Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif tersering dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia. World Health Organization (WHO) melaporkan
bahwa Indonesia berada di urutan keempat negara yang jumlah penyandang DM terbanyak.
Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030.1 Retinopati adalah salah satu komplikasi
mikrovaskular DM yang merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. 2,3 Penelitian
epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa jumlah penderita
retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun
2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan. The DiabCare Asia 2008 Study
melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan
melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya
merupakan retinopati DM proliferatif. Risiko menderita retinopati DMmeningkat sebanding
dengan semakin lamanya seseorang menyandang DM.
Faktor risiko lain untuk retinopati DM adalah ketergantungan insulin pada penyandang
DM tipe II, nefropati, dan hipertensi. Sementara itu, pubertas dan kehamilan dapat mempercepat
progresivitas retinopati DM. Kebutaan akibat retinopati DM menjadi masalah kesehatan yang
diwaspadai di dunia karena kebutaan akan menurunkan kualitas hidup dan produktivitas
penderita yang akhirnya menimbulkan beban sosial masyarakat. Masalah dalam penanganan
retinopati DM adalah keterlambatan diagnosis karena sebagian besar penderita pada tahap awal
tidak mengalami gangguan penglihatan. Dokter umum di pelayanan kesehatan primer memegang
peranan penting dalam deteksi dini retinopati DM, penatalaksanaan awal, menentukan kasus
rujukan ke dokter spesialis mata dan menerimanya kembali. Apabila peranan tersebut
dilaksanakan dengan baik, maka risiko kebutaan akan menurun hingga lebih dari 90%. 9 Melalui
tulisan ini diharapkan pengetahuan dokter umum akan meningkat sehingga ia mampu berperanan
optimal dalam tata laksana retinopati DM.4

BAB II
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. Moch Islam Amin

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Usia

: 53 tahun

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Pekerjaan

: PNS

Pendidikan

: S1

Alamat

: Jl. Pisangan Baru RT/RW 03/14

No RM

: 953343

II. ANAMNESIS
Autoanamnesis pada pasien dilakukan pada tanggal 3 Maret 2015, jam 11.00 WIB di
Poliklinik Mata RS Umum Daerah Budhi Asih.
A. KELUHAN UTAMA
Mata kiri buram perlahan sejak 3 bulan yang lalu, tidak merah.
B. KELUHAN TAMBAHAN
C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien seorang laki-laki datang ke RSUD Budhi Asih pada hari Selasa, 3 Maret 2015
dengan keluhan mata kiri buram secara perlahan sejak 3 bulan lalu. Buram dirasakan semakin
berat sejak 1 bulan terakhir. Pasien kontrol setelah dilakukan laser 1x pada mata kiri 1 bulan
yang lalu. Mata kanan juga dirasakan buram sejak 2 tahun yang lalu tetapi dirasa begitu
menganggu. Pasien menyangkal pandangan seperti melihat kabut atau asap, melihat pelangi,

penglihatan yang mengganggu pada sore menjelang malam, melihat seperti didalam terowongan.
Pasien juga mengatakan tidak mengalami mual, muntah, maupun nyeri pada mata. Sebelumnya
pasien memakai kacamata, tetapi pasien mengatakan ukuran kacamata sudah tidak pernah cocok
sejak 2 tahun yang lalu.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Pasien mengaku memiliki riwayat diabetes mellitus sejak tahun 2011, tetapi pasien tidak
teratur meminum obat, biasanya gula darah sewaktu diatas 200 pada saat kontrol. Pasien tidak
ingat nama obat yang diberikan. Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2013 yang
terkontrol. Pasien mengaku susah mengontrol pola makan dan tetap mengkonsumsi makanan
manis dan berlemak. Asthma dan alergi disangkal.
Pasien memakai kacamata sferis +0,50 pada mata kanan dan kiri, juga terdapat silinder
-0,50 pada mata kiri, tetapi pasien tidak merasa terbantu dengan kacamata dan dirasakan sudah 2
tahun yang lalu. Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada bagian matanya.
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Pasien mengaku pada keluarga pasien, tidak ada yang mengalami hal serupa. Keluarga
pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.
F. RIWAYAT HIDUP DAN KEBIASAAN
Pasien

tidak menjaga pola makan dengan baik, suka mengkonsumsi makanan dan

minuman manis juga makanan berlemak seperti santan, jeroan, dll. Pasien juga merokok sejak
umur 24 tahun, 1 bungkus per hari, dan sudah berhenti sejak 4 bulan.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Ophtalmologi
Tanggal 03 Februari 2015
OD
6/50 SC S+0,50

Pemeriksaan
Visus

OS
6/50 SC S+0,50, C-

6/50 CC , Ph (-)

0,50 x 90o 6/30 CC, Ph

Ortoforia
Baik ke segala arah

(-)
Ortoforia
Baik ke segala arah

Ptosis

(-),

edema

Kedudukan
Pergerakan

(-), Palpebra

Ptosis

(-),

edema

(-),

trikiasis (-), distikiasis (-), superior

ektropin (-), entropion (-),

hiperemis (-)

trikiasis (-), distikiasis (-),

Ptosis

hiperemis (-)
Ptosis (-), edema

(-),

edema

(-), Palpebra

(-),

ektropion (-), entropion (-), inferior

ektropion (-), entropion

trikiasis (-), distrikiasis (-),

(-),

hiperemis (-)

distrikiasis (-), hiperemis

Hiperemis (-), sekret (-), Konjungtiva

(-)
Hiperemis (-), sekret (-),

lithiasis (-), folikel (-)


Injeksi konjungtiva

trikiasis

(-),

tarsalis superior lithiasis (-), folikel (-)


