Anda di halaman 1dari 8

2.

4 Pengertian batuan beku


Batuan beku atau sering disebut igneous rocks adalah batuan yang terbentuk dari satu
atau beberapa mineral dan terbentuk akibat pembekuan dari magma. Berdasarkan teksturnya
batuan beku ini bisa dibedakan lagi menjadi batuan beku plutonik dan vulkanik. Perbedaan
antara keduanya bisa dilihat dari besar mineral penyusun batuannya. Batuan beku plutonik
umumnya terbentuk dari pembekuan magma yang relatif lebih lambat sehingga mineralmineral penyusunnya relatif besar. Contoh batuan beku plutonik ini seperti gabro, diorite, dan
granit (yang sering dijadikan hiasan rumah). Sedangkan batuan beku vulkanik umumnya
terbentuk dari pembekuan magma yang sangat cepat (misalnya akibat letusan gunung api)
sehingga mineral penyusunnya lebih kecil. Contohnya adalah basalt, andesit (yang sering
dijadikan pondasi rumah), dan dacite.
2.5 Struktur batuan beku
Struktur batuan beku adalah bentuk batuan beku dalam skala yang besar, seperti lava
bantal yang terbentuk dilingkungan air, lava bongkah dan struktur lainnya. Suatu bentuk
struktur batuan sangat erat sekali dengan waktu terbentuknya. Berikut ini adalah macammacam struktur batuan beku, diantaranya :
1. Massif, apabila tidak menunjukan adanya sifat aliran atau jejak gas, atau tidak
menunjukan adanya fragmen batuan lain yang tertanam dalam tubuhnya.
2. Pillow lava merupakan struktur yang dinyatakan pada batuan ekstrusi tertentu, yang
dicirikan oleh massa berbentuk bantal, dimana ukuran dari bentuk ini umumnya antara
30-60 cm dan jejaknya berdekatan.
3. Vesicular merupakan struktur yang ditandai adanya lubang-lubang dengan arah
tertentu dan teratur, lubang ini terbentuk akibat keluarnya gas pada waktu pembekuan
berlangsung.
4. Scoria, sama seperti vesicular tetapi tidak menunjukan arah yang teratur.
5. Amgdaloidal, struktur dimana lubang-lubang keluarnnya gas terisi oleh mineralmineral skunder seperti zeolite, karbonat, dan bermacam slika.
2.6 Tekstur batuan beku
Tekstur dalam batuan beku dapat diterangkan sebagai hubungan antar massa dengan
massa gelas yang membentuk massa yang merata dari batuan.
1. Derajat kristalisasi

Merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam batuan beku.
Dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu :
a. Holokristalin
: apabila batuan tersusun seluruhnya oleh massa kristal.
b. Hipokristalin
: apabila batuan tersusun oleh massa gelas dan massa kristal.
c. Hypohyalin
: massa dasar lebih banyak daripada massa kristal.
d. Holohyalin
: apabila batuan tersusun seluruhnya oleh massa gelas.
2. Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, berbentuk sangat
halus yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula
sangat kasar. Umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir yaitu afanitik dan
faneritik.
a. Afanitik : apabila ukuran butir individu kristal ini sangat halus, sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun atas
massa kristal, massa gelas atau keduanya.
b. Faneritik : kristal individu yang termasuk kristal faneritik dapat dibedakan menjadi
ukuran-ukuran, yaitu
:
1) Halus, ukuran diameter 1 mm
2) Sedang, ukuran diameter 1-5 mm
3) Kasar, ukuran diameter 5-30 mm
4) Sangat kasar ukuran 30 mm
c. Porfiritik : tekstur pada batuan beku dimana kristal yang berukuran besar tumbuh
bersama dengan kristal yang berukuran kecil.
3. Bentuk Butir
Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal ada tiga macam bentuk butir, yaitu :
a. Euhedral, apabila bentuk Kristal dari butiran mineral mempunyai bidang kristal yang
sempurna.
b. Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang
kristal yang sempurna.
c. Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh bidang kristal yang
tidak sempurna.
2.7 Jenis batuan beku (batuan beku fragmental dan batuan beku non

fragmental

2.7.1 Batuan beku fragmental


Batuan beku fragmental sering juga disebut dengan piroklastik (pyro = api,
klastika = butiran / pecahan). Secara defenitif batuan piroklastik adalah batuan yang
dihasilkan oleh proses litifikasi bahan-bahan lepas yang dilemparkan dari pusat vulkanik
selama erupsi yang bersifat eksplosif. Bahan-bahan tersebut mengalami litifikasi sebelum

