Merupakan keadaan proporsi antara massa kristal dan massa gelas dalam batuan beku.
Dikenal tiga kelas derajat kristalisasi, yaitu :
a. Holokristalin
: apabila batuan tersusun seluruhnya oleh massa kristal.
b. Hipokristalin
: apabila batuan tersusun oleh massa gelas dan massa kristal.
c. Hypohyalin
: massa dasar lebih banyak daripada massa kristal.
d. Holohyalin
: apabila batuan tersusun seluruhnya oleh massa gelas.
2. Granularitas merupakan ukuran butir kristal dalam batuan beku, berbentuk sangat
halus yang tidak dapat dikenal meskipun menggunakan mikroskop, tetapi dapat pula
sangat kasar. Umumnya dikenal dua kelompok tekstur ukuran butir yaitu afanitik dan
faneritik.
a. Afanitik : apabila ukuran butir individu kristal ini sangat halus, sehingga tidak dapat
dibedakan dengan mata telanjang. Batuan dengan tekstur afanitik dapat tersusun atas
massa kristal, massa gelas atau keduanya.
b. Faneritik : kristal individu yang termasuk kristal faneritik dapat dibedakan menjadi
ukuran-ukuran, yaitu
:
1) Halus, ukuran diameter 1 mm
2) Sedang, ukuran diameter 1-5 mm
3) Kasar, ukuran diameter 5-30 mm
4) Sangat kasar ukuran 30 mm
c. Porfiritik : tekstur pada batuan beku dimana kristal yang berukuran besar tumbuh
bersama dengan kristal yang berukuran kecil.
3. Bentuk Butir
Ditinjau dari pandangan dua dimensi, dikenal ada tiga macam bentuk butir, yaitu :
a. Euhedral, apabila bentuk Kristal dari butiran mineral mempunyai bidang kristal yang
sempurna.
b. Subhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh sebagian bidang
kristal yang sempurna.
c. Anhedral, apabila bentuk kristal dari butiran mineral dibatasi oleh bidang kristal yang
tidak sempurna.
2.7 Jenis batuan beku (batuan beku fragmental dan batuan beku non
fragmental
atau sesudah mengalami reworking oleh air ataupun es. Bahan-bahan piroklastik secara
genesa dapat dikelompokkan menjadi 6 yaitu :
1. Bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat vulkanik langsung jatuh ke darat melalui
medium udara. Jika bahan tersebut jatuh pada lereng vulkan yang curam maka dapat
terjadi gerakan yang disebabkan oleh gravitasi. Tumpukan jatuhan piroklastik (tepra)
tersebut bila mengalami litifikasi akan menjadi batuan beku fragmental.
2. Bahan bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat erupsi diangkut ke tempat
pengendapan dalam medium gas yang keluar bersama dengan mekanisme glowing
avalance. Bahan yang terendapkan mengalami litifikaso menjadi batuan beku fragmental.
Pada jenis ini sering ditemukan struktur mirip dengan struktur yang ada pada batuan
sediment misalnya silang siur, laminasi atau gradasi.
3. Bahan bahan piroklastik setelah dilempar dari pusat erupsi yang berada di darat
ataupun di bawah permukaan laut kemudian diendapkan pada kondisi air yang tenang.
Bahan piroklastik tersebut tidak mengalami reworking dan tidak tercampur dengan bahan
piroklastik. Pada jenis ini tidak didapatkan strukturstruktur sediment internal dan
komposisi seluruhnya adalah bahan piroklastik. Bila dilihat dari paleoenvirontment maka
jenis ini termasuk batuan sedimen dengan provenance piroklastik.
4. Bahan bahan piroklastik setelah dikeluarkan dari pusat erupsi jatuh pada air yang
aktif ( mengalir atau bergelombang ). Sebelum mengalami litifikasi bahanbahan tersebut
mengalami reworking dan bias juga bercampur dengan bahanbahan yang bukan
piroklastik. Bahanbahan tersebut kemudian terendapkan pada suatu tempat dan
mengalami litifikasi. Pada jenis ini batuan menunjukkan adanya struktur-struktur
sediment. Apabila klasifikasi bersifat genetik maka batuan sediment tersebut merupakan
provenance piroklastik.
5. Bahan bahan piroklastik setelah jatuh sebelum mengalami litifikasi, terangkut oleh
media air atau es dan diendapkan di suatu cekungan pengendapan. Pada jenis ini dapat
ditemukan adanya struktur-struktur sedimen. Apabila klasifikasi bersifat genetik maka
batuan ini termasuk batuan sediment yang memiliki provenance piroklastik.