(-), Konjungtiva
Injeksi konjungtiva (-),

Injeksi silier (-),perdarahan bulbi

Injeksi

silier

subkonjungtiva (-),

perdarahan

sekret (-), pterigium (-)

subkonjungtiva (-),

(-),

sekret (-), pterigium (-)


Hiperemis (-), sekret (-), Konjungtiva

Hiperemis (-), sekret (-),

lithiasis (-), folikel (-)

tarsalis inferior

lithiasis (-), folikel (-)

Jernih
Dalam
Warna cokelat tua,

Kornea
COA
Iris

Jernih
Dalam
Warna cokelat tua,

Kripta baik
Bulat, 4mm, isokor,
RCL (+) RCTL (+)
Jernih
Jernih

Pupil

Kripta baik
Bulat, 4mm, isokor,

Lensa
Vitreous humor

RCL (+), RCTL (+)


Jernih
Jernih

Reflek fundus (+), papil Funduskopi

Reflek fundus (+), papil

berbatas tegas, bentuk bulat,

berbatas

CD ratio 0,3, arteri:vena

bulat,

2:3, bercak eksudat (+)

arteri:vena

15,9
TIO
Penurunan lapang pandang Tes konfrontasi

eksudat (+)
17,3
Penurunan

(-)

pandang (-)

tegas,
CD

bentuk

ratio
2:3,

0,3,
bercak

lapang

FOTO FUNDUS PASIEN


OCULI DEXTRA

Papil, CDR, dan pembuluh darah arteri dan vena sulit dinilai

Gambaran Hard Exudate yang luas yang merupakan infiltrasi lipid dari retina

Gambaran Soft Exudate/Cotton-Wool patches berwarna kuning difus

Gambaran mikroaneurisma

Gambaran IRMA (Intraretinal Microvascular Abnormalities)

Gambaran perdarahan blot

Edema macula sulit dinilai

Gambaran neovaskularisasi (+)

OCULI SINISTRA

Papil batas tegas, C:D Ratio 0,3, pembuluh darah retina arteri dan vena sulit dinilai

Gambaran Hard Exudate yang luas yang merupakan infiltrasi lipid dari retina

Gambaran Soft Exudate/Cotton-Wool patches berwarna kuning difus

Gambaran mikroaneurisma

Gambaran IRMA (Intraretinal Microvascular Abnormalities)

Gambaran perdarahan blot

Edema macula sulit dinilai

Gambaran neovaskularisasi (+)

IV. RESUME
Pasien seorang laki-laki usia 53 tahun datang ke poli klinik mata RSUD Budhi Asih pada
hari Selasa, 03 Maret 2015 dengan keluhan mata kiri buram perlahan sejak 3 bulan yang lalu.
Buram dirasakan semakin berat sejak 1 bulan terakhir. Pasien kontrol setelah dilakukan laser 1x
pada mata kiri. Mata kanan juga dirasakan buram sejak 2 tahun yang lalu tetapi dirasa begitu

menganggu. Pasien mengaku memiliki riwayat diabetes mellitus sejak tahun 2011 tidak
terkontrol dan memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2013 yang terkontrol, dan juga tidak ingat
dengan nama obat yang diberikan. Pasien memakai kacamata sferis +0,50 pada mata kanan dan
kiri, juga terdapat silinder -0,50 pada mata kiri, tetapi pasien tidak merasa terbantu dengan
kacamata dan dirasakan sudah 2 tahun yang lalu.
Pada status oftalmologi didapatkan :
OD : didapatkan AVOD 6/50 SC S+0,50 6/50 CC , Ph (-) pada funduskopi
didapatkan reflek fundus (+), papil berbatas tegas, bentuk bulat, CD ratio 0,3, arteri:vena
2:3, bercak eksudat (+). Pada foto fundus mata kanan papil, CDR, arteri dan vena sulit
dinilai, didapatkan gambaran Hard Exudate, Soft Exudate/Cotton-Wool, mikroaneurisma,
IRMA (Intraretinal Microvascular Abnormalities), edema macula sulit dinilai.
OS, didapatkan AVOS : 6/50 SC S+0,50, C-0,50 x 90o 6/30 CC, Ph (-). Pada
funduskopi reflek fundus (+), papil berbatas tegas, bentuk bulat, CD ratio 0,3, arteri:vena
2:3, bercak eksudat (+). Pada foto fundus mata kiri didapatkan Papil batas tegas, C:D
Ratio 0,3, pembuluh darah retina arteri dan vena sulit dinilai, Hard Exudate, Soft
Exudate/Cotton-Wool,

mikroaneurisma,

Abnormalities), edema macula sulit dinilai.


VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Angiografi flourescein

Elektoretinografi (ERG)

VII. DIAGNOSIS KERJA


-

Retinopati Diabetik Proliferatif ODS grade V

Hiperemetropia ODS

VII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa:
1. Retivit tablet

1 x1 tab p.c

2. Noncort

4x1 gtt ODS

IRMA

(Intraretinal

Microvascular

3. Dicynon

1x1 tab pc

Non-medikamentosa
1. Rujuk ke dokter spesialis mata bagian retina
2. Rujuk ke dokter spesialis penyakit dalam untuk regulasi gula darah
3. Edukasi pasien untuk tetap mengontrol gula darah dan tekanan dengan cara
mengonsumsi obat secara teratur
4. Edukasi pasien mengenai pola makan
5. Edukasi agar pasien kontrol rutin ke poli mata untuk melihat respon pengobatan
yang telah diberikan dan perkembangan penyakit.
VIII. PROGNOSIS
OD
Ad Vitam

