Anda di halaman 1dari 13

OBAT-OBAT

PSYCHOSTIMULAN

Oleh:
Kelompok 8 / Kelas B
Miftahul Jannah 1871040003
Nurul Azmi Widya Rahayu 1871040032
Nurul Istiqamah 1871042067
Aqidatul Izzah Luthfi 1871042077
Maghfira Doloming 1871042078
Pengertian & Penggunaan Psikostimulan
Stimulan merupakan zat psikoaktif yang dapat meningkatkan aktivitas sistem saraf
pusat, yang meningkatkan kewaspadaan dan dapat menghasilkan perasaan senang atau
bahkan keadaan euforia (Nevid dkk, 2014). Psikostimulan digunakan untuk mencegah
keadaan atau perasaan lelah yang muncul setelah melakukan aktivitas yang cukup
menguras tenaga atau juga kurang tidur (Spiegel, 2003).
Psikostimulan ini sering digunakan sebagai terapa pada anak-anak dan remaja yang
menderita gangguan ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) dan narkolepsi.
Obat stimulan ini tidak diperjualkan secara bebas dan harus sesuai dengan resep
dokter karena tingginya potensi penyalahgunaan obat tersebut khususnya dikalangan
pecandu narkoba. Kelemahan psikostimulan adalah takifilaksis atau keadaan dimana
ketika obat stimulan dikonsumsi secara berulang, maka obat tersebut kehilangan efeknya
sehingga untuk penggunaan obat dalam jangka waktu yang panjang dosisnya harus
ditingkatkan (berdasarkan resep dokter) (Spiegel, 2003).
Psikostimulan dan Pengobatan ADHD
a. Questions Of Long-Termmedication

ADHD merupakan gangguan parah yang biasanya berlangsung selama bertahun-tahun, dalam banyak
kasus hingga dewasa (Faraone et al., 2000) dan memerlukan pengobatan berkepanjangan, pertanyaan
muncul tentang tindakan jangka panjang dan keamanan psikostimulan yang digunakan dalam indikasi ini.
Tindakan terapeutik amfetamin dan methylphenidate diperkirakan dapat dipertahankan selama bertahun-
tahun pada sebagian besar pasien, dan tidak perlu meningkatkan dosis ke tingkat yang relevan. Sebuah studi
mengkonfirmasi bahwa obat stimulan mempertahankan kemanjurannya lebih dari 1 tahun pengobatan dan
sebagian anak dapat hidup tanpa psikostimulan untuk sementara atau seluruhnya (Spiegel, 2003).

Gittelman Klein (1987) menyimpulkan bahwa pengobatan dengan psikostimulan pasti efektif selama
periode waktu yang lama, tetapi tidak dapat dikatakan dengan pasti apakah hasil akhir dimodifikasi ke
tingkat yang signifikan. Evaluasi yang agak hati-hati ini kontras dengan beberapa hasil positif dari
pengamatan jangka panjang pada anak-anak ADHD yang diobati dengan obat seperti yang diterbitkan oleh
Weiss dan Hechtman tahun 1986 (Spiegel, 2003).
Psikostimulan dan Pengobatan ADHD
b. Drug Therapyand Psychotherapy Of ADHD

Gittelman Klein (1987) mempertimbangkan sembilan penelitian yang diterbitkan antara 1977 dan 1985 yang berhubungan dengan
terapi obat gabungan dan psikoterapi anak ADHD. Perawatan non-obat termasuk pelatihan kognitif, berbagai bentuk terapi perilaku dan
pelatihan orang tua, dan lebih dari satu metode digunakan dalam beberapa studi. Hasilnya mengejutkan karena tidak satu pun studi
menunjukkan keuntungan yang dapat dideteksi dengan jelas dari pengobatan gabungan dibandingkan terapi obat dengan stimulan saja
dalam perilaku sehari-hari atau sekolah (Spiegel, 2003).

Kesimpulan ini berlawanan dengan pernyataan yang dibuat Kauffmann dan Hallahan (1979) bahwa teknik terapeutik perilaku
memiliki peran penting dalam ADHD, dan sebagian bertentangan dengan hasil dari beberapa penelitian yang lebih baru (Spiegel,
2003).
Seperti studi US MTA tidak mendeteksi perbedaan yang signifikan antara
pengobatan gabungan dan pengobatan dengan methylphenidate saja yang
berkaitan dengan efeknya pada gejala ADHD; Namun perawatan gabungan
memiliki beberapa keuntungan dibandingkan obat saja pada fitur seperti
gangguan kecemasan, keterampilan sosial, kepuasan konsumen (terutama orang
tua) dan mungkin prestasi akademik (Spiegel, 2003).
Psikostimulan Yang Paling Dikenal
Amphetamine
Triswara dan Carolia (2017) mengemukakan bahwa pada umumnya, penggunaan
amfetamin menimbulkan efek akut berupa gangguan sistem simpatetik saraf otonom
seperti hipertensi, takikardia, hipertermia, takipnea, dan vasokonstriksi. Selain itu
penggunaan akut amfetamin dapat menyebabkan euforia, meningkatnya energi dan
kewaspadaan, meningkatnya libido dan kepercayaan diri, perasaan meningkatnya
kapasitas fisik dan mental, serta peningkatan produktivitas.