atau sesudah mengalami reworking oleh air ataupun es. Bahan-bahan piroklastik secara
genesa dapat dikelompokkan menjadi 6 yaitu :
1. Bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat vulkanik langsung jatuh ke darat melalui
medium udara. Jika bahan tersebut jatuh pada lereng vulkan yang curam maka dapat
terjadi gerakan yang disebabkan oleh gravitasi. Tumpukan jatuhan piroklastik (tepra)
tersebut bila mengalami litifikasi akan menjadi batuan beku fragmental.
2. Bahan bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat erupsi diangkut ke tempat
pengendapan dalam medium gas yang keluar bersama dengan mekanisme glowing
avalance. Bahan yang terendapkan mengalami litifikaso menjadi batuan beku fragmental.
Pada jenis ini sering ditemukan struktur mirip dengan struktur yang ada pada batuan
sediment misalnya silang siur, laminasi atau gradasi.
3. Bahan bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat erupsi yang berada di darat
ataupun di bawah permukaan laut kemudian diendapkan pada kondisi air yang tenang.
Bahan piroklastik tersebut tidak mengalami reworking dan tidak tercampur dengan bahan
piroklastik. Pada jenis ini tidak didapatkan strukturstruktur sediment internal dan
komposisi seluruhnya adalah bahan piroklastik. Bila dilihat dari paleoenvirontment maka
jenis ini termasuk batuan sedimen dengan provenance piroklastik.
4. Bahan bahan piroklastik setelah dikeluarkan dari pusat erupsi jatuh pada air yang
aktif ( mengalir atau bergelombang ). Sebelum mengalami litifikasi bahanbahan tersebut
mengalami reworking dan bias juga bercampur dengan bahanbahan yang bukan
piroklastik. Bahanbahan tersebut kemudian terendapkan pada suatu tempat dan
mengalami litifikasi. Pada jenis ini batuan menunjukkan adanya struktur-struktur
sediment. Apabila klasifikasi bersifat genetik maka batuan sediment tersebut merupakan
provenance piroklastik.
5. Bahan bahan piroklastik setelah jatuh sebelum mengalami litifikasi, terangkut oleh
media air atau es dan diendapkan di suatu cekungan pengendapan. Pada jenis ini dapat
ditemukan adanya struktur-struktur sedimen. Apabila klasifikasi bersifat genetik maka
batuan ini termasuk batuan sediment yang memiliki provenance piroklastik.
6. Bahan bahan piroklastik yang jatuh ke bawah mengalami litifikasi, kemudian
mengalami pelapukan, tererosi dan tertansport kemudian diendapkan di tempat lain.
Jenis ini termasuk batuan sediment yang memiliki provenance piroklastik. Istilah istilah
yang sering di jumpai, yaitu :
1. Ash flow (tufls) fragmental flow.

a. Breksi aliran piroklastik adalah bahan piroklastik yang tersusun atas fragmen runcing
runcing hasil endapan piroklastik ( Fisher, 1960 ).
b. Ignimbrite adalah suatu batuan yang terbentuk dari aliran abu panas.
c. Welded tuff adalah endapan aliran abu panas yang terelaskan akibat deposisi pada saat
masih panas.
2. Ash fall yaitu primary piroklastik atau bahan yang belum mengalami pergerakan dari
tempat

semula

diendapkan

oleh

proses

jatuhan

selama

belum

mengalami

pembatuan/litifikasi ( Fisher, 1960 ).


a. Agglomerate diartikan sebagai batuan yang terbentuk dari hasil konsolidasi material
yang mengandung bomb (tuff agglomerate merupakan batuan yang kandungan bomb
sebanding atau lebih banyak dari abu vulkanik)
b. Agglutinate merupakan hasil akumulasi fragmen fragmen pipih yang terelaskan,
berasal dari erupsi basaltic yang sangat encer ( tryrell, 1931 ).
c. Breksi piroklastik adalah batuan yang mengandung block lebih dari 50%
d. Tuff pyroclastic brecia adalah batuan yang mengandung block sebanding dengan abu
vulkanik atau bias juga lebih dominan abu volkanik
e. Lapilistone adalah batuan yang penyusun utamanya berukuran lapili yaitu 264 mm.
f. Lapili tuff batuan yang kandungan lapili dan abu volkanik sebanding atau lebih
dominan abu vulkanik
g. Tuff adalah batuan yang tersusun atas abu vulkanik.
2.4.2 Batuan beku non fragmental
Pada umumnya batuan beku non fragmental berupa batuan beku instrusif ataupun
aliran lava yang tersusun atas kristal-kristal mineral. Dalam pengamatan batuan beku ini
hal-hal yang harus diperhatikan adalah :
A. Warna batuan
Warna batuan beku berkatan erat dengan kompoisi mineral penyusunnya, mineral
penyusun batuan tersebut sangat dipengaruhi oleh komposisi magma asalnya, sehingga
dari warna dapat diketahui jenis magma pembentuknya, kecuali untuk batuan yang
mempunyai tekstur gelasan. Batuan beku yang berwarna cerah umumnya adalah batuan
beku asam yang tersusun atas mineral-mineral felsik misalnya kwarsa, potas feldsfar,
muskovit. Batuan beku yang berwarna gelap sampai hitam umumnya adalah batuan beku
intermediet dimana jumlah mineral felsik dan mafiknya hampir sama banyak. Batuan
beku yang berwarna hitam kehijauan umumnya adalah batuan beku basa dengan mineral
penyusun dominan adalah mineral-mineral mafik. Batuan beku berwarna hijau kelam dan