: Ad bonam

Ad Functionam : Dubia ad malam


Ad Sanasionam

:Dubia ad malam

OS
Ad Vitam

: Ad bonam

Ad Functionam : Dubia ad malam


Ad Sanationam : Dubia ad malam

BAB III
PEMBAHASAN KASUS

Diagnosis kerja pasien adalah retinopati proliferatif berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan penunjang.
Anamnesis
Pasien seorang laki-laki datang ke RSUD Budhi Asih pada hari Selasa, 3 Maret 2015
dengan keluhan mata kiri buram secara perlahan sejak 3 bulan lalu. Buram dirasakan
semakin berat sejak 1 bulan terakhir. Pasien kontrol setelah dilakukan laser 1x pada mata
kiri 1 bulan yang lalu.. Mata kanan juga dirasakan buram sejak 2 tahun yang lalu tetapi
dirasa begitu menganggu. Pasien menyangkal pandangan seperti melihat kabut atau asap,
melihat pelangi, melihat seperti didalam terowongan, penglihatan yang mengganggu pada
sore menjelang malam, Pasien juga mengatakan tidak mengalami mual, muntah, maupun
nyeri pada mata. Sebelumnya pasien memakai kacamata, tetapi pasien mengatakan
ukuran kacamata sudah tidak pernah cocok sejak 2 tahun yang lalu.
Interpretasi
Keluhan utama mata buram perlahan dan tidak merah termasuk dalam klasifikasi mata
tenang visus turun perlahan dengan diagnosis banding, yaitu kelainan refraksi, katarak,
glaukoma, Retinopati Diabetik, Retinopati Hipertensi, Retinitis Pigmentosa. Progresifitas
menunjukkan adanya kelainan refraksi maupun kelainan pada segmen posterior. Pasien
juga menyangkal pandangan seperti kabut dapat menyingkirkan diagnosis banding
katarak, melihat pelangi, melihat seperti didalam terowongan, mual, muntah, nyeri pada
mata menyingkirkan glaucoma kronis, penglihatan yang mengganggu pada sore
menjelang malam menyingkirkan retinitis pigmentosa, dan kelainan refraksi disingkirkan
karena pasien sudah berkali-kali ganti kacamata dan tidak pernah merasa cocok.

Pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2013 yang terkontrol. Pasien
mengaku susah mengontrol pola makan dan tetap mengkonsumsi makanan manis dan berlemak.
Asthma dan alergi disangkal. Pasien memakai kacamata sferis +0,50 pada mata kanan dan kiri,
juga terdapat silinder -0,50 pada mata kiri, tetapi pasien tidak merasa terbantu dengan kacamata
dan dirasakan sudah 2 tahun yang lalu.

Interpretasi : Pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus yang merupakan faktor
resiko dari retinopati. Diperkuat dengan gula darah tidak terkontrol karena pasien tidak patuh
minum obat, sehingga dapat mempercepat terjadinya retinopati, terutama retinopati diabetic.
Pasien juga menyatakan bahwa kacamata tidak membantu padahal sudah sering periksa dan ganti
kacamata sehingga kelainan refraksi dapat menyingkirkan.
Pasien mengaku pada keluarga pasien, tidak ada yang mengalami hal serupa. Keluarga
pasien memiliki riwayat hipertensi dan diabetes mellitus.
Interpretasi : Faktor genetic juga berperan penting terkait dalam peningkatan resiko terjadinya
hipertensi dan diabetes mellitus.
Pasien

tidak menjaga pola makan dengan baik, suka mengkonsumsi makanan dan

minuman manis juga makanan berlemak seperti santan, jeroan, dll. Pasien juga merokok sejak
umur 24 tahun, 1 bungkus per hari, dan sudah berhenti sejak 4 bulan.
Interpretasi : Pasien terdiagnosa DM sejak 4 tahun yang lalu, dan selama ini gula darah tidak
terkontrol, ditambah dengan pengkonsumsian obat yang tidak teratur, hal tersebut dapat
mempercepat progresifitas terjadinya retinopati. Makan berlemak juga mempercepat terjadinya
atherosclerosis sehingga mengakibatkan hipertensi, tetapi selama ini pasien mengaku tensi
terkontrol. Merokok meningkatkan faktor resiko kebocoran pembuluh darah pada retina.
Dari hasil anamnesis didapatkan penurunan penglihatan dapat mengarah ke retinopati, baik
retinopati diabetic. Retinopati hipertensi masih belum dapat disingkirkan karena pasien
mempunyai riwayat hipertensi walaupun terkontrol. Oleh karena itu, dibutuhkan pemeriksaan
lebih lanjut.
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi
melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen
intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak
perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric
oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan
memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang
meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol.

Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah
dan disfungsi enzim endotel. Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler
protein kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain
diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1)
yang memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina.
Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang
pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya,
defisiensi taut kedap antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi
kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.
Pemeriksaan Fisik
OD
1. AVOD 6/50 SC S+0,50 6/50 CC.
2. TOD : 15,9.
3. Segmen anterior dalam batas normal.
4. Funduskopi
Reflek fundus (+), papil berbatas tegas, bentuk bulat, CD ratio 0,3, arteri:vena 2:3,
bercak eksudat (+).
5. Foto fundus
Papil, CDR, dan pembuluh darah arteri dan vena sulit dinilai, Hard Exudate yang luas
yang merupakan infiltrasi lipid dari retina, Soft Exudate/Cotton-Wool patches
berwarna kuning difus, mikroaneurisma, IRMA (Intraretinal Microvascular
Abnormalities), perdarahan blot, edema macula sulit dinilai, tidak terdapat gambaran
neovaskularisasi.
AVOS

