Anda di halaman 1dari 36

luk observasi yang bcrlainan tcrscbut adalali

tidak diketahui. Onset usia puncak untuk fobia


sosial adalah pada usia belasan tahun,
walaupun onset seringkali paling muda pada
usia 5 tahun dan paling lanjut pada usia 35
tahun.
ETIOLOG!
Baik fobia spesifik dan fobia sosial
memihki tipe-tipe, dan penyebab tepat dari tipe
tersebut ke- mungkinan berbeda. Bahkan di
dalam tipe-tipe, seperti pada semua gangguan
mental, ditemukan heterogenisitas penyebab.
Patogenesis fobia, jika dimengerti, mungkin
terbukti sebagai model yang jelas untuk
interaksi antara faktor biologis dan ge- netika,
pada satu pihak, dan peristiwa lingkungan,
pada pihak lain. Pada fobia spesifik tipe darah,
injeksi, cedera, orang yang terkena mungkin
memiliki refleks vasovagal yang kuat yang
ditU- runkan, yang menjadi berhubungan
dengan emosi fobik.
Prinsip-prinsip U mu m
Faktor perilaku. Di tahun 1920 John B.
Watson menulis suatu artikel yang berjudul
"Conditioned Emotional Reaction," di mana ia
mence- ritakan pengalamannya dengan Little
Albert, seoraiig bayi dengan ketakutan
terhaaap tikus dan kelinci. Tidak seperti Little
Hans dari Freud, yang memiliki gejala fobik
pada peijalanan alami ke- matangannya,
kesulitan Little Albert merupakan akibat
langsung dari percobaan ilmiah oleh dua ahli
psikologis yang menggunakan teknik yang
telah berhasil menginduksi respon yang dibiasakan pada binatang percobaan.
Rumusan Watson menggunakan model
stimu- lus-respon tradisional dari Pavlov

tentang refleks yang dibiasakan (conditioned


reflex) untuk mene- rangkan ciptaan fobia. Di
mana, kecemasan adalah dibangkitkan oleh
stimulus yang secara alami me- nakutkan yang
terjadi dalam hubungan dengan stimulus kedua
yang sifatnya netral. Sebagai akibat hubungan
tersebut, khususnya jika dua stimuli dipasangkan pada beberapa keadaan yang
berurutan, stimulus yang pada awalnya adalah
netral
memiliki
kemampuan
untuk
membangkitkan keo masan oleh dirinya
sendiri. Dengan demikia stimulus netral
menjadi stimulus yang dibiasak; untuk
menghasilkan kecemasan.
Dalam teori stimulus-respon klasik, stimuli
yang dibiasakan secara bertahap kehilangan p<
tensinya untuk membangkitkan suatu respon
jik tidak diperkuat oleh pengulangan periodik
stimi lus yang tidak dibiasakan. Pada gejala
fobik, perk mahan respon terhadap stimulus
fobikyaiti stimulus yang dibiasakantidak
terjadi; gejal mungkin berlangsung selama
bertahun-tahun tai pa adanya pendorong
ekstemal yang tcrlihat. Teo pembiasaan pelaku
(operant conditioning theory memberikan
suatu model untuk menjelaskan fenc mena
tersebut. Pada teori pembiasaan pelaku, ke
cemasan adalali suatu dorongan yang me mot
iv a: organisme untuk melakukan apa yang
dapat meng h'langkan pengaruh yang
menyakitkan. Dalai perjalanan perilaku
acaknya, organisme belaja bahwa tindakan
tertentu memungkjnkan merek menghindari
stimulus yang menyebabkan kece masan. Pola
penghindaran tersebut tetapi stabil un tuk
jangka waktu yang lama sebagai akibat pe
nguatan yang diterima organisme dari kapasita
untuk menekan aktivitas. Model tersebut muda
diterapkar. pada fobia di mana penghindaran
obje. atau situasi yang menimbulkan
kecemasan me mainkan peranar. inti. Perilaku

penghindaran tet sebut menjadi terfiksasi


sebagai gejala yang stab; karena efektivitasnya
dalam melindungi seseoran: dari kecemasan
fobik.
Teori belajar memiliki relevansi khusus ter
hadap fobia dan memberikan penjelasan
sederhan dan dapat dimengerti bagi banyak
aspek gejal; fobik. Tetapi kritik mengatakan
bahwa teori in sebagian besar membicarakan
mekanisme per mukaan pembentukan gejala
dan kurang bergun dibandingkan teori
psikoanalitik dalam memberi kan pemahaman
beberapa proses psikis das? kompleks yang
terlibat.
Faktor psikoanalitik. Sigmund Freud menga
jukan suatu rumusan neurosis fobik yang tetap
me rupakan penjelasan analitik tentang fobia
spesifil
dan
fobia
sosial.
Freud
menghipotesiskan
bahw;
fungsi
utama
kecemasan adalah sebagai member sinyal
kepada ego bahwa suatu dorongan bawah
sadar yang dilarang mendorong untuk
mendapat- kan ekspresi sadar, jadi
mengubah ego untuk memperkuat dan
menyusun pertahannya melawan dorongan
instinktual yang mcngancam. Freud memandang
fobiahistcria
kecemasan,
seperti yang terus disebutnya demikian
scbagai akibat dari konflik yang berpusat
pada situasi oedipal masa anak-anak yang
tidak terpecahkan. Karena dorongan seks
tenis mcmiliki warna sumbang yang kuat
pada masa dewasa, kebangkitan seksual
cende- rung menyalakan suatu keccmasan
yang karak- tcristiknya adalah ketakutan
kastrasi. Jika rcprcsi gagal, ego harus
memanggil pcrtahanan tambahan. Pada
pasien fobik pcrtahanan yang terlibat tcrutama menggunakan pengalihan; yaitu,
konflik seksual dialihkan dari orang yang
mcnimbulkan konflik kcpada objek atau

situasi yang tampaknya tidak relevan dan


tidak penting, yang selanjutnya mcmiliki
kekuatan untuk membangkitkan kumpulan
afek, tcrmasuk sinyal kecemasan. Objek
atau situasi fobik mungkin mcmiliki
hubungan asosiatif lang- sung dengan
sumber utama konflik dan, dcngan
demikian, menyimbolkannya (mekanisme
perta- hanan simbolisasi). Selanjutnya,
situasi atau objek biasanya adalah sesuatu
yang mampu dijauhi oleh seseorang;
dengan mekanisme pcrtahanan penghindaran tambahan tersebut, orang dapat
lolos dari keccmasan yang serius. Freud
pertama kali mem- bicarakan rumusan
tcoritik tentang pembentukan fobia dalam
rivvayat kasusnya yang terkenal tentang
Little Hans, scorang anak bcrusia 5 tahun
yang memiliki ketakutan terhadap kuda.
Walaupun ahli tcoii pertama kali
berpendapat bahwa fobia dihasilkan oleh
kcccmasan kastrasi, ahli tcori psikoanalitik
sekarang ini telah meng- ajukan bahwa
kecemasan tipe lain mungkin terlibat.
Sebagai contoh, pada agorafobia, kecemasan
perpisahan
jelas
memainkan
peranan yang utama, dan pada critrofobia
(ketakutan terhadap warna mcrah yang
dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan
terhadap pcrdarahan), elemen rasa malu
menyatakan
keterlibatan
kcccmasan
superego. Pcngainatan klinik menyebabkan
pandangan bahwa kecemasan berhubungan
dengan fobia memiliki berbagai sumber
dan warna.
Fobia menggambarkan interaksi antara
diate- sis gcnctika-konstitusional dan
strcsor lingkungan.

Penclitian longitudinal menyatakan bahwa


anak- anak tertentu memiliki predisposisi
konstitusional terhadap fobia karena
mereka lahir dengan tem- peramen tertentu
yang dikenal sebagai inhibisi perilaku
terhadap yang tidak dikenal (behavioral
inhibition to the unfamiliar). Tetapi, suatu
bentuk stres lingkungan kronis harus
bekerja pada dis- posisi temperamental
tersebut untuk menciptakan fobia yang
lengkap. Stresor tertentu seperti kema- tian
orangtua, perpisahan dari orangtua, kritik
atau penghinaan oleh saudara kandung
yang lebih tua, dan kekerasan di rumah
tangga mungkin mengaktivasi diatcsis
latcn di dalam anak-anak, sehingga anak
menjadi simptomatik.
SIKAP
H)UIK-liAt
lK
(COU.VTERPHOB/C
ATTITUDE).
Otto
Fenichel mcminta pcrhatian terhadap
kenya- taan bahwa kcccmasan dapat
discmbunyikan pola sikap dan perilaku
yang mencerminkan suatu penyangkalan, di
mana objek atau situasi yang ditakuti
adalah bcrbahaya atau bahwa seseorang
adalah ketakutan terhadapnya. Dasar dari
feno- mena tersebut adalah kebalikan dari
situasi di mana seseorang adalah korban
pasif dari lingkungan luar pada suatu posisi
yang secara aktif bcrusaha untuk melawan
dan menguasai apa yang ditakutinya.
Orang fobik-balik mencari-cari situasi
bahaya dan melawan secara entusias
terhadap situasi tersebut. Terlibat di dalam
olahraga yang kemungkinan bcrbahaya,
seperti terjun payung dan mendaki gunung,
mungkin mcnunjukkan perilaku fobikbalik. Pola tersebut mungkin sekunder
terhadap kcccmasan fobik atau dapat
digunakan sebagai cara normal untuk

mengatasi situasi yang secara realistik


adalah bcrbahaya. Pcrmainan anak-anak
mungkin mcngandung elemen fobik-balik,
seperti saat anak-anak bermain dokter dan
memberikan pada boneka suntikan yang
diterimanya pada pagi hari di tempat
praktck dokter pediatrik. Pola perilaku
tersebut mungkin mclibatkan mekanisme
pcrtahanan
yang
berhubungan
yaitu
identifikasi dengan agresor.
Fobia Spesifik *
Perkcmbangan fobia spesifik dapat
disebabkan dari pemasangan (pairing) objek
atau situasi tertentu dengan cmosi
ketakutan dan panik. Berbagai

mekanisme untuk pemasangan tcrscbut telah


didalilkan.
Pada
umumnya,
suatu
kecendeningan ti- dak spesifik untuk
mengalami kecemasan dan ke- takutan
membentuk kelompok latar (backgroup)\ jika
suatu pcristiwa spesifik (sebagai contohnya,
mengemudi) dipasangkan dengan pcngalaman
emosional (sebagai contohnya, kecelakaan),
orang ad a I all rentan terhadap asosiasi
emosional perma- ncn antara mengemudikan
kendaraan dan ketakut- an atau kecemasan.
Pengalaman emosional sendiri dapat responsif
terhadap kejadian ekstemal, seper- ti
kecelakaan lalu lintas, atau kejadian internal,
paling sering adalah serangan panik. Walaupun
seseorung mungkin tidak pernah mengalami serangan panik lagi dan rnungkin tidak
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan
panik, orang tersebut mungkin memiliki
ketakutan umum untuk mengemudikan dan
bukan suatu ketakutan mengalami serangan

yang diekspresikan saat mengemudikan.