biasanya monomineralik disebut batuan beku ultrabasa dengan komposisi hampir


seluruhnya mineral mafik.
2.8 Klasifikasi dan penamaan batuan beku
1. Klasifikasi berdasarkan ganesannya
a. Ekstrusif, batuan beku yang terjadi di permukaan bumi dengan waktu pendinginan
yang sangat cepat sehingga kristal yang terbentuk sangat kecil atau bahkan tidak terjadi.
b. Gang, batuan jenis ini biasannya terjadi pada rongga yang menuju kepermukaan bumi,
tetapi tidak sampai ke permukaan bumi. Pembekuan batuan jenis ini terjadi lebih cepat
dari pada pembekuan yang terjadi pada batuan beku dalam sehingga kristal-kristal yang
terbentuk tidak sesempurna kristal pada batuan beku dalam.
c. Intrusive, batuan beku intrusive terjadi di dalam perut bumi atau jauh dari permukaan
bumi, dengan proses pembekuan yang sangat lambat sehingga kristal-kristal terbentuk
dengan sempurna.
2. Klasifikasi berdasarkan komposisi kimianya
a. Batuan beku asam, bila batuan beku tersebut mengandung lebih 66% SiO 2, contoh :
granite dan rhyolite
b. Batuan beku intermediet, bila batuan beku tersebut mengandung 52%-66% SiO 2.
Contoh batuan ini, yaitu : diorite dan andesite
c. Batuan beku basa, bila batuan beku tersebut mengandung 45%-52% SiO2. Contoh :
basalt dan gabro
d. Batuan beku ultrabasa, bila batuan beku tersebut mengandung kurang dari 45% SiO 2.
Contoh
: peridotite dan dunite
3. Penamaan Batuan Beku
Adapun tahapan dalam penamaan batuan beku adalah
:
1. Tentukan jenis batuan (asam, intermediet, basa, ultrabasa) dengan mengamati warna
batuan tersebut atau mengamati kehadiran mineral kuarsa serta menghitung proporsi
secara relative dalam batuan.
2. Jika mineral kuarsa hadir dan mencapai 10% atau lebih atau batuan tersebut memiliki
warna terang maka jenis batuannya adalah batuan beku asam.
3. Jika mineral kuarsa hadir dan kurang dari 10% atau batuan tersebut memiliki warna
abu-abu hingga gelap hitam maka jenis batuannya adalah batuan beku intermediet atau
batuan beku basa/ultrabasa. Pada batuan beku intermediet dicirikan dengan melimpahnya
mineral ortoklas dan mineral plagioklas asam.
Pada batuan beku basa/ultrabasa : dicirikan dengan melimpahnya mineral plagioklas
basa.

Catatan : Plagioklas asam umumnya relative lebih cerah dibandingkan dengan plagioklas
basa, tetapi pada kenyataannya
secara megaskopis sulitu untuk membedakannya. Untuk membedakannya kita melihat
persentase mineral mafic yang
utama. Dimana:
Pada batuan beku intermediet : cenderung lebih banyak mengandung amphibole dari
pada olivine dan
piroksen
Pada batuan beku basa/ultrabasa : mengandung lebih banyak olivine, pyroksen, dari pada
amphibole
4. Tentukan kelompok batuannya
5. Tentukan sturuktur dan tekstur dari batuan tersebut
6. Tentukan nama batuannya dengan melihat

komposisi

mineral

dengan

mengkolerasikannya dengan table rossenbusch.