1. AVOS 6/50 SC S+0,50, C-0,50 x 90o 6/30 CC, Ph (-).


2. TOS : 17,3.
3. Funduskopi
Reflek fundus (+), papil berbatas tegas, bentuk bulat, CD ratio 0,3, arteri:vena 2:3,
bercak eksudat (+).
4. Foto fundus
Papil batas tegas, CDR 0,3 dan pembuluh darah arteri dan vena sulit dinilai, Hard
Exudate yang luas yang merupakan infiltrasi lipid dari retina, Soft Exudate/CottonWool patches berwarna kuning difus, mikroaneurisma, IRMA (Intraretinal
Microvascular Abnormalities), perdarahan blot, edema macula sulit dinilai, tidak
terdapat gambaran neovaskularisasi.
Interpretasi : Gambaran pada fundus maupun funduskopi menguatkan diagnosis kerja retinopati
diabetic. Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan
pada pembuluh-pembuluh darah halus, meliputi arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler, dan
vena-vena.

Eksudasi baik hard exudates maupun soft exudates. Hard exudate merupakan infiltrasi
lipid ke dalam retina. Gambarannya ireguler, kekuning-kuningan. Eksudat ini dapat
muncul dan hilang dalam beberapa minggu. Kelainan ini terutama banyak ditemukan
pada keadaan hiperlipoproteinemia.

Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia retina. Kelainan
ini akan memperlihatkan bercak berwarna kuning dan difus.

Mikroaneurisma yaitu penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk
berupa bintik merah kecil. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian kecil sehingga
tidak terlihat dan dapat terlihat dengan bantuan angiografi fluoresein. Mikroaneurisma
merupkan kelainan diabetes melitus dini pada mata. Hal ini terbenbentuk akibat

hilangnya fungsi perisit. Mikroaneurisma ini dapat pecah dan menyebabkan


kebocoran pembuluh darah ke jaringan retina di sekitarnya.

Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt. A-V shunt berkaitan dengan oklusi
kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA).Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena yang seperti
manik-manik (blot).

Pemeriksaan penunjang
1. Angiografi flourescein
Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan sirkulasi darah retina serta penyakit-penyakit yang
mengenai retina dan khoroid. Pemeriksaan ini akan menunjukkan aliran darah yang khas
dalam pembuluh darah saat cairan fluoresein yang disuntikkan intra vena mencapai
sirkulasi darah di retina dan khoroid. Angiografi fluoresein akan merekam gambaran rinci
yang halus dari fundus pada bagian yang berukuran lebih kecil dari kemampuan daya
pisah (minimum separable) penglihatan mata masih dapat diperiksa dengan pembesaran
rekaman angiografi fluoresein.
2. Elektoretinografi (ERG)
Electroretinogramatau ERG memberikan gambaran objektifitas, ukuran kuantitatif dari
fungsi retina danmemungkinkan dokter untuk memantau fungsi sel-sel batang, sel
kerucut, dan sel-sel ganglion pada setiap mata. Menggunakan elektroda yang ditempatkan
pada kornea atau berdekatandengan orbit untuk memantau perubahan potensial listrik
mata sebagai respon terhadaprangsangan tertentu. Manipulasi secara hati-hati terhadap
kondisi stimulus dan pada saat pengujian memungkinkan dokter untuk menyelidiki jenis
sel yang berbeda dan lapisan retina.

DIAGNOSIS
Diagnois kerja didapatkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, yaitu retinopati diabetic
proliferatif. Pada anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama pasien berupa mata buram yang

semakin berat dan tidak merah yang tergolong dalam klasifikasi mata tenang visus turun
perlahan dimana mengarah pada retinopati diabetic dengan menyingkirkan diagnosis banding
seperti katarak, glaukoma, maupun retinitis pigmentosa, juga didukung dengan faktor resiko
riwayat diabetes mellitus yang tidak terkontrol, dengan pola makan yang tidak teratur dan
ketidakpatuhan meminum obat. Pada pemeriksaan berdasarkan funduskopi dan foto fundus
didapatkan hard exudates, soft exudates, mikroaneurisma, IRMA, perdarahan blot ODS yang
mendukung kearah retinopati diabetic proliferatif.
TATALAKSANA
1. Medikamentosa
-

Pemberian retivit plus 1x1 tablet (beta carotene, vitamin C, vitamin E, Zinc, selenium,
copper, lutein), yaitu vitamin antioksidan oral. Diberikan dengan tujuan untuk
menurunkan faktor resiko perburukan maupun degenerasi macula.

Pemberian Ethamsylate (Hemostatik-antihemorhagi) diberikan untuk pengobatan pada


perdarahan kapiler.