Mekanisme asosiasi lain antara objek fobik dan
emosi fobik adalah modeling, di mana
seseorang mengamati reaksi pada orang lain
(sebagai contohnya, orang tua), dan pengalihan
infor- masi, di mana seseorang diajarkan atau
diperingat- kan tentang bahaya objek tertentu
(sebagai contohnya, ular berbisa).
Faktor genetika. Fobia spesifik cenderung
berada di dalam keluarga. Tipe darah, injeksi,
ce- dera cenderung memiliki kecenderungan
keluarga yang tinggi. Penelitian telah
melaporkan
bahwa
duapertiga
sampai
tigaperempat penderita yang terkena memiliki
sekurangnya satu sanak saudara derajat
pertama dengan fobia spesifik dari tipe yang
sama. Tetapi, pemenksaan kembar dan adop- si
yang diperlukan beium dilakukan untuk menyingkirkan peranan bermakna transmisi nongenetik pada fobia spesifik.
Fobia Sosial
Beberapa penelitian telah melaporkan
kemung- kinan adanya sifat pada beberapa
anak yang ditan- dai oleh pola inhibisi perilaku
yang konsisten. Sifat tersebut mungkin cukup
sering pada anak- anak yang orang tuanya
menderita gangguan panik dan mungkin
berkembang menjadi pemalu yang parah saat
anak tumbuh menjadi besar. Sekurangnya
beberapa orang dengan fobia sosial mungkin
mengalami inhibisi perilaku yang (erlihat
selama masa anak-anak. Kemungkinan
berkaitan dengan sifat tersebut, yang
diperkirakan didasarkan secara biologis, adalah
data dengan dasar psikologis yang menyatakan
bahwa orang tua dari orang dengan fobia sosial,
sebagai suatu kelompok adalah, ku- rang
mengasuh, lebih menolak, dan lebih overpro-

tektif pada anak-anaknya dibandingkan orang


tua lain. Beberapa riset fobia sosial telah
mengacu pada spektrum dari kekuasaan sampai
yang ditun- dukkan pada kerajaan binatang.
Sebagai contohnya, orang yang berkuasa
mungkin cenderung berjalan dengan dagu
terangkat dan membuat kon- tak mata,
sedangkan orang yang dikalahkan mungkin
ccnderung berjalan dengan kepala tertunduk
dan menghindari kontak mata.
Faktor
neurokimiawi.
Keberhasilan
farmako- terapi dalam mengobati fobia sosial
telah
menciptakan
dua
hipotesis
neurokimiawi spesifik tentang dua jenis fobia
sosial. Secara spesifik, peng- gunaan antagonis
adrenergik-betasebagai
contohnya,
propranolol (Inderal)untuk fobia kinerja
(performance phobia) (sebagai contohnya,
berbi- cara di depan publik) telah
mengembangkan teori adrenergik untuk fobia
tersebut. Pasien dengan fobia kinerja mungkin
melepaskan lebih banyak no- repinefrin dan
epinefrin, baik di sentral maupun perifer,
dibandingkan orang nonfobik, atau pasien
tersebut mungkin peka terhadap stimulasi
adrenergik lingkal yang normal. Pengamatan
bahwa inhibitor monoamin oksidase (MAOI)
mungkin lebih efektif dibandingkan obat
trisiklik dalam peng- obatan fobia sosial
umum, dikombinasikan dengan data praklinis,
telah menyebabkan beberapa pe- neliti
menghipotesiskan bahwa aktivitas dopaminergik adalah berhubungan dengan patogenesis
gangguan.
Faktor genetika. Sanak saudara derajat
pertama orang dengan fobia sosial adalah kirakira tiga kali lebih mungkin menderita fobia
sosial dibandingkan sanak saudara derajat
pertama orang tanpa gangguan mental. Dan
beberapa data awal menyatakan bahwa kembar
monozigotik adalah lebih sering bersesuaian

dibandingkan kembar di- zigotik, walaupun


pada fobia sosial adalah cukup penting untuk
mempelajari kembar yang dibekardia awal yang sering terjadi pada semua
fobia. Fobia spesifik tipe darah, injeksi, cedera
kemung- kinan mengenai banyak anggota dan
gencrasi dari suatu keluarga. Satu tipc fobia
spesifik yang telah dilaporkan baru-bani ini
adalah fobia ruang, di mana pasien takul akan
tcrjatuh jika di sckitamya tidak ada penopang,
seperti dinding atau sebuah kursi. Beberapa
data menyatakan bahwa pasien yang terkena
mungkin memiliki fungsi yang abnormal pada
hemisfer kanan, kemungkinan me- nyebabkan
gangguan visual-spasial (penglihatan mang).

b.

Faktor Psikososial
Baik teori kognitif perilaku dan
psikoanalitik telah dikembangkan untuk
menjelaskan patogenesis gangguan panik
dan agoraphobia. Teori kognitif perilaku
menyatakan bahwa kecemasan adalah suatu
respon yang dipelajari baik dari perilaku
modeling orang tua atau melalui proses
pembiasan klasik.
Teori psikoanalitik memandang
serangan panik sebagai akibat dari
pertahanan yang tidak berhasil dalam
melawan impuls yang menyebabkan
kecemasan.
Apa
yang
sebelumnya
merupakan suatu sinyal kecemasan ringan
menjadi suatu perasaan ketakutan yang
melanda, lengkap dengan gejala somatik.

Peneliti
menyatakan
bahwa
penyebab serangan panic kemungkinan
melibatkan arti bawah sadar peristiwa yang
menegangkan dan bahwa patogenesis
serangan panik mungkin berhubungan
dengan faktor neurofisiologis yang dipicu
oleh reaksi psikologis. ( Kaplan Sadock )
Fobia Sosial
Kriteria diagnostik DSM-IV untuk fobia
sosial (Tabel 16.3-2) telah dimodifikasi dari
kriteria diagnostik DSM-III-R. Karena fobia
sosial dapat disertai dengan serangan panik,
kriteria B dan F DSM-IV telah ditulis ulang
untuk menekankan fakta tersebut (kriteria B)
dan
uniuk
mendorong
penggunaan
penimbangan klinis dalam membuat diagnosis
akhir (kriteria F). DSM-IV menam- bahkan
suatu tipe fobia sosial, tipe umum, yang dapat
digunakan untuk meramalkan perjalanan penyakit, prognosis, dan respon pengobatan.
DSM- IV mengesampingkan diagnosis fobia
sosial jika gejala adalali akibat dari
penghindaran sosial yang berakar dari rasa
malu tentang kondisi medis psikiatrik atau
nonpsikiatrik lainnya.
GAMBARAN KLINIS
Fobia adalah ditandai oleh kesadaran akan
ke- cemasan berat jika pasien terpapar dengan
situasi atau objek spesifik atau jika pasien
memperki- rakan akan terpapar dengan situasi
atau objek tersebut. DSM-IV menekankan
kemungkinan bahwa serangan panik dapat dan
seringkali terjadi pada pasien dengan fobia

spesifik dan sosial, tetapi serangan panik,


kecuali kemungkinan bagi beberapa serangan
yang pertama, adalah diperki- rakan.
Pemaparan dengan stimulus fobik atau
memperkirakannya
hampir
selalu
menyebabkan serangan panik pada orang yang
rentan terhadap serangan panik (panic attackprone person).
Tabel 16.3-2
Kriteria Diagnostik untuk Fobia Sosial
A Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap
satu atau lebih situasi sosial atau kinerja di
mana orang bertemu dengan orang yang
tidak dikenal atau dengan kemungkinan
diperiksi oleh orang lain. Individu merasa
takut bahwa ia akan berlindak dalam cara
(atau menunjukkan gejala kecemasan) yang
akan memalukan atau merendahkan.
Catalan: pada anak-anak, harus terdapat
bukti adanya kemampuan unluk melakukan
hubungan sosial yang sesuai dengan usia
dengai orang yang telah dikenalnya dan
kecemasan harus terjadi dalam lingkungan
teman sebaya, dan tidak dalam interaksi
dengan orang dewasa.
B Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti
hampir selalu mencetuskan kecemasan, yang
dapa! berupa serangan paml yang berikatan
dengan situasi atau dipredisposisikan oleh
situasi Catatan: Pada anak-anak. kecemasan
dap3t diekspresikan dengan menangis.
tantrum, membeku, atau menarik diri dari
situasi sosial dengan orang yang tidak
dikenal
C.
Orang menyadari bahwa rasa takut adalah
berlebihan atau tidak beralasan. Catatan
pada anak-anak, bri ini mungkin tidak
ditemukan.
D.
Situasi sosial atau kinerja yang ditakuti
adalah dihindari, atau jika tidak dapat
dihindari dihadapi dengan kecemasan atau
penderitaan yang kuat.
E Penghindaran, antisipasi fobik. atau
penderitaan dalam situas sosial atau kinerja
secara bermakna mengganggu rutmitas
normal orang, fungsi pekerjaan (akademik),
atau aktivitas sosial dan hubungan dengan

orang lain, atau terd3pat penderitaan yang


jelas tentang menderita fobia.
F.
Pada individu di bawah usia 18 tahun, durasi
sekurangnya adalah 6 bulan.
G.
Rasa takut atau penghindaran adalah bukan
karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya, obat yang disalahgunakan,
medikasi) atau kondisi medis umum, dan
tidak dapat diterangkan lebih baik oleh
gangguan mental lain (misalnya, gangguan
panik dengan atau tanpa agorafobia,
gangguan cemas perpisahan, gangguan
dismorfik tubuh. gangguan perkembangan
pervasif, atau gangguan kepribadian
skizoid).
H.
Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau
gangguan mental lain, rasa takut dalam
kriteria A adalah t-Jak bertiubungan
dengannya, misalnya, rasa takut adalah
bukan gagap, gemetar pada penyakit
Parkinson, atau menunjukkan penlaku
makan abnormal pada anoreksia nervosa
atau bulimia nervosa
Sebulkan jika:
Menyeluruh: jika rasa takut termasuk situasi
yang paling sosial (juga pertimbangkan
diagnosis tambahan gangguan kepribadian
menghindar)
Tabel dan DSM IV. Diagnosis and Statistical
Manual ot Mental Disorders. 4 Hak cipta
American Psychiatric Association. Washington.
1994 Digunak. dengan ijm
Pasien
dengan
fobia,
menurut
definisinya, mcn- coba untuk inenghindari
slimulus
fobik.
Beberapa
pasien
mengalami masalah besar dalam inenghindari
situasi
yang
meniinbulkan
kecemasan. Seba- gai contohnya, seorang
pasien fobik mungkin menggunakan bus
untuk bepergian jarak jauh, bu- kannya
dengan pesawat terbang, untuk menghin dari konlak dengan objek fobia pasien,
yaitu pesawat terbang. Kemungkinan
sebagai cara lain untuk menghindari stres
dari stimulus fobik, ba- nyak pasien fobik

menderita gangguan berhu- bungan


dengan zat, terutama gangguan penggunaan alkohol. Selain itu, diperkirakan
sepertiga dari semua pasien dengan fobia
sosial memiliki gangguan depresif berat.
Temuan utama pada pemeriksaan status
mental adalah adanya ketakutan yang
irasional dan ego- distonik terhadap
situasi, aktivitas, atau objek ter- tentu;
pasien mampu untuk menggambarkan bagaimana mereka menghindari kontak
dengan situasi fobik. Depresi seringkali
ditemukan pada pemeriksaan status
mental dan mungkin ditemukan pada
sebanyak sepertiga dari semua pasien
fobik.
Pasien berusia 33 tahun, seorang lakilaki yang tinggal di Seattle dengan
istrinya. Ia bekerja sebagai salesman sejak
lulus dari perguinan tinggi, di mana ia
pernah unggul di dalam bidang matematika. la pergi ke dokter psikiamk pnbadi,
atas anjur- an temannya, karena mengeluh
"cemas pada pe- kerjaan."
Pasien menggambarkan dirinya sebagai
ramali
tamah
dan
popular
pada
keseluruhan masa remaja dan dewasa
mudanya, tanpa masalah serius sam- pai
tahun ketiga di perguruan tinggi. Ia
selanjutnya mulai mengalami ketegangan
dan gugup saat bela- jar untuk suatu ujian
dan menulis karangan. Jan- tungnya
berdebar-debar; tangannya berkeringat
dan gemetaran. Sebagai akibatnya, ia
seringkali ti- dak menulis karangan yang
diperlukan dan, jika ia mengerjakannya,
akan menyerahkannya setelah batas
waktunya lewat. Ia tidak mengerti
mengapa ia begitu gugup dengan menulis
karangan dan ine- ngerjakan ujian di mana

ia selalu mengerjakannya dengan baik di


masa lalu. Sebagai akibat dari tidak
menyerahkan karangan tertentu dan
keterlam- batannva dalam menyerahkan
karangan lain, ting- kat perguruan
lingginya sangat terpengaruhi
Segera setelah lulus, pasien bekerja
sebagai salesman untuk perusahaan
asuransi. I^itihan awal- nya (menghadiri
eeramah, menyelesaikan tugas membaca)
berjalan dengan baik, tetapi saat ia mu lai
bertemu dengan klien, kecemasannya
kembali timbul. Ia menjadi gugup saat
menanti telepon dari kliennya. Jika
telepon bisnisnya berbunyi. ia inulai
gemetar dan kadang-kadang tidak dapat
men- jawab. Akhirnya, ia menghindari
kecemasan dengan tidak menjadwalkan
perjanian dan tidak menghubungi klien
yang diharapkan bertemu.
Jika ditanyakan tentang situasi apa
yang me- nvebabkan ia gugup, ia berkata
bahwa ia kawatir tentang pikiran klien
terhadap dinnya. "Klien mungkin merasa
bahwa saya gugup dan mungkin bertanya
pada saya yang tidak dapat saya dan saya
akan merasa WMl " Sefeagai akibatnya, ia
secara berulang menulis kembali dan
inengata- kan kembali naskah penjualan
untuk percakapan telepon karena ia
"sangat kawatir dalam mengata- kan hal
yang benar. Saya pikir saya sangat
ketakutan tentang akan dihakimi."
Walaupun iiciak pernah menganggur,
pasien memperkirakan bahwa ia hanya
menggunakan
20
persen
kapasitas
kerjanya, yang dapat ditoleransi oleh
perusahaan karena ia hanya dibayar atas
dasar komisi. Pada beberapa tahun
sebelumnya, ia pernah mendapatkan