Contoh-contoh batuan beku
a. Granit (granite)
Warna : terang, abu-abu, putih, pink
Tekstur : faneritik, berbutir sedang kasar, ukuran kristal > 2 cm
Mineral utama : K-Felspar 2/3 bagian, kuarsa (SiO2) > 10 %
Mineral tambahan : hornblenda, biotit, piroksen, muskovit, Na-amfibol, turmalin, sodalite
Tempat terdapat : tajur (stock), lakolit, batolit
Kegunaa : bahan bangunan, monumen, prasasti, tegel
Keterangan : batuan beku plutonik, bersifat asam
b. Gabro (gabbro)
Warna : abu-abu gelap, hijau-tua hitam
Tekstur : ekigranular, beragam dari feneritik hingga porfiritik
Mineral utama : Felspar plagioklas 2/3 bagian, K-feldspar < 10 %, Ca-plagioklas, kuarsa
(SiO2) < 10%, felspatoid < 10 %
Mineral tambahan : olivin, augit, biotit, piroksen
Tempat terdapat : tajur, lakolit, batolit, lopolit
Kegunaan : konstruksi bangunan arsitektur
Keterangan : sering mengandung bijih besi (ilmenit, magnetit)
c. Peridotit (peridotite)/ piroksenit
Warna : hijau, hitam
Tekstur : faneritik, ekigranular
Mineral utama : K-Felspar < 10 %, kuarsa (SiO2) < 10 %, felspatoid < 10 %
Mineral tambahan : hornblenda, biotit, piroksen
Tempat terdapat : tajur (stocks), retas (skill, dike)
Kegunaan : material pelengkap dalam bangunan
Kimberlit adalah peridotit dengan komposisi piroksen dan olivin, merupakan batuan
induk dimana dapat ditemukan intan.
d. Andesit (Andesite)

Warna : abu-abu
Tekstur : afanitik
Mineral utama : K-Felspar < 10 %, kuarsa < 10 %
Mineral tambahan : hornblenda, biotit, piroksen, Na-amfibol, felspatoid
e. Basal (Basalt)
Warna : abu-abu, gelap, hitam
Tekstur : afanitik
Mineral utama : K-Felspar < 10 %, kuarsa < 10 %, felspatoid < 10 %
Mineral tambahan : hornblenda, biotit, piroksen, Na-amfibol, olivin, uralit
Tempat terdapat : retas
f. Obsidian
Warna : hitam, hijau
Tekstur : gelas (amorf)
Mineral utama : Felspar 63 %, kuarsa 35 %
Keterangan : pada permukaan sering ditemukan bentuk pecahan lokan (choncoidal
fracture), bulatan memancar (spherical body) warna putih berukuran kecil
g. Batu Apung (pumice)
Warna : putih, abu-abu, kuning, coklat
Tekstur : gelas, memiliki rongga di permukaan (vesicular glass)
Keterangan : komposisi mineral sama dengan obsidian, digunakan sebagai alat poles dan
gosok (abrasive)
2.7 Cara mengidentifikasi jenis batuan beku
Tahapan pertama untuk pemberian nama batuan beku disini adalah dengan
mengamati kehadiran kuarsa bebas serta menghitung proporsi secara relative dalam
batuan. Jika kuarsa hadir dan mencapai 10% atau lebih maka jenis batuannya adalah batu
beku asam, sebaliknya jika kuarsanya kurang dari 10% maka jenis batuannya adalah
kalau tidak intermediate kemungkinan lain adalah basa. Pada jenis intermediate dicirikan
dengan melimpahnya ortoklas dan plagioklas asam (sodic plagioklas). Sedangkan pada
jenis basa dicirikan dengan melimpahnya plagioklas basa (calcic plagioklas), plagioklas
asam relative lebih cerah dibanding plagioklas basa. Tetapi pada kenyataannya secara
megaskopis kita sulit untuk membedakan. Untuk membedakannya kita lihat prosentasi
kandungan mineral mafik (yang utama).
Bowen berpendapat bahwa batuan basa mengandung mineral olivine dan piroksin lebih
banyak dibanding mineral hornblende. Sebaliknya batuan menengah cenderung lebih
banyak mengandung hornblende disbanding olivine dan piroksen. Namun keadaan ini
tidak dapat selamanya dipakai, terutama pada batuan beku vulkanik. Pada batuan beku
menengah sering ditemukan piroksen, seperti pada andesit dimana kehadiran piroksen
melimpah sehingga sulit dibedakan dengan basalt. Untuk ini praktikan kembali pada

prinsip W.T Huang 1962, dimana untuk batuan beku menengah banyak mengandung
plagioklas asam (lebih cerah) sedang batuan beku asam banyak mengandung plagioklas
basa (lebih gelap).

Anda mungkin juga menyukai