Pemberian obat tetes Na-diklofenak, diberikan setelah tindakan laser

2. Non-medikamentosa
Peranan dokter umum dalam tata laksana retinopati DM adalah mengendalikan faktor
risiko, yaitu kadar gula, kadar lipid, dan tekanan darah yang abnormal. Target optimal
yang harus dicapai adalah kadar HbA1c <7%, kadar low-density lipoprotein (LDL) <100
mg/dl, kadar HDL > 50 mg/dL, kadar trigliserida <150 mg/dl dan tekanan darah <130/80
mmHg. Edukasi oleh dokter umum mengenai DM dan komplikasi retinopati akan
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan penderita DM menjalani pemeriksaan mata rutin.
Dengan demikian rujukan ke dokter spesialis mata dapat dilakukan pada saat yang tepat.
Hal tersebut akan menurunkan angka kebutaan akibat retinopati DM.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Retinopati diabetic adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan
atau sumbatan pembuluh-pembuluh halaus, seperti arteriol, kapiler, dan vena retina.5
EPIDEMIOLOGI
Terdapat kurang lebih 16 juta orang dengan diabetes di Amerika Serikat, namun hanya
50% dari jumlah tersebut yang mengetahui bahwa dirinya menderita DM danhanya 25% yang
mendapatkan perawatan oftalmologi yang baik. Hal ini menggambarkan mengapa RD menjadi
penyebab kebutaan nomor satu pada individu berusia 25-74 tahun di negara itu, kurang lebih
8000 kasus baru per tahun. Diabetes Melitus adalah penyebab utama kebutaan pada orang
dewasa berusiaantara 20 hingga 74 tahun dan dapat mempengaruhi seluruh struktur jaringan
okuli. Telah diteliti bahwa penderita diabetes memiliki potensi kebutaan sebesar 20-30 kali dari
padaorang non-diabetes yang berusia sama. Diabetes merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang besar, tidak hanya komplikasi oftalmologis yang diderita, namun juga komplikasi
neurologis dan vaskuler, dan akan terus bertambah seiring dengan usia. Diabetes melitus dapat
mengubah hampir seluruh jaringan okuli. Hal ini mencakup keratokonjungtivitis sika,
xantelasma, infeksi miotik, katarak, glaukoma, neuropaty nervus optikus, okulomotor palsy.
Namun, 90% kelainan visus pada pasiendiabetes disebabkan oleh retinopati.6
FAKTOR RESIKO7
1. Durasi diabetes. Kejadian RD meningkat mencapai 27% setelah 5-10 tahun dari
penegakkan diagnosis DM dan 71-90% diatas 10 tahun. Setelah 20-30 tahun,insiden
meningkat

menjadi

95%,

dan

sekitar

30-50%

dari

pasien

tersebut

mengalami proliferative diabetic retinopathy (PDR).


2. Kontrol gula darah yang buruk.
The Diabetes Control and Complications Trial memperlihatkan bahwa pasien DM tipe 1
yang menjalani pemeriksaan gula darah secaraketat (4 kali/hari) menunjukkan penurunan
sekitar 76% dari laju perkembangan RD dibandingkan pasien yang menjalani

pemeriksaan konvesional (1 kali/hari). Pada kasus retinopati yang sudah lanjut, kontrol
gula darah semaksimal apapun tidak akan mencegah progresi dari RD.
3. Penyakit

ginjal.

Kondisi

proteinuria

dan

peningkatan

kadar

ureum-kreatinin

darahmerupakan penanda yang adekuat untuk memprediksi kemunculan RD. Bahkan


pasiendengan mikroalbuminuria memiliki resiko tinggi untuk memiliki RD.
4. Hipertensi. Jika tekanan darah tidak terkontrol dapat memicu perburukan RD
dan perkembangan kearah PDR secara lebih cepat pada DM tipe 1 dan 2.
5. Kehamilan. Wanita yang saat awal kehamilan tidak memiliki retinopati, memiliki resiko
10% untuk mengalami nonproliferative diabetic retinopathy (NPDR). Sedangkan pada
mereka yang sudah memiliki NPDR pada awal kehamilan dan mereka yang memiliki
hipertensi cenderung untuk memperlihatkan progresi, dengan peningkatan perdarahan,
cotton-wool spots, danmacular edema. Namun, kejadian ini umumnya kembali
normalsetelah persalinan. Sekitar 4% wanita hamil dengan NPDR berkembang menjadi
PDR. Pasien dengan PDR pada awal kehamilan yang tidak diterapi memiliki prognosis
yang buruk, kecuali dilakukan tindakan panretinal photocoagulation (PRP). Retinopati
pada wanita hamil dapat terjadi pada pasien dengan kontrol diabetes yang buruk
sebelumhami, kontrol yang terlalu cepat dan ketat pada awal kehamilan, dan kondisi preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
6. Merokok, obesitas, dan hiperlipidemia.
PATOFISIOLOGI
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor dan sel saraf. Kesehatan
dan aktivitas metabolisme retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina
membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah yang
disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati diabetik terletak pada kapiler retina
tersebut. Dinding kapiler retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit,
membrana basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam keadaan normal,
perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer

yang lain perbandingan tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur
kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan transportasi
kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran basalis berfungsi sebagai barrier
dengan mempertahankan permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling
berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis
membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein dan molekul kecil
termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.2
1. Aldose Reductase

Enzim ini merubah gula menjadi alkohol (glukosa menjadi sorbitol, dan galaktosa menjadi
galactitol). Karena sorbitol dan galactitol tidak dapat menembus sel, konsentrasinya intraseluler
akan meningkat. Tekanan osmotik kemudian akanmenyebabkan air berdifusi ke dalam sel,
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. Karena enzim ini juga ditemukan dalam konsentrasi
yang tinggi di perisit retina dan sel Schwann, beberapa peneliti beranggapan bahwa RD dan
neuropati mungkin disebabkan oleh kerusakan sel akibat aldose reductase.
2. Vasoproliferative Factors Vascular endothelial growth factor (VEGF)

Hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular


endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF
menstimulasi ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya
ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut menyebabkan kerusakan
sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut
menimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan
ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah
baru yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel
endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan
perdarahan di dalam retina dan vitreous
3. Platelets and Blood Viscosity