pinjaman sejumlah besar uang untuk


membuat peitemuan akhir.
Walaupun keterbatasan financial adalah
suatu beban, pasien dan istrinya mentraktir
tamu-tamu di rumahnya secara teratur dan
menikmati dalam ber- sosialisasi dengan
teman-teman pada piknik, pesta, dan
hubungan formal. Pasien berkeluh, "Hal
ini hanya jika saya berharap untuk
melaku- kan sesuatu. Selanjutnya, saya
seperti di atas pang- gu.ig, sendirian,
dengan selvap oflarr^ meijpnton diri
saya."
DIAGNOSIS BANDING
Fobia spesifik dan fobia sosial masingmasing perlu dibedakan dari ketakutan
yang sesuai dan rasa malu yang normal.
DSM-IV membantu dalam pembedaan
tersebut dengan mengharuskan bahwa
gcjala mengganggu kemampuan pasien
untuk berfungsi
secara
tepat.
Kondisi
medis
nonpsikiatrik yang dapat menyebabkan
perkembangan suatu fobia adalah pemakaiaii
zat
(khususnya
halusiiiogcn
dan
simpatomimetik), tumor sistem saraf pusat,
dan pe- nyakit serebrovaskular. Gejala fobik
pada keadaan tersebut tidak dapat dipercaya
tanpa adanya temuan tambahan yang
mengarahkan
pada
pemeriksaan
fisik,
neurologis, dan status mental. Skizofrenia juga
merupakan diagnosis banding untuk fobia
spesifik dan fobia sosial, karena pasien
skizofrcnik dapat memiliki gejala fobik
sebagai bagian dari psikosis- nyq. Tetapi, tidak
seperti pasien skizofrcnik, pasien Jobik

meiniliki tilikan terhadap irasionalitas ketakutda mereka dan tidak memiliki kualitas aneh
dan daiala psikotik lainnya yang menycrtai
skizofrenia. maiD dalam diagnosis banding
fobia spesifik dan ketaki sosial, klinisi harus
mempertimbangkan
guan
uan
panik,
agorafobia, dan gangguan ke- bungdian
menghindar. DSM-IV mengakui bahvva
kemeredakan
antara
gangguan
panik,
agorafobia, masanDsial. dan fobia spesifik
mungkin sulit pada sosiaJ duldivitlua'' uan klinisi
dianjurkan untuk kin suHnakan Pertimbangan
kliuis. Tetapi pada dan riWXa' Pas>^n dengan
fobia spesifik atau fobia ang tidak umum
(nongeneralized social ) cenderung
mengalami keceinasan segera lhadapkan
dengan stimulus fobik. Selain itu, inasan atau
panik mereka adalah terbatas pada asi yang
dapat dikenali, dan, pada umumnya, asien
tidak mengalami kecemasan abnormal jika
mereka tidak berhadapan dengan stimulus
fobik ataupun tidak diseoabkan dalam
memperkirakan datangnya stimulus.
Seorang pasien agorafobik seringkali
merasa nyaman dengan adanya orang lain di
dalam situasi yang menimbulkan kecemasan,
sedangkan pasien dengan fobia sosial menjadi
lebih merasa cemas daripada sebelumnya jika
ada orang lain. Bila- mana sesak nafas, rasa
pening, rasa tercekik, dan ketakutan akan
kematian adakih sering pada gangguan panik
dan agorafobia, gejala yang berhu- bungan
dengan fobia sosial biasanya berupa muka
kemerahan (blushing), kedutan otot, dan kecemasan tentang kecermatan. Perbedaan antara
fobia sosiaJ dan gangguan kepribadian
menghindar mungkin sulit dan memerlukan
wawancara yang luas dan riwayat psikiatrik
Fobia Spesifik
Diagnosis lain yang harus dipertiinbangkan
di dalam diagnosis banding fobia spesilik

adalah hipokondriasis, gangguan obsesifkompulsif, dan gangguan kepribadian paranoid.


Hipokondriasis
adalah
ketakutan
akan
menderita suatu penyakit, sedangkan fobia
spesifik tipe penyakit adalah ketakutan akan
tertular penyakit. Bebcrapa pasien dengan
gangguan obsesif-kompulsif memanifestasikan perilaku yang tidak dapat dibedakan dari
peri- laku seorang pasien dengan fobia spesifik.
Sebagai contohnya, pasien dengan gangguan
obsesif-kompulsif mungkin menghindari pisau
karena mereka memiliki pikiran kompulsif
tentang inembunuh anak-anaknya, sedangkan
pasien dengan fobia spesifik yang melibatkan
pisau mungkin menghin dari pisau karena
ketakutan dirinya akan terpo- tong. Gangguan
kepribadian paranoid dapat dibedakan dari
fobia spesifik oleh adanya ketakutan
menyeluruh pada pasien dengan gangguan
kepribadian paranoid.
Fobia Sosial
Dua pertirnbangan diagnosis banding
tambahan untuk fobia sosial adalah gangguan
depresif berat dan gangguan kepribadian
skizoid. Menghindari situasi sosial seringkali
merupakar. gejala de- presi; tetapi, wawancara
psikiatrik
dengan pasien
kemungkinan
mengungkapkan berbagai kumpulan gejala
depresif. Pada pasien dengan gangguan
kepribadian skizoid, tidak adanya minat dalam
hal sosialisasi, menyebabkan perilaku sosial
menghindar.
PERJALANAN PENYAKIT DAN
PROGNOSIS
Tidak banyak yang diketahui tentang
perjalan- an penyakit dan prognosis fobia

spesifik dan fobia sosial karena mereka relatif


baru dikenali sebagai gangguan mental yang
penting. Diperkenalkannya psikoterapi spesifik
dan farmakoterapi untuk men- gobati fobia
akan juga mempengaruhi interpretasi data
tentang perjalanan penyakit dan prognosis
kecuali kontrol pemeriksaan untuk strategi
pcngo- batan.
Gangguan fobik mungkin disertai dengan
lebih hanyak morbiditas dibandingkan yang
diketahui jscbclumnya. Tergantung pada
dcrajat mana peri- laku fobik mengganggu
kemampuan seseorang untuk berfungsi, pasien
yang
terkena
mungkin
niemiliki
kelergantungan finansial pada orang lain
semasa dewasa dan memiliki berbagai dcrajat
gangguan dalain kchidupan sosialnya, keberhasilan pekerjaan, dan, pada orang muda, prestasi
sekolahnya.
Perkembangan
gangguan
berhubung- ;in zat yang mcnycrtainya juga
merugikan perjala- nan penyakit dan prognosis
gangguan.
TERAPI
Psikoterapi Berorientasi-Tilikan
Pada awal perkembangan psikoanalisis dan
psikoterapi berorientasi secara dinamik, ahli
teori percaya bahwa metoda tersebut adalah
pengobatan terpilih untuk neurosis fobik, yang
selanjutnya diperk:rakan berasal dari konflik
genital oedipal. Tetapi, segera kemudian, ahli
terapi mengetahui bahwa, walaupun aaa
kemajuan dalam inengung- kankan dan
menganalisis konflik yang tidak di- sadari,
pasien senngkali gagal melepaskan gejala
fobiknya. Selain itu, dengan terus menghindari
si- tuasi fobik, pasien menghindari suatu

derajat
bermakna
kecemasan
dan
hubungannya dari proses analitik. Freud dan
mundnya Sandor Ferenczi mengetahui bahwa,
jika diperoleh kemajuan di dalam menganalisis
gejala tersebut, ahli terapi telah me- lewati
peranan analitiknya dan secara aktif mendorong pasien fobik untuk mencari situasi
fobik dan mengalami kecemasan dan
didapatkan tilikan. Sejak saat itu, dokter
psikiatnk biasanya setuju bahwa suatu aktivitas
pada pihak ahli terapi senngkali diperlukan
untuk mengobati kecemasan fobik secara
berhasil. Keputusan untuk menerap- kan teknik
terapi psikodinamika beronentasi-tili- kan
hams didasarkan bukan pada adanya gejala
fobik saja tetapi pada indikasi positif dari
struktur ego dan pola hidup pasien untuk
menggunakan metoda terapi tersebut. Terapi
berorientasi-tilikan memungkinkan pasien
mengerti asal dari fobia, fenomena tujuan
sekunder, dan peranan daya ta- han dan
memungkinkan pasien mencari cara yang sehat
dalam menghadapi stimuli yang menyebabkan kecemasan.
Terapi Lain
Hipnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga
mungkin bcrguna dalam pengobatan fobia.
Hipnosis digunakan untuk meningkatkan
sugesti ahli terapi bahwa objek fobik adalah
tidak berbahaya, dan hipnosis-diri {selfhypnosis) dapat diajarkan pada pasien sebagai
suatu metoda relaksasi jika berhadapan dengan
objek fobik. Psikoterapi supor- 'f dan terapi
keluarga senngkali berguna dalam membantu
pasien secara aktif menghadapi objek fobik
selama pengobatan. Tidak hanya terapi keluarga dapat menggunakan bantuan keluarga
dalam mengobati pasien, tetapi terapi ini juga

dapat membantu keluarga mengerti sifat


masalah pasien. Suatu aktivitas tcrapetik dan
suportif tam- bahan bagi pasien mungkin
inelibatka/i Anxiety Disorders Association of
America (ADAA).
Fobia Spesifik
Terapi yang paling sering digunakan untuk
fobia spesifik adalah terapi pemaparan
(exposure therapy), suatu tipe terapi perilaku
yang asalnya didahului oleh Joseph Wolpe.
Ahli terapi mende- sensitisasi pasien, dengan
menggunakan pemaparan stimulus fobik yang
serial, bertahap, dan dipacu diri sendiri. Ahli
terapi mengajari pasien tentang berbagai teknik
untuk menghadapi kecemasan, termasuk
relaksasi, kontrol pemafasan, dan pendekatan
kognitif terhadap gangguan. Pen- dekatan
kognitif adalah termasuk mendorong kenyataan bahwa situasi tersebut pada dasamya
adalali aman. Aspek kunci dari terapi penlaku
yang berhasil adalali (1) komitmen pasien
teihadap pengobatan, (2) masalah dan tujuan
yang diidentifikasi dengan jelas, dan (3)
strategi alternatif yang ter- sedia untuk
mengatasi perasaan pasien. Pada situasi
spesifik fobia darah, injeksi, dan cedera, beberapa ahli terapi menganjurkan bahwa pasien
mengencangkan tubuhnya selama pemaparan
untuk membantu menghindari kemungkinan
pingsan akibat reaksi vasovagal terhadap
stimulasi tobik. Bcberapa laporan awal
mcnyatakan bahwa antago- nis adrenergik-beta
dapat berguna dalam peng- obatan fobia
spesifik. iika fobia spesifik adalah disertai
dengan serangan panik, fannakoterapi atau

psikoterapi yang diarahkan pada serangan panik


mungkin juga bermanfaat.
Fobia Sosial
Pengobatan fobia sosial menggunakan
psikoterapi dan fannakoterapi, dan berbagai
pendekatan adalah diindikasikan untuk Upe
umum dan situasi kinerja. Beberapa penelitian
menyatakan bahwa pemakaian fannakoterapi
dan psikoterapi inengha- silkan hasil yang lebih
baik daripada terapi terse- but sendiri-sendiri,
walaupun temuan tersebut mungkin tidak dapat
diterapkan pada semua situasi dan pasien.
Beberapa penelitian yang terkontrol dengan
baik telah menemukan bahwa inhibitor
monoamin oksidase, khususnya phenelzine
(Nardil), adalali efektif dalam mengobati fobia
sosial tipe umum. Obat lain yang telah
dilaporkan efektif, walaupun tidak banyak uji
coba terkontrol baik, adaiah alprazolam
(Xanax), clonazepam (Klonopin), dan kemungkinan inhibitor ambilan kembali serotonin
Dosis untuk obat tersebut adalah sama dengan
yang digunakan pada gangguan depresif, dan
re- spon biasanya memerlukan waktu empat
sampai enam minggu. Beberapa data
menyatakan bahwa obat trisiklik dan buspirone
(BuSpar) mungkin ti dak efektif pada fobia
sosial, walaupun data adalah terbatas dan tidak
definitif.
Psikoterapi untuk fobia sosial tipe umum
biasanya melibatkan suatu kombinasi metoda
perilaku dan kognitif, termasuk latihan ulang
kognitif, de- sensitisasi, sesion selama latihan,
dan berbagai tugas pekerjaan rumah.
Pengobatan fobia sosial yang disertai
dengan situasi kineija seringkali melibatkan
pemakaian antagonis reseptor adrenergik-beta
segera sebelum pemaparan dengan stimulus
fobik. Dua senyawa yang paling luas digunakan

adalah atenolol (Tenormin), 50 sampai 100 mg


tiap pagi atau satu jam sebelum kinerja, dan
propranolol (20 sampai
Penatnlaksanaan
Terapi kognitif-perilaku amat penting
pada ketiga tipe fobia (6). Kunci
pengobatan
adalah
dilakukannya
pemajanan pada objek atau siaiasi yang
ditakuti disertai dcngan pembaJikan
dari kepercayaan (kognisi) bahwa
sesuatu yang menakutkan dan tidak
diharapkan akan terjadi di masa datang.
Dcscnsirisasi
sistematik
(dengan
inhibisi
resiprokal)
menggunakan
hierarki bertingkat di dalam pemberian
stimulus yang menakutkan, muiai dari
yang kurang ditakuti hingga yang
paling
ditakuti,
melatih
pasien
meningkatkan kebeianiannya untuk
menghadapi objek yang ditakuti. Pada
teknik pembanjiran {flooding), pasien
menghadapi objek atau situasi yang
ditakuti secara langsung. Sedangkan
pada
teknik
pembcrondon^i((fWf/;^w),
pemajanannya berupa ide dairi objek
yang ditakuti atau gaflbatfHV jelas
mengenai konsekuensi buruk yang akan
terjadi dari objek attti situasi tersebut.
Latihan kottcrampilan sosial mungkin
diperlukan bagi nereka yang canggung
dailam kehidupan sosialnya. Penatalaksanaan-cperti
ini
mungkin
meniibutuhkan (ataudapat ditingkatkan
dengan) terapi^suportit atau obat
antiansietas.
Pengobatan: Obat tranquilizer digunakan
secara sementara untuk membantu pasien
melawan fobia. Pada fobia sosial, [3bloker (misaJ, propranolol, atenolol) dapat

C.

CI.

digunakan untuk membantu mengendalikan gejala kehilangan kemampuan


otonomik (misal, diberi obat sebelum
berbicara/pidato).
Sedangkan
MAOI
(misal, fenelzin),
SSRI dan gabapentin (Ncurontin) efektif
pada fobia sosial yang menycluruh (7).
Pada agorafobia dengan atau tanpa
serangan panik, gunakan pcngobatan
sepcrti pada gangguan panik (TCA, MAOI,
alprazolam). Sctelah serangan panik dapat
dikontrol dengan obat-obatan, seorang
pasien agorafobia biasanya membutuhkan
pajanan suportif terhadap situasi yang
ditakuti (tanpa mengalami panik) selama
fobia belum teratasi. Pengobatan rumatan
"dosis separuh" mungkin diperlukan dalam
hal ini.

ETIOLOGY AND
PATHOPHYSIOLOG
Y
Psychological Factors
Psychoanalytic Perspectives
Historically, the causation of phobic disorders
was typically explained from a psychoanalytic
perspective. In the case of phobias, Freud
proposed that "phobics" displaced the anxiety
to a less relevant object or situation (such as a
dog or some other animal), so that the feared
object is used to symbolize the primary source
of the conflict.
Learning and Conditioning Perspectives
Emotions are "contagious." That is, we learn to
respond to stimuli, in part, by observing other
people's responses and also by our own experiences in these situations. In other words, we
come to fear dangerous situations easily. This is
important from an ethological perspective,
because those of our ancestors who could learn
to fear threatening objects or situations easily
were more likely tn survive and pass this trait

to their offspring. This inherited tendency to


learn to experience fear in particular situations
is the basis of conditioning models of phobia
development.
Personality Variables. The work of Ka- gan
and others6-7 has suggested that, as early as 18
months of age, children differ with respect to
their tendency to interact with other persons,
toys, and objects. Although about 70% of
children are somewhat exploratory in these
situations, about 15% are extremely exploratory and the remaining 15% are quite shy and
withdrawn. The behavior exhibited by the shy
and withdrawn children has been called behavioral inhibition and has been proposed to be a
predisposing factor in the development of
social phobia and other anxiety disorders.
In addition, compared with nonanxious
subjects, patients with social phobia describe
their parents as having (1) discouraged them
from socializing, (2) placed undue importance
on the opinions of others, and (3) used shame
as a means of discipline.8 Other predictors of
the development of social phobia include a
childhood history of separation anxiety, selfconsciousness or shyness in childhood and
adolescence, and a low frequency of dating in
adolescence.8 !l
Cognitive Variables. Finally, numerous
studies have examined the role of cognitive
variables in social and specific phobias and
have consistently found that persons with these
disorders exhibit attcntional and attributional
biases regarding the phobic object or situation.
In studies of information processing, people
with social and specific phobias devote more
attention to threat-related information than do
nonphobic ones. Likewise, people with social
phobia tend to rate their own performance
during public speaking more critically than do
nonphobic control subjects.u Although it is
clear that attributional and attentional biases
exist in persons with phobias and that they
improve afler effective treatment, it is not
known whether the cognitive biases exhibited
by patients contribute to the development of
the fear or whether they are simply a
manifestation of the fear.

Genetic and Family Factors


Specific phobias and social phobia tend to run
in families. It appears that being a first-degree
relative of someone with a specific phobia puts
one at a greater risk for a specific phobia as
compared with first-degree relatives of "nevermentally-ill controls (31% versus 11%). The
particular phobia that is transmitted, however,
is usually different from that in the relative,
although it is often of the same general type
(e.g., animal, situational). Furthermore, relatives of people with specific phobias are not at
increased risk for other types of anxiety disorders or subclinical fears.
Findings for persons with social phobia
and their families show a similar pattern.
Specifically, 16% of first-degree relatives of
subjects with social phobia meet criteria for
social phobia, whereas only 5% of first-degree
relatives of control subjects who were never
mentally ill have social phobia.
Of course, the existence of a disorder in
multiple family members does not necessarily
imply genetic transmission. Family members
often share learning experiences and other
environmental factors. To establish a
genetic
relationship
among
family
members with a particular disorder, twin
studies, adoption studies, and genetic
linkage studies are typically conducted.
Currently, there are no adoption or linkage
studies of social or specific phobias, and
twin studies have yielded conflicting
results.
Other Biological Factors
Little is known about the physiological
correlates of specific and social phobias.
Specific phobias have essentially been
ignored by biological researchers, perhaps
because no effective pharmacological
treatments exist for this disorder.
However, effective drug treatments have
been identified for social phobia, leading
to increased interest in the biological
factors underlying the disorder.

Unlike panic disorder, which responds


well
to
a
variety
of
tricyclic
antidepressants (TCAs) and monoamine
oxidase inhibitors (MAOIs), 16 - 17 social
phobia tends to respond best to MAOIs
and to show little response to TCAs. 18
Whereas TCAs tend to act on noradrenergic and serotoninergic systems,
MAOIs
affect
noradrenergic,
serotoninergic,
and
dopaminergic
systems. 19 This finding has led some
investigators to suggest that the dopamine
system is primarily involved in social
phobia,' 8 which would explain why
biological challenges that appear to affect
noradrenergic activity (e.g., sodium lactate
infusion, carbon dioxide inhalation) have
little effect on patients with social phobia,
despite having "panicogenic" effects in
patients with panic disorder. 20

DIAGNOSIS
Assessment
Special Issues in Psychiatric
Examination and History
During all parts of the initial evaluation,
the psychiatrist should be sensitive to
several issues. First, for many patients
with phobias, even d'scussing the phobic
object can provoke anxiety. For example,
some patients with spider phobias
experience panic attacks when they
discuss spiders. Certain patients with
blood phobias faint when they discuss
surgical
procedures.
Therefore,
the
psychiatrist should ask the patient whether
discussing the phobic object or situation
will provoke anxiety.
With respect to social phobia, the
assessment itself may be considered a
phobic stimulus. Because persons with
social phobia fear the evaluation of others,
a psychiatric interview might be especially
frightening. Even completing self-report

questionnaires in the waiting room may be


difficult for patients who fear writing in
front of others. The psychiatrist should be
sensitive to this possibility and provide
reassurance when appropriate.
Behavioral testing is an imj>ortant
part of any comprehensive evaluation for a
phobic disorder. Because most individuals
with phobias avoid the objects and
situations they fear, patients may find it
difficult to describe the subtle cues that
affect their fear in the situation. In
addition, it is not unusual for patients to
misjudge the amount of fear that they
typically experience in the phobic
situation. A behavioral approach test can
be useful for identifying specific fear
triggers as well as for assessing the
intensity of the patient's fear in the actual
situation.
To conduct a behavioral approach test,
patients should be instructed to enter the
phobic situation for several minutes and
note the specific cues that affect the fear
and the intensity of the fear. Patients
should pay special attention to their
physical sensations (e.g., palpitations,
sweating, blushing), negative thoughts
(e.g., I will fall from this balcony), and
anxious coping strategies (e.g., escape,
avoidance, distraction).
Before treatment, patients are often
reluctant to enter the feared situation. If
this is the case, the information collected
during the behavioral approach test may be
elicited during the early part of behavioral
treatment.
Developmental Issues. Several studies
have begun to look at the prevalence of
phobias across the life span. Little is
known about the prevalence of phobias
among elderly persons, although there is
some evidence that the prevalence of
phobic disorders may decrease slightly
after age 65 years.

treatment of phobias, others have found social


phobia to be more common among girls than
boys.
Other diagnoses that should be considered
before a diagnosis of specific phobia is assigned
include posttraumatic stress disorder (if the fear
follows a life-threatening trauma and is
accompanied by the appropriate symptoms.

such as reexperiencing the trauma), obsessivecompulsive disorder (if the fear is related to an
obsession such as contamination), hypochondriasis (if the patient believes he or she has
some serious illness), separation anxiety disorder (if the fear is of situations that might lead lo
separation from the family, such as traveling on
an airplane without one's parents), eating

DSM-IV Criteria 300.235


Social Phobia
CI. A marked and persistent fear of one or more
social or performance situations in which the
person is exposed to unfamiliar people or to
possible scrutiny by others. The individual
fears that he or she will act in a way (or show
anxiety symptoms) that will be humiliating or
embarrassing. Note: In children, there must be
evidence of the capacity for age-appropriate
social relationships with familiar people and
the anxiety must occur in peer settings, not
just in interactions with adults.
CII. Exposure to the feared social situation almost
invariably provokes anxiety, which may take
the form of a situa- tionally bound or
situationally predisposed panic attack. Note:
In children, the anxiety may be expressed by
crying, tantrums, freezing, or shrinking awaj'
from social situations with unfamiliar people.
CIII. The person recognizes that the fear is
excessive or unreasonable. Note: In children,
this feature may be absent.
CIV. The feared social or performance situations
are avoided or else are endured with intense
anxiety or distress.
CV. The
avoidance, anxious anticipation, or
distress in the feared social or performance
situation(s) interferes significantly with the
person's normal routine, occupational (or
academic) functioning, or social activities or

relationships, or there is marked distress


about having the phobia.
CVI. In individuals underage ISyvars, the
duration is at least 6 months.
CVII. The fear or avoidance is not due to the
direct physiological effects of a substance
(e.g., a drug of abuse, a medication) or a
general medical condition and is not better
accounted for by another mental disorder
(e.g., panic disorder with or without
agoraphobia, separation anxiety disorder,
body dysmorphic disorder, a pervasive
developmental disorder, or schizoid personality disorder).
CVIII. If a general medical condition or another
mental disorder is present, the fear in
criterion A is unrelated to it, e.g., the fear is
not of stuttering, trembling in Parkinson's
disease, exhibiting abnormal eating
behavior in anorexia nervosa or bulimia
nervosa.
Specify if:
Generalized: if the fears include most social
situations (also consider the additional
diagnosis of avoidant personality disorder)
case of blood and injection phobias, the technique called applied muscle tension should be
considered as an alternative or addition to
exposure therapy. Applied muscle tension involves having patients repeatedly tense their