6. Bahan bahan piroklastik yang jatuh ke bawah mengalami litifikasi, kemudian
mengalami pelapukan, tererosi dan tertansport kemudian diendapkan di tempat lain.
Jenis ini termasuk batuan sediment yang memiliki provenance piroklastik. Istilah istilah
yang sering di jumpai, yaitu :
1. Ash flow (tufls) fragmental flow.
a. Breksi aliran piroklastik adalah bahan piroklastik yang tersusun atas fragmen runcing
runcing hasil endapan piroklastik ( Fisher, 1960 ).
b. Ignimbrite adalah suatu batuan yang terbentuk dari aliran abu panas.
c. Welded tuff adalah endapan aliran abu panas yang terelaskan akibat deposisi pada saat
masih panas.
2. Ash fall yaitu primary piroklastik atau bahan yang belum mengalami pergerakan dari
tempat
semula
diendapkan
oleh
proses
jatuhan
selama
belum
mengalami
Catatan : Plagioklas asam umumnya relative lebih cerah dibandingkan dengan plagioklas
basa, tetapi pada kenyataannya
secara megaskopis sulitu untuk membedakannya. Untuk membedakannya kita melihat
persentase mineral mafic yang
utama. Dimana:
Pada batuan beku intermediet : cenderung lebih banyak mengandung amphibole dari
pada olivine dan
piroksen
Pada batuan beku basa/ultrabasa : mengandung lebih banyak olivine, pyroksen, dari pada
amphibole
4. Tentukan kelompok batuannya
5. Tentukan sturuktur dan tekstur dari batuan tersebut
6. Tentukan nama batuannya dengan melihat
komposisi
mineral
dengan
Warna : abu-abu
Tekstur : afanitik
Mineral utama : K-Felspar < 10 %, kuarsa < 10 %
Mineral tambahan : hornblenda, biotit, piroksen, Na-amfibol, felspatoid
e. Basal (Basalt)
Warna : abu-abu, gelap, hitam
Tekstur : afanitik
Mineral utama : K-Felspar < 10 %, kuarsa < 10 %, felspatoid < 10 %
Mineral tambahan : hornblenda, biotit, piroksen, Na-amfibol, olivin, uralit
Tempat terdapat : retas
f. Obsidian
Warna : hitam, hijau
Tekstur : gelas (amorf)
Mineral utama : Felspar 63 %, kuarsa 35 %
Keterangan : pada permukaan sering ditemukan bentuk pecahan lokan (choncoidal
fracture), bulatan memancar (spherical body) warna putih berukuran kecil
g. Batu Apung (pumice)
Warna : putih, abu-abu, kuning, coklat
Tekstur : gelas, memiliki rongga di permukaan (vesicular glass)
Keterangan : komposisi mineral sama dengan obsidian, digunakan sebagai alat poles dan
gosok (abrasive)
2.7 Cara mengidentifikasi jenis batuan beku
Tahapan pertama untuk pemberian nama batuan beku disini adalah dengan
mengamati kehadiran kuarsa bebas serta menghitung proporsi secara relative dalam
batuan. Jika kuarsa hadir dan mencapai 10% atau lebih maka jenis batuannya adalah batu
beku asam, sebaliknya jika kuarsanya kurang dari 10% maka jenis batuannya adalah
kalau tidak intermediate kemungkinan lain adalah basa. Pada jenis intermediate dicirikan
dengan melimpahnya ortoklas dan plagioklas asam (sodic plagioklas). Sedangkan pada
jenis basa dicirikan dengan melimpahnya plagioklas basa (calcic plagioklas), plagioklas
asam relative lebih cerah dibanding plagioklas basa. Tetapi pada kenyataannya secara
megaskopis kita sulit untuk membedakan. Untuk membedakannya kita lihat prosentasi
kandungan mineral mafik (yang utama).
Bowen berpendapat bahwa batuan basa mengandung mineral olivine dan piroksin lebih
banyak dibanding mineral hornblende. Sebaliknya batuan menengah cenderung lebih
banyak mengandung hornblende disbanding olivine dan piroksen. Namun keadaan ini
tidak dapat selamanya dipakai, terutama pada batuan beku vulkanik. Pada batuan beku
menengah sering ditemukan piroksen, seperti pada andesit dimana kehadiran piroksen
melimpah sehingga sulit dibedakan dengan basalt. Untuk ini praktikan kembali pada
prinsip W.T Huang 1962, dimana untuk batuan beku menengah banyak mengandung
plagioklas asam (lebih cerah) sedang batuan beku asam banyak mengandung plagioklas
basa (lebih gelap).