Abnormalitas

trombosit

atau

perubahan

viskositas

darah

pada

kasus

DM

kemungkinan berhubungan dengan kejadian RD dengan menyebabkan oklusi kapiler fokal

dan iskemia fokal pada retina. DR merupakan mikroangiopati yang secara langsung
mempengaruhi arteriol, kapiler, dan venula yang mengakibatkan kondisi sebagai berikut:
a. Oklusi mikrovaskular
Patogenesis:
Perubahan kapiler, yaitu hilangnya perisit, penebalan membran basal, penghancuran dan
proliferasi sel endotel
Perubahan

hematologi,

yaitu:

perubahan

bentuk

sel

darah

merah

dan peningkatan kelengketan dan agregasi trombosit yang menyebabkan penurunan


transpor oksigen
Akibat dari hilangnya perfusi retina adalah iskemia retina, yang pada tahap
awal berkembang pada lapiran tengah retina perifer. Efek utama hipoksi retina adalah:Arteriovenous shunts akibat banyaknya oklusi kapiler, disebut sebagai intraretinal
microvascular abnormalities (IRMA)
Neovaskularisasi akibat adanya VEGF dan jaringan retina yang hipoksia dalam upaya
untuk memberikan vaskulariasi adekuat pada retina yang hipoksia. Subtansi ini memicu
neovaskularisasi pada retina dan papil n.optik (PDR), dan terkadang pada iris (rubeosis
iridis).
b. Kebocoran mikrovaskular
Patogenesis: penghancuran dari blood-retinal barrier bagain dalam memicu kebocoran
plasma ke retina. Kelemahan dinding retina menyebabkan mikroaneurisma yang rapuh
Akibat dari peningkatan permeabilitas vaskular meliputi:

Perdarahan intraretina
Edema retina difus yang disebabkan oleh dilatasi dan kebocoran kapiler yang
hebat

Edema retina lokal yang disebabkan oleh kebocoran lokal darimikroaneurisma


dan segmen kapiler yang terdilatasi.
Perubahan pada retina meliputi :
1.

Mikroaneurisma yaitu penonjolan dinding kapiler terutama daerah vena dengan bentuk
berupa bintik merah kecil. Kadang-kadang pembuluh darah ini demikian kecil sehingga
tidak terlihat dan dapat terlihat dengan bantuan angiografi fluoresein. Mikroaneurisma
merupkan kelainan diabetes melitus dini pada mata. Hal ini terbenbentuk akibat
hilangnya fungsi perisit. Mikroaneurisma ini dapat pecah dan menyebabkan
kebocoran pembuluh darah ke jaringan retina di sekitarnya.

Gambar 1. Mikroaneurisma
2.

Perdarahan retina dapat berupa titik, garis, maupun bercak yang biasanya terletak dekat
mikroaneurismata. Kelainan ini dapat digunakan sebagai prognosis penyakit. Perdarahan
dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api karena lokasinya di
dalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan perdarahan bentuk
titik-titik (dot hemorrhage) atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat
sel-sel akson berorientasi vertical.

Gambar 2. Perdarahan retina (dot, blot, flameshaped)

3.

Dilatasi

pembuluh

darah

vena

dengan

lumen

ireguler

dan

berkelok-kelok.

Biasanya pembuluh darah tidak menyebabkan perdarahan. Hal ini terjadi akibat kelainan
sirkulasi dan kadang disertai dengan kelainan endotel dan eksudasi plasma.

Gambar 3. Dilatasi vena yang berkelok-kelok


4.

Eksudasi baik hard exudates maupun soft exudate


Edema lokal yang kronik akan menyebabkan penumpukan hard exudates pada
perbatasan retina yang normal dan yang edem. Eksudat ini, terdiri dari lipoprotein dan
makrofag yang berisi lipid, umumnya mengelilingi kebocoran mikrovaskular dalam
bentuk circinate. Saat terjadi kebocoran, akan secara spontan diabsorbsi dalam periode
bulan sampai tahun, oleh kapiler sekitar yang sehat atau dengan fagositosis dari
komponen lipidnya. Kebocoran kronik akan memperlebar eksudat dan menambah
tumpukan kolesterol. Eksudat ini dapatmuncul dan hilang dalam beberapa minggu.
Kelainan ini terutama banyak ditemukan pada keadaan hiperlipoproteinemia. Soft
exudate yang sering disebut cotton wool patches yang merupkan iskemia retina. Kelainan
ini akan memperlihatkan bercak berwarna kuning dan difus

Gambar 4. Hard exudates and soft exudate.


5.

Pembuluh darah baru pada retina biasanya terletak di permukaan jaringan.


Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular endothelial growth factor
(VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-1) diproduksi.Faktor-faktor ini
menyebabkan pembentukan pembuluh darah baru pada area preretina dan nervus optik
(PDR) serta iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi dapat terjadi pada diskus (NVD) atau
dimana saja (NVE).
Neovaskularosasi yang terjadi akibat proliferasi sel endotelakan tumbuh berkelok-kelok
dengan bentuk ireguler. Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu
lapisan sel endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat rapuh
dan mudah mengalami perdarahan. Pembuluh darah baru tersebut sangat berbahaya
karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina dan meluas sampai ke vitreus,
menyebabkan perdarahan disana dan dapat menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke dalam
vitreus akan menghalangi transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi penampakan
berupa bercak warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan penglihatan. Apabila
perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada retina. Oleh
karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari beberapa lapisan sel saja, maka
sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi dapat menarik retina sampai terlepas sehingga
terjadi ablasio retina.

Gambar 5. NVD dan NVE


6.

Efek dari hipoksia retina yaitu arteriovenous shunt. A-V shunt berkaitan dengan oklusi
kapiler dari arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA).

Gambar 6. IRMA (Intraretinal microvascular abnormalities)


7.

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula sehingga
sangat mengganggu tajan penglihatan pasien.9

KLASIFIKASI & DIAGNOSIS10,11


Diagnosis retinopati diabetik didasarkan atas hasil pemeriksaan funduskopi. Retinopati
diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan pemeriksaan stereoskopik fundus
dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi dan foto funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit
ini. Angiografi Fluoresens (FA) digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser
diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens secara intravena dan
kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan sampai di fundus.

Ada banyak klasifikasi retinopati diabetik yang dibuat oleh para ahli. Pada umumnya
klasifikasi didasarkan atas beratnya perubahan mikrovaskular retina dan atau tidak adanya
pembentukan pembuluh darah baru di retina.
Early Treatment Diabetik Retinopathy Study Research Group (ETDRS) membagi
retinopati diabetik atas nonproliferatif dan proliferatif.Retinopati diabetik digolongkan ke dalam
retinopati diabetik non proliferatif (RDNP) apabila hanya ditemukan perubahan mikrovaskular
dalam retina.Neovaskuler merupakan tanda khas retinopati diabetik proliferatif.
Retinopati Diabetik Non-Proliferatif
1. Retinopati nonproliferatif ringan : Terdapat paling tidak 1 tanda berupa
mikroaneurisma atau perdarahan intraretina. Hard exudate atau soft exudate bisa
ada atau tidak ada.
2. Retinopati nonproliferatif sedang : Terdapat tanda berupa mikroaneurisma sedang
atau perdartahan intraretina. Tanda awal terjadi IRMA (Intraretinal Microvascular
Abnormalities), Hard exudate atau soft exudate bisa ada atau tidak
3. Retinopati nonproliferatif berat : terdapat 1 tanda berupa perdarahan
intraretinal dan mikroaneurisma pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2
kuadran, atau IRMA pada 1 kuadran.
4. Retinopati nonproliferatif sangat berat : ditemukan 2 tanda pada retinopati non
proliferative berat.
Tabel 1. Klasifikasi Retinopati Diabetik Non-Proliferatif berdasarkan ETDRS
Retinopati Diabetik Proliferatif
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi)

2. Retinopati proliferatif risiko tinggi :


a. bila ditemukan adanya neovaskular sampai 1/3 pada daerah diskus
dengan atau tanpa perdarahan pre-retina atau perdarahan vitreous.
b. Neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4 dari daerah diskus
disertai perdarahan pre-retina atau perdarahan vitreous
c. neovaskular dimana saja di retina (NVE) mencakup > daerah diskus
disertai perdarahan pre-retina atau perdarahan vitreous.

Tabel 2. Klasifikasi Retinopati Diabetik Proliferatif berdasarkan ETDRS

Tabel

3.

Derajat

retinopati diabetic

Gambar 7. Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages intraretina (kepala panah


terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina (panah), cotton-wool spots
menandakan infark serabut saraf dan eksudat halus (kepala panah hitam).12

Gambar

8.

Funduskopi

pada

PDR.

Tanda

panah

menunjukkan

adanya

preretinal

neovascularisation.7

Gambar 9. Stadium RD
PENATALAKSANAAN11,12,13
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan. Hal ini dapat
dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi perkembangan retinopati
diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.

1. Pemeriksaan Rutin pada Dokter Spesialis Mata


Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun setelah
diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes melitus tipe II telah
menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama kali. Pasien - pasien ini harus
melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan. Pasien wanita sangat beresiko
perburukan

retinopati

diabetik

selama

kehamilan.

Pemeriksaan

secara

umum

direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung
kebijakan ahli matanya. 11
Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli mata mungkin
lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien tertentu lebih sering karena
antisipasi kebutuhan untuk terapi.11
Abnormalitas retina

Follow-up yang disarankan

Normal atau mikroaneurisma yang

Setiap tahun

sedikit
Retinopati Diabetik non proliferatif

Setiap 9 bulan

ringan
Retinopati Diabetik non proliferatif

Setiap 6 bulan

sedang
Retinopati Diabetik non proliferatif

Setiap 4 bulan

berat
Edema makula

Setiap 2-4 bulan

Retinopati Diabetik proliferative

Setiap 2-3 bulan

Tabel 3. JadwTabel 4. Pemeriksaan Berdasarkan Temuan pada Retina


2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik, Diabetik Control
and Complication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap 1441 pasien dengan DM
Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya

adalah pasien yang tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan
mengalami penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan
RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang
dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada penderita DM
Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1%
akan diikuti dengan penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil
penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa
darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara
sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik dan
memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara klinik, kontrol glukosa darah
yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi
fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga
menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan.2,4,11
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi retinopati
diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat meyebabkan kehilangan
penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National
Institute of

Health

di Amerika Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan

fotokoagulasi dengan sinar laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif
untuk pasien dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah
hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina. Indikasi terapi
fotokoagulasi

adalah

retinopati

diabetik

proliferatif,

edema

macula

dan

neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3 metode terapi fotokoagulasi
yaitu :
a) Scatter (panretinal) photocoagulation
PRP, dilakukan pada kasus dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati
diabetik resiko tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah
neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada permukaan retina

atau pada sudut bilik anterior dengan cara menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke
daerah retina yang jauh dari macula untuk menyusutkan neovaskular.
b) Focal photocoagulation
Ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi mikrovaskular di tengah cincin hard
exudates yang terletak 500-3000 m dari tengah fovea. Teknik ini mengalami
bertujuan untuk mengurangi atau menghilangkan edema makula.

c) Grid photocoagulation,
Suatu teknik penggunaan sinar laser dimana pembakaran dengan bentuk kisi-kisi
diarahkan pada daerah edema yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan
dengan menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.

d) Injeksi Anti VEGF


Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah studi
baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus untuk degenerasi
makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan kita melihat
pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak kambuh dalam waktu
tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki
pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis. Avastin merupakan
anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi
sel endotel vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena
peningkatan kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via
intra vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.
Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk
penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.

e) Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami kekeruhan (opacity)
vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif. Vitrektomi dapat juga
membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang ekstensif atau yang
mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu, vitrektomi juga diindikasikan bagi
pasien yang mengalami ablasio retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi,
RDP berat, dan perdarahan vitreus yang tidak mengalami perbaikan.