muscles, which leads to a temporary increase in


blood pressure and prevents fainting on exposure
to blood or medical procedures.
Specific phobias are among the most treatable of the anxiety disorders. For example, in
just one session of guided exposure, 90% of
persons with animal or injection phobias are
judged much improved or completely recovered.
Social Phobia
Empirically validated psychosocial interventions
for social phobia have come primarily from a
cognitive-behavioral perspective and include
four main types of treatment: (1) social skills
training; (2) applied relaxation; (3) cognitive
therapy; and (4) exposure-based strategies.
Social skills training is designed to help patients
become more socially competent when they
interact with others. Treatment strategies may
include
modeling,
behavioral
rehearsal,
corrective feedback, social reinforcement, and
homework assignments. Applied relaxation involves learning to relax one's muscles during
rest, during movement, and eventually in
anxiety-provoking social situations. Cognitive
therapy helps patients identify and change
anxious thoughts (e.g., others will think I am
stupid if I participate in a conversation at work)
by teaching them to consider alternative ways of
interpreting situations and to examine the
evidence for their anxious beliefs. Finally,
exposure-based treatments involve repeatedly
approaching anxiety-provoking situations until
they no longer elicit anxiety. Through repeated
exposure, patients learn that their fearful
predictions do not come true, despite their
having confronted the situation.
It seems clear that effective psychosocial
treatments and medications for social phobia
exist. Although both types of treatments appear
to be equally effective, each has advantages and
disadvantages. Medication treatments may work
more quickly and are less time intensive for
patient and therapist. In contrast, improvement
after cognitive- behavioral treatments appears to
last longer. Furthermore, because of the side
effects and dietary restrictions associated with

phenelzine, cognitive-behavioral interventions


may be more appropriate for some persons.
More studies are needed to examine the
efficacy of combined medication and
psychosocial treatments for social phobia.
Clinical Vignette Social Phobia
Ms. K is a 29-year-old student who
presented with social phobia. She reported
having been shy as a child and could
remember pretending to be ill to stay home
from school. As she got older, she met
more children and by high school was
quite comfortable with her friends at
school. Meeting new people was still difficult, as was public speaking in class.
Fortunately, neither situation came up
often.
In college, Ms. K's problem became
worse. Several of her classes required her
to make presentations. In addition, because
she lived off campus, she found it
particularly difficult to meet friends. The
few times she tried to talk to people in
class, she felt as though she had nothing to
say. Before long, she stopped trying. Ms.
K did not avoid her class presentations at
first. Rather, she tended to overprepare for
them and tried to use overheads when
possible because the dark room helped to
decrease her anxiety. Still, during
presentations, she could feel her heart
pounding and she tended to have difficulty
breathing. Her mouth became dry and she
was sure that her classmates could see her
shaking and perspiring.
After her first year of college, Ms. K began to
avoid any class that required presentations. In
addition, she. found herself avoiding other
situations in which, people might notice, her
^shaking.' Specifically.' she avoided] (.;front'^6rothers,.
^otherjlin tua'tionK'
'' pie's' attentior k aycidedengagingh , and
.when 'people aj end the conversatioi addition to
fearing ""tliSt others 'wot_ her anxiety, Ms. K
felt that others-might see - -her.as
weak,'unattractive;:.or foolish,

Social Phobia

symptoms, the greater their chances of


developing the symptoms. Social phobia often
runs in families and may be accompanied by
depression or alcohol dependence.

Social phobia, also called social anxiety, is a


disorder characterized by overwhelming anxiety
and excessive self-consciousness in everyday
social situations. People with social phobia have How Common Is Socia l Pho bia?
a persistent, intense, and chronic fear of being
CIX. About 3.7% of the U.S. population ages 18 to 54
watched and judged by others and of being
- approximately 5.3 million Americans - has
embarrassed or humiliated by their own actions.
social phobia in any given year.
Their fear lay be so severe that it interferes with
work hool - and other ordinary activities. WhiinyCX. Social phobia occurs in women twice as often as
people with social phobia recogriiat their fear of in men, although a higher proportion of men
being around people be excessive or seeks help for this disorder.
unreasonable, they are tie to overcome it. TheyCXI. The disorder typically begins in childhood or
often orrytwr days or weeks in advance of a early adolescence and rarely develops after age
25.
dreaded situation.
Social phobia can be limited to only one
type of situation - such as a fear of speaking in What Ca uses So cial Phobia ?
formal or informal situations, or eating or Research to define causes of social phobia is
drinking in front of others - or. in its most severe
ongoing.
form, may be so broad that a person experiences Some investigations implicate a small
symptoms almost anytime they are around other structure in the brain called the amygdala in the
people. Social phobia can be very debilitating - it symptoms of social phobia. The amygdala is
may even keep people from going to work or believed to be a central site in tho brain that
school on some days. Many people with this controls fear responses.
illness have a hard time making and keeping
CXII. Animal studies art' aOilnigto the evidence that
friends.
suggests social phobia can be inherited. In fact,
Physical symptoms often accompany the
researchers supported by the National Institute
intense anxiety of social phobia and include
of Mental Health (NIMH) recently identified the
blushing, profuse sweating, trembling, and other
site of a gene in mice that affects learned
symptoms of anxiety, including difficulty talking
fearfulness.
and nausea or other stomach discomfort. These
One line of research is investigating a
visible symptoms heighten the fear ofCXIII.
disapproval and the symptoms themselves can biochemical basis for the disorder. Scientists are
become an additional focus of fear. Fear of exploring the idea that heightened
symptoms can create a vicious cycle: as people
with social phobia worry about experiencing the

sensitivity to disapproval may be physiologically


or honmonally based.
Other researchers are investigating the
environment's influence on the development of
social phobia. People with social phobia may
acquire their fear from observing the behavior
and consequences of others, a process called
observational learning or social modeling.
Wha t Treatments Are Available for So cia l Phobia ?
Research supported by NIMH and by industry
has shown that there are two effective forms of
treatment available for social phobia: certain
medications and a specific form of short-term
psychotherapy called cognitive behavioral
therapy. Medications include antidepressants
such as selective serotonin reuptake inhibitors
(SSRIs) and monoamine oxidase inhibitors
(MAOIs). as well as drugs known as highpotency benzodiazepenes. Some people with a
form of social phobia called performance phobia
have been helped by beta-blockers, which are
more commonly used to control high blood
pressure.
Cognitive-behavior therapy is also very
useful in treating social phobia. The central
component of this treatment is exposure therapy,
which involves helping patients gradually
become more comfortable with situations that
frighten them. The exposure process often
involves three stages. The first involves
introducing people to the feared situation. The
second level is to increase the risk for disapproval
in that situation so people build confidence that
they can handle rejection or criticism. The third
stage involves teaching people techniques to cope
with disapproval. In this stage, people imagine

their worst fear and are encouraged to develop


constructive responses to their fear and
perceived disapproval.
Cognitive-behavior therapy for social
phobia also includes anxiety management
training - for example, teaching people
techniques such as deep breathing to control
their levels of anxiety. Another important aspect
of treatment is called cognitive restructuring,
which involves helping individuals identify
their misjudgments and develop more realistic
expectations of the likelihood of danger in
social situations.
Supportive therapy such as group therapy,
or couples or family therapy to educate
significant others about the disorder. Is also
helpful. Sometimes people with social phobia
also benefit from social skills training.
What Other Illnesses Co-Occur With Socia l Ph obia?
Social phobia can cause lowered self-esteem
and depression. To try to reduce their anxiety
and alleviate depression, people with social
phobia may use alcohol or other drugs, whicii
can lead to addiction. Some people with social
phobia may also have other anxiety disorders,
such as panic disorder and obsessive
compulsive disorder.

TREATMENT
Established treatments for social anxiety
disorder include cognitive-behavioral therapy
and pharmacotherapy.20,21 The primary goal of
treatment is to reduce social anxiety to
manageable levels, but even modest reductions

in avoidance and discomfort may be highly


valued by affected persons.
Cognitive-Behavioral
Therapy
Cognitivebehavioral therapy for social anxiety disorder
addresses the vicious cycle of anticipatory
negative thoughts ("My voice will shake and the
audience will think I'm crazy") and behaviors
(e.g., avoiding practicing before speaking in
public), leading to increased situational anxiety
and maladaptive behavior (e.g., cutting the speech
short) and to negative self-appraisals ("My speech
was a disaster") and further avoidance behavior.
Techniques for cognitive restructuring help the
patienr identify and question maladaptive
thoughts and then develop alternative
perspectives. Rehav- ioral techniques known as
therapeutic exposure introduce the patient to
feared situations in a graduated fashion while
the patient learns to use cognitive strategies,
sometimes augmented by relaxation techniques,
to manage anxiety.
Cognitive-behavioral therapy has been
s.udied in individual and group formats and
typically consists of 12 to 16 weekly sessions,
each lasting 60 to 90 minutes. A workbook can
provide supplementary educational materials
and homework exercises." The therapist and the
patient devise a hierarchy of feared situations,
which serves as a template for exposure
exercises. The therapist trains the patient in
cognitive restructuring. For example, persons
who are fearful of speaking to others arc helped
to recognize that, even if they speak in a voice
that shakes, others are unlikely to notice or
care, and they can still get the point across.
Patients also learn methods to use to replace
unhelpful expectations (MI shouldn't be anxious
at a party") with constructive behavioral goals
("I'll start two conversations at the party").
They practice using these methods while being
exposed to feared situations in role-playing

with the therapist and in homework


assignments.
Numerous open and controlled trials
involving patients who have generalized or
performance- type social anxiety disorder have
provided evidence of the efficacy of this
approach, as compared with no treatment,
educational support groups, and placebo. 7')"-,1
Clinical improvement ty pically becomes
apparent after 6 to 12 weeks of therapy i and
may progress over several months. In clini- <
cal trials, one half to two thirds of patients have
i been considered to have a response at 12
weeks . (on the basis of global assessments that
incorpo- i rate clinically meaningful
improvements in so- I cial anxiety, avoidance of
feared situations, and < associated impairment
in functioning).2'-24 In one ; study, at the 5-year
follow-up, 89% of patients I who had
completed a course of cognitive-behavioral
therapy were considered to have clinical i
improvement, as compared with 44% of control
I subjects who had completed a course of
educa(
tional
therapy."
I
Pharmacotherapy

<
Placebo-controlled, randomized trials have
dem- \ onstrated tfij ' y^msdir PX; of medi- |
cation ff* of social anxiety disorder duj disorder
) (Tabic 3). Most clinical trials have involved
pre- / doniinantly or exclusively patients with
the gen- ' eralized type of social anxiety
disorder, in whom the high frequency and
unpredictability
of
anxiety-provoking
situations warrant standing daily doses of
medication, rather than as-needed use of
medication.

I Selective Serotonin-Reuptake Inhibitors


selective serotonin-reuptakc inhibitors
(SSRIs) and the serotonin-norepinephrinereuptake inhib; itor (SNRI) venlafaxine (EfFexor, Wyeth-Ayerst)
have
emerged as first-line pharmacotherapy for the

generalized type of social anxiety


disorder. The ef- i ficacy and safety of
these medications in the treat- ! rnent of
social anxiety disorder have been established in more than 20 randomized,
controlled
' trials.21-" Response rates typically range from
50%
CXV. to 80% after 8 to 12 weeks of treatment.
How- : ever, studies of fluoxetine
(Prozac, Lilly) in social ;
anxiety
disorder have had inconsistent results
(one
of three controlled trials showed efficacy)."- 27-14
Head-to-head trials comparing SSRJs with one
an- I other or with an SNRJ have not
demonstrated that
CXVI.
any one medication is superior to the
others in the treatment of social anxiety
disorder.,s%
Treatment with an SSR1 or an SNRI is commonly initiated at half the usual effective dose,
and the dose is increased after 1 week (Table
3). The dose-response curve for these agents is
relatively flat in social anxiety disorder,57 but
because some patients may benefit from higher
doses, clinicians commonly increase the dose
as tolerated in those who have no response
after 4 weeks of the therapy. Although many
patients report improvement during the first
few weeks of treatment, more than
a quarter of those who do not have a response at
week S may have a response during an additional
4 weeks of treatment at the same dose,** suggesting that an initial trial should last 12 weeks. Patients who have a response during those 12 weeks
should receive maintenance treatment to
CXIV.The

minimize the risk of relapse. The usefulness of


these medications during longer periods of
treatment is limited in some cases by adverse
effects, including sexual dysfunction and weight
gain (Table 3).
Benzodiazepines
Although evidence of the efficacy of
benzodiazepines in social anxiety disorder is
more limited
than
that
for
SSRls
and
SNRIs,
benzodiazepines are commonly used in the
treatment of patients who cannot tolerate or do
not have an adequate response to SSRIs or
venlafaxine. The relatively long-acting
benzodiazepine clonazepam (Klono- pin,
Roche), given daily in divided doses, appeared
to be highly effective in generalized social
anxiety disorder in a controlled trial (response
rate, 80%) and in several open trials. w \ single
controlled trial of alprazolam (Xanax,
Pharmacia and Upjohn) was inconclusive.28 In
most patients, tolerance rapidly develops to the
sedative effects of benzodiazepines, but not to
the anxiolytic effects. Long-term use (more
than 2 weeks) may result in physical
dependence, and abrupt discontinuation of the
medication should be avoided because of the
risk of rebound anxiety and withdrawal
symptoms (including tremor, insomnia, and in
rare cases, seizures). A gradual tapering of the
dose of clonazepam (a decrease of 0.25 mg
every 2 weeks), however, has been shown to be
well tolerated by patients with social anxiety
disorder.40
Benzodiazepines
are
not
recommended as monotherapy for patients who
have major depression in addition to social
anxiety disorder and should be avoided in
patients with a history of substance abuse.
Other Medications
Gabapentin (Neurontin, Pfizer) and pregabalin
(Lyrica, Pfizer) are structurally related

anticonvulsants that have been reported to be


significantly superior to placebo in reducing
symptoms of generalized social anxiety disorder
in single controlled trials, although response
rates for each were less than 45%. 41-42 In a recent
small, placebo-controlled trial, mirtazapine
(Remeron, Organon), an antidepressant with a
mechanism ofaction different from that of other
available antidepressants, was shown to be
effectve at a fixed dose of 30 mg per day in
women ttch social anxiety disorder.4' The monoamine oidase inhibitor (MAOI) phenelzine
(Nardil, ParkeDavis) has been shown to be
effective in so- ciflUnxiety disorder in
randomized clinical tri- al 21.2x.44 but jt js
generally reserved for the treating of refractory
disease because of the risk of sevte hypertensive
reaction to dietary tvramine or sympathomimetic
medication. Moclobemide, a reverse inhibitor of
monoamine oxidase A, appears to bsafer than
standard MAOIs, although meta- anates have
found it less effective in social anxiety dorder
than the SSRIs21; it is nor available in the tired
States.
MAINTENANCE THERAPY
Several controlled studies have shown that the
initial clinical improvement seen with pharmacologic treatment generally persists during up to 12
months of maintenance treatment.21-4*-40 Discontinuation of pharmacotherapy after 5 to 12
months of treatment has resulted in relapse rates
of 20% to 60% during follow-up periods of 3 to
6 months; discontinuation of therapy after only 2
to 3 months appears to result in higher rates of
relapse than when therapy is continued for a
longer period. Although more data are needed,
these findings suggest that continuing medication
for 6 to 12 months, followed by tapering and
discontinuation, and then follow-up for relapse,
is reasonable.
Randomized trials directly comparing cognitive-behavioral therapy with pharmacotherapy in
populations with predominantly genera Used social anxiety disorder have not demonstrated con-

sistently
greater
efficacy
for
either
approach,24'28 although one meta-analysis of
trials of 6 to 16 weeks' duration suggested that
pharmacotherapy is superior in the short term. 23
Trials comparing the outcomes of these two
approaches at 6 to 12 months after
discontinuation of the therapy, however, have
suggested that cognitive-behavioral therapy has
more durable benefit.24-45 Studies of combined
cognitive-behavioral
and
pharmacologic
treatment24*" have not demonstrated efficacy
superior to that of either approach alone,
although the combined treatment may be
helpful for some patients.
Nongeneralized Social Anxiety Medication may
be useful on an as-needed basis in the treatment
of patients with nongeneralized (performancetype) social anxiety disorder, whose feared
situations (such as public speaking) occur
predictably and with less than daily frequency
(Table 3). Data to guide treatment in this
setting are derived primarily from controlled
trials involving persons with performance
anxiety, rather than those who have received a
formal diagnosis of performance-type social
anxiety disorder.
Several studies suggest that beta-blockers such
as propranolol (Inderal, Wyeth-Ayerst), taken as
needed about an hour before a performance,
may be helpful in performance-type social
anxiety disorder.47 49 Benzodiazepines may also
be useful.47 These are typically taken at least 30
minutes before a performance, and the effect of
a single dose may last up to several hours.
Although tolerance and physical dependence
are unlikely to develop when benzodiazepines
are used less than daily, psychological
dependence may occur, and the immediate side
effects of sedation and cognitive dulling sometimes outweigh the anxiolytic benefits. With
either beta-blockers or benzodiazepines,
patients may benefit from being given a trial

dose outside their feared situation to confirm


tolerability.
A R E A S O F U N C E RTAI N T Y
RESISTANCE
Data from controlled studies are lacking to guide
the optimal treatment of patients who do not have
a response to an initial course of pharmacotherapy, and clinically useful predictors of response
to particular therapies are also lacking. Clinical
experience suggests that patients who do not have
a response to one medication may have a
response to another of the same or a different
class or may benefit from cognitive-behavioral
therapy. Clinical experience also suggests that a
partial response to an SSRJ or SNRI may be
augmented by cognitive-behavioral therapy or by
use of a benzodiazepine, gabapentin, or
pregabalin. A MAOI is con- traindicated in
combination with an SSRI or SNRI because of
the risk of the serotonin syndrome, which is
characterized by neuromuscular and autonomic
hyperactivity and agitation.
TREATMENT
ADOLESCENTSOF CHILDREN AND
Social anxiety disorder in children and
adolescents may sometimes be difficult to
differentiate
from
age-appropriate
social
awkwardness, but treatment of persistent and
impairing symptoms holds promise for restoring
normal social development and preventing
further impairment. Although the treatment of
children has been studied less than the treatment
of adults, cognitive-behavioral therapy appears to
be effective in children and adolescents with
social anxiety disorder.50 Several placebo-controlled trials have also provided evidence of the
efficacy of pharmacotherapy with an SSRI or
SNRJ for social anxiety disorder in children 6 to
17 years of age.50 A recent report51 of the
increased risk of suicidal ideation among
adolescents receiving SSRIs or SNRls, although
derived primarily from studies of depression in

adolescence, suggests that youths prescribed


these medications for social anxiety disorder
must be closely monitored.
GUIDELINES
No formal guidelines for the management of
social anxiety disorder have been issued by
U.S. or European professional societies.
SUMMARY
R E C O M M E N D ATI O N S

AND

Social anxiety disorder is common, impairing,


and responsive to treatment, yet it remains
underrecog- nized. Randomized, controlled
trials support the use of either cognitivebehavioral therapy or pharmacotherapy. For
most patients, such as the one described in the
vignette, 1 would initiate treatment with
cognitive-behavioral therapy, given the data
supporting its potential long-term benefit.
SSRIs or venlafaxine are alternative first-line
treatments for patients who prefer medication,
have prominent coexisting depression, or lack
access to a trained therapist. I would start with
a low dose for 1 week, to minimize initial side
effects, then increase it to the usual effective
dose for several weeks, and if the response is
incomplete, gradually increase to the maximal
dose, as tolerated. Patients should be encouraged to try to increase their social activities
gradually, and they may benefit from adjunctive
use of self-help iiteiature oriented toward a
cognitive- behavioral approach. Because the
data suggest a higher rate of relapse with a
shorter duration of tiierapv, I would recommend
that when medication is used it be continued for
6 to 12 months, followed by an attempt to taper
and discontinue the medication, although the
risk of relapse must be recognized. In patients
with recurrent symptoms, treatment may be
reinstituted for a longer period.

SiderodromoThe Anxiety Disorders Association of America


T hanato(www.adaa.org) and the National Institute of
Mental Health (www.nimh.nih.gov) are good
sources of information for patients. "flip site of
the Anxiety Disorders Association of America
includes listings of clinicians with expertise in
the treatment of social anxiety disorder.
Dr. Schneier reports having received grants
from Kli Lilly .ind Forest. No other potential
conflict of interest relevant to this article was
reported

Acrophobia

tinggi (Yunani aero, tempat tinggi atau puncak)

Agora-

(empat terbuka dan luas (Yun. agora, pasar)

Ailuro-

kucing (Yun. ailuros, kucing)

Arachno-

laba-laba (Yun, arachin, laba-laba)

Anlho-

bunga (Yun. anthos, bunga)

Anthropo-

orang (Yun. anthropos, manusia)

Agua-

air (Lat. aqua, air)

Astra

kilat (Yun. asterope, kilat)

Bronto-

guntur (Yun. bronto,' guntur)

Kerauno-

guruh (Yun. keraunos, gurun)

Ciaustro-

tempat tertutup (Lat. C+austrum, terali, gembok,

Cyno-

anjing (Yun. cynas, anjing)

Dementc-

giia (Lat. demens, gila)

Equino-

kuda (Lat. equus, kuda)

Gyno-zGyneco-

wanita (Yun. Gyne, Gynaikos, -/ ^nita)

Haemato-

darah (Lat. haima, darah)

Herpeto-

cicak, kadal (Yun. herpetos, hewan merayap)

Mikro-

kuman (Yun. mikros, kecil)

Muro-

tikus (Lat. murmus, tikus)

Myso-

kotoran. kuman (Yun, mysos, kotor, menjijikkan) .

Numero-

angka (Lat)

Nycto-

geiap (Yun. nyx, malam)

Ophidio-

ular (Yun. ophis, ular)

P yro-

api (Yun. pyr, api)

kereta api (Yun. sideros, besi, dromos, jalan)


kematian (Yun. Thanatos, kematian)
rambut (Yun. tricho, rambut)
orang asing (Yun. xenos, orang asing)
hewan (Yun. zoos, hewan)

Fluvoxamine (Luvox, Solvay)

50

50 300

Serotonin and norepinephrine-reuptake


inhibitors (SNRIs)

Venlafaxine XR (Effexor XR,


Wyeth-Ayerst)f

75

Same as for SSRls; also


hyperten

75-375

sion

. Medications Used in the Treatment of Social Anxiety Disorder.*


Sedation, insomnia,
hypotension.

Monoamine oxidase inhibitors

Disorder and Medication

Initial Dose Target


Dose

Common Side Effects


weight gain; low-tyramine
diet

15

Phenelzine (Nardil, Parke-Davis)

mg/day

30-90
required to prevent
hypertensive reaction

Generalized social anxiety


disorder
Sedation, weight gain, dry
mouth

Other antidepressants
Selective serotonin-reuptake
inhibitors (SSRIs)

Sexual dysfunction, headache.

Mirtazapine (Remeron, Organon)f 15-30 30-60

Sertraline (Zoloft, Pfizer)f

50

50-200

nausea, sedation, insomnia,


sweating, withdrawal syn
Sedation, cognitive
impairment.