Metamphetamine
Cruckshank dan Dyer (2009) mengemukakan bahwa metamfetamin
menghasilkan berbagai efek langsung termasuk euforia subjektif, gairah dan
psikomotor pengaktifan. Pada dosis yang lebih tinggi, stimulasi striatal reseptor
dopamin D2 tampaknya menengahi psikosis. Stimulasi miokard (baik secara
langsung atau melalui Eferen SSP) dapat menyebabkan takikardia dan hipertensi,
yang dapat menyebabkan berbagai penyakit akut dan parah.
Psikostimulan Yang Paling Dikenal

Methylpenidate

Challman (2000) mengemukakan bahwa The Food and Drug Asosiation


(FDA) telah menyetujui bahwa methylphenidate dapat digunakan untuk pengobatan
ADHD, narkolepsi, kerusakan otak, kanker, dan infeksi HIV. Methylphenidate
disetujui FDA untuk digunakan pada anak-anak di atas usia 6 tahun dan pada orang
dewasa. Kemungkinan efek samping yang ditimbulkan adalah anoreksia. Anoreksia
adalah efek samping yang umum dari penggunaan stimulan, dan ada kekhawatiran
bahwa methylphenidate dapat menekan pertumbuhan pada anak-anak yang dirawat
karena ADHD.
Psikostimulan Yang Paling Dikenal
PEMOLINE

Pattrick dan Markowitz (1997) mengemukakan bahwa pemoline adalah psikostimulan yang telah digunakan untuk
mengobati ADHD di Amerika Serikat sejak 1975. Efek samping dari penggunaan obat pemoline adalah insomnia. Selain
itu, nafsu makan menurun, sakit perut, lekas marah, dan sakit kepala juga bisa terjadi dan penurunan sementara dalam
tingkat pertumbuhan anak-anak pun dapat menjadi efek samping dari penggunaan obat tersebut.
Pattrick dan Markowitz (1997) mengemukakan bahwa pedoman dari pabrik untuk memulai terapi pemoline adalah
dosis oral tunggal setiap pagi dari 37,5 mg, dengan peningkatan 18,75 mg pada minggu interval sampai respons klinis yang
diinginkan tercapai. Kebanyakan anak merespons pada kisaran dosis tertentu dari 56,25 ± 75 mg/hari. Maksimal
direkomendasikan dosis harian adalah 112,5 mg.

MODAFINIL

Mann dan Bitsios (2009) mengemukakan bahwa modafinil diperkenalkan sebagai monoterapi, dengan dosis
200 mg di pagi hari. Mengonsumsi modafinil dapat membuat pengguna merasa santai, fokus, dan ledakan amarah
dapat dikendalikan. Modafinil tidak seperti amfetamin dan tidak menghasilkan euforia. Salah satu perbedaan utama
antara stimulan konvensional dan modafinil adalah efeknya pada gairah. Stimulan konvensional seperti amfetamin
mengerahkan efek membangkitkan gairah melalui aktivasi katekolaminergik dan histaminergik, sedangkan
modafinil bertindak melalui aktivasi selektif dari histaminergik sistem. Pasien dengan ADHD memerlukan titrasi
dosis yang hati-hati dan pemahaman tentang kurva respons dosis modafinil agar efek klinis penuh dapat diamati.
Cognitive abnormalities in Attention Deficit Hyperactivity Disorder

(ADHD)
Psikostimulan merupakan obat kejiwaan yang paling sering digunakan pada anak dan remaja yang
memiliki gangguan ADHD. Terdapat tiga gejala utama yang diperlukan dalam melakukan diagnosa
ADHD, yakni hiperaktivitas, impulsif, dan kurangnya perhatian. Dalam DSM-IV (APA, 1994) terdapat
tiga subtipe ADHD yakni tipe yang cenderung tidak menyimak, tipe yang cenderung hiperaktif, dan tipe
gabungan. Terdapat sembilan kriteria perilaku dalam mendiagnosa innattention, yakni:
1. Gejala memperhatikan detail;
2. Kesulitan dengan perhatian lanjutan;
3. Tampak tidak mendengarkan;
4. Tidak mengikuti petunjuk;
5. Mengalami kesulitan mengatur tugas dan kegiatan;
6. Menghindari tugas yang memerlukan upaya mental yang berkelanjutan;
7. Kehilangan hal-hal yang dibutuhkan untuk tugas dan kegiatan;
8. Mudah terganggu oleh rangsangan asing;
9. Sering kali pelupa.
Deficient inhibition merupakan gangguan inti dalam ADHD dimana terjadi kekurangan pengendalian
penghambatan diasumsikan bertanggungjawab atas sejumlah gangguan dalam perilaku, memori kerja, regulasi impuls
dan internalisasi ucapan. Defisit ini mendasari kelainan perilaku yang ditunjukkan oleh individu ADHD dalam kehidupan
sehari-hari, serta perilaku impulsif, lalai, dan tidak konsisten yang ditunjukkan pada berbagai tugas. Kontrol
penghambatan yang kurang dapat dioperasionalkan dan diukur dengan menggunakan paradigma stop-signal (Schachar et
al., 2000), sebuah tugas laboratorium yang membutuhkan respon motorik yang sedang berlangsung dan penghentian
respon tersebut secara tiba-tiba setelah sinyal yang ditentukan. Namun, tidak semua anak dengan ADHD memiliki kinerja
yang buruk pada tugas stop-signal, dan sejauh ini tidak semua anak dan remaja ADHD menunjukkan kinerja yang kurang
baik secara konsisten pada tugas-tugas kognitif dan di sekolah.
EFEK PSIKOSTIMULAN
Perhatian dan perilaku pada saat mengerjakan tugas. Obat stimulan dapat