Diabetic Retinopathy Vitrectomy Study (DRVS) melakukan clinical trial pada pasien
dengan dengan diabetik retinopati proliferatif berat. DRVS mengevaluasi keuntungan
pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat
(setalah 1 tahun) dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200).
Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan vitrektomi awal, tetapi
tidak pada tipe 2. DRSV juga menunjukkan keuntungan vitrektomi awal dibandingkan
dengan managemen konvensional pada mata dengan retinopati diabetik proliferatif yang
sangat berat.11
KOMPLIKASI
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering. Neovaskularisasi pada
iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah
retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membran fibrovaskular pada
permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body
dan sclera spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous
dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu
saat membran fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia
anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler

meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra okuler. Sepertiga pasien
dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya
rubeosis pada pasien retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah.
Insiden terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6 bulan pertama
setelah dilakukan operasi.

2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang terjadi akibat
pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan jaringan anyaman trabekula
yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler.
Nama lain dari glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma
kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubungan
dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis)
merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai
penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai percabangan
kecil, selanjutnya tumbuh dan membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris
secara radial sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuos dengan akibat Intra
Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif. Perdarahan vitreus
terjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.
Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh
sehingga mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran
perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel termasuk
didalamnya adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.

Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi saat perdarahan
vitreous masih sedikit. Pada perdarahan badan kaca yang massif, pasien biassanya
mengeluh kehilangan penglihatan secara tiba-tiba. Oftalmoskopi direk secara jauh akan
menampakkan bayangan hitam yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan
vitreous yang masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah
banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang
vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan badan kaca.

4. Ablasio retina
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari lapisan pigmen
epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran
bentuk-bentuk ireguler yang melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan
penglihatan menjadi kabur.
PROGNOSIS14
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan tekanan
darah disesuaikan <140/85 mmHg). Tanpa pengobatan, Detachment retinal tractional dan
edema makula dapat menyebabkan kegagalan visual yang berat atau kebutaan.
Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi walaupun diberi terapi optimum.

BAB IV
KESIMPULAN
Pasien seorang laki-laki datang dengan keluhan utama mata kiri buram sejak 3 bulan lalu. Dari
keluhan utama kita bisa mengelompokan penyakit mata kanan pasien ke dalam kelompok mata
merah, visus menurun. Ada beberapa diagnosis banding penyebab mata tidak merah visus
menurun, antara lain Kelainan refraksi, Katarak, Glaukoma, Retinopati Diabetik, Retinopati
Hipertensi, Retinopati Pigmentosa. Pasien merasakan penglihatan buram ini memberat sejak 1
bulan belakangan ini. Pasien mengeluhkan mata kanan juga buram namun tidak dirasa begitu
menganggu. Pada pemeriksaan oftalmologi mata kanan didapatkan penurunan visus, dan pada
pemeriksaan funduskopi didapatkan papil batas sulit dinilai, perbandingan arteri vena sulit
dinilai, bercak eksudat dan pada foto funduskopi didapatkan gambaran mikroaneurisma, soft
exudate, hard exudate, mikroaneurisma, IRMA, neovaskularisasi. Semua hal ini mengarahkan
pada diagnosa mata kanan dan kiri pasien, yakni retinopati diabetik proliferatif grade . pasien
diaharuskan untuk meminum obat secara teratur dan mengatur pola makan sehingga gula darah

terkontrol, juga menghentikan kebiasaan merokok. Fotokoagulasi berikutnya dianjurkan jika


sudah terdapat kebocoran kapiler lebih lanjut.

Daftar pustaka
1. Wild S, Roglic G, Green A, Sicree R, King H. Global prevalence of diabetes: estimates

for the year 2000 and projections for 2030. Diabetes Care. 2004;27:1047-53.
2. Noble J, Chaudhary V. Diabetic retinopathy. CMAJ. 2010; 182(15):1646.
3. 3. Fong DS, Aiello L, Gardner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD. Diabetic

retinopathy. Diabetes Care. 2003; 26(Suppl1):S99-102.


4. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes.

2009;27(4):140-5.
5. Nema, HV. Textbook of Opthalmology, edition 4, Medical Publishers, New Delhi, 2002,

p.249-51
6. Vaughan DG, Asbury T, Eva-Riordan P. Oftalmologi umum. Edisi 14. 2000. Jakarta:

WidyaMedika. Hal. 320-4


7. Fletcher EC. Retina In: Riordon-Eva P, Whitcher JP; editors, Vaughan arid Asbury's

General Ophthalmology. 17th ed. New York: McGraW'Hill Companies; 2012.p. 190-93
8. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. Fourth Edition. New Delhi : New Age

International, 2007
9. Fletcher EC, Chong V, Shetlar D. Retina. Dalam: Riordan-Eva P. Oftalmologi
UmumVaughan dan Asbury ed. 17. Jakarta: EGC. 2007; 185-9

10. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic

Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research Council ; 2008. p 2631,44-47,96-104.
11. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12 Chapter 5.Singapore:
American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-128.
12. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New York :Thieme; 2000.
p. 299-301, 314-18.
13. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology. London:ButterworthHeinemann;2003. p.439-54,468-70.
14. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland : WHO Library
Publication Data; 2005. p 8-14.

Anda mungkin juga menyukai