Benzodiazepines

Pa'oxetine (Paxil,
GlaxoSmithKline)f

10

10 60

drome
Clonazepam (Klonopin, Roche);}: 0.25

Paroxetine CR (Paxil CR,


GlaxoSmithKlme)t

12 5

0.50-4.00

12 5-75.0
Sedation, ataxia, dizziness,
dry

Other anticonvulsants

Fscitalopram (Lexapro, Forest)

ataxia, withdrawal syndrome

5-?0
Gabapentin (Neuror.tin, Pfizer)J

600

900-3600

mouth, nausea, asthenia,

primer dari anxietasnya dan bukan


flatulence, decreased libido

Pregabalm (Lyrica. Pfizer)J

300

sekunder dari gejala-gejala lain seperti


misalnya waham atau pikiran obsesif.
b) Anxietas yang timbul harus terbatas

600

pada (terutama terjadi dalam hubungan


Nongeneralized social anxiety disorder
(performance-type social

anxiety
disorder)

dengan)

setidaknya

berikut;

banyak

dua

orang/

darisituasi
keramaian,

tempat umum, bepergian keluar rumah,


mg as neededJ

Beta-blockers

dan bepergian sendiri.


c) Menghindari situasi fobik harus atau
Hypotension, bradycardia

sudah merupakan gejala yang menonjol


(penderita menjadi house-bound). (5)

Propranolol (Inderal, Wyeth-Ayerst) 10

10-40

Sedation, cognitive
impairment,

Benzodiazepines

Menurut buku Pedoman Penggolongan


dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III),
semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk

Alprazolam (Xanax, Pharmacia and


0.25
Upjohn)^

0.25-1 00

Lorazepam (Ativan. Wyeth-Ayerst)^ 0.5

0.5-2 0

ataxia

diagnosis pasti:
a) Gejala

psikologis,

peilaku

atau

otonomik yang timbul harus merupakan


manifestasi primer dari anxietasnya dan

Menurut buku Pedoman Penggolongan


dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III),
semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk
diagnosis pasti :
a) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik
yang timbul harus merupakan manifestasi

bukan sekunder dari gejala-gejala lain


seperti misalnya waham atau pikiran
obsesif.
b) Anxietas

harus

mendominasi

atau

terbatas pada situasi sosial tertentu


(outside the family circle).

c) Menghindari situasi fobik harus atau


sudah merupakan gejala yang menonjol.

dilakukan saat ini. Ada beberapa teori yang


mencoba mengungkapkannya, antara lain:

Bila terlalu sulit membedakan antaraa) Teori psikoanalisa


fobia sosial dengan agoraphobia, hendaknya
Menurut Freud, fobia sosial atau
diutamakan diagnosis agoraphobia (F40.0). (5)
hysteria-ansietes merupakan manifestasi

dari

konflik

Oedipal

yang

tidak

Menurut buku Pedoman Penggolongan terselesaikan. Selain adanya dorongan


dan Diagnosis Gangguan Jiwa (PPDGJ III), seksual yang kuat untuk melakukan incest,
semua kriteria dibawah ini harus dipenuhi untuk
diagnosis pasti:
d) Gejala psikologis, perilaku atau otonomik
yang timbul harus merupakan manifestasi
primer

dari

anxietasnya

dan

bukan

sekunder dari gejala-gejala lain seperti


misalnya waham atau pikiran obsesif.
a) Anxietas harus terbatas pada adanya
objek atau situasi fobik tertentu (highly
specific situations).
b) Situasi fobik tersebut sedapat mungkin
dihindarinya.
Pada fobia khas ini umumnya tidak ada
gejala

psikiatrik lain,

tidak

agoraphobia dan fobia sosial. (5)

seperti

halnya

terdapat pula rasa takut terhadap kastrasi.


Hal ini menyebabkan terjadinya konflik dan
ansietas.
Akibatnya,
ego
berusaha
menggunakan
mekanisme-pertahanan
represi yaitu membuang jauh dari kesadaran.
Tatkala represi tidak lagi berhasil, ego
berusaha mencari mekanisme pertahanan
tarnbahan. Mekanisme pertahanan tambahan
adalah displacement. Konflik seksual
ditransfer dari orang yang mencetuskan
konflik kepada sesuatu yang sepertinya tidak
penting atau objek yang tidak relevan atau
situasi yang sekarang mempunyai kekuatan
untuk membangkitkan ansietas. Situasi atau
obyek yang dipilih atau disimbolkan
biasanya berhubungan langsung dengan
sumber konflik. Dengan Menghindari objek
tersebut pasien dapat lari dari penderitaan
ansietas yang serius.

Sampai sekarang belum ditemukan


b) Teori genetic
penyebab yang pasti. Walaupun demikian,
penelitian
mengenai
etiologi
banyak

Faktor genetik dapat berperanan


dalam fobia sosial. Analisa pedigree/silsilah
memperlihatkan silsilah pertama dari proband
dengan fobia sosial tiga kali beresiko
mendapat sosial fobia dibanding kontrol.
Namun, gen spesifik belum pernah diisolasi.
Perangai anak yang selalu dilarang telah
dihubung-hubungkan dengan perkembangan
fobia sosial dimasa dewasa.
c) Teori Neurotransmiter
Mekanisme Dopaminergik
Dari penelitian didapatkan bahwa
fobia sosial berhubungan dengan gangguan
pada
system
dopaminergik.
Kadar
homovanilic acid (HVA) pada penderita fobia
sosial lebih rendah bila dibandingkan dangan
penderita panik atau kontrol. Adanya
perbaikan gejala fobia sosial dengan
pemberian monoamine oxidase inhibitor
(MAOI) menunjukkan bahwa kinerja
dopamine terganggu pada fobia sosial.
Kadar dopamin prefrontal diduga
sebagai penyebab utama ekspresi anksietas.
Enzim catechol-o-methyltranferase (COMT)
berfungsi
mengkatalisir
degradasi
dopamin. Polimorfisme
gen
COMT
menyebabkan substitusi metionin ke valine.
Peningkatan aktivitas allele valine dapat
meningkatkan metabolisme dopamin dan
meningkatkan risiko anksietas fobik. Oleh

karena itu, polimorfisme COMT dikaitkan


dengan terjadinya anksietas fobik. Perbaikan
klinis
setelah
pemberian
obat
golongan monoamine
oxidase
inhibitor (MAOI) menunjukkan bahwa
terjadi defisiensi dopamin pada fobia sosial.
Selain itu, pemberian MAOI juga lebih
efektif bila dibandingkan dengan trisiklik.
Hal ini menimbulkan dugaan bahwa
dopamin berperan pada fobia sosial.
Dengan single photon emission computed
tomography (SPECT)terlihat
penurunan
densitas dopamin di striatum. Pemeriksaan
dengan magnetic
resonance
spectroscopy menunjukkan
adanya
penurunan aktivitas energi seluler, neuronal,
dan fungsi membran di daerah ganglia
basalis. Terdapat pula pengurangan ukuran
putamen pada penderita fobia sosial (dilihat
denganmagnetic resonance imaging). Kedua
regio ini kaya dengan dopamin.
Mekanisme Serotonergik
Pelepasan serotonin dapat berefek
anksiogenik atau anksiolitik. Hal ini sangat
bergantung dari regio dan subtipe reseptor
yang diaktivasi. Sebagian besar efek
anksiogenik dimediasi oleh serotonin 2A(5HT2A) sedangkan anksiolitik oleh stimulasi
5HT1A. Tikus percobaan yang dirusak
reseptor
5HT1A nya
memperlihatkan

perilaku
mirip
anksietas (anxiety-like berikutnya sehingga mengakibatkan orang
behaviors). Tidak terlihat adanya perbedaan tidak berani tampil dan menghindari
responsprolaktin terhadap fenfluramin antara panampilan selanjutnya.
pasien dengan fobia sosial dengan control.
Pemberian
fenilfluramin
padad) Amygdalas yang Hipersensitif
panderita
fobia
sosial
menyebabkan
Bagian otak yang disebut amygdalas
peningkatan kortisol sehingga diperkirakan ini masing-masing besarnya hanya seperti
adanya disregulasi serotonin. Walaupun bagian terkecil dari kelingking kita, dan
demikian,
pada
pemberian keduanya selalu bersiaga untuk tugasmethchlorphenylpiperazine (MCPP), suatu tugas pengamanan. Kurang lebih bentuknya
serotonin agonis, tidak ditemukan adanya seperti kacang almond, dan terdapat masingperbedaan respons prolaktin antara pendarita masing satu di tiap sisi otak, pada cuping
fobia sosial dengan kontrol normal. Begitu temporaldisebut demikian karena terletak
pula,
pengukuran
ikatan
platelet di belakang temple (pelipis) kita. Tugas
(3H)-paroxetine, suatu petanda untuk utama dari amygdalas adalah untuk
mangetahui aktivitas serotonin; tidak terlihat menangkap tanda kemungkinan adanya
adanya perbedaan antara fobia sosial dengan ancaman.
gangguan panik atau kontrol normal
Amygdalas kita in bisa saja
Mekanisme Noradrenergik
mengalami malfungsi, yaitu dengan
Penderita fobia sosial sangat sensitif mendeteksi
adanya
bahaya
padahal
terhadap perubahan kadar epinefrin sehingga sebenarnya tidak ada, atau bereaksi seolah
dengan cepat terjadi peningkatan denyut kita menghadapi bahaya besar meski
jantung, berkeringat dan tremor. Pada orang sebenarnya hanya ancaman kecil. Dengan
normal, gejala fisik yang timbul akibat Ketika itu terjadi, amygdalas akan mengirim
peningkatan
epinefrin
mereda
atau alarm palsu pada bagian-bagian otak yang
menghilang dengan cepat. Sebaliknya pada kemudian menggerakkan kita untuk
penderita fobia sosial tidak terdapat melindungi diri; dan respon yang sering kita
penurunan gejala. Bangkitan gejala fisik yang lakukan antara lain melarikan diri, terpaku,
meningkat semakin mengganggu penampilan bersembunyi, dan melawan. Dalam fobia
di depan umum. Pengalaman ini juga sosial, alarm palsu mungkin saja dipicu
membangkitkan kecamasan pada penampilan dengan adanya kehadiran sosok atau suara

orang lain. Yang lebih parah lagi, alaram


palsu itu bisa saja terjadi karena kita
mengingat atau berimajinasi bahwa kita
berhadapan langsung dengan orang itu atau
bahkan hanya karena kita berpikir bahwa kita
ada dalam pikiran orang lain.

Penelitian epidemiologis baru-baru ini telah


menemukan bahwa fobia adalah gangguan
mental tunggal yang paling sering di Amerika

Serikat. Diperkirakan 5 sampai 10 persen populasi

Agorafobia sering mulai terjadi terhadap

menderita gangguan yang mengganggu dan

wanita yang berumur di antara 20 hingga 40

kadang menimbulkan ketidakberdayaan tersebut.

tahun. Sebanyak 3,2 miliar penduduk atau

Perkiraan yang kurang konservatif adalah sampai

kurang lebih 2.2% golongan anak muda yang

23 persen populasi. (3) Banyak kasus dimulai

berumur di antara 18 hingga 54 tahun di

secara tiba-tiba pada wanita dari keluarga yang

Amerika Serikat mengidap agoraphobia. Hampir

stabil saat usia 15-30 tahun. Ansietas yang muncul

60% kasus fobia adalah agoraphobia. Penelitian

hanya

menunjukkan

dengan

membayangkan,

dapat

terdapat

dua

kategori

umur

mendominasi gambaran sehari-hari, atau ansietas

mulainya tanda-tanda agoraphobia pada pesakit

dapat timbul hanya ketika objek fobia dihadapkan

yaitu pada umur awal hingga pertengahan 20-an

secara langsung. Lalu, rasa lega muncul ketika

dan juga awal 30-an. (wiki)

melarikan diri karenanya, hal ini menguatkan


timbulnya pola penghindaran. (2) Penderitaan

Fobia Spesifik

yang berhubungan dengan fobia, khususnya jika

Fobia spesifik adalah lebih sering

keadaan tersebut tidak dikenali atau dianggap

dibandingkan fobia sosial. Fobia spesifik adalah

sebagai gangguan mental, dapat menyebabkan

gangguan mental yang paling sering terjadi pada

komplikasi psikiatrik lain, termasuk gangguan

wanita dan nomor kedua tersering pada laki-laki,

kecemasan lain, gangguan depresif berat, dan

hanya setelah gangguan berhubungan dengan

gangguan berhubungan zat, khususnya gangguan

zat. Prevalensi enam bulan fobia spesifik adalah

penggunaan alkohol. Penelitian riset terakhir fobia

kira-kira 5 sampai 10 per 100 orang. Rasio

menemukan bahwa fobia sering kali responsif

wanita berbanding laki-laki adalah kira-kira 2

terhadap pengobatan dengan psikoterapi kognitif

berbanding 1, walaupun rasio adalah mendekati

dan perilaku dan terhadap pengobatan dengan

1 berbanding 1 untuk jenis darah, injeksi atau

farmakoterapi spesifik, termasuk obat trisiklik,

cedera. Onset usia puncak untuk tipe lingkungan

inhibitor monoamine oksidase, dan antagonis

alami dan tipe darah, injeksi, dan cedera adalah

reseptor adrenergik-beta. (3)

dalam rentang 5 sampai 9 tahun, walaupun onset

Agorafobia

juga terjadi pada usia yang lebih lanjut.


Sebaliknya, onset usia puncak untuk tipe

situasional (kecuali takut ketinggian) adalah lebih

yang

tinggi, dalam pertengahan usia 20-an, yang dekat

diagnostik, instrument penelitian dan lingkup

dengan usia onset untuk agoraphobia. Objek dan

budaya yang berbeda menunjukkan prevalensi

situasi

spesifik

yang bervariasi antara 0,5% sampai 22,6%. Ada

(dituliskan dalam frekuensi menurun) adalah

kecendrungan kenaikan angka prevalensi fobia

binatang, badai, ketinggian, penyakit, cedera, dan

sosial, seiring dengan perubahan perilaku (gaya

kematian. (3)

hidup) masyarakat. Fobia sosial timbul sejak

yang

ditakuti

pada

fobia

Fobia Sosial

beragam

dan

berdasarkan

kriteria

masa kecil, 40% di antaranya di bawah 10 tahun.