01
meningkatkan kemampuan anak-anak ADHD untuk mempertahankan
perhatian dan upaya dalam keadaan yang menantang, yaitu pada tugas-
tugas kognitif yang sangat menuntut dan dengan pengalaman kegagalan,
misalnya ketika dihadapkan pada tugas teka-teki kata yang tidak
terpecahkan.
Peningkatan kinerja yang signifikan terlihat pada banyak ukuran

02 laboratorium perhatian, pembelajaran, pemrosesan informasi, memori


jangka pendek dan kewaspadaan (Elia et al., 1999).

Variabilitas respon dan respon impulsif pada tugas kognitif menurun dan
akurasi kinerja meningkat. Menurut Klorman et al. (1994), obat metilfenidat

03 dan kronologis memiliki efek yang secara umum serupa (memori jangka
pendek berkelanjutan): akurasi dan kecepatan yang lebih tinggi, di mana
terlihat pada anak yang mengalami ADHD dan pada anak non-ADHD.
EFEK PSIKOSTIMULAN
Content Content Content Content

Efek samping yang sering terjadi dari penggunaan obat psikostimulan adalah
insomnia, nafsu makan berkurang, dan kadang-kadang sakit kepala. Apabila
sebelum dan saat pengobatan pada anak ADHD menunjukkan gejala sukar
makan, maka perlu diberikan vitamin untuk nafsu nafsu makan. Apabila
timbul efek samping sukar tidur, sebaiknya pemberian pada malam hari tidak
dilakukan.

Para peneliti percaya bahwa psikostimulan dapat memengaruhi bagian otak


yang bertanggungjawab untuk memproduksi neurotransmitter.
Neurotransmitter bertanggungjawab untuk membantu individu melakukan
aspek penting dalam lingkungan sehari-hari mereka.
Daftar Pustaka
Challman, T. D., Lipsky, J. J. (2000). Methylphenidate: Its Pharmacology ang Uses. Journal of Mayo Foundation for Medical
Education and Research. Vol. 75. Hal. 711-721.

Cruickshank, C. C., Dyer, K. R. (2009). A Review of The Clinical Pharmacology of Methamphetamine. Journal of Society for the
Study of Addiction. Vol. 104(7). Hal. 1085-1099. DOI: 10.1111/j.1360-0443.2009.02564.x

Mann, N., Bitsios, P. (2009). Modafinil Treatment of Amphetamine Abuse in Adult ADHD. Journal of Psychopharmacology. Vol.
23(4). Hal. 468-471. DOI: 10.1177/0269881108091258.

Nevid, J. S, Rathus, S. A, & Greene, B. (2014). Psikologi Abnormal Edisi kesembilan Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Pattrick, K. S., Markowitz, J. S. (1997). Pharmacology of Mathylphenidate, Amphetamine, Enantiomers and Pomeline in Attention-
Deficit Hyperactivity Disorder. Journal of Human Psychopharmacology. Vol. 12. Hal. 527-564.

Spiegel, R. (2003). Psychopharmacology: an introduction. John Wiley & Sons

Rusmawati, Diana, dan Endah Kumala Dewi. (2011). Pengaruh Terapi Musik Dan Gerak Terhadap Penurunan Kesulitan Perilaku
Siswa Sekolah Dasar Dengan Gangguan ADHD. Jurnal Psikologi UNDIP Vol. 9(1). DOI: 10.14710/jpu.9.1

Triswara, R., Carolia, N. (2017). Gangguan Fungsi Kognitif Akibat Penyalahgunaan Amfetamin. Jurnal Majority. Vol. 7(1). Hal. 49-
53.

Wiguna, T., Wibisono, S., Susworo., Sastroasmoro, S., Purba, Y., & Suyatna FX. (2009). Dampak Metilfenidat Kerja Panjang 20 Mg
Terhadap Pola Perbaikan Gejala Klinis Pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (GPPH). Jurnal Sari
Pediatri. Vol. 11(2). Hal. 142-148.
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai