shaft
fractures: Operative and conservative
treatment. Acta Chir. Scand., 133:
455-460. PMID: 6073784
Connolly, J., 1970. Management of
fractures associated with arterial
injuries. Am. J. Surg., 120(3):
331.PMID: 5456914
Epps, C.H., Jr. and R.E. Grant, 1991.
Fractures of the Shaft of the Humerus.
In: Rockwood and Green's Fractures
in Adults. JB Lippincott, Philadelphia,
pp: 843-869. ISBN: 0-397-50975-8
Foster, R.J., G.L. Dixon and A.W. Bach,
1985. Internal fixation of fractures and

non-unions of the humeral shaft:


Indications and results in a multicenter study. J. Bone Joint Surg., 67A:
857-864. PMID: 4019533
Heim, D., F. Herkert and P. Hess., 1993.
Surgical treatment of humeral shaft
fractures-the Basel experience. J.
Trauma., 35: 226-232. journals.l
ww.com/jtrauma/toc/1993/08000
Hunter, S.G., 1982. The closed treatment
of fractures of the humeral shaft. Clin.
Orthop., 164: 192-198. PMID:
7067285
Kenermann, L., 1966. Fractures of the
humeral shaft. J. Bone Joint Surg.,
48B: 105-111. PMID: 5909054
Mast, J.W., P.G. Spiegel and J.P. Harvey,
1975. Fractures of the humeral shaft:
A retrospective study of 240 adult
fractures. Clin. Orthop., 112: 254-262.
PMID: 1192642
McNamara, J.J., D.K. Brief and J.F.
Stremple 1973. Management of
fractures with associated arterial
injury in combat casualties. J. Trauma,
13: 17-19. PMID: 4687242
Naiman, P.T., A.J. Schein and R.S. Siffert,
1970. Use of ASIF compression plates
in selected shaft fractures of the upper
extremity: A preliminary report. Clin.
Orthop., 71: 208-209. PMID: 5433382
Naver, L. and J.R. Aalberg, 1986. Humeral
shaft fractures treated with a readymade fracture brace. Arch. Orthop.
Trauma Surg., 106: 20-22. DOI:
10.1007/BF00435647
Pollock, F.H., D. Drake and E.G. Bovill,
1981. Treatment of radial neuropathy
associated with fractures of the
humerus. J. Bone Joint Surg., 63A:
239-243. PMID: 7462281
Sarmiento, A., P.B. LaFerte and E.G.
Galvin. 1977. Functional bracing of
fractures of the shaft of the humerus.
J. Bone Joint Surg., 59A: 596-601.
PMID: 873955

14

Am. Med. J. 2 (1): 32-39, 2011

Stern, P.J., D.A. Mattingly and D.L.


Pomery et al., 1984. Intramedullary
fixation of humeral shaft fractures. J.
Bone Joint Surg., 66A: 639-646.
PMID: 6725312
Stewart, M.J. and J.M. Hundley, 1955.
Fractures of the humerus: A
comparative study in methods of
treatment. J. Bone Joint Surg., 37A:
681-692. PMID: 13242602

Terry Canal, S., 2008. Fractured Shaft


Humerus. In: Campbells Operative
Orthopaedic. 11th Edn. 3389-3400.
Mosby Elsevier. Philadelphia. ISBN:
978-0-323-03329-9
Ward, E.F., F.H. Savoie and J.L. Hughes,
1992. Fractures of the Diaphyseal
Humerus. In: Skeletal Trauma,
Browner, B.D., J.B. Jupiter, A.M.
Levine and P.G. Trafton (Eds.). WB
Saunders, Philadelphia, pp: 11771200. ISBN: 0-7216-2726-9
Zuckerman, J.D., C. Giordano and H.
Rosen,
1993.
Humeral
Shaft
Nonunions. In: Complications of
Shoulder Surgery, Bigliani, L.U.
(Ed.).
Williams
and
Wilkins,
Baltimore, pp: 173-189. ISBN:
0683007513

15

Anda mungkin juga menyukai