Sisanya di bawah usia 20-tahun. Penggunaan

Prevelensi enam bulan untuk fobia sosial

alkohol berkorelasi dengan fobia sosial, mereka

adalah kira-kira 2 sampai 3 per 100 orang. Dalam

yang menggunakan alkohol mempunyai risiko

penelitian epidemiologis, wanita lebih sering

dua kali lebih besar untuk menderita fobia sosial

terkena daripada laki-laki, tetapi pada sampel

dibandingkan

klinis seringkali terjadi hal yang sebaliknya.

menggunakan alkohol. Dan kelompok dengan

Alasan untuk observasi yang berlainan tersebut

ketergantungan

adalah tidak diketahui. Onset usia puncak untuk

sembilan kali lebih besar untuk mengalami fobia

fobia sosial adalah pada usia belasan tahun,

sosial.(3)

dengan

mereka

alkohol

yang

mempunyai

tidak
risiko

walaupun onset seringkali paling muda pada usia


5 tahun dan paling lanjut pada usia 35 tahun.

2.1.2 Phobia dalam Ncurologi

Prevalensi fobia sosial pada kelompok eksekutif

Ncurologi membahas masalah kccemasan

di Indonesia besarnya antara 9,6 -16%, yang

dan kctakutan mclalui pcnclitian kondisi sistem

timbul sejak usia muda dan terus berlangsung

syaraf bcscrta rcaksi impuls syaraf yang

sampai pada usia dewasa. Di negara maju,

mcncgang

prevalensi fobia sosial besarnya 2-13%, dan

mengalami phobia. Beberapa bagian otak

secara bermakna mengganggu pekerjaan, status

menjadi kunci dalam produksi rasa takut serta

akademik dan hubungan seseorang. Penelitian

eemas di dalam penelusuran masalah phobia.

epidemiologi yang telah dilakukan di berbagai

Melalui penelitian syaraf dapat ditemukan

negara-negara dengan ruang lingkup kehidupan

peranan berarti amygdala dan hippocampus

atau

tcrlckan

ketika

seseorang

Hippocampus adalah bagian dalam otak

ketika manusia mengalami keeemasan maupun


ketakutan. Amygdala adalah bagian dalam otak
manusia dengan bentuk menyerupai almond yang
dipercaya

berfungsi

komunikasi

untuk

mcnghubungkan bagian penerimaan isyarat atau


tanda-tanda dari panca indera dengan bagian
penafsiran isyarat pada otak manusia (National
Institute of Mental Health 21-22).
Amygdala mengirim perintah kewaspadaan pada

yang

mengisyaratkan

peristiwa

mengancam

ingatan
ke

peristiwa-

dalam

memori

manusia. Hippocampus berfungsi mis-match


detection, yakni menemukan ketidaksesuaian
dan segera mengisyaratkan pcrhatian dalam
pikiran sescorang (Baars 107). Perasaan takut
dan ecmas menganggu pikiran dan seketika
hippocampus berikut bagian otak membangun

seluruh bagian otak atas kehadiran aneaman.

mekanisme perhatian untuk menyiapkan diri

Perintah

dari pcristiwa langsung yang tiba-tiba dapat

dari

amygdala

kemudian

mampu

memieu reaksi berupa rasa cemas serta lakut

memasuki

yang berlebihan atas ancaman yang telah

istimewa ini menjadi lebih kecil pada orang

diprediksi terjadi dalam pikiran. Kcpekaan

yang

amygdala

merespon

mengecil ketika manusia merasakan ancaman

kehadiran aneaman akan berbeda dan sifatnya

dapat ditelusuri juga lewat kasus lain sebagai

genetis

perbandingan.

serta

tempo

berikut

reaksi

dalam
tubuh

misalnya

kesadaran.

mengalami

Bagian

phobia

otak

atau

yang

memang

meningkatnya tekanan darah (Ballcngcr and

Ukuran hippocampus dapat mengecil

Tylce 62). Kcadaan ini mcnunjukkan bahwa

dalam kasus nyata tcrtentu, scperti orang yang

memori

pusat

menjadi korban penyiksaan di masa kecil, atau

amygdala jelas bcrperan dalam kcccmasan serta

orang yang mcnjalani pelatihan kcmiliteran.

kctakutan yang berlebihan scpcrti jenis phobia

Kcmauan untuk membatasi dan mcmbuat

khusus,

ketentuan menjadi penyebab reduksi ukuran

cmosional

yakni

disimpan

takut

pada

pada

laba-laba

(spiderphobia), takut pada anjing (dogphobia),

hippocampus.

takut pada ruang tertutup (claustrophobia) dan

kurang jelasnya ingatan, dan potongan memori

sebagainya.

tentang peristiwa traumatis yang mampu


menghadirkan

Pcnggambaran

goncangan

sorot

jiwa

balik,

serta

penegangan syarafllebih jelas pada pengalaman

Post

Traumatic

Stress

Disorder

(PTSDj

disertai akibat-akibat ketakutan yang juga

(National Institute of Mental Health 7).

variatif. Persoalan subjek lagi-lagi mcnjadi

Sekilas penjelasan bahwa PTSD muncul setelah

jawaban sementara seperti sifat yang dapat

mengalami peristiwa pcrampokan, pcrkosaan,

diturunkan genetis atau sikap perseorangan

penculikan, penawanan, pencabulan, kecelakaan,

ketika menghadapi kcccmasan dan ketakutan.

dan

bcncana

menyakitkan

alam.
yang

Telah
bisa

ada

terus

kenangan

datang

dan

Kadar

kcccmasan

dan

rasa

takut

menyiksa sescorang dengan rasa takut akan

proposisional dalam tiap pengalaman phobia

teijadinya pcngulangan peristiwa menyakitkan

tcrgantung pada keadaan pikiran seseorang

tersebut. Sementara itu, kondisi trauma memang

serta tingkat ancaman yang menjadi alasan

dapat menjadi penyebab phobia meskipun tidak

tcrjadinya phobia. Ancaman dalam phobia

selalu akibat peristiwa traumatis. Trauma lebih

berupa tampiIan nyata, suara, gerakan, sentuhan

sering terjadi akibat pengalaman buruk kemudian

dan penyebab lain yang memicu munculnya

melakukan prediksi bahaya sementara phobia

perasaan takut yang berlebihan. Phobia dapat

cendcrung memprediksi ancaman setelah ada

mengakibatkan

kehadiran objek yang menakutkan. Rasa takut

mengingat manusia merupakan makhluk yang

serta

dialami

berpikir dan cendcrung memiliki pcrsiapan

seseorang tidak cukup tcrjclaskan lcwat gcjala

untuk menghadapi ancaman berupa objek atau

fisik. Mcskipun gejala fisik dapat mcnjadi

situasi.

kcccmasan

pcnjclasan
menunjukkan

bcrlcbihan

sementara
keadaan

yang

yang

nyata

untuk

seseorang

yang

peningkatan

kewaspadaan

Akibat ketakutan dan cemas bcrlcbihan


yang

dialami

penderita

phobia

memiliki

mengalami rasa takut maupun ccinas yang tidak

tingkatan yang juga berbeda-beda. Tingkat

terkendali. Dalam kajian psikologi pengenduran

ringan seperti bcrkeringat, pusing, gelisah,

syaraf otak dapat dikendalikan lewat terapi dan

bingung, gemetar, serta merasa mual. Tingkat

konsumsi obat antidepresan sehingga reaksi fisik

berat seperti luka- luka, serangan fisik, depresi,

tidak akan muneul. Phobia memiliki keunikan

panik,

tersendiri untuk dibahas lebih jauh. Gejala-gejala

darah di otak bahkan serangan jantung.

yang dialami penderita phobia berbeda-beda

kegilaan,

pembengkakan

pembuluh

Kecemasan atas akibat phobia sekalipun dapat

bebcrapa pasien suatu gangguan deptesif

menjadi

ditemukan bersama- sama dengan gangguan

suatu tekanan yang

memperburuk

kondisi penderitanya.

panik. Penelitian telah menemukan bahwa


risiko bunuh diri selama hidup pada orang

Agorafobia

dengan gangguan panik adalah lebih tinggi

Pasien agorafobia secara kaku menghindari


situasi di mana akan sulit untuk mendapatkan
ban- tuan. Mereka lebih suka disertai oleh
seorang teman atau anggota keluarga di tempattempat tertentu seperti jalanan yang sibuk, toko
yang padat, ruang yang tertutup (seperti di
terowongan,

jembatan,

dan

elevator),

dan

kendaraan tertutup (seperti kereta bawah tanah,


bus, dan pesawat udara). Pasien mungkin
memaksa bahwa mereka harus ditemani tiap kali
mereka keluar rumah. Perilaku tersebut dapat
menyebabkan pertengkaran dalam perka- winan,

dibandingkan pada orang tanpa gangguan


mental. Klinisi harus menyadari risiko bunuh
diri ini. Di samping agorafobia, fobia lain
dan gangguan obsesif-kompulsif dapat terjadi
bersama- sama dengan gangguan panik.
Akibat psikologis dari gangguan pakin dan
agorafobia, selain pertengkaran perkawinan,
dapat berupa waktu ter- buang di tempat
kerja, kesulitan finansial yang berhubungan
dengan

hilangnya

pfckerjaan,

dan

penyalahgunaan alkohol dan zat lain. Tabel


16.3-1

yang dapat keliru didiagnosis sebagai masa- lah


primer. Pasien yang menderita secara parah
mungkin semata-mata menolak keluar dari
rumah. Khususnya sebelum diagnosis yang benar
dibuat, pasien mungkin ketakutan bahwa mereka
akan gila.
Gejala Penyerta
Gejala depresif sering kali ditemukan pada
serangan panik dan agorafobia, dan pada

Kriteria Diagnostik untuk Fobia Spesifik


A. Rasa takut yang jelas dan menetap yangg
berlebihan atau tidak beralasan, ditunjukkkan
oleh adanya atau antisipasi suatu objck atau
situasi

tertentu

(misalnya,

naik

pesawat

terbang, ketinggian, binatang, mendapatkan


suntikan, melihat darah)
B Pemaparan dengan stimulus fobik hampir selalu
mencetuskan respons kecemasan yang segera.

D.

yang dapat berupa serangan panik yangg

tentang

berhubungan

atau

pascatraumatik (misalnya, menghindari stim

dipredisposisikan oleh situasi. Catatan: pada

yang berhubungan dengan stresor yang

anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan oleh

berat).

menangis,

(misalnya, menghindari sekolah), fobia sosial

dengan

situasi

tantrum,

membeku,

atau

comas

stres

perpisahan

(misalnya, menghindari situasi sosial karena

C. Orang menyadari bahwa rasa takut adalah

takut merasa nialu). gangguan panik dengan

berlebihan atau tidak beralasan. Calatan: pada

agorafobia, atau agorafobia lanpa riwayat

anak-anak, ciri ini mungkin tidak ada.

gangguan panik.

Situasi fobik dihindari, atau jika tidak dapat Sebutkan lipe


dihadar

dengan

kecemasan

atau

penderitaan yang kuat.


Penghindaran.
situasi

yang

Tipe binatang

,
I

Tipe lingkungan alam (misalnya, ketinggian,

antisipasi

kecemasan,

atau

penderitaan dala

F.

gangguan

gangguan

menggendcng.

dihindari

E.

kontaminasi),

badai. danair)
Tipe darah. injeksi, cedera

ditakuti

secara

bermakna

Tipe situasional (misalnya. pesawat udara,

mengganggu rutinitas normal orang. funqsi

elevator,

pekerjaan (atau akademik). atau aktivit sosial

tempat tertutup)

atn i hubungan deng.in orang lain, atau

Tipe lain (misalnya, penghindaran fobik

tordapat

terhadap situasi yang mungkin menyebabkan

penderitaan

yang

jelas

kaiena

menderita fobia

tercekik. muntah, atau menularkan penyakit:

Pada individu yang berusia di bawah 18 tahun,

pada anak-anak'. penghindaran suara keras

durasi sekurannnya ada'ah 6 bulan

atau karakter bertopeng)

G.

Kecemasan

serangan

panic

atau

penghindaran fobik berhubungan dengan objek


atau situasi spesifik adalah tidak lebih baik
diterangkan oleh gangguan mental lain, seperti,
gangguan obsesif- kompulsif (misalnya. takut
kepada kotora pada seseorang dengan obsesi

Anda mungkin juga